Saturday, March 21, 2015

Bidan Mandiri yang Berjejaring dengan BPJS Kesehatan Sedikit

Bidan Mandiri yang Berjejaring dengan BPJS Kesehatan Sedikit Pasien menyusun berkas klaim berobat menggunakan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2014. (CNN Indoensia/Safir Makki)
 
  Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia Emi Nurjasmi menyatakan, jumlah bidan praktik mandiri yang sudah berjejaring dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih kurang dari 5 persen. Saat ini ada sekitar 47 ribu bidan yang berpraktik secara mandiri.

Sementara jumlah keseluruhan bidan di Indonesia sekitar 300 ribu orang. "Dari 300 ribu bidan, yang sudah kerja sama dengan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) sekitar 80 ribu, sedangkan yang praktik di desa 50 ribu," kata Emi di Jakarta.


Emi mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan bidan yang berjejaring dengan BPJS Kesehatan minim. Salah satu alasannya, ada Puskesmas yang tidak mau berjejaring karena melihat bidan sebagai saingan.

Padahal, lanjut Emi, puskesmas seharusnya memanfaatkan potensi daerah dengan melakukan kerja sama dengan bidan di daerah. Faktor lain yaitu formula kesepakatan berjejaring antara BPJS Kesehatan dengan bidan belum jelas.

Selain itu, masyarakat juga cenderung sudah punya referensi bidan yang dipercaya sehingga tidak menggunakan hak sebagai peserta BPJS Kesehatan. "Ujung-ujungnya mereka keluar uang sendiri. Seharusnya mereka bisa mendapatkan hak sebagai peserta BPJS Kesehatan," kata Emi.

Untuk dapat mendorong kenaikan jumlah bidan yang mau berjejaring dengan BPJS Kesehatan, Emi berpendapat perlu ada regulasi. Usul Emi, Peraturan Presiden Nomor 111 tahun 2013 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan direvisi.

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris berpendapat konsep berjejaring sangat penting untuk sistem asuransi sosial seperti BPJS Kesehatan.

"Namun harus diingat bahwa konsep berjejaring itu bukan berarti bagi-bagi uang. Apalagi kalau itu terjadi di fasilitas kesehatan pemerintah, saya kira itu tidak wajar," ujar Fachmi.

Hal senada diungkapkan Direktur Pelayanan BPJS Kesehatan Fajriadinur. Dia mengatakan, akan ada regulasi untuk mengatur kebijakan berjejaring yaitu melakukan peninjauan ulang untuk perpres maupun permenkes.

"Konsep berjejaring menitikberatkan pada kualitas pelayanan. Bagaimana caranya, supaya pelayanan itu dilihat sebagai tim," kata Fajriadinur. (http://www.cnnindonesia.com)

No comments:

Post a Comment