Komisaris Polisi, Pasis Sespimmen Polri Dikreg 55
MUNGKIN kita
lebih sering mendengar istilah BPJS ketimbang SJSN. Bahkan, BPJS yang dimaksud
sering kali merujuk pada BPJS Kesehatan. Ya, BPJS adalah Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2011 tentang
BPJS, sedangkan SJSN adalah sistem jaminan sosial nasional yang diatur dalam UU
40/2004. Sederhananya, SJSN adalah programnya dan BPJS adalah badan yang
menyelenggarakannya.
Terdapat
beberapa isu yang cukup menarik dari berlakunya dua UU tersebut. Khususnya bagi
anggota TNI/Polri. Salah satu isu yang paling krusial adalah perbedaan antara
manfaat yang diberikan kelima jaminan dalam UU SJSN dan manfaat-manfaat yang
selama ini diberikan bagi anggota TNI/Polri. Manfaat yang diberikan SJSN
sepertinya lebih sedikit daripada manfaat yang diberikan sebelum ini. Kemudian,
isu lainnya adalah pengalihan program pembayaran pensiun dan program Asabri
dari PT Asabri ke BPJS Ketenagakerjaan paling lambat 2029. Dalam hal ini, PT Asabri
diperintah membuat road map transformasi yang harus selesai pada 2014. Perlu
diketahui, bagian program pembayaran pensiun dan program Asabri yang dialihkan
adalah bagian yang sesuai dengan UU SJSN. Ini cukup menarik di
mana dalam road map transformasinya, PT Asabri mengklaim tidak ada satu pun
bagian dua program tersebut yang sesuai dengan UU SJSN.
Adapun BPJS
Ketenagakerjaan sempat mengklaim bahwa bukan hanya bagian program yang sesuai
dengan UU SJSN yang dialihkan, tapi juga aset dan kelembagaannya. Tentu saja
hal itu membuat Asabri bersikap defensif dengan mengatakan bahwa tidak ada satu
pun yang akan dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Bahkan, PT Asabri dan PT Taspen
ingin penyelenggaraan program SJSN Ketenagakerjaan bagi para pesertanya
dijalankan oleh mereka, bukan oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Sebenarnya, bila kita cermati, BPJS adalah badan yang fungsinya
menyelenggarakan program jaminan sosial sebagaimana diatur dalam UU SJSN. Dalam
UU SJSN, jaminan sosial adalah program yang diperuntukkan bagi seluruh rakyat. Pertanyaannya adalah apakah PT Asabri
(termasuk PT Taspen) bisa dianggap sebagai BPJS?
Sebagaimana kita
ketahui, dua badan tersebut hanya menyelenggarakan program-program bagi para
aparatur negara, bukan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dua lembaga itu sebenarnya
tidak bisa dikategorikan sebagai BPJS sehingga tidak dapat menyelenggarakan
program-program SJSN Ketenagakerjaan yang hanya bisa diselenggarakan BPJS
Ketenagakerjaan.
Begitu pula
sebaliknya, BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat menyelenggarakan program-program
di luar program-program SJSN Ketenagakerjaan. Sebab, sesuai dengan tugas dan
fungsinya, BPJS Ketenagakerjaan hanya menyelenggarakan program-program SJSN
Ketenagakerjaan.
Bila kita baca
pengalaman-pengalaman internasional, ada skema yang cukup menarik yang mungkin
bisa diterapkan, yaitu skema multipilar. Skema multipilar itu diprakarsai Bank
Dunia yang diterapkan pada beberapa negara. Skema tersebut sama dengan konsep social
security staircase yang diprakarsai ILO. Pada skema multipilar, seluruh
pekerja, termasuk tentara/polisi, mengikuti program jaminan sosial yang
memberikan manfaat dasar dengan besaran yang sama (tidak dibeda-bedakan
berdasar profesi) yang disebut sebagai pilar 1 yang bersifat wajib bagi seluruh
warga negara.
Tujuan program jaminan sosial adalah peserta tidak jatuh
ke dalam jurang kemiskinan. Dalam konteks Indonesia, pilar 1 adalah SJSN yang
diselenggarakan kedua BPJS. Di atas pilar 1, pemberi kerja dapat memberikan
program tambahan sebagai daya tarik pasar kerja dan atau mempertahankan pegawai
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan si pemberi kerja dan pegawai yang disebut
sebagai pilar 2 yang bersifat wajib bagi pegawai si pemberi kerja yang
menyelenggarakannya. Dalam konteks manfaat tambahan bagi anggota TNI/Polri,
program pilar 2 dapat diselenggarakan PT Asabri. Posisi teratas (pilar 3) diisi
perusahaan-perusahaan asuransi komersial di mana apabila peserta menginginkan
manfaat yang lebih dapat mengikuti program-program komersial tersebut secara
sukarela. Prinsipnya, dalam satu kesatuan pilar 1 dan pilar 2, total manfaat
bagi anggota TNI/Polri yang diberikan selama ini tidak boleh berkurang.
Walaupun demikian, terdapat beberapa tantangan dalam
menjalankan skema multipilar tersebut bagi anggota TNI/Polri. Tantangan pertama:
apakah secara finansial pemerintah selaku pemberi kerja bagi anggota TNI/Polri
mampu menyelenggarakan program dua pilar? Kemudian,
apakah memang tidak ada bagian program pembayaran pensiun dan program Asabri
yang sesuai dengan UU SJSN? Tantangan berikutnya adalah bagaimana perlindungan
data/informasi anggota TNI/Polri yang mengalami kecelakaan kerja pada
operasi-operasi khusus yang bersifat rahasia?
Bila memang
skema multipilar akan dijalankan bagi anggota TNI/Polri, pemerintah harus
meredesain program-program kesejahteraan bagi anggota TNI/Polri yang selama ini
diberikan. Terutama bagian program yang tidak dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan
karena tidak sesuai dengan UU SJSN. Redesain itu tentu mensyaratkan perubahan
beberapa peraturan perundang-undangan terkait seperti UU 6/1966 dan PP 67/1991.
Apakah hal tersebut akan dilakukan pemerintah ke depan atau adakah skema yang lain?
Kita lihat saja nanti. (*)
No comments:
Post a Comment