Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan menghitung iuran jaminan kesehatan (JKN), khususnya
Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN yang semula Rp 19.000 menjadi Rp
27.500- Rp 40.000 per orang setiap bulan. Kenaikan itu diharapkan
terjadi pada tahun 2016.
Kepala Departemen Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi mengatakan, berdasarkan data dan hitungan yang mereka lakukan, penyesuaian besaran iuran JKN memang hal yang rasional. Karena ini terkait nilai keekonomian dan kecukupan iuran yaitu terjadi mismatch antara pengeluaran dan iuran. “Setelah dihitung, kisaran iurannya naik menjadi Rp 27.500- Rp 40.000 per orang,” katanya kepada Republika, Ahad (7/6).
Kenaikan iuran PBI diharapkan nanti berlaku pada tahun 2016 dan iuran peserta mandiri nantinya mengikutinya. Ada beberapa skema terkait kenaikan iuran untuk peserta mandiri dan pekerja bukan penerima upah (PBPU). Mulai dari kenaikan tarif Rp 10 ribu untuk semua kelas. Jika sebelumnya iuran peserta PBPU Rp 25.500 untuk kelas III naik menjadi Rp 35.500, kelas II sebesar Rp 42.500 bertambah menjadi Rp 52.500, dan kelas I yang semula Rp 59.500 menjadi Rp 69.500.
Sementara itu opsi yang lain adalah kenaikan tarif iuran kelas III PBPU yang naik minimal sama dengan iuran PBI JKN yang menjadi Rp 27.500. Skema terakhir ini sekaligus sesuai dengan usulan tarif iuran kelas III yang diajukan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sejak 2013 lalu.
“Tetapi itu semua belum final, karena angka kenaikannya masih dalam diskusi,” ujarnya.
Lagipula, kata dia, BPJS dalam kapasitas tidak bisa mengusulkan secara resmi. Kepastian kenaikan jumlah tarif JKN hanya bisa ditentukan oleh keputusan pemerintah melalui peraturan presiden (perpres). Sementara untuk meningkatnya iuran PBI nantinya juga ditentukan oleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia. Ini karena anggaran untuk membayar tagihan 88,2 juta PBI berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang disetujui DPR.
Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, perhitungan penyesuaian iuran tersebut didasarkan pada beberapa pertimbangan. Diantaranya defisit anggaran yang dialami oleh BPJS Kesehatan. Sejak program BPJS Kesehatan dilaksanakan, ia mengakui lembaganya selalu mengalami defisit.(www.republika.co.id)
No comments:
Post a Comment