RSU dr Soetomo
Surabaya menegaskan tidak akan pernah menolak pasien yang ingin datang
berobat, meski kondisi RS setiap harinya overload.
Untuk itu, Direktur RSU dr Soetomo Surabaya, dr Dodo Anondo MPH meminta kepada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan untuk memperbaiki sistem rujukan rumah sakit yang dituju. Hal ini dilakukan menyusul belum pahamnya layanan kesehatan dalam menerapkan aturan BPJS Kesehatan.
"Terkait belum berjalannya proses rujukan dan belum pahamnya fasilitas kesehatan (faskes) akan penanganan kesehatan, pemerintah daerah juga harus berperan aktif," katanya ketika dikonfirmasi, Sabtu (21/2/2015).
Pemkab atau pemkot di Jatim, kata Dodo harus mendorong peningkatan akreditasi setiap rumah sakit atau Puskesmas di wilayahnya masing-masing.
"Dengan begitu tidak semua pasien dirujuk di RSU dr Soetomo. Selain itu, rumah sakit daerah harus bisa menangani pasien dengan kondisi apapun," ujarnya.
Dodo tidak memungkiri, untuk menentukan rujukan ke rumah sakit yang akan dituju tergantung dari pasien. Namun karena keterbatasan informasi, rata-rata masyarakat memilih rumah sakit rujukan ada pada RSU dr Soetomo.
Apa yang terjadi selama ini menurut Dodo, karena BPJS tidak melakukan sosialiasi dengan baik, rumah sakit mana saja yang terintegrasi dengan BPJS, baik rumah sakit negeri maupun swasta.
RSU dr Soetomo Surabaya memiliki pekerjaan rumah (PR) besar untuk menangani overload pasien, menyusul penerapan BPJS Kesehatan yang sudah berjalan 1 tahun lebih ini sejak Januari 2014.
Overload pasien di RSU dr Soetomo tersebut merupakan imbas masalah di hulu. Sebab, ada persoalan yang terjadi di hulu atau pada fasilitas kesehatan (faskes) dasar seperti puskesmas.
"Dengan kondisi tersebut menandakan penataan sistem rujukan antar layanan kesehatan tidak berjalan. Sebenarnya rumah sakit sudah memiliki senjata khusus untuk menangani perkara itu. Yakni, dengan brankar atau ranjang transfer yang memiliki roda, namun melihat pasien yang berobat mencapai ribuan orang per hari, kami jadi kewalahan," jelasnya.
Dodo menyebutkan, sebelum ada program BPJS Kesehatan, jumlah pasien rawat jalan sebanyak 3.000 orang per hari. Kini, setelah ada BPJS, jumlahnya naik drastis sampai 5.000 pasien per hari. Itu berarti ada penambahan 2.000 pasien. Akibatnya, RSU dr Soetomo penuh. Belum lagi jika dihitung interaksinya. Jika setiap pasien diantar dua orang, ada 15.000 interaksi setiap harinya.
Banyak faktor penyebab terjadinya lonjakan pasien tersebut. Salah satunya karena RSU dr Soetomo merupakan rumah sakit level tiga. Artinya, RS tersebut menjadi jujukan terakhir. Semua pasien yang sudah tidak tertangani akan dirujuk ke RSU dr Soetomo. Apalagi RSU dr Soetomo adalah RS rujukan Indonesia Timur.
Saat ini, Instalasi Gawat Darurat (IGD) memiliki 80 brankar. Jika habis, tersedia matras. RSU dr Soetomo mempunyai 30 matras. Namun, hanya 20 yang dipakai, 10 lainnya disimpan.
Selain itu ruang rawat inap juga memiliki 1.550 bed occupancy ratio (BOR) atau tempat tidur untuk 5.000 pasien. Jumlah BOR itu tentu tidak mencukupi. Menurut Dodo, idealnya ada penambahan 1.000 BOR lagi. [http://beritajatim.com]
No comments:
Post a Comment