Wacana pemerintah yang akan menaikkan
iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menuai kritik.
Di kala harga kebutuhan pokok masyarakat meroket drastis, rencana
pemerintah tak tepat. Malahan, masyarakat kelas bawah pun bakal kian
melarat dengan meningkatkan nominal iuran BPJS kesehatan.
“Wacana menaikan iuran BPJS kesehatan yang dilontarkan pemerintah saat ini sangat tidak tepat,” ujar anggota Komisi IX Okky Asokawati di Jakarta, Selasa (17/3).
Kendati rencana pemerintah bakal direalisasikan 2016 mendatang, namun rencana dinilai meresahkan masyarakat. Dalam masa reses DPR, Okky menyerap aspirasi di daerah pemilihannya. Isu menaikkan iuran BPJS jelas membuat masyarakat khawatir. Soalnya, rencana pemerintah itu muncul di kala harga kebutuhan pokok seperti beras dan premium mengalami kenaikan. Begitu pula dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang terus menukik tajam.
“Sehingga masyarakat merasa beban yang semakin berat,” ujarnya.
Ketimbang mewacanakan rencana menaikan iuran kesehatan, baiknya pemerintah bersama BPJS kesehatan mensosialisasikan tujuan mereka dalam penyempurnaan infrastruktur kesehatan setelah mendapat suntkan dana. Dana yang akan disuntik cukup besar, yakni Rp6 triliun dari Kementerian Keuangan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berpandangan situasi keuangan BPJS memang mengalami defisit. Hal itu disebabkan Kemenkeu ketika menentukan besaran iuran baik untuk kepesertaan PBI dan Mandiri pada 2014 lalu tidak mengikuti saran Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Padahal saat itu DJSN menyarankan besaran iuran untuk PBI sebesar Rp27 ribu. Namun pemerintah memutuskan besaran iuran Rp19.225.
“Jadi tidak mengherankan bila sekarang BPJS Kesehatan mengalami defisit,” katanya.
Ia berharap jika saja pemerintah melaksanakan penambahan besaran iuran BPJS kesehatan, maka mesti mendapat masukan terlebih dahulu dari kalangan akademis. Pasalnya keputusan menaikan iuran BPJS kesehatan mesti dipertimbangkan secara matang.
“Keberpihakan pemerintah terhadap masalah kesehatan harus ditingkatkan. Amanah UU No.36 Tahun 2009 bahwa anggaran kesehatan adalah 5% dari APBN harus dilakukan,” ujarnya.
Perempuan berkerudung yang mengawali kariernya sebagai pragawati itu berpendapat, sebesar apapun penambahan atawa suntikan dana dari pemerintah ke BPJS kesehatan dinilai tak akan pernah cukup dalam rangka membiayai pengonatan peserta. Namun jika pemerintah tak melakukan konsultasi informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat agar berprilaku preventif terkait dengan hidup sehat, besaran suntikan dana tak akan pernah cukup.
“Paradigma kuratif harus diganti dengan paradigma preventif,” ujarnya.
Lebih lanjut Okky mengingatkan agar program kesehatan sesuai amana konstitusi berjalan sesuai koridor. Selain itu, pemerintah mesti mendengar masukan yang bersifat akademis sesuai dengan ilmu aktuaria. “Amanah UU tentang besarnya anggaran kesehatan juga sudah harus dipenuhi agar infrastruktur kesehatan bisa segera pula disempurnakan,” ujarnya.
Pengurus Besar Gerakan Aktivis Pemuda Mahasiswa Nasional (Gapemnas) mengkritik rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini dinilai bukan solusi yang tepat untuk mewujudkan pelayanan kesehatan di Indonesia. Pimpinan Gapemnas, Muh. Ramli, mengkhawatirkan rencana kenaikan iuran BPJS mengindikasikan adanya fraud dalam pelayanan kesehatan. Fraud dalam konteks ini adalah segala bentuk kecurangan dan ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri.
Cirinya antara lain melambungnya biaya pelayanan kesehatan, berkurangnya pelayanan yang seharusnya diberikan, dan terjadinya pemalsuan diagnosis agar layak untuk dirujuk. Gapemnas berharap pemerintah melakukan pengawasan maksimal untuk mencegah penyimpangan dalam pelayanan jaminan sosial kesehatan. Termasuk mencegah potensifraud di setiap fasilitas kesehatan. (www.hukumonline.com)
“Wacana menaikan iuran BPJS kesehatan yang dilontarkan pemerintah saat ini sangat tidak tepat,” ujar anggota Komisi IX Okky Asokawati di Jakarta, Selasa (17/3).
Kendati rencana pemerintah bakal direalisasikan 2016 mendatang, namun rencana dinilai meresahkan masyarakat. Dalam masa reses DPR, Okky menyerap aspirasi di daerah pemilihannya. Isu menaikkan iuran BPJS jelas membuat masyarakat khawatir. Soalnya, rencana pemerintah itu muncul di kala harga kebutuhan pokok seperti beras dan premium mengalami kenaikan. Begitu pula dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika yang terus menukik tajam.
“Sehingga masyarakat merasa beban yang semakin berat,” ujarnya.
Ketimbang mewacanakan rencana menaikan iuran kesehatan, baiknya pemerintah bersama BPJS kesehatan mensosialisasikan tujuan mereka dalam penyempurnaan infrastruktur kesehatan setelah mendapat suntkan dana. Dana yang akan disuntik cukup besar, yakni Rp6 triliun dari Kementerian Keuangan.
Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu berpandangan situasi keuangan BPJS memang mengalami defisit. Hal itu disebabkan Kemenkeu ketika menentukan besaran iuran baik untuk kepesertaan PBI dan Mandiri pada 2014 lalu tidak mengikuti saran Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN). Padahal saat itu DJSN menyarankan besaran iuran untuk PBI sebesar Rp27 ribu. Namun pemerintah memutuskan besaran iuran Rp19.225.
“Jadi tidak mengherankan bila sekarang BPJS Kesehatan mengalami defisit,” katanya.
Ia berharap jika saja pemerintah melaksanakan penambahan besaran iuran BPJS kesehatan, maka mesti mendapat masukan terlebih dahulu dari kalangan akademis. Pasalnya keputusan menaikan iuran BPJS kesehatan mesti dipertimbangkan secara matang.
“Keberpihakan pemerintah terhadap masalah kesehatan harus ditingkatkan. Amanah UU No.36 Tahun 2009 bahwa anggaran kesehatan adalah 5% dari APBN harus dilakukan,” ujarnya.
Perempuan berkerudung yang mengawali kariernya sebagai pragawati itu berpendapat, sebesar apapun penambahan atawa suntikan dana dari pemerintah ke BPJS kesehatan dinilai tak akan pernah cukup dalam rangka membiayai pengonatan peserta. Namun jika pemerintah tak melakukan konsultasi informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat agar berprilaku preventif terkait dengan hidup sehat, besaran suntikan dana tak akan pernah cukup.
“Paradigma kuratif harus diganti dengan paradigma preventif,” ujarnya.
Lebih lanjut Okky mengingatkan agar program kesehatan sesuai amana konstitusi berjalan sesuai koridor. Selain itu, pemerintah mesti mendengar masukan yang bersifat akademis sesuai dengan ilmu aktuaria. “Amanah UU tentang besarnya anggaran kesehatan juga sudah harus dipenuhi agar infrastruktur kesehatan bisa segera pula disempurnakan,” ujarnya.
Pengurus Besar Gerakan Aktivis Pemuda Mahasiswa Nasional (Gapemnas) mengkritik rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Rencana ini dinilai bukan solusi yang tepat untuk mewujudkan pelayanan kesehatan di Indonesia. Pimpinan Gapemnas, Muh. Ramli, mengkhawatirkan rencana kenaikan iuran BPJS mengindikasikan adanya fraud dalam pelayanan kesehatan. Fraud dalam konteks ini adalah segala bentuk kecurangan dan ketidakwajaran yang dilakukan berbagai pihak dalam mata rantai pelayanan kesehatan untuk memperoleh keuntungan sendiri.
Cirinya antara lain melambungnya biaya pelayanan kesehatan, berkurangnya pelayanan yang seharusnya diberikan, dan terjadinya pemalsuan diagnosis agar layak untuk dirujuk. Gapemnas berharap pemerintah melakukan pengawasan maksimal untuk mencegah penyimpangan dalam pelayanan jaminan sosial kesehatan. Termasuk mencegah potensifraud di setiap fasilitas kesehatan. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment