Koordinator Advokasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Watch, Timboel Siregar, mengatakan, saat ini masih terjadi banyak pelanggaran hak-hak konstitusional rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, terutama peserta BPJS Kesehatan. Etika dan disiplin profesi tenaga kesehatan sudah terkikis, karena tenaga kesehatan lebih mendahulukan materi, daripada kemanusiaan.
"Di akhir 2014, pasien bernama Rokayah (Nomor BPJS 0000375768483), yang berumur 60 tahun, awalnya ditolak RSUD Cengkareng, Jakarta Barat. Alasannya, kamar penuh. Keluarga pasien tidak percaya, lalu mendatangi kamar satu persatu. Ternyata ada dua kamar dengan 8 tempat tidur kosong di RSUD Cengkareng dan sempat difoto oleh keluarga. Setelah menunjukan foto-foto kamar tidur yang kosong, RSUD Cengkareng tidak bisa mangkir lagi dan akhirnya memberikan kamar rawat pada pasien," ujar Timboel, Jakarta, Kamis (8/1).
Satu kasus lagi terjadi di awal 2015. Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Moeloek (RSUD AM) diduga kuat mengusir seorang pasien tidak mampu, bernama Winda Sari (25) dari ruang perawatan. Pasien itu kemudian dibawa pulang oleh keluarganya dengan menggunakan gerobak sampah.
Winda Sari, yang sehari-hari bermatapencaharian sebagai pemulung di Bandar Lampung, dirawat di ruang Anyelir RSUD AM sejak enam hari lalu. Ia menderita luka-luka di kakinya akibat ditabrak mobil. Meski belum sembuh, Minggu (4/1) sore, pihak rumah sakit minta keluarga membawa pulang Winda Sari.
Menurut Timboel, pemulung, gelandangan, anak yatim piatu, penghuni lapas sudah dijamin oleh APBN menjadi peserta BPJS Kesehatan, pada saat peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS) oleh Presiden Jokowi beberapa waktu lalu.
Dua contoh kasus nyata di atas merupakan akibat tidak adanya pengawasan dan sanksi yang tegas terhadap perilaku pelanggaran etika dan disiplin profesi tenaga kesehatan.
BPJS Watch mendesak dan meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan dan BPJS Kesehatan untuk tegas dan fokus pada masalah perilaku rumah sakit dan tenaga kesehatan yang sering menelantarkan dan menolak pasien.
Pemerintah harus aktif dan mengoptimalkan peran Badan Pengawas RS (BPRS), sementara BPJS Kesehatan harus menempatkan personelnya selama 24 jam, 7 hari di seluruh rumah sakit, yang menjadi provider BPJS Kesehatan, untuk menerima pengaduan dan melakukan advokasi kepada pasien BPJS Kesehatan yang mengalami masalah di RS. (www.beritasatu.com)
No comments:
Post a Comment