Tuesday, December 9, 2014

Obsesi dan Mimpi Seorang Irzal Ilyas

* DELAPAN

Segalanya diciptakan dua kali. Ada ciptaan mental atau pertama, dan ada ciptaan fisik atau kedua.
Stephen R. Covey, Pakar Kepemimpinan

SEJATINYA, pembangunan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan, secara terus-menerus tiada henti. Ikhtiar dan kerja keras mewujudkan visi dan misi pembangunan tidak berlangsung instan namun membutuhkan waktu yang relatif panjang. Pembangunan, menurut Irzal Ilyas, berarti kerja keras yang membutuhkan keikhlasan dan konsistensi guna meraih visi dan misi yang telah diformulasikan jauh-jauh hari --sebelum dirinya memangku amanah sebagai Wali Kota Solok pada 2010. Dia telah menciptakan jendela mental (visi) sebelum menggapai kursi orang nomor satu di Kota Solok. Lantas, dia bekerja keras pula berupaya mengimplementasikan dalam wujud program-program pembangunan yang bersifat fisik yang diarahkan bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat-masyarakat
Setidak-tidaknya, Irzal Ilyas sudah menjawab kepercayaan rakyat-masyarakat Kota Solok dengan, minimal, meletakkan dasar-dasar yang kokoh bagi pembangunan kota ini ke depan. Memperoleh kepercayaan dari rakyat-masyarakat Kota Solok pantas disyukuri sekaligus menjadi beban tanggung-jawab baginya untuk segera mewujudkan harapan mereka akan peningkatan kesejahteraan. Mewujudkan visi masyarakat yang beriman, bertaqwa, sehat, edukatif dan sejahtera dengan pemerintah yang baik dan bersih menuju Kota perdagangan dan jasa yang maju dan modern.
Laiknya wilayah-wilayah dengan sumber daya alam yang relatif terbatas, rakyat-masyarakat Kota Solok tidak memiliki banyak pilihan untuk melanjutkan kehidupan dan meningkatkan kemakmuran. Dalam kondisi seperti ini, pemimpin yang hadir bagai teropong yang mampu melihat secara tajam potensi apa yang sekiranya mampu menggerakkan denyut perekonomian masyarakat. Di sinilah betapa pentingnya kehadiran sosok pemimpin yang cerdas, antisipatif, dan bersifat forward looking.
Saat terpilih dan usai Irzal Ilyas dilantik sebagai Wali Kota Solok (Agustus 2010), ciptaan fisik (kedua) berupa program-program yang telah dilaksanakan pada dasarnya telah selesai dalam ciptaan pertama melalui visi dan misi yang disusun jauh sebelum dia memimpin Kota Solok. Visi dan misi tersebutlah yang menggerakkan dirinya menjalankan amanah besar tersebut.
Seorang pemimpin yang berjalan tanpa visi dan misi bagai seseorang yang berjalan tanpa arah. Visi dan misi merupakan kekuatan penuntun di belakang segala sesuatu yang dilakukan oleh sebuah rezim pemerintahan. Kedengarannya hal ini sesuatu yang gampang, namun pemikiran ini tidak mampu diterjemahkan secara baik oleh setiap pemimpin.
Banyak organisasi atau rezim pemerintahan mengalami kegagalan lantaran pemimpinnya tidak mampu menerjemahkan dan mengejawantahkan visi dan misi. Dan organisasi berjalan tanpa arah tujuan yang jelas, hanya bergerak berdasarkan peraturan belaka. Program yang berjalan tidak lebih daripada sekadar rutinitas biasa. Mereka berjalan hanya mengikuti tradisi pemimpin sebelumnya. Terjebak cuma melaksanakan rutinitas tanpa memiliki orientasi ke masa depan yang lebih berpengharapan.
Selain hanya menjalankan aturan, pemerintahan di bawah pemimpin yang tak mampu menerjemahkan visi-misi secara membumi tidak akan mampu berbuat banyak. Dalam pandangan Osborne dan Gaebler (1993), pemerintahan semacam ini dikategorikan sebagai pemerintahan yang digerakkan oleh peraturan, bukan visi dan misi. Osborne dan Gaebler menggaris-bawahi beberapa keunggulan pemerintahan di bawah pemimpin yang tahu benar visi-misinya, antara lain:
·         Pemerintahan berjalan lebih efisien.
·         Lebih efektif dan mendatangkan hasil yang lebih baik daripada sekadar bertumpu pada peraturan.
·         Lebih inovatif, fleksibel, memiliki semangat dan etos kerja yang lebih tinggi.
Selama hampir lima tahun memimpin Kota Solok, Irzal Ilyas berusaha membumikan visi-misinya secara baik, fleksibel, dan inovatif. Kendati begitu, dia tetap taat azas atau peraturan yang berlaku dalam sebuah pemerintahan yang otonom.

A.   Bantu Orang Namun Jangan Sampai Bermasalah
Ya, Irzal Ilyas ingin sampai di tapal batas pengabdian dengan penuh rasa aman, jauh dari kekhawatiran dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagaimana banyak menimpa mantan kepala daerah dan bekas wakil rakyat. Katanya lebih lanjut:
“Sesuai dengan cita-cita semula, saya ingin aman, tidak bermasalah. Saya ingin bantu orang namun tetap tidak bermasalah, tetap dalam koridor peraturan yang berlaku. Artinya, lima tahun ini saya merasa bersih. Tidak terlibat kasus apa pun. Saya nggak khawatir petugas KPK akan turun karena nggak ada perbuatan saya yang menyalahi aturan. Sampai akhir tahun ini (2014), kami memperoleh tiga penghargaan, kemarin (pekan ketiga November 2014) kami dapat apresiasi sebagai daerah tertib ukur, penyerahan penghargaan oleh Kementerian Perdagangan dilakukan di Semarang, Jawa Tengah. Jadi daerah kami  tertib perdagangannya, punya alat ukur. Kemudian di Hari Kesehatan Nasional dapat Lencana Ksatria Bakti Husada Kartika dari Kementerian Kesehatan RI, karena anggaran yang cukup untuk program kesehatan. Itu diperiksa sampai Puskesmas oleh Kementerian Kesehatan. Dan akhir November 2014 kami menerima penghargaan tersebut di Jakarta.  Kemudian bulan Desember (2014), bersamaan dengan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional, kami memperoleh penghargaan bidang kepedulian sosial dan penyerahannya dilakukan di Jambi. Pemberian penghargaan ini cukup ketat. Harus bebas dari KPK, tidak terlibat kasus pidana. Itu ada surat rekomendasinya dan kami tinggal formalitas menerima penganugerahannya di Jambi nanti.
Sekali lagi saya ingin aman, keluarga tidak ada masalah dan warga masyarakat sejahtera. Saya enak tidur di rumah dinas, rumah sendiri, bangun tidur warga masyarakat saya juga segar dan sehat. Itu yang saya impikan, warga tidak buta huruf dan tidak miskin. Sebab itu selama lima tahun ini kami tanamkan pola kerja keras. Miskin itu harus diubah dengan bekerja. Sebab itu, kami letakkan dana bantuan itu di masjid, mushola, dan mereka harus bekerja. Karena orang sukses itu tidak ada yang malas.”    
Irzal Ilyas yang mantan pelaut ini mengakui bahwa selama dirinya memimpin Kota Solok acapkali mengalami godaan dan gangguan oleh banyak orang –tak terkecuali dari keluarga sendiri. Banyak orang mengira bahwa jabatan wali kota itu bergelimang uang. Lalu, mereka pun meminta bantuan, entah apapun bentuknya.
Wali Kota yang akan habis masa baktinya pada Agustus 2015 ini sebisa mungkin berusaha menolong orang-orang yang membutuhkan bantuan. Salah satu caranya, jelas dia, berupaya mengelola sisa-sisa anggaran dalam APBD dengan menggelontorkan program atau proyek yang dapat dilakukan dengan penunjukan langsung (PL). “Kami berupaya memberdayakan putera daerah untuk pekerjaan-pekerjaan yang bisa PL. Ketika selesai mereka sampaikan rasa terima kasih, namun tidak sedikit juga yang mengatakan rugi,” tutur Irzal.
Dia membuka kartu bahwa orang Kota Solok itu ingin ditegur dan dimanjakan. Padahal jelas, sebagai orang nomor satu di Kota Solok, Irzal mengaku tidak akan dapat menyenangkan orang satu per satu warganya yang berjumlah 63.541 jiwa (data tahun 2013). Kendati begitu sebagian besar warga Kota Solok merasa senang dengan program-program yang telah dijalankan segenap aparatur Pemerintah Kota Solok di bawah kepemimpinan Irzal Ilyas. “Warga merasa senang pada program Wajib Belajar 12 tahun tanpa biaya, program jaminan kesehatan, dan program Mabit. Semua program berjalan baik dan diterima oleh warga masyarakat. Alhamdulillah, semua itu tidak terlepas dari kerja keras dan kerja ikhlas kami,” tutur pemegang Lencana Manggala Karya Kencana dari BKKBN RI tahun 2013 ini.
Boleh jadi urusan dengan warga masyarakat (eksternal), Irzal cukup berhasil memberikan perhatian yang relatif baik sehingga tidak terlalu terdengar isu-isu yang kadang menyudutkan. Dia mengaku agak sedikit malu hati menghadapi orang-orang terdekat dalam keluarga besar Ilyas. Tegasnya, “Ada saja keluarga yang merecoki. Kami ini kan keluarga besar, satu sama lain tidak sama. Karena mereka terjanjur hidup manja, bergantung pada orang lain. Mungkin dengan walikota yang dulu bisa minta bon minyak. Saya tidak kasih lagi. Saya sampaikan asal you usaha, saya kasih. Sebagian besar dukung, terutama yang sudah sukses. Yang kurang-kurang itu yang menggantungkan diri pada kami. Memang ada kakak yang kemudian sekarang menjadi tanggung jawab saya. Alhamdulillah anak-anak dan isteri tidak ngrecoki. Saya selalu menekankan bahwa dulu kita ini orang swasta yang bebas, sekarang sudah jadi pejabat, kan semuanya dilihat, dinilai dan terukur.”

B.    Melek Investor untuk Melumasi Roda Perekonomian
Hal yang juga masih menjadi mimpi Irzal Ilyas adalah melumasi roda perekonomian kota yang saat ini berjalan relatif lamban. Sebagai kota yang diarahkan menjadi kota jasa dan perdagangan yang modern, roda perekonomian haruslah dipacu untuk berputar secara cepat. Saat ini, Kota Solok telah memiliki pasar yang cukup baik namun denyutnya terasa lambat. Sementara banyak aset yang kurang optimal dimanfaatkan.
Sebab itu, sejak awal memimpin Kota Solok, Irzal sudah membuka lebar-lebar bagi investor untuk menanamkan modalnya di kota yang mengusung motto “Kota BERAS”. Ya, Kota Solok yang Bersih, Elok, Rapi, Aman dan Sejahtera.
Berkat pengalamannya melanglang buana dan menjalani sedikit noktah kehidupannya di luar Kota Solok, Irzal (yang sempat mengadu nasib di Jakarta dan kuliah di Semarang) memperoleh pelajaran berharga. Setidaknya, sebuah perekonomian kota akan berdenyut dinamis bilamana ada kehadiran etnis Cina. Sudah menjadi semacam suratan tangan kaum Cina, mereka cenderung meniti kehidupan di jalur perdagangan dan bisnis. Mereka memiliki jejaring bisnis yang sangat kuat dan luas.
Sejauh ini, pelaku ekonomi Kota Solok hanya diramaikan oleh putera daerah dengan permodalan yang relatif terbatas. Dan Pemerintah Kota Solok sendiri tidak mungkin mendongkrak denyut perekonomian lokal tanpa campur tangan pemilik modal. Tentang mimpinya menghadirkan investor dan etnis Cina melumasi roda ekonomi Kota Solok, tutur pemegang Lencana Kehormatan Bakti Koperasi dan UKM dari Kementerian Koperasi dan UKM RI tahun 2014 ini lebih jelas dan gamblang:   
“Kami butuh investor karena kami tidak kuat dengan kemampuan keuangan daerah saja. Saat berusaha menggandeng investor, saya terkendala di DPRD. Saat menjalin kerjasama dengan investor untuk memanfaatkan aset-aset daerah, kawan-kawan di DPRD Kota Solok melihat langkah ini bernuansa politik. ‘Ini Pak Wali cari populer lagi.’ Saya berusaha membuka jalan tanpa pamrih apapun. Sementara kolega saya di DPRD melihat fee-nya dulu buat daerah. Ini yang membuat saya terus-menerus berbeda pandangan. Akibatnya sampai sekarang belum ada investor yang masuk. Padahal saya sudah buka di website dan melakukan lobi-lobi.
Saat investor datang, respon masyarakat dan elit politik terasa kurang bagus. Sepertinya orang-orang lokal itu mesti keluar dulu, merantau ke daerah lain. Mereka tidak pernah merantau. Bagi saya orang-orang etnis Cina itu teman, bukan musuh. Orang Kota Solok diprovokasi agar tidak menerima etnis Cina. Kalau nggak ada Cina, ekonomi kita lambat.
Investor sangat dibutuhkan mengingat kami butuh dana untuk membangun hotel dan pusat perbelanjaan sebagai fasilitas pundukung kota jasa. Ada beberapa investor sempat datang namun tiba-tiba minat mereka menurun setelah merasa respon kurang kondusif. Bahkan, ada yang sudah deal dengan saya, namun terbentur hal-hal seperti teknis di DPRD.”
Di masa pengabdiannya yang masih tersisa beberapa bulan lagi ini, Irzal berusaha mengajak warga masyarakat (termasuk kalangan wakil rakyat di DPRD) Kota Solok untuk ramah terhadap kehadiran investor, tanpa pandang bulu siapa si investor tersebut. Bila hanya mengandalkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang relatif kecil, maka pembangunan Kota Solok bisa mengalami kemandekan (stagnant).

C.   Segalanya Diciptakan Dua Kali
Dalam perjalanan hidup mengabdikan dirinya pada Kota Solok yang semakin dekat dengan tapal batas, ayah dari lima orang anak ini merasakan masih banyak pekerjaan rumah yang belum mampu diselesaikannya secara optimal. Bahkan, tidak sedikit program-program pro-rakyat yang mesti diteruskan sehingga warga masyarakat Kota Solok benar-benar merasakan peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran.
Karena itulah, bila suara rakyat menghendaki, Irzal Ilyas ingin melanjutkan kembali program-program pembangunan yang belum tergarap secara baik. Meminjam pendapat Stephen R. Covey, bahwa visi-misi yang telah direntang Irzal sebagai ciptaan mental (pertama) harus disempurnakan atau diwujudkan ke dalam penciptaan fisik (kedua). Dia ingin mewujudkan kota jasa dan perdagangan modern dengan fasilitas yang lengkap seperti adanya mal, hotel, dan stadion bertaraf nasional. Sedikit tentang obsesinya menjelang akhir masa pengabdian sebagai Wali Kota Solok 2010-2015:
“Obsesi saya, kalau bisa berlanjut, kesempatan ada, warga masyarakat percaya, tentu saya ingin melanjutkan pengabdian. Karena masih ada pekerjaan rumah yang tertunda. Di antaranya membangun stadion, mal dan hotel. Kami merencanakan Kota Solok jadi kota jasa dan perdagangan yang modern. Yang lain-lain sudah kami persiapkan sebelumnya.”   
Sebuah totalitas seorang Irzal Ilyas dalam menunaikan amanah tugas kepemimpinan sebagai Wali Kota Solok. Bukan hanya dirinya yang berada di dalam nafas Kota Solok, namun Kota Solok telah menyatu dalam hati, pikiran dan tindak-langkahnya. Tidak hanya dalam serentang perjalanan lima tahun terakhir, tapi sejak saat kelahirannya di Korong Lubuk Sikarah pada 4 Januari 1959. Jadi Kota Solok dan segala kronikanya telah menyatu dalam diri dan perjalanan hidupnya. Kota Solok sudah menjadi darah-dagingnya. Kepemimpinannya yang visioner, yang tetap berpijak pada khazanah kearifan lokal yang dipimpinnya, yang dimotivasi dengan hati ikhlas dan berorientasi pada aksi-aksi nyata, itulah yang kini membawa kemajuan bagi Kota Solok. Irzal Ilyas telah menunjukkan kesejatian dirinya sebagai seorang pemimpin. Tidak saja tahu ke arah mana Kota Solok mesti menuju, tapi dia pun paham akan tahapan-tahapan langkah yang harus ditempuh.
Irzal paham betul bahwa alam kehidupan ini mengajarkan sebuah hukum proses. Bahwa petani (sekitar 10,14 persen dari penduduk Kota Solok yang berjumlah 63.541 jiwa) harus punya kesabaran dan kesungguhan yang tinggi dalam menyiram dan memupuk bibit-bibit padi yang ditanam di sawah selama sekitar empat bulan sebelum dapat dipanen. Bahwa pedagang (sekitar 33,43 persen) harus punya kesabaran yang tinggi dalam merawat hubungan baik dengan pembeli agar pada giliran selanjutnya dapat menjadi pembeli setia. Dan pelaku atau pekerja di sektor jasa-jasa (sekitar 32,21 persen) harus pula bersabar manakala menginginkan jasa yang ditawarkan menarik calon-calon pelanggan.
Pun demikian seorang Irzal Ilyas telah mencurahkan segenap kesabaran perasaan, pikiran dan tindak-langkahnya guna menata ulang dan membangun kembali pondasi Kota Solok yang lebih kokoh sebagai “jembatan” menuju kemajuan. Setelah “jembatan” dipersiapkan, kelak kepemimpinan berikutnya harus mampu melanjutkan jejak Irzal itu guna mengukir kemajuan Kota Solok yang jauh lebih baik. Pemimpin Kota Solok setelah Irzal harus memiliki kearifan dan kebajikan yang jauh lebih tinggi guna meneruskan langkah Irzal dalam meraih cita-cita Kota Solok. Seorang pemimpin yang lebih mumpuni guna melayarkan Kota Solok dalam kancah nasional dan internasional. Seorang nakhoda yang tidak sekadar mampu melayarkan kapal (Kota Solok), namun juga harus tahu ke mana kapal (Kota Solok) mesti berlayar. Kini, “jembatan emas” Kota Solok telah dibangun oleh Wali Kota Irzal Ilyas dengan contoh, bukti dan prestasi nyata.
Sekarang, saat roda-roda desentralisasi dan otonomi daerah telah bergulir, dibutuhkan tangan-tangan yang lebih terampil dalam bingkai kekayaan potensi daerah untuk membangun diri. Bila perasaan memiliki (sense of belonging) dan tanggung jawab (sense of responsibility) yang terpatri dalam dada orang Kota Solok terus diasah lebih tajam lagi, tentu akan sangat memudahkan bagi Kota Solok menggapai cita-citanya. Menjadi sebuah kota jasa dan perdagangan yang modern, hidup dalam kemajuan dan kesejahteraan bersama. Sebagaimana harapan segenap tokoh adat, elit politik dan warga masyarakat Kota Solok. Harapan jangka panjang Kota Solok menjadi Kota Sentra Perdagangan, Jasa dan Pendidikan di Sumatera Bagian Tengah tahun 2025.
Irzal Ilyas sengaja memilih visi dan mimpi pembangunan jangka panjang Kota Solok sebagai kota perdagangan, jasa dan pendidikan mengingat kondisi umum daerah ini menunjukkan bahwa kontribusi sebesar 64,9% dari nilai PDRB Kota Solok, ternyata berasal dari kegiatan perdagangan, transportasi, dan jasa.
Begitu pula dengan pendidikan, Kota Solok selama ini juga telah menjadi tujuan untuk melanjutkan pendidikan bagi calon siswa dan calon mahasiswa yang berasal dari wilayah sekitar Kota Solok. Dengan demikian, Irzal bermimpi pembangunan jangka panjang Kota Solok yang diarahkan pada kelompok kegiatan ini diperkirakan akan dapat mengangkat kegiatan ekonomi dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta kesejahteraan masyarakat kota secara keseluruhan. Kegiatan lainnya, seperti pertanian dan industri, akan tetap dikembangkan sebagai kegiatan pendukung dan penunjang.

D.   Teladan Bagi Birokrat dan Rakyat
Lantaran lahir dan besar di lingkungan masyarakat Minang, yang terkenal memegang teguh adat dan ajaran agama, sisi religiusitas seorang Irzal Ilyas terasa kental dalam keseharian. Kendati masa mudanya berada di perantauan, namun tidak menjadikan dirinya lupa pada ajaran-ajaran yang adiluhung. Tak mengherankan bila Irzal sangat piawai mengutip pepatah Minang yang sarat pesan moral dan ayat-ayat Al-Quran yang penuh petuah.
Satu hal yang dia pegang teguh bahwa dia tidak begitu saja menerima masukan atau nasehat dari sembarang orang. Dia teguh berpegang pada adat dan agamanya. Sebagai pejabat publik, dia pasti mendapatkan banyak opini dan pendapat dari berbagai lini dan kalangan. Dia memang termasuk tokoh yang sangat terbuka menerima pesan dan keluh-kesah rakyatnya tanpa kenal waktu. Dalam memilah informasi yang layak dipercaya, dia berupaya mendengar suara hatinya. Tentu tetap tidak meninggalkan rasio dan pemikiran yang melekat pada dirinya.
Kemampuannya untuk senantiasa mendengar suara hati tidak terlepas dari sikap religiusitasnya selama ini. Religiusitas tersebut tercermin pada kerajinannya melaksanakan shalat berjamaah, menjadi imam shalat, dan tampil sebagai khatib pada berbagai kesempatan shalat Jumat. Kisi-kisi spiritualitas yang dijalani ini berpengaruh holistik dalam seluruh aspek kehidupan sosok Irzal Ilyas. Begitu pula dalam pengambilan kebijakan, dia menyadari bahwa kemampuan manusia relatif terbatas. Sebab itu, dia terus menjaga hubungan dengan Allah SWT yang memiliki pengetahuan dan kebijakan paripurna.
Dalam prinsipnya yang religius itu, ibadah-ibadah yang dilakukan oleh seorang manusia, sebenarnya mendatangkan kemanfaatan bagi dirinya sendiri. Manusia membutuhkan penunaian ibadah-ibadah. Dengan ibadah-ibadah tersebut, maka bening hati akan terdapati, sehingga resonansi dari suara hati akan benar adanya serta tepat memutuskan. Karena itu, bila kesulitan dalam menghafal dan menyerap ilmu, maka jauhilah maksiat karena maksiat dapat mematikan dan memadamkan cahaya hati.
Kendati sejumlah kalangan pernah skeptis terhadap masa depan agama. Bahkan Nietzsche mengatakan Tuhan telah mati dan Karl Marx berpendapat bahwa agama adalah candu. Modernitas, oleh beberapa kalangan, juga dianggap tidak compatible dengan agama.  Sosok Irzal Ilyas tidak mempercayai teori-teori materialisme tersebut, dia tetap percaya bahwasanya agama bersesuaian dengan modernitas. Buktinya nyata, dia tetap mendengarkan suara hati. Bagaimanapun kalangan yang menafikan agama mengalami kesulitan menjelaskan ihwal suara hati. Rasionalitas saja ternyata tidak cukup sebagai penimbang dari sebuah keputusan yang dilakukan. Suara hati merupakan unsur istimewa yang melengkapi rasionalitas dalam memutuskan sebuah kebijakan (termasuk kebijakan publik).
Menurut Irzal Ilyas, suara hati merupakan alarm pengingat tatkala segala laku telah keluar dari jalur kebenaran. Ketika melakukan hal yang salah, maka suara hati hadir sebagai pengingat untuk kembali ke jalan yang benar. Sebab itu, muncullah pertentangan akan mendengarkan suara hati yang membawa diri kembali ataukah mengikuti bisikan setan dan dengar hawa nafsu.
Banyak cara yang dapat dilakukan manusia untuk menjaga kebeningan hati. Bagi seorang Irzal Ilyas, selain banyak melakukan ibadah, untuk memperoleh bening hati, dia juga sering melakukan kontemplasi. Setidaknya dia meniru perilaku Nabi Muhammad saw yang rutin berkontemplasi. Sebelum diangkat menjadi Rasul, Muhammad merupakan sosok yang kerap memikirkan tentang kondisi centang perenang Kota Makkah serta kehidupan yang lebih luas. Beliau pun memiliki sejumlah pertanyaan dalam benaknya, di mana diperlukan permenungan untuk menemukan jawabannya.  
Sebagai bangsa di tengah krisis multidimensi yang entah kapan berujung, kita membutuhkan kembali kebeningan hati dalam bertindak. Dengan mendengarkan suara hati, akan menjadi salah satu resep untuk menjawab berbagai persoalan bangsa yang datang tak kunjung usai. Mendengarkan suara hati, membuat diri jujur dalam bersikap serta mendasari tindakannya tidak semata-mata berdimensi keduniawian. Mendengarkan suara hati, membuat diri dalam melaksanakan amanah. Lantaran, dalam suara hati muncul mekanisme pengawasan independen yang tidak perlu dicangkokkan dari luar. Mekanisme pengawasan independen tersebut tidak lain adalah diri sendiri. Dengan mendengarkan suara hati, maka merupakan sebuah upaya sinyal pengawasan. Tentu saja proses penjernihan hati perlu terus-menerus dilakukan melalui penunaian berbagai ibadah dan komtemplasi.
Irzal Ilyas berusaha menjadi teladan sosok pemimpin yang mengedepankan suara hati yang berangkat dari sisi religiusitas. Religiusitas yang memberi makna bagi kehidupan. Dan dia ingin memaknai setiap langkahnya dalam warna-warna yang dapat dirasakan oleh warga masyarakat yang dipimpinnya. Dia menyadari benar, seorang pemimpin tidak hanya bertindak sebagai individu, melainkan mesti mampu menimbulkan spektrum pengaruh kepada rakyat dan segenap aparatur yang dipimpinnya.
Model kepemimpinan Irzal Ilyas telah memberikan makna pada masyarakat dan segenap aparatur yang dipimpinnya. Kepemimpinan yang ditunjukkannya telah mampu mengangkat derajat dan kehormatan mereka. Bagaimana pun Kota Solok di bawah kepemimpinannya mengalami banyak kemajuan, memperoleh banyak penghargaan, angka kemiskinan menurun, dan gelagat menuju kota jasa/perdagangan modern mulai terlihat.
Dalam kepemimpinannya, Irzal Ilyas telah menelorkan konsep pembangunan yang jitu dan berpengaruh secara langsung terhadap kehidupan rakyatnya. Dia ingin keadaan ini terus berlanjut dengan teladan-teladan lain yang lebih membumi dan dekat bersama rakyat. Dia ingin terus aktif memantik optimisme rakyat dan mendengarkan suara hati rakyat yang membutuhkan aksi-aksi nyata sosok pemimpinnya. (*)     


No comments:

Post a Comment