Thursday, January 15, 2015

Dana BPJS Kesehatan Lebih Banyak Diserap Daerah Maju

Petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Koja (berbaju hijau tua) nampak membantu mengangkat Firdaus untuk dibawa ke ruang inkubator (Senin, 1 Desember 2014 sore)
Petugas kesehatan Puskesmas Kecamatan Koja (berbaju hijau tua) nampak membantu mengangkat Firdaus untuk dibawa ke ruang inkubator (Senin, 1 Desember 2014 sore) (sumber: Suara Pembaruan / Carlos Barus)
 
Selama tiga tahun terakhir, pembangunan rumah sakit baru banyak berpusat di Pulau Jawa. Akibatnya, daerah-daerah yang tergolong belum mampu mengalami situasi rendah klaim dibandingkan daerah yang maju.
"Dalam skenario pesimistis, ada kemungkinan road map yang ada tidak dapat tercapai dan dana BPJS akan diserap oleh daerah-daerah yang memang banyak fasilitas kesehatannya, ditambah adanya fraud (kecurangan)," ujar Prof Laksono Trisnatoro, peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (FK UGM), dalam dalam diskusi publik yang digelar di Universitas Paramadina di Jakarta, Rabu (14/1).
Laksono telah mengumpulkan data dan menganalisa 12 kabupaten/kota provinsi di Indonesia untuk melihat jangkauan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sepanjang tahun 2014.
Ke-12 provinsi tersebut adalah provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, sebagian kabupaten/kota di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, NTT, Kalimantan Timur, Bengkulu, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara.
Laksono, selaku pemimpin penelitian tersebut menjelaskan, 12 provinsi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok daerah yang sudah maju dan kelompok yang belum maju. Pembagian ini terutama pada masalah ketersediaan rumah sakit, serta tenaga dokter dan dokter spesialis sebagai tulang punggung implementasi JKN.
"PKMK FK UGM menemukan, telah terjadi perbedaan akses JKN yang ekstrem antara kedua jenis daerah tersebut, karena perbedaan jumlah rumah sakit dan dokter," katanya.
Laksono memprediksi, ada kemungkinan daerah yang buruk tak akan mampu mengejar ketertinggalan mereka pada 2019. "Bila tidak ada perubahan kebijakan, diproyeksikan dalam waktu lima tahun mendatang, daerah seperti NTT akan gagal menambah SDM dan fasilitas kesehatan untuk mengejar ketertinggalan," paparnya.
Apabila peserta BPJS mandiri di daerah maju semakin banyak dan ada koordinasi manfaat dengan asuransi swasta, dana yang terkumpul di BPJS Kesehatan, menurutnya juga akan lebih banyak terpakai di daerah-daerah maju atau kota besar oleh masyarakat mampu.
Dalam situasi ini, ketersediaan anggaran investasi untuk pengembangan fasilitas kesehatan dan SDM kesehatan oleh Kementerian Kesehatan menjadi kunci utama.
"Kemkes dan Pemerintah Daerah harus merencanakan berbagai belanja investasi untuk infrastruktur kesehatan dan pengembangan SDM kesehatan. Di samping itu, efisiensi dan pencegahan serta penindakan fraud dalam BPJS Kesehatan juga harus dilakukan dengan sebaik-baiknya," tegas dia. (www.beritasatu.com)

No comments:

Post a Comment