Sunday, November 16, 2014

Yusril Ihza Mahendra: Ilegal, Dana CSR untuk 3 Kartu Sakti Jokowi


SAM_2105Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa dana CSR (Coorporate Social Resposibility) atau dana tanggungjawab sosial perusahaan adalah dana yang dialokasikan dari keuntungan perusahaan termasuk BUMN untuk masyarakat. Sehingga tidak ada dasar hukumnya (ilegal-red) mengambil CSR untuk mendanai 3 Kartu Sakti Jokowi, Kartu Indonesia Sehat (KIS), Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS).
"Dana itu digunakan sebagai kompensasi kepada masyarakat sekitar, atas kegiatan perusahaan di daerah tersebut dengan segala dampaknya," jelasnya kepada Tabloidlugas di Jakarta, Jumat (7/11).
Karena itu menurutnya dana CSR dikelola langsung oleh perusahaan untuk kepentingan masyarakat lokal. Dana tersebut memang milik perusahaan tersebut. CSR Freeport misalnya digunakan untuk masyarakat Timika, Newmont untuk masyarakat Sumbawa, PT Timah untuk masyarakat Bangka Belitung.
"Jadi bisa bermasalah kalau dana CSR BUMN itu diambil Pemerintah untuk biayai program tiga kartu yang dijanjikan Presiden ketika kampanye dulu. Apalagi jika dana yang diambil dari CSR BUMN itu dianggap sebagai bukan uang negara sehingga bisa dikelola sebagai dana non budgeter," tegasnya.
Ini semua menurutnya berkaitan dengan tertib penyelenggaraan negara, khususnya di bidang keuangan, yang sungguh-sungguh harus diperhatikan oleh Presiden.
"Kalau dana CSR BUMN itu diambil oleh negara, maka harus ada dasar hukumnya. Sebab dalam UU APBN sudah ditargetkan setoran keuntungan BUMN sebagai penerimaan negara," jelasnya.
CSR BUMN menurut Yusril sudah dianggarkan oleh perusahaan dan harus dijalankan untuk memenuhi kewajiban BUMN kepada masyarakat sekitar. Kalau dana CSR akan diambil Pemerintah, maka UU APBN harus diubah, ada perubahaan sumber penerimaan negara dan ada perubahan alokasinya. Ia menginakan agar Presiden Jokowi harus pikirkan dampak pengambilan dana CSR BUMN bagi masyarakat lokal sekitar kegiatan perusahaan. Dana CSR pasti berkurang atau malah habis tersedot untuk danai program tiga kartu Presiden Jokowi, sehingga masyarakat lokal bisa kecewa.
"Daerah mereka rusak karena ditambang, tapi dana CSR nya bukan untuk membantu masyarakat lokal, malah dipakai untuk danai prorgam 3 kartu sakti," katanya.
Apalagi menurutnya program tiga kartu dikaitkan dengan kompensasi kenaikan BBM yang bakal dilakukan Pemerintah, tidak ada hubungannya penggunaan dan Coorporate Social Resposibility (CSR) pada 3 Kartu, KIS, KIP dan KKS akan sangat merugikan masyarakat daerah yang selama ini dieksploitasi dan mendapatkan bantuan CSR dari berbagai perusahaan.
"Masyarakat lokal akan tanya, mengapa dana CSR BUMN untuk mereka digunakan untuk kompensasi kenaikan BBM? Apa hubungannya. Presiden Jokowi mestinya menyadari dampak dari semua ini, serta kemungkinan kekecewaan masyarakat lokal akibat berkurangnya CSR BUMN," ujarnya.
Ia mengingatkan juga bahwa sebagian besar dana CSR BUMN disalurkan di luar Jawa, sementara bagian terbesar penerima program 3 kartu ada di Pulau Jawa.
"Apakah dana CSR yang seharusnya dinikmati masyarakat lokal luar Jawa akan tersedot habis untuk danai program 3 kartu yang sebagian besar di Pulau Jawa," katanya.
Yusril mengatakan Jokowi sebagai seorang Nasionalis dari PDIP seharusnya tidak diajarkan akan dampak dari kebijakan beliau terhadap keutuhan bangsa.
"Namun saya berkewajiban untuk mengingatkan Presiden bahwa mengelola negara haruslah berpedoman kepada konstitusi dan hukum yang berlaku. Niat baik saja tidak cukup, tetapi memerlukan renungan dan pemikiran yang dalam sebelum mengambil keputusan dan melakukan suatu tindakan," katanya.
Presiden Jokowi menurutnya seharusnya bisa belajar dari Presiden Sukarno. Presiden Sukarno orang besar dan bapak bangsa kita seluruhnya. Namun salah satu kelemahan Presiden Sukarno adalah, beliau sering bertindak di luar konstitusi dan hukum yang dibuatnya sendiri.
"Kelemahan itu membawa dampak yang besar, terutama menjelang akhir masa kekuasaannya. Presiden Jokowi jangan mengulangi lagi kelemahan itu," tegasnya.

Dijerat Hutang

Sementara itu, Pengurus Nasional Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Tutut Herlina mengatakan bahwa saat ini Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dipercayakan Presiden Jokowi untuk menjalankan Kartu Indonesia Sehat (KIS) hanya menanggung pasien BPJS seminggu setelah perawatan.
"Jadi sebelum seminggu peserta BPJS harus bayar sendiri. Kalau gak punya uang rakyat miskin tetap dipaksa berhutang. Ini bukan meringankan sebaliknya menyerahkan leher rakyat pada rentenir. Karena sudah wajib ikut BPJS tapi tetap harus cari utang buat berobat," ujarnya terpisah.
Setelah itu menurut laporan yang masuk ke DKR tidak semua pelayanan dibayar oleh BPJS, karena ada obat-obatan dan tindakan medis yang tidak masuk dalam tanggungan KIS dan BPJS.
"Jadi rakyat selain bayar iuran, bayar hutang pelayanan awal, harus bayar lagi obat dan pelayanan yang tidak ditanggung BPJS," jelasnya.
Selain mencekik pasien, menurutnya KIS dan BPJS juga menjerat leher pengelola rumah sakit dan dokter.
"Karena tidak ditanggung BPJS, rumah sakit dan dokter yang disuruh nalangin pembiayaan pasien KIS," jelasnya. (http://www.sigapnews.com/)

No comments:

Post a Comment