* EMPAT
Mencintai
kehidupan dengan bekerja adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Jika
engkau bekerja dengan rasa cinta, maka engkau menyatukan dirimu dengan dirimu,
kau satukan dirimu dengan orang lain, atau sebaliknya, serta kau dekatkan
dirimu dengan Tuhan. (Kahlil Gibran,
Penyair Kenamanaan)
Kabupaten Lamandau
merupakan bekas wilayah Kawedanan Bulik yang terdiri dari Kecamatan Bulik,
Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang. Pembentukan Kabupaten Lamandau diawali
dengan pertemuan Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat dengan seluruh camat
dan tokoh masyarakat Kotawaringin Barat di Aula Kantor Bupati Kotawaringin
Barat pada tanggal 3 November 1999. Pertemuan tersebut dalam rangka
mensosialisasikan rencana pemekaran Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat
menjadi sedikitnya dua wilayah otonom.
Hadir dalam pertemuan
tersebut tokoh-tokoh masyarakat dari tiga kecamatan dalam wilayah Kawedanan
Bulik. Tercatat dari Kecamatan Bulik tampak Nubari B. Punu (Camat Bulik saat
itu), H. Arsyadi Madiah, dan Darmawi Juwahir. Kemudian Kecamatan Delang
diwakili oleh Camat Delang (kala itu) Drs. Kardinal. Sedangkan dari Kecamatan
Lamandau terlihat kehadiran Camat Lamandau (ketika itu) Silas Kadongkok BA.
Pada pertemuan tersebut,
pihak Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat menyampaikan rencana Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Barat meningkatkan status Daerah Pembantu Bupati
Sukamara menjadi Kabupaten Sukamara. Dengan begitu Kotawaringin Barat
dimekarkan menjadi dua kabupaten, masing-masing Kabupaten Kotawaringin Barat
dengan ibukota Pangkalan Bun dan Kabupaten Sukamara beribu-kota di Sukamara. Wilayah
Kabupaten Sukamara meliputi seluruh wilayah Kecamatan Sukamara, Kecamatan
Jelai, Kecamatan Balai Riam, Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan
Delang sebelah kiri Sungai Lamandau dan Sungai Batangkawa.
Menanggapi penjelasan
tersebut, utusan dari Kecamatan Bulik dan Kecamatan Delang mengambil sikap
tidak bersedia menanda-tangani atau menolak rencana pemekaran Kabupaten
Kotawaringin Barat. Pada sisi lain, warga masyarakat pedalaman Kotawaringin
Barat yang berada di perantauan (khususnya di Palangkaraya) merasa prihatin
dengan kondisi pembangunan di Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan
Delang yang amat tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di wilayah
Kotawaringin Barat. Mereka juga mencermati adanya rencana penggabungan kecamatan-kecamatan
tersebut ke wilayah Kabupaten Sukamara.
Berangkat dari
keprihatinan tersebut, kemudian Drs. Nahason Taway, Drs. Iba Tahan, Ir.
Farintis Sulaiman dan Charles Rakam SPd melakukan studi kualitatif bertajuk “Pembentukan
Kabupaten Lamandau” sebagai respon terhadap pemberlakuan Undang-undang (UU)
Nomor 22 Tahun 1999. Studi ini dibicarakan dalam pertemuan Kerukunan Tamuai
Kotawaringin Barat di Palangkaraya pada tanggal 7 November 1999. Pertemuan
tersebut merekomendasikan, antara lain, agar hasil studi kualitatif pembentukan
Kabupaten Lamandau disosialisasikan kepada warga masyarakat Kecamatan Bulik,
Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang serta diusulkan kepada Pemerintah
Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pada tanggal 10 November
1999, atas prakarsa Drs. Nahason Taway, tokoh-tokoh masyarakat dari Kecamatan
Bulik, Lamandau dan Delang mengadakan pertemuan di Pangkalan Bun. Hasil
pertemuan tersebut mengusulkan (melalui surat) kepada DPRD Kabupaten
Kotawaringin Barat, Bupati Kotawaringin Barat, DPRD Provinsi Kalimantan Tengah
dan Gubernur Kalimantan Tengah, supaya wilayah bekas Kawedanan Bulik disatukan
menjadi sebuah kabupaten baru, yaitu Kabupaten Lamandau. Usulan itu dilampiri
hasil studi kualitatif pembentukan Kabupaten Lamandau yang dibuat oleh Nahason
Taway dan kawan-kawan. Surat usulan tersebut ditanda-tangani oleh delapan orang
atas nama warga masyarakat pedalaman Bulang (Bulik, Lamandau dan Delang): C.S.
Pahing, Nahason Taway, Don F. Ringkin, Harigano Ringkas, Musringin, D.J. Mamud,
Helkia Penyang, dan Tommy Hermal Ibrahim.
Kemudian pada tanggal 17
November 1999, Drs. Iba Tahan, Inte Sartono, Markos Dj Mamud, dan Charles Rakam
melakukan ekspose melalui Surat Kabar Harian (SKH) Kalteng Pos untuk menjelaskan keinginan warga masyarakat pedalaman
Kotawaringin Barat menyatukan Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang dalam satu
kabupaten baru bernama Kabupaten Lamandau. Ekspose ini dimuat oleh SKH Kalteng Pos pada halaman 2 terbitan
tanggal 18 November 1999.
Selanjutnya pada
kesempatan kunjungan Pejabat Bupati Kabupaten Kotawaringin Barat Drs. Martin
Alang, jurubicara masyarakat Pedalaman Kotawaringin Barat H. Muchlisin
menyampaikan pernyataan sikap yang intinya menolak bergabung dengan Kabupaten
Kotawaringin Barat dan Kabupaten Sukamara hasil pemekaran serta mendukung
rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau yang terdiri dari Kecamatan Bulik,
Kecamatan Lamandau dan Kecamatan Delang.
Lalu pada tanggal 6
Januari 2000, ketika ada kunjungan Pejabat Gubernur Kalimantan Tengah Rapiudin
Hamarung, warga masyarakat Kecamatan Bulik, Kecamatan Lamandau dan Kecamatan
Delang kembali menyampaikan pernyataan sikap secara tegas agar ketiga kecamatan
tersebut dimekarkan menjadi Kabupaten Lamandau.
Tanggal 8 Juli 2000, atas
prakarsa Forum Komunikasi Masyarakat Pedalaman Bulik, Lamandau dan Delang (FKMP
Bulang), dilaksanakan Musyawarah Besar Masyarakat Kecamatan Bulik, Lamandau dan
Delang di Nanga Bulik, dalam rangka menyamakan visi dan misi pembentukan
Kabupaten Lamandau serta membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Kabupaten
Lamandau (P3KL). Mozes Pause terpilih sebagai Ketua dan Sekretaris Umum P3KL
dipercayakan kepada Tommy Hermal Ibrahim. P3KL mendapat tugas menyusun
personalia dan melanjutkan perjuangan membentuk Kabupaten Lamandau.
Melalui Rapat Kerja P3KL
lalu disusunlah proposal Rencana Pembentukan Kabupaten Lamandau sebagai bahan
ekspose di depan Tim Independen dari FISIP Universitas Indonesia. Setelah
memperoleh persetujuan dari DPRD Kabupaten Kotawaringin Barat dan Bupati Kotawaringin
Barat, pada 15 Oktober 2001, proposal tersebut diekspose di hadapan Tim
Independen dan Direktorat PUOD Departemen Dalam Negeri di Jakarta. Turut hadir
dalam ekspose itu adalah anggota DPRD Provinsi Kalimantan Tengah dari Dapil
Kotawaringin Barat HM San Marwan dan Kemal Masri; utusan ekspose Daud Juanda
(Asisten I Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Barat) dan Wahyudi (Bappeda
Kabupaten Kotawaringin Barat). Dan perwakilan P3KL yang terdiri dari Mozes
Pause, Muchlisin, Tommy Hermal Ibrahim, Andreas Nahan, Arsyadi Madiah, Burhan
dan Frans Evendi.
Sepulang dari Jakarta,
hasil ekspose tersebut kemudian disosialisasikan kepada warga masyarakat
Kecamatan Bulik, Lamandau dan Delang pada tanggal 2 Februari 2002 di Nanga
Bulik.
Setelah dilakukan
pembahasan dan kajian yang lebih mendalam, akhirnya DPR RI menyetujui Pembentukan
Kabupaten Lamandau dengan diundangkannya UU Nomor 5 Tahun 2002 tentang
Pembentukan Kabupaten Katingan, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Sukamara,
Kabupaten Lamandau, Kabupaten Gunung Mas, Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten
Murung Raya, dan Kabupaten Barito Timur di Provinsi Kalimentan Tengah. Hadir
pula dalam persetujuan dan pengesahan UU tersebut unsur-unsur P3KL: Iba Tahan,
Arsyadi Madiah, Idar Y. Kunum, Burhan, Ibramsyah Ambran, Darmawi Juwahir,
Syubandi, Vicentius Huang, Frans Evendi, Imanuel Gerzon, Luyen K. Antang dan
Effendi Buhing.
Selanjutnya pada tanggal
8 Juli 2002 Gubernur Kalimantan Tengah (atas nama Menteri Dalam Negeri)
melantik Drs. Regol Cikar sebagai Penjabat Bupati Lamandau melalui Sidang
Paripurna DPRD Provinsi Kalimantan Tengah. Dan sejak itu pula aktivitas Kantor
Bupati Lamandau yang beralamat di Jalan Tjilik Riwut Nomor 10 Nanga Bulik
(bekas Kantor Camat Bulik) mulai dibuka dengan jumlah personil sebanyak tujuh
orang berdasarkan Instruksi Penjabat Bupati Lamandau Nomor 824/01/Peg/2002
Tentang Penunjukan Pegawai yang Diperbantukan pada Kantor Bupati Lamandau.
Ketujuh orang tersebut masing-masing Drs. Kardinal, Andreas Nahan SIP, Ganti P.
Kanisa SSTP, Triadi Eka Asi Jayadiputera SSTP, H. Arsyadi Madiah, Abdul Rasyid
Syahrul dan Cahyono.
Sebagai wujud rasa
syukur, lalu tanggal 3 Agustus 2002 dilaksanakan acara syukuran pembentukan
Kabupaten Lamandau. Acara yang dihadiri oleh salah seorang tokoh putera asli
kelahiran Kabupaten Lamandau, Wakil Gubernur Kalimantan Tengah (saat itu)
Nahason Taway, Biro Setda Provinsi Kalimantan Tengah dan Bupati Kotawaringin
Barat itu berlangsung di Bundaran Baru Bukit Hibul yang merupakan rencana areal
perkantoran kabupaten. Pada acara syukuran tersebut sekaligus dilakukan
penyerahan hibah lahan seluas 350 hektar dari warga masyarakat untuk keperluan
areal perkantoran. Dan tanggal 2 Agustus itu pula yang kini dijadikan tanggal
peringatan ulang tahun Kabupaten Lamandau.
A.
Terpanggil
Pulang ke Lamandau
Kabupaten Lamandau telah
terbentuk, birokrasi pemerintahan daerah pun sudah berjalan. Sebagai putera
daerah Lamandau, Marukan Hendrik ingin membaktikan dirinya bagi kemajuan
Lamandau. Sebab, kendati tidak masuk kepanitiaan secara formal, dia --yang
selama proses pembentukan Kabupaten Lamandau tengah menetap di Palangkaraya— cukup
aktif ikut wira-wiri dalam rapat-rapat kepanitaan dan kajian di Ibukota
Provinsi Kalimantan Tengah Palangkaraya.
Sebenarnya Marukan tidak
membayangkan dirinya cepat-cepat mewujudkan keinginannya pulang ke Lamandau
membaktikan diri pada daerahnya. Terlebih lagi membayangkan dirinya bakal ke Lamandau
untuk menerima amanah pada jabatan struktural birokrasi Pemerintah Kabupaten
Lamandau. Memang dia sempat berangan-angan dipercaya menjadi Kepala Dinas
Kehutanan –sesuai dengan disiplin ilmu yang ditekuninya selama ini.
“Akhirnya memang Kabupaten
Lamandau bisa terbentuk dari pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Waktu
pengisian jabatan struktural tahun 2002, saya ingin ke Lamandau, berangan-angan
kalau memungkinkan diberikan jabatan Kepala Dinas Kehutanan. Karena latar
belakang saya dari dosen, maka saat itu saya tidak diplot untuk menjabat kepala
dinas, tapi hanya jabatan di bawahnya,” tutur Marukan mengenang keinginannya
pulang ke Lamandau setelah terbentuk Kabupaten Lamandau tahun 2002.
Dengan ploting semacam
itu, Marukan sempat mempertimbangkan untuk tidak ikut pulang ke Lamandau. Namun
lantaran krisis 1998 yang membuat usahanya belum juga membaik sampai tahun 2002,
Maria Neva Merliana (isteri Marukan) mendorongnya untuk mengadu nasib sekaligus
merintis penyelenggaraan pemerintahan yang baik di Kabupaten Lamandau. “Supaya
ada suasana baru, siapa tahu nanti ada
perubahan dalam kehiudpan keluarga.
Kalau nanti nggak baik, ya
kembali lagi,” ujar Maria Neva Merliana kepada Marukan ketika itu.
Saat pengisian jabatan
struktural di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamandau, Marukan hanya ditawari
untuk jabatan Kepala Bidang Fisik pada Dinas Pendidikan. Akhirnya dia bersedia pulang
kampung dan menerima tawaran tersebut. Tepatnya tanggal 27 September 2002 dia menerima
amanah sebagai Kepala Subdinas Sarana Prasana pada Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Lamandau.
Tahun 2002 itu dapatlah
dikatakan sebagai masa perjuangan. Mulailah Marukan menapaki karir di titian
birokasi lingkungan Pemerintah Kabupaten Lamandau. Sosoknya yang rajin, aktif,
fokus dan mudah berteman begitu cepat diterima di lingkungannya yang baru. Dia
pun merasakan sebuah lingkungan kerja yang kondusif.
“Saya kan orangnya sangat
rajin, aktif, fokus dan suka berteman. Dengan pembawaan seperti itu, ternyata terasa
enak diterima di lingkungan kerja saya yang baru. Waktu di Universitas Palangkaraya,
berkat keuletan dan rajin, saya sempat dipercaya antara lain sebagai ketua
program studi, ketua jurusan, sampai pembantu dekan. Selain itu saya juga sempat
aktif di Universitas PGRI Palangkaraya. Pengalaman-pengalaman selama di
Universitas Palangkaraya dan Universitas PGRI
lalu saya terapkan di subdinas di mana saya ditempatkan waktu itu,”
terang Marukan mengingat masa-masa awal kepulangannya ke Lamandau.
Berkat kecermatan dan
disiplin kerja yang cukup tinggi, tidak terlalu lama Marukan berada di kursi
Kepala Subdinas Sarana Prasarana Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Lamandau. Hanya dalam hitungan bulan. Tanggal 1 April 2003, dia dipromosikan
menjadi Sekretaris DPRD Kabupaten Lamandau.
Di posisi ini, Marukan
mengikuti betul masa persiapan Kabupaten Lamandau 2002-2007 sebagai sebuah daerah
otonom yang mandiri dan memiliki bupati yang definitif. Sebagai Sekretaris DPRD
Kabupaten Lamandau, Marukan sukses menyelenggarakan pemilihan kepala daerah
yang waktu itu masih berada di tangan wakil rakyat di legislatif sampai
kemudian terpilih Drs. Bustani DJ Mamud sebagai Bupati dan Drs. HGM Afhanie
sebagai Wakil Bupati Lamandau periode 2003-2008. “Sayalah yang mengantarkan Pak
Bustani DJ Mamud menjadi Bupati Lamandau definitif untuk periode 2003-2008.
Karena saya ikut aktif menyelenggarakan pemilihan itu. Suatu pengalaman baru,
saya tidak punya pengalaman di situ namun sukses penyelenggaraan pemilihan
bupati,” kata Marukan penuh kebangaan.
Kesuksesan itu pun berbuah
manis. Bupati Bustani DJ Mamud mengganjar dirinya dengan jabatan Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan mulai 24 November 2003. Kala itu kondisi pendidikan
di wilayah Kabupaten Lamandau belum terlalu bagus, belum ada SMA dan SMP hanya
beberapa unit. Marukan lalu bertekad tiap kecamatan memiliki sekolah SMA dan
SMP. Tekadnya juga mendapat dukungan penuh dari Bupati Lamandau.
Jalan karirnya menapak ke
tangga yang lebih tinggi setelah pada Oktober 2004 dia diberi kesempatan untuk
mengikuti Diklat (Pendidikan dan Pelatihan) Pimpinan Tingkat II di Palangkaraya.
Bersamaan dengan itu sempat pula dia melakukan studi banding ke Singapura dan Malaysia.
Sepulang dari Diklat Pim
dan studi banding, Marukan mendengar kabar yang kurang sedap berhembus di lingkungan
birokrasi Pemerintah Kabupaten Lamandau. Terbetik isu bahwa keuangan pemerintahan
tidak berjalan lancar dan gaji pegawai tidak dibayar tepat waktu. Juga isu proyek-proyek
yang telah berjalan dan selesai tidak terbayar.
Tentang kabar tidak sedap
ini, Marukan bertutur:
“Wah ada apa ini?
Saya panggil beberapa pejabat penting, saya ajak mari kita analisa. Saya minta carikan data dan
info yang lengkap. Muncul kesimpulan bahwa ada yang tidak beres, dana kosong,
proyek dan kegiatan tidak terbayar. Lalu saya minta pertimbangan ke Bupati Pak Bustani
DJ Mamud. Waktu itu beliau berada di Palangkaraya. Saya minta beliau pulang.
Tapi sampai di Pangkalan Bun beliau bilang mau ke Jakarta. Saya katakan ‘jangan’,
karena ada hal yang penting yang perlu dibicarakan. Saya lupa tanggalnya, waktu
itu akhir Oktober 2004. Sekitar jam dua siang kami ketemu, saya sampaikan hasil
analisa dan harus segera dilakukan berbagai langkah penyelamatan. Beliau lalu
baca. Lantas beliau ambil amplop coklat di mejanya, rupanya surat dari Wakil Gubernur
Kalimantan Tengah. Lalu apa? Ganti ini dan ganti itu. Waktu itu nggak ada Sekretaris Daerah (Sekda),
yang ada Asisten II dan Asisten II.
Beliau tanya ‘kamu
siap nggak?’ Saya nggak ada pengalaman, bukan dari
birokrat murni. Apalagi soal keuangan dan administrasi. Di Dinas Pendidikan kan
soal teknis, masih bisa saya tangani. Tapi, saya sampaikan ke beliau, ‘kalau
bapak maunya begitu, saya punya tekad berbuat maksimal’. Sayangnya waktu itu Pak
Bustani tidak bertindak cepat, karena kebetulan sedang ada kunjungan Dubes Swedia.
Sampai kemudian ada pejabat yang nggak
mau diganti. Meski sedikit terlambat, Pak Bustasi akhirnya mengganti pejabat
yang bersangkutan. Selain itu saya diangkat jadi Pelaksana Tugas Sekda. Dalam
tenggat penggantian, pejabat yang nggak mau diganti tersebut melakukan
berbagai manuver.”
Sebagai Pelaksana Tugas
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Lamandau, pertama-tama Marukan
mengambil langkah menutup rekening yang bermasalah. Dia mendata dan melihat uang
di kas daerah tinggal Rp397 juta, dua bulan gaji pegawai tidak dibayar, dan ada
utang sekitar Rp75 miliar.
Marukan agak bingung juga
menghadapi dan bagaimana langkah keluar dari problematika ini. Agar tidak
terjerumus lebih jauh, dia membuat semacam pagar agar administrasi keuangan
tertata dan jelas pertanggung-jawabannya. Di antaranya, untuk pengeluaran uang
harus ada tanda tangan minimal dua orang pejabat yang berwenang. “Meski Plt Sekda,
kewenangan tidak boleh segala-galanya, misalkan pengeluaran uang harus
ditanda-tangani beberapa orang, tidak tunggal. Lalu pembayaran tidak berupa
cek, tapi masuk ke rekening penerima,” jelas Marukan.
Lalu, untuk mengisi
kekosongan kas daerah, Marukan mencari sumber-sumber pendanaan pada pemerintah
pusat dan pihak-pihak terkait. Bulan November-Desember 2004, dia berhasil
memperoleh pinjaman sekitar Rp30 miliar. Dana itu kemudian digunakan untuk membayar
gaji pegawai. Pembayaran gaji tidak dapat dilakukan sekaligus namun dicicil.
Pembayaran sekitar 15% sampai 40%. Begitu juga pembayaran proyek-proyek yang
telah berjalan, sekitar 20% sampai 50%. Sampai-sampai waktu itu warga masyarakat
memberi gelar Marukan sebagai “panglima janji”. Kalau setiap kali ada yang datang
menagih ke Pemerintah Kabupaten Lamandau, dia katakan bilang gampang nanti
dibayar. Begitu saat pembayaran, yang dibayar ternyata sedikit, kadang masih menunggak.
Warga masyarakat sempat ribut, wakil rakyat di DPRD juga tidak percaya. Meja kerjanya
sempat jadi sasaran kemarahan.
Akhirnya Marukan menyerah
dan menjalani proses pemeriksaan di kejaksaan. Pasalnya, banyak warga masyarakat
yang melapor ke kepolisian dan kejaksaan gara-gara gagal memperoleh pembayaran.
Kemudian perkara ini sampai menyeret Bupati Bustani DJ Mamud sebagai tersangka.
Sehingga, tidak ada pejabat yang berwenang penuh. Memang masih ada wakil bupati
yang bisa menggantikan bupati. Wakil bupati tampaknya sosok yang terlalu
hati-hati. Padahal, berhadapan dengan perkara seperti ini harus ada keberanian
dan tindakan cepat.
Sebagai putera daerah,
Marukan berprinsip tiada rotan akar pun berguna. Dia mengambil-alih penuntasan
kasus dan perkara yang ada. Padahal waktu itu proses pengusulan Marukan menjadi
Sekda definitif belum keluar. Melihat
peran Marukan yang semakin menguat, ada pihak yang senang dan ada pula pihak
yang kurang senang. Namun akhirnya dia diangkat dan dilantik menjadi Sekretaris Daerah Kabupaten Lamandau
pada 29 Mei 2006.
B.
Menjadi
Sekretaris Daerah Sampai Terpilih dalam Pilkada 2008
Sebagai Sekda definitif,
kewenangan menjadi lebih luas. Marukan pun melaksanakan kewenangan administraitf
dengan baik dan penuh kehati-hatian. Berkat kedisiplinan dan kehati-hatiannya, utang
gaji pegawai dan pembayaran proyek-proyek pembangunan dapat terlunasi. Dia
semakin percaya diri mengemban amanah sebagai Sekda Kabupaten Lamandau.
Mengingat jabatan Sekda
bukan jabatan politik menjadikan kiprah Marukan di tengah-tengah pemerintahan
dan masyarakat cukup bebas. Terlebih tidak tidak ada Bupati, yang ada Wakil
Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Lamandau. “Usai kegiatan pemerintahan, saya sering
turun langsung ke desa-desa bagi-bagi sembako. Saya juga aktif di kegiatan-kegiatan
gereja, ikut sembahyang dan bagi-bagi Alkitab, ikut perayaan paskah dan Natal,”
terang Marukan mengenai aktivitasnya sebagai Sekda Kabupaten Lamandau.
Melihat kiprah sosial
Marukan yang semakin kuat, ada saja yang menganggap dirinya mulai melakukan gerakan
politik untuk mempersiapkan diri mengikuti pemilihan kepala daerah pada tahun 2008.
“Waktu itu sempat ditulis di koran lokal. Apalagi ketika saya ikut orang
menyumbang. Ah, saya hanya murni mau ibadah. Rupanya saya dicurigai ingin jadi
bupati,” tutur Marukan yang mengaku bahwa segala langkahnya ketika itu hanya
untuk kemajuan masyarakat Lamandau.
Marukan melihat ada
gelagat orang-orang politik lokal yang kasak-kusuk untuk maju ke Pilkada 2008
dengan ‘menyingkirkan’ orang-orang yang tidak disukainya lewat embusan isu-isu
yang tidak sedap. Sampai-sampai dia berkesimpulan bahwa orang-orang semacam ini
juga tidak pantas menjadi pemimpin.
Dan Marukan pun terpanggil
untuk melihat peluang berkompetisi pada Pilkada 2008 yang langsung di tangan
rakyat. Waktu itu nama-nama yang sempat beredar di tengah-tengah masyarakat
Lamandau adalah Regol Cikar (Pejabat Bupati Lamandau 2002-2004), tokoh
masyarakat Mozes Pause, dan beberapa nama yang sudah populer. Nama Marukan
belum santer disebut-sebut.
Tahun 2006 Marukan
melakukan survai ringan. Hasil survai itu menyebutkan bahwa nama-nama yang
cukup populer tadi justru anjlok. “Saya mendapat suara 26%. Sementara Pak Mozes
belasan persen dan Pak Regol hanya 10%. Meski belum 30%, perolehan saya pada
survai itu cukup tinggi. Kenapa peroleh saya tinggi? Mungkin sebagian warga masyarakat
melihat kiprah saya di pemerintahan dan di tengah-tengah masyarakat. Saya
lanjutkan aktivitas tersebut. Usai dari kantor jam dua siang, saya langsung kabur
ke tengah-tengah masyarakat,” ujar Marukan. Namun hasil survai tersebut cukup
disimpan saja buat dirinya.
Tahun 2007, Marukan
kembali melakukan survai. Hasilnya, dia meraih suara sekitar 36%. Lalu pada
survai berikutnya dia memperoleh lebih dari 40%. Dan, menjelang Pilkada 2008,
suara Marukan sudah mendekati 50%. Melihat gelagat positif hasil survai,
Marukan memberanikan diri mencalonkan diri pada Pilkada Kabupaten Lamandau yang
digelar pada 8 Mei 2008. Memberanikan diri menerima pinangan Partai Demokrasi
Indonesia (PDI) Perjuangan.
Dengan menggandeng Calon
Wakil Bupati H. Sugiyarto, Marukan bersaing menarik simpati rakyat Lamandau
dengan dua pasangan lain, masing-masing pasangan Drs. Hasanudin - Mozes Pause dan Perdie – Misripah. Setelah
pencoblosan pada 8 Mei 2008 yang diikuti rekapitulasi oleh KPU Kabupaten
Lamandau, pasangan Marukan – Sugiyarto memperoleh 14.418 suara dari 39.410
orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kabupaten Lamandau.
Lalu pada tanggal 21 Juli
2008, melalui sidang paripurna DPRD Kabupaten Lamandau, Marukan Hendrik dan
Sugiyarto dilantik oleh Gubernur Kalimantan Tengan (atas nama Menteri Dalam
Negeri) sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lamandau periode 2008-2013.
C.
Membangun
Lamandau dengan Kebersamaan dan Kerja Keras
Untuk memimpin dan
memajukan masyarakat Kabupaten Lamandau, pasangan Marukan – Sugiyarto mengusung
visi “Terwujudnya kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lamandau dan
terselenggaranya tata kelola kepemerintahan yang baik, bebas dari kolusi,
korupsi dan nepotisme (KKN) yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Visi tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam 8 (delapan) misi pembangunan sebagai berikut:
·
Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan
cara memperkuat dan meningkatkan perekonomian melalui pengembangan dan
diversifikasi usaha masyarakat di bidang pertanian, perkebunan, peternakan,
perkebunan dengan memperkuat peran UKM dan koperasi serta industri kecil.
·
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
melalui pembangunan pendidikan yang berkualitas mulai dari tingkat Taman
Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi.
·
Mewujudkan pola hidup sehat masyarakat
mulai dari kota dan dikembangkan sampai ke desa-desa.
·
Menciptakan ketentraman, keamanan dan
kenyamanan masyarakat Kabupaten Lamandau.
·
Membuka keterisolasian daerah pedesaan dan
kecamatan agar berkembang dan menyerap manfaat pembangunan serta kelancaran
arus angkutan penumpang umum dan distribusi barang/jasa.
·
Meningkatkan martabat masyarakat Kabupaten
Lamandau melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan –baik antar-daerah
kabupaten, antar-provinsi maupun tingkat nasional.
·
Mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang
baik, bebas dari KKN menuju pembangunan yang berkelanjutan.
·
Menumbuh-kembangkan kehidupan antar-umat
beragama agar mempunyai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Berangkat dari visi-misi
tersebut ditambah pengalaman pahit kesalahan adiministrasi pemerintahan pada
rentang waktu 2002-2007, Marukan langsung bekerja keras membenahi administrasi
pemerintahan, mulai dari pengelolaan aset, inventarisasi aset sampai tanggung
jawab administrasi. Dalam hal inventarisasi aset misalkan, dia mengirimkan
aparataur terkait untuk mengikuti pelatihan pengelolaan aset secara benar dan
tertib.
“Pengelolaan tertib
administrasi, inventarisasi aset atau barang secara benar sangat tergantung
pada rasa tanggung jawab dan sikap yang sungguh-sungguh dari seluruh aparat
pengurus dan penyimpangan barang. Karena itu para pengurus barang harus dapat
mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat di tempat kerja masing-masing. Kegiatan
itu dilakukan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan untuk menciptakan efektivitas
dan efisiensi serta profesionalisme pengurusan aset,” jelas Marukan.
Kemudian, Marukan
berusaha pula memeratakan pembangunan di seluruh wilayah Kabupaten Lamandau,
misalkan penganggaran pembangunan jalan-jalan di desa-desa yang masih sulit
terjangkau. Di era kepemimpinannya, Pemerintah Kabupaten Lamandau menganggarkan
miliaran rupiah untuk membangun jalan antar-desa dan antar-kecamatan guna
membuka keterisolasian. Dia mengapresiasi rakyat Lamandau yang telah bersatu
dan bahu membahu membangun segala aspek kehidupan bermasyarakat sesuai dengan
asas demokrasi.
Jika dalam perjalanannya terdapat
perbedaan, maka hal itu merupakan kewajaran dan mencerminkan dinamika organisasi.
Marukan mengatakan, perbedaan itu harus menjadi sebuah kekuatan, bukan justru
melemahkan. Adanya perbedaan harus dicari solusi terbaik bagi setiap pemecahan
permasalahan yang ada, sehingga ketemu jalan keluar. "Untuk itu semua
elemen masyarakat bekerja sesuai dengan asas-asas demokrasi, jika terdapat
suatu perbedaan itu hal yang wajar. Namun mari kita jadikan perbedaan itu
menjadi kekuatan, bukannya malah menjadi kelemahan," pinta Marukan.
Dia meminta warga masyarakat
Kabupaten Lamandau agar setiap masalah yang timbul diselesaikan secara arif dan
bijaksana, sehingga semua pihak merasa diuntungkan dengan tetap memperhatikan
ketentuan dan peraturan yang berlaku. Sebesar apapun permasalahan yang timbul,
bila ada itikad baik untuk diselesaikan maka pasti terselesaikan.
Marukan sangat berharap
peran aktif warga masyarakat Lamandau dalam membangun daerahnya. Karena, menurutnya,
tanpa peran aktif warga masyarakat Lamandau yang waktu itu masih tertinggal
akan sulit mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah-daerah lain.
“Di awal kepemimpinan, saya
siapkan data dan masukan ke Menteri Pembangunan Daerah Teringgal dan memperoleh
respon positif sehingga kami mendapat banyak bantuan untuk membangun infrastruktur
yang masih sangat kurang. Tak berapa lama, kami mampu keluar dari status
tertinggal. Kami butuh kerja keras dari pemerintah dan warga masyarakat
mengingat ketika itu masih kabupaten percobaan, masih dibayang-bayangi akan dikembalikan
menjadi kecamatan. Ternyata dalam perkembangan, grade kami cukup baik dibandingkan daerah-daerah lain yang
bersama-sama baru mekar. Istilah percobaan itu pun sudah hilang,” papar Marukan.
Sekali lagi, dengan
pemandu visi-misi, Marukan memprioritaskan pembangunan Lamandau di bidang
infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi, perhubungan, dan kelistrikan.
Khusus di bidang pemerintahan dia menekankan upaya peningkatan pelayanan
publik.
Melalui langkah-langkah
sederhana tadi, Kabupaten Lamandau memperoleh nilai dan kesan yang cukup baik. Dan
warga masyarakat Lamandau merasakan berbagai kemudahan di bidang transportasi,
pendidikan dan kesehatan.
D.
Terpilih
Kembali pada Pilkada 2013
Tak terasa masa
pengabdian lima tahun sebagai Bupati Lamandau segera memasuki tapal batas pada
pertengahan 2013. Telah banyak torehan manfaat pembangunan yang bisa dirasakan
oleh rakyat-masyarakat Lamandau. Dapat dirasakan lantaran Pemerintah Kabupaten
Lamandau mengusung motto “Bahaum Bakuba” yang bermakna selalu bermusyawarah
atau bermufakat tanpa membedakan agama, suku, warna kulit dan golongan.
Artinya, bahwa dalam membangun ataupun menyelesaikan persoalan senantiasa ditempuh
melalui jalan musyawarah. Dan setiap hasil musyawarah menjadi tanggung jawab
bersama yang dilakukan dengan hati yang tulus suci dan ikhlas dalam mengabdi
kepada negara dan bangsa tercinta.
Memasuki tahun 2013, suhu
politik lokal Kabupaten Lamandau mulai menghangat. Banyak kalangan mulai
kasak-kusuk hendak mencalonkan diri untuk memimpin Lamandau lima tahun
berikutnya. Muncullah pasangan calon bupati dan calon wakil bupati Drs. Havter
dan H. Tohir Hamzah melalui jalur independen. Lalu koalisi partai politik PDK,
PPN, PPPI dan Partai Hanura mengusung pasangan Cristopel Tulus dan Yusup Ahmad
Noor.
Lantas pada detik-detik
terakhir jelang penutupan pendaftaran, 10 Januari 2013, Marukan yang tetap
berpasangan dengan Sugiyarto mendaftarkan diri ke KPU Kabupaten Lamandau di
Nanga Bulik. Pasangan calon Bupati dan calon Wakil Bupati Lamandau yang diusung
koalisi tujuh partai politik (Partai Golkar, Partai Demokrasi Indonesia [PDI]
Perjuangan, Partai Demokrat, Partai Persatuan Pembangunan [PPP], Gerindra, PKPI
dan Partai Amanat Nasional [PAN]) itu mendaftar sekitar pukul 22.10 WIB
tangggal 9 Januari 2013.
Kedatangan pasangan Marukan
– Sugiyarto diiringi rombongan para pimpinan parpol dan simpatisan. Berbeda
dari dua pasangan calon lain, Marukan-Sugiyarto (MAS) tidak hanya diantar
parpol dan simpatisannya, tapi juga istri masing-masing calon Ny Maria Neva Merliana
dan Ny Endang Rustiningsih Sugiyarto.
Tepat pukul 22.10 WIB, rombongan
MAS tiba di kantor KPU. Keduanya kompak mengenakan kemeja putih dengan jas
abu-abu gelap. MAS juga jadi satu-satunya pasangan calon yang diiringi massa
terbanyak, sehingga membuat aula KPU penuh sesak.
Setelah melalui beberapa
proses administrasi dan pengambilan nomor urut peserta, KPU Kabupaten Lamandau
kemudian menetapkan nomor urut 1 pasangan Drs. Havter dan H. Tohir Hamzah,
nomor 2 pasangan Marukan-Sugiyarto, dan nomor urut 3 pasangan Cristopel Tulus
dan Yusup Ahmad Noor. Ketiga pasangan tersebut kemudian bersaing memperebutkan
suara rakyat Lamandau pada saat pencoblosan tanggal 4 April 2013.
Setelah melalui proses
rekapitulasi mulai dari tingkat TPS, pada pertengahan April 2013, KPUD
Kabupaten Lamandau menetapkan pasangan Marukan-Sugiyarto sebagai pemenang
dengan perolehan suara 59,94% dari 35.811 orang pemilih (Daftar Pemilih Tetap).
Dua kandidat lainnya memperoleh 35,99% (pasangan Drs. Havter dan H. Tohir
Hamzah) dan 4,07% untuk pasangan Cristopel Tulus dan Yusup Ahmad Noor.
Namun pasangan
Marukan-Sugiyarto tidak lasung melenggang kembali dilantik sebagai Bupati dan
Wakil Bupati Lamandau periode 2013-2018. Pasalnya, pada akhir April 2013, pasangan
Havter - Tohir Hamzah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Selaku Pemohon
dalam perkara nomor 41/PHPU.D-XI/2013 tersebut pasangan Havter-Tohir menggugat
Berita Acara (BA) Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilukada Kabupaten
Lamandau Nomor 173/BA/IV/2013 bertanggal 11 April 2013, yang dinilai dihasilkan
dari proses Pemilukada yang penuh dengan pelanggaran terstruktur, sistematis
dan masif (TSM), yang dilakukan oleh Pihak Terkait, Pasangan Calon Petahana
Marukan Hendrik - Sugiyarto, bersama dengan Termohon dalam perkara ini, Komisi
Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Lamandau.
Setelah melakukan
beberapa kali sidang pemeriksaan saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon,
Termohon dan Pihak Terkait, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi memutuskan
menolak permohonan yang diajukan Pasangan Calon Havter - M Tohir Hamzah.
Putusan penolakan dilakukan dalam sidang pengucapan putusan perkara Sengketa
Pemilukada Kabupaten Lamandau pada tanggal 8 Mei 2013 di Jakarta. Dengan
ditolaknya seluruh gugatan dari penggugat, maka putusan KPU Lamandau yang
menetapkan Petahana Marukan-Sugiyarto sebagai pasangan calon Bupati dan wakil
Bupati Lamandau periode 2013-2018 terpilih telah sah menurut hukum.
Selanjutnya, melalui
Rapat Paripurna Istimewa DPRD Kabupaten Lamandau pada tanggal 22 Juli 2013,
Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang melantik Ir Marukan dan Drs H
Sugiyarto sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lamandau periode 2013-2018.
Pelantikan kepala daerah juga dirangkai dengan pelantikan Tim Penggerak
Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Kabupaten Lamandau oleh Ketua
TP-PKK Provinsi Kalteng Ny Moenartining Teras Narang.
Gubernur yang tiba dengan
helikopter tepat pukul 09.00 WIB di Nanga Bulik disambut sejumlah pejabat
setempat. Pelantikan dihadiri Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalteng Abdul Razak,
unsur FKPD Provinsi, anggota DPD RI perwakilan Kalteng Hamdani, mantan Gubernur
Aceh Abdullah Puteh, mantan Bupati Lamandau Regol Cikar, Bupati dan Wabup Kotawaringin
Barat, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta pimpinan SKPD
provinsi ataupun kabupaten.
Usai melantik dan mengambil
sumpah janji jabatan, Gubernur Agustin Teras Narang berpesan agar kepala daerah
terpilih melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Dia juga mengingatkan, meskipun
menganut otonomi daerah, seorang pemimpin tidak boleh mementingkan kehendaknya sendiri.
Karena semua upaya dilakukan dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat
bagi kemajuan bersama.
Gubernur juga menekankan
bahwa tugas kepala daerah adalah melayani. "Saya percaya Bapak Marukan dan
Bapak Sugiyarto adalah pilihan rakyat yang akan melayani dan memberikan yang
terbaik untuk kesejahteraan masyarakat Lamandau," ujarnya.
Pelantikan di Lamandau kali
ini boleh dibilang istimewa. Pasalnya, Marukan dan Sugiyarto merupakan pasangan
yang setia sejak periode pertama (2008-2013) memimpin dan kembali dipercaya
untuk lima tahun berikutnya. Tentu keduanya memahami benar karakter
masing-masing dalam menempatkan tugas
pokok dan fungsi (tupoksi) sesuai tanggung jawab jabatan yang diemban.
Pada periode kedua kepemimpinannya
itu, Marukan tetap mengusung visi “Terwujudya kesejahteraan masyarakat,
terlaksananya tata kelola pemerintahan yang baik bebas dari KKN yang dilandasi
keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dia hanya lebih
menyempurnakan misi pemerintahan. Bila pada periode pertama membawa delapan
misi, maka di periode kedua ini menetapkan 10 misi, yakni:
·
Membangun ekonomi kerakyatan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengurangi penduduk miskin, angka
pengangguran, sehingga masyarakat sejahtera.
·
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
agar generasi muda memiliki pengetahuan, keterampilan dan mampu mandiri.
·
Mewujudkan pola hidup masyarakat sehat
agar angka harapan hidup meningkat, angka kematian ibu dan bayi menurun.
·
Menciptakan ketenteraman, keamanan dan
kenyamanan masyarakat Kabupaten Lamandau secara keseluruhan.
·
Membuka keterisolasian daerah pedesaan dan
kecamatan demi kelancaran angkutan penumpang, barang dan jasa.
·
Meningkatkan martabat masyarakat Kabupaten
Lamandau melalui keterlibatan aktif dalam berbagai kegiatan olah raga, adat dan
budaya.
·
Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang
baik bebas dari KKN agar pemerintah menjadi kuat, berwibawa, demokratis dan
melayani.
·
Menumbuh-kembangkan kehidupan beragama agar
mempunyai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
·
Menjadikan sektor pariwisata sebagai salah
satu kekuatan ekonomi kerakyatan.
·
Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup
yang berkelanjutan.
Salah satu misi penting
kali ini adalah pembangunan berkelanjutan. Dalam pembangunan secara
berkelanjutan, Pemkab Lamandau telah melakukan berbagai terobosan yang dinilai memang
pantas dilakukan. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan pembangunan secara
merata dan bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Kabupaten
Lamandau.
Marukan mengatakan, dalam
membangun daerah tentunya harus berkelanjutan sehingga dalam suatu daerah dapat
terlihat adanya pembangunan. Dan, pembangunan itu tidak hanya di dalam kota
saja, tapi juga sampai pelosok-pelosok desa. Hingga kini pembangunan di
Kabupaten Lamandau terus dilaksanakan baik dari infrastruktur sampai
pembangunan dalam tatanan kota. Sejak 2008 sampai sekarang sudah tampak
perubahan yang semakin lama semakin membaik.
Secara garis besar Lamandau
telah banyak mengalami perubahan. Bukan lagi dilihat sebagai Kabupaten
Pemekaran. Kabupaten Lamandau adalah kabupaten yang mampu independen dengan
berbagai kepercayaan dan dukungan dari pemerintah baik pusat maupun provinsi
yang telah membantu dalam hal pembangunan. Secara tidak langsung Kabupaten
Lamandau ini sudah menjadi kabupaten independen dan tidak lagi mengandalkan
kabupaten induk.
Menurut Marukan, semua
hasil yang telah didapat semua ini adalah bukan hasil dari dirinya semata sebagai
bupati atau kepala daerah saja, namun berkat dukungan semua pihak. Dan di
periode kedua kepemimpinan itu, dia ingin membawa partisipasi aktif masyarakat
Lamandau memasuki masa pembangunan tahap II (2013-2018). (*)
No comments:
Post a Comment