Pembangunan
tidak dimulai dengan barang tetapi dimulai dengan orang: pendidikannya,
organisasinya dan disiplinnya. Tanpa ketiga komponen ini, semua sumber daya
tetap hanya akan terpendam, tak dapat dimanfaatkan dan tetap sekadar merupakan
potensi belaka.
E.F. Schumacher
Penulis Buku Small is Beautiful,
1987
Usai
terpilih
menjadi Bupati Simalungun periode 2010-2015 melalui demokrasi rakyat Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) dan dilantik pada Oktober 2010, Jopinus Ramli Saragih
langsung merentang visi yang jelas, transparan, realistis, dan membumi buat
membangun daerah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Visinya di periode
2010-2015 adalah “Terwujudnya Masyarakat
dan Daerah Kabupaten Simalungun yang Makmur Perekonomian, Adil, Nyaman, Taqwa,
Aman dan Berbudaya (MANTAB)”.
Sebagai orang Simalungun, visi yang
dicanangkan JR –demikian Bupati Simalungun ini akrab disapa—tersebut
diinspirasi oleh keprihatinannya yang teramat mendalam terhadap kenyataan bahwa
masyarakat Simalungun yang kian apatis, tidak memiliki rasa kebangaan, malas
dan nyaris kehilangan rasa kebersamaan,
Secara garis besar terdapat empat
persoalan yang menghinggapi warga masyarakat Simalungun. Yakni: orang
Simalungun sulit berbagi, mengalami gangguan perasaan, minimnya kebersamaan dan
gagap memasuki era globalisasi. Bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba bilamana
warga masyarakat Simalungun mengidap empat persoalan tersebut. Setidaknya ada
akar historis yang jauh ke masa lalu.
A. Akar Historis Keterpurukan Simalungun
Ada satu kesaksian menarik dari
seorang pendeta asli Simalungun, Pdt. Juandaha Raya Purba Dasoeha, STh. Dalam
suatu perbincangan dengan dirinya, seorang Bapak asli Simalungun, yang sudah
lama berkecimpung di dunia politik, mengatakan bahwa Simalungun adalah bangsa
yang besar.
Pendeta Juandaha balik menjawab, “Simalungun
bukan besar tetapi kecil. Bahkan saking kecilnya, orang di luar Simalungun,
tidak kenal apa itu Simalungun.”
Si Bapak langsung marah-marah dengan
mengatakan bahwa pendeta asli Simalungun itu sebagai pendeta tidak peduli
dengan keadaan Simalungun. Kata si Bapak, Pendeta Juandaha mestinya membesarkan
kebanggaan Simalungun, bukan makin mengecilkan Simalungun. “Ai, na sonaha do nasiam pandita namaposo
sonari on, lang dong be huidah parduli nasiam bani Simalungun on?” gerutu
si Bapak.
Pendeta Juandaha senyum-senyum saja.
Dia merasa berat mengatakan kepada si Bapak bahwa realitas Simalungun yang
kecil itu tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini, menurut dia, terlihat pada kompleksnya
permasalahan yang muncul di Tanoh Simalungun saat ini. Mulai dari jalan-jalan
yang rusak sampai pembangunan yang berorientasi pada kepentingan simbolik yang
mengabaikan masalah perut sebagian besar warga Simalungun yang hidup di tengah
himpitan kemiskinan dan keterpurukan, khususnya di huta-huta sana.
Dan yang tak kalah serunya, demikian
kata Pendeta Juandaha, sekarang ini ada inisiatif orang-orang pendatang di
Simalungun yang hendak membagi-bagi Kabupaten Simalungun menjadi tiga
Kabupaten, dengan menyisakan satu Kabupaten Simalungun di enclave etnis Simalungun mulai dari Kecamatan Raya, Purba,
Silimakuta, Dolog Silou dan Raya Kahean, sedang yang dua lagi diberi nama
Kabupaten Nusantara dan Dano Toba yang rasanya cukup nasionalis dan lintas
etnis. Belum lagi, kabar-kabarnya (gan
baritani), pejabat-pejabat dari etnis Simalungun banyak yang digusur dari
kursi kebesarannya di Kantor Bupati Simalungun dan serta merta digantikan
pejabat-pejabat dari etnis lain. Saking nasionalisnya Simalungun, ada pejabat
yang diimpor dari luar Kabupaten Simalungun.
Simalungun sepertinya kehilangan
kebanggaan dirinya. Seolah Simalungun tidak eksis di tengah maraknya tuntutan
otonomi dan kekhasan kulutal daerah-daerah di era otonomi daerah dan reformasi.
Padahal di masa lalu Simalungun memiliki kebanggaan melalui tokoh-tokohnya seperti
Brigjen (Purn) Radjamin Purba, Tuan Madja Purba, Haji Ulakma Sinaga, Pdt. J.
Wismar Saragih, Guru Jason Saragih, Brigjen (Purn) T.S. Mardjans Saragih,
Brigjen (Purn) Lahiradja Munthe, Pdt. Jenus Purbasiboro, dr. Djasamen
Soembajak, Pangoeloe Balei Djaoedin Saragih dan tokoh-tokoh Comite Na Ra
Marpodah Simaloengoen (1928) yang tanpa pamrih memperjuangkan Simalungun
menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Dalam tesis yang dikemukakan Prof.
Dr. Bintan Regen Saragih --yang ayahnya Pdt. Williamer Saragih dibunuh PRRI di
Sibuntuon tahun 1960-- dijelaskan paling tidak ada enam penyebab kelambanan
pergerakan kemajuan sosial-politik, religius dan ekonomis orang Simalungun. Pertama, Perang Dunia II, yang
mengakibatkan lambannya perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi dan sedikitnya
informasi dan bantuan yang masuk ke Simalungun.
Kedua, Revolusi
Sosial, 3 Maret 1946, yang meluluh-lantakkan kebesaran Simalungun dengan
pembunuhan kaum elitis-intelektual dan birokrat dan aristokrat Simalungun
perdana. Terbentuknya NST (Negara Sumatera Timur) dengan raja Tanah Jawa Tuan
Kaliamsyah Sinaga dan Tuan Djomat Purba sebagai wali negara dan kepala
kepolisian NST yang menegaskan realitas historis sifat provinsialisme orang
Simalungun yang konon kurang berkenan di hati orang republik, sehingga
Simalungun dicap bukan nasionalis sejati dan terkesan separatis.
Ketiga, peristiwa
PRRI 1959-1961 yang memandekkan pembangunan golongan menengah di Simalungun. Keempat, peristiwa G 30-S/PKI 1965 yang
melumpuhkan kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (termasuk keagamaan)
di seluruh Indonesia, termasuk Simalungun. Kelima,
lambannya orang Simalungun menyikapi aliran Kharismatik dan aliran-aliran
fundamentalisme Kristen yang berkembang subur saat ini yang lebih mengedepankan
pertumbuhan iman dan mengabaikan kepedulian pada masalah-masalah krusial di
tengah-tengah masyarakat. Semboyan Kristen, yes, partai Kristen, no, makin
menjauhkan orang Kristen dari ruang-ruang politik di negeri ini, sehingga dikhwatirkan
ke-Kristen-an akan menjadi penonton di tengah percaturan politik di Indonesia.
Dan, keenam, kelambanan orang Simalungun menghadapi derasnya arus
golobalisasi dan teknologi informasi. Lihat saja di tanoh hasusuranta
Simalungun sekarang ini, semakin banyak anak-anak dan pemuda Simalungun yang
melalaikan kewajibannya menuntut ilmu dan menyerap teknologi sebagai bagian amal-ibadahnya.
Banyak penyebabnya, mulai dari sikap tidak peduli, ekonomi yang seret, sampai
orang tua yang lebih menganggap niombah
sebagai aset tenaga kerja yang murah ketimbang diarahkan pada hal-hal yang
bersifat membangun integritas dan masa depannya yang lebih baik, bukan saja
pada keluarganya tetapi pada seluruh Simalungun.
Nah, inilah beberapa fenomena dan
realitas yang terjadi di tengah-tengah Simalungun dewasa ini. Tentu kita tidak
ingin Simalungun habis ditelan zaman. Simalungun harus kita bangun dan kembali
menjadi kebanggaan bagi orang Simalungun, terutama dari marga Sinaga, Damank,
Purba, Saragih dan Sipayung. JR Saragih sebagai orang asli Simalungun yang kini
menjadi Bupati Simalungun periode 2010-2015 jelas tidak akan tinggal diam atas
keterpurukan Simalungun di mata sesama warga NKRI (Negara Kesatuan Republik
Indonesia).
Selain enam faktor tadi, penyebab
kelambanan masyarakat Simalungun merespon perkembangan zaman juga tidak
terlepas dari tatanan (sistem) pada berbagai level. Sebagaimana kita ketahui,
aktivitas warga masyarakat sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai
lingkungan tatanan (sistem) pada berbagai tataran (structural levels). Yang paling mendasar adalah meta-environmental system, yaitu tatanan
nilai dan norma dasar sosial budaya berupa pandangan dunia dan pandangan hidup.
Pandangan dunia dan pandangan hidup mempengaruhi seluruh aspek kehidupan
masyarakat berupa sikap umum dan perilaku serta tata cara pergaulan masyarakat.
Pandangan dunia dan pandangan hidup ini merupakan landasan pembentukan pranata
sosial budaya yang melahirkan berbagai lembaga formal dan informal di
tengah-tengah masyarakat.
Pandangan hidup dan pandangan dunia
masyarakat Simalungun boleh dikatakan tengah bermasalah. Hal ditandai antara
lain: pertama, adanya peningkatan
jumlah keluarga yang tidak mampu dalam membangun keutuhan berkeluarga yang
baik, sehingga berdampak buruk bagi anggota keluarga pada masalah-masalah
sosial psikologi, ekonomi dan pengasuhan anak. Kedua, kurang meratanya pelayanan sosial terhadap penyandang
masalah kesejahteraan sosial.
Ketiga, profesionalisme pelayanan sosial baik yang dilaksanakan oleh
pemerintah, masyarakat maupun dunia usaha terhadap penyandang masalah
kesejahteraan sosial relatif rendah. Keempat,
relatif rendahnya peran aktif sosial masyarakat dalam memberikan pelayanan
sosial atas dasar swadaya dan kesetiakawanan yang diwujudkan dalam bentuk
usaha-usaha kesejahteraan sosial yang melembaga dan berkesinambungan. Dan kelima, ketahanan sosial masyarakat
terhadap masalah kesejahteraan sosial yang juga relatif rendah.
B. Menelisik “Mutiara” yang Tersembunyi
Sudah selayaknya warga masyarakat
Simalungun tidak merasa kerdil dan kecil hati dalam menatap masa depan, meski
sekarang dalam kondisi nyaris kehilangan kebanggaan diri. Simalungun memiliki
sejumlah potensi yang dapat dikatakan mampu mendongkrak kebanggaan. Mari kita
lihat beberapa potensi yang diharapkan mampu memantik rasa kebanggaan dan mengangkat
harkat-derajat orang Simalungun. Pertama,
Kawasan Strategis Nasional Danau Toba.
Danau Toba memang sudah menjadi landmark Sumatera Utara sejak tahun
1970-an, di mana danau ini sudah dikenal sebagai salah satu daerah tujuan
wisata di Indonesia. Dengan luas 1.265 km2 dan panjang 90 km, serta kedalaman
rata-rata 450 m dari ketinggian 950 m di atas permukaan laut, Danau Toba menjadi
salah satu danau terluas dan terdalam di dunia. Potensi luas daerah tangkapan
air 3.698 km2 dengan 142 sungai dari Pulau Sumatera dan 63 sungai dari Pulau
Samosir yang bermuara ke Danau Toba. Belum lagi potensi hutan di kawasan Danau
Toba yang memiliki ekosistem daratan yang luas dengan dikelilingi oleh
pegunungan Bukit Barisan.
Sekaitan dengan ditetapkannya Danau
Toba sebagai Kawasan Strategis Nasional, Pemerintah Kabupaten Simalungun
sebagai wilayah kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba tetap mendukung
pengembangan wilayah Danau Toba, khususnya yang berada diwilayah Kabupaten
Simalungun. Bentuk dukungan tersebut dengan melanjutkan kerjasama pemerintah
daerah melalui Badan Koordinasi Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba
(BKPEKDT) yang diprakarsai oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang terdiri
dari pemerintah daerah yang berada di wilayah Kawasan Danau Toba, seperti
Kabupaten Simalungun, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Dairi, Tanah Karo,
Tobasa, Samosir, Pakpak Bharat dan Kotamadya Pematang Siantar.
Selain kerjasama tersebut,
Pemerintah Kabupaten Simalungun juga ikut dalam forum kerjasama pemerintah
daerah melalui Forum Lake Toba Regional Management (LTRM) yang tetap terdiri
dari pemerintah daerah yang berada di Kawasan Danau Toba.
Kedua, Kawasan
Agropolitan. Dinamika pembangunan di sektor pertanian, dari waktu ke waktu
terus berkembang secara cepat dan kompleks. Program pembangunan di sektor
pertanian dititik-beratkan pada agribisnis dan ketahanan pangan. Pengembangan
agibisnis tidak mengenal batas-batas administrasi wilayah, sehingga sudah
waktunya strategi pengembangan sistem dan usaha agribisnis ditingkatkan menjadi
strategi yang mensinergikan pengembangan agribisnis dengan pendekatan wilayah.
Dalam hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan pembentukan dan pengembangan
kawasan agropolitan.
Untuk Kawasan Agropolitan di
Provinsi Sumatera Utara telah dibentuk berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama
antara Pemerintah Kabupaten Tanah Karo, Dairi, Simalungun, Toba Samosir dan
Tapanuli Utara yang ditanda-tangani di Berastagi pada tanggal 28 Desember 2002
dengan menetapkan Pusat Agropolitan Dataran Tinggi Bukit Barisan. Pada tahun
2005, Kabupaten Samosir, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat dan Kotamadya
Pematang Siantar ikut serta dan sepakat juga dalam program pengembangan kawasan
agropolitan dataran tinggi Bukit Barisan Sumatera Utara.
Berkaitan dengan pelaksanaan
program ini, Kabupaten Simalungun ditunjuk sebagai pusat pengembangan Kawasan
Agropolitan dengan dibangunnya Stasiun Terminal Agribisnis (STA)
Saribulok. Guna mendukung program
pengembangan Kawasan Agropolitan ini, Pemerintah Kabupaten Simalungun telah
melakukan perencanaan dan memprogramkan kegiatan-kegiatan yang akan
dilaksanakan oleh setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Untuk tahun 2011-2015, arah
kebijakan Pemerintah Kabupaten Simalungun tetap mendukung program-program
agropolitan dengan kebijakan sebagai berikut: 1. Merencanakan pengembangan
kawasan agropolitan melalui program-program yang akan dilaksanakan oleh SKPD yang
terkait; 2. Mengefektifkan Stasiun Terminal Agribisnis (STA) Saribudolok
sebagai media pemasaran produksi-produksi yang berasal dari Kawasan
Agropolitan.
Selain Stasiun Terminal Agribisnis
(STA) Saribudolok, para petani Kabupaten Simalungun kini telah pula memiliki
Pasar Tani di Kecamatan Raya yang diresmikan oleh Bupati Simalungun JR Saragih
pada awal Desember 2011. Ketika meresmikan Pasar Tani tersebut, Bupati JR
Saragih juga menyerahkan bantuan farm
gate market kepada Asosiasi Pasar Tani Harapan Raya.
Bupati JR berharap para petani yang
memperoleh bantuan farm gate market tetap
menjaga kebersihan dan keasrian di lokasi berjualan, sehingga tidak menimbulkan
kesan kumuh dan jorok bagi pengunjung.
Menurut Kepala Dinas Pertanian dan
Hortikulturan Pemerintah Kabupaten Simalungun Amran Sinaga, bantuan farm gate market sangat berguna untuk
mendukung pemasaran hasil pertanipara petani. Bantuan farm gate market diberikan sebagai salah satu upaya pemerintah
dalam membantu petani meningkatkan komoditas pertanian dan mendekatkan petani
menuju agribisnis. Bantuan yang diberikan kepada petani berupa 20 unit tenda
gajebo, 40 unit meja, 80 unit kursi lipat, 80 unit keranjang kontainer, 20 unit
rak, 20 unit timbangan duduk, 20 buah taplak meja, 20 unit beka, dan 20 unit
tempat sampah.
Pasar Tani dan STA Saribudolok
boleh dikatakan semakin melengkapi media untuk mendekatkan komoditi petani
Simalungun dengan konsumen. Selama ini, hasil petani Simalungun –terutama
petani kopi Arabica Simalungun—telah melanglang buana, termasuk meramaikan
gerai-gerai franchise kopi kelas
dunia Starbuck. “Kopi Simalungun
dibeli oleh PT Indo Cafco (anak usaha ECom Agrindustrial Corporation) dan
diekspor keluar negeri, lalu dibeli oleh trader
luar seperti Amerika Serikat, Jepang, Swiss, Belanda dan negara Eropa lainnya.
Salah sattu trader ini adalah pemasok
kopi untuk Starbuck. Kemudian kopi
Simalungin balik lagi ke Indonesia melalui Starbuck
Indonesia,” kata Consultant
Agribusiness untuk IFC (International
Finance Corporation) Zaenudin Toyib ketika menerima kunjungan IFC di
Simalungun akhir tahun 2011.
Dalam rangka memperkuat produksi
dan kualitas ekspor kopi Simalungun, IFC atau lembaga pembiayaan yang merupakan
grup Bank Dunia itu bekerjasama dengan PT Indo Cafco membangun sebuah pusat
pelatihan untuk petani kopi Simalungun atau Farmer
Trade Center (FTC).
Tahun 2011 ekspor kopi dari
Sumatera Utara dan Aceh mencapai 60 ribu ton dan dari ECom sendiri adalah 6.000
ton untuk jenis Arabica dengan nilai US$5 per kilogram. Dan untuk tahun 2012
diharapkan ada peningkatan volume dan nilai biji yang lebih berkualitas dan
bersertifikat.
Saat ini keadaan kopi dari petani
kopi Simalungun masih banyak yang defect
atau cacat seperti biji pecah 2-3 bagian dan biji berlubang. Standar Nasional
Indonesia (SNI) menetapkan bahwa dalam 300 gram kopi maksimal defect-nya 11 dapat dikatagorikan layak
ekspor.
Adanya pusat pelatihan FTC
diharapkan dapat berlangsung transfer ilmu dari para konsultan kepada para
petani kopi Simalungun. Dengan begitu, petani akan terus berusaha meningkatkan
kualitas kopi yang mereka hasilkan sehingga mampu memenuhi permintaan konsumen
dan secara otomatis meningkatkan taraf hidup para petani.
Pihak IFC bertugas sebagai
manajemen dalam pusat pelatihan. Sedangkan PT Indo Cafco berkontribusi
menyediakan peralatan dan aset. Proyek pelatihan ini termasuk proyek nirlaba.
Terdapat tiga hal yang ingin difokuskan dari pelatihan ini, yakni pembangunan
produktivitas dan mutu kopi, menghubungkan pasar yang bersertifikat, dan mencapai
rantai distribusi yang relatif pendek. Pembangunan FTC ini diharapkan mampu
meningkatkan mutu kopi Simalungun dan meningkatkan ekspor kopi Indo Cafco.
Manajer PT Indo Cafco Nick Watson
mengemukakan perusahaannya sudah 10 tahun berada di Indonesia. Dimulai pada
tahun 2001 di Lampung kemudian tahun 2004 masuk Medan, dengan ekspor kopi
sekitar 1.000 ton per tahun. Kini Indo Cafco mampu mengekspor sekitar 6.000 ton
per tahun.
Indo Cafco tidak memiliki lahan
sama sekali. Menurut Nick Watson, hal itu murni hubungan langsung dengan petani
kopi sebagai mitra penyerap kopi petani. Kendati tidak mau membangun industri
olahan, dalam jangka panjang pihaknya akan membangun FTC di berbagai tempat di
Sumatera Utara dan sekitar Danau Toba. “Memang harga kopi sempat naik di
semester dua tahun 2011, pembeli memang kaget tapi tetap memilih Arabica
Simalungun karena rasanya yang unik dan tidak dapat tergantikan oleh kopi
Kolombia,” jelas Nick Watson.
Di samping menelisik potensi
Simalungun melalui agribisnis dan pusat pelatihan petani, yang ketiga, Pemerintah Kabupaten Simalungun
juga membangun Kawasan Industri Sei Mangkei. Kawasan Industri Sei Mangkei
merupakan salah satu koridor percepatan pembangunan yang menjadi prioritas
pembangunan pemerintah pusat. Sehubungan dengan pembangunan kawasan tersebut,
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun adalah: 1. Mengakomodir
rencana pembangunan Kawasan Industri Sei Semangkei dalam revisi Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun; 2. Mempersiapkan tenaga kerja yang memiliki
kualifiaksi sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja di kawasan industri tersebut; 3. Meningkatkan infrastruktur yang menjadi
akses menuju kawasan tersebut.
C. Meretas Jalan Membuka Pikiran
Bila si Bapak asli Simalungun yang
telah lama berkecimpung di dunia politik tadi merasa Simalungun bukanlah
entitas yang kecil tentu cukup beralasan. Terutama jika dirunut dari sisi
kesejarahan masyarakat Simalungun. Terkhusus lagi kalau kita melihat
marga-marga asli sebagai pembentuk masyarakat Simalungun.
Secara historis, terdapat empat
marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu Sinaga,
Saragih, Damanik dan Purba. Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan
Bolon” (permusyawaratan besar) antara empat raja besar untuk tidak saling
menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan
bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh). Satu hal menarik,
marga-marga tadi menggambarkan kebesaran, semangat dan optimisme masyarakat
Simalungun menatap masa depan yang cerah dan penuh asa.
Mari kita renungkan satu per satu
dan keempat marga tersebut. Marga Damanik.
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik). Dalam bahasa Simalungun, Manik
berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung,
Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
Dengan makna tersebut, mereka yang bermarga Damanik diharapkan sebagai
orang-orang yang berkharisma, bersemangat tinggi dan cerdas dalam menyiasati
liku perjalanan hidup.
Lalu marga Saragih. Dalam bahasa Simalungun, Saragih mengandung arti Simada
Ragih. Ragih berarti atur, susun, atau
tata. Dengan demikian, simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur,
penyusun atau pemegang undang-undang. Begitu agung dan luhur makna Saragih.
Makna itu menempatkan Saragih pada kasta yang relatif tinggi di tengah-tengah
masyarakat.
Kemudian marga Purba. Purba berasal dari kata Purwa dalam bahasa Sanskerta. Arti
katanya timur, gelagat masa datang, pengatur, pemegang undang-undang, tenungan
pengetahuan, atau cendekiawan/sarjana. Sebuah predikat yang juga menunjukkan
kasta cukup tinggi di tengah-tengah masyarakat. Selain itu ada nada optimisme
dalam menatap masa depan yang lebih berpengharapan.
Dan marga Sinaga. Sinaga berarti Simada Naga. Dalam mitologi Yunani, Naga dikenal sebagai penyebab Gempa dan Tanah
Longsor. Dalam makna positif, nama marga Sinaga mengandung kekuatan dan
kedahsyatan menghadapi kehidupan. Mereka yang bermarga Sinaga memegang
nilai-nilai kedigdayaan dan kedahsyatan dalam menjalani roda-roda kehidupan.
Lebih jauh lagi, Sinaga membawa sikap optimisme luar biasa di tengah-tengah
kehidupan anak manusia.
Selain keempat marga tadi, masih
terdapat marga-marga perbauran di Simalungun. Perbauran suku asli Simalungun
dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak telah
melahirkan marga-marga baru. Ada pula marga-marga lain yang bukan marga asli
Simalungun tapi terkadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku
Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.
Jadi memang terdapat kebanggaan
yang mengakar jauh ke masa silam. Tentunya kita tidak boleh berpuas diri dengan
romantika di masa lampau. Sangat berbahaya. Kata pendiri IBM, Thomas J. Watson,
orang yang dikalahkan oleh pesaingnya pasti dapat bangkit lagi. Namun, orang
yang dikalahkan oleh rasa puas diri akan jatuh selamanya.
Dengan berpuas diri maka perasaan
terhadap datangnya krisis (sense of
crisis) juga menjadi tumpul. Padahal, krisis di tengah masyarakat kita kini
terus berkepanjang, sulit diperkirakan kapan berakhir. Harus ada keberanian
berubah lepas dari mimpi-mimpi romantika masa lalu.
Bupati Simalungun JR Saragih
berusaha menyelami kondisi sosiologis masyarakat yang kini dipimpinnya itu. Dia
berusaha membangkitkan kebanggaan yang sebetulnya telah melekat pada diri
orang-orang Simalungun. Misalkan dari akar bahwa orang Simalungun dikenal
sebagai pemilik tata aturan, pengatur dan pemegang undang-undang. Pemerintah
kabupaten sempat membuat peraturan untuk mengatur tata kehidupan masyarakat
Simalungun, contoh peraturan bahwa setiap warga masyarakat wajib membersihkan
halaman rumahnya masing-masing. Peraturan ini rupanya tidak bisa berjalan
lantaran warga Simalungun merasa tidak memiliki peraturan tersebut.
JR Saragih pun merasa kesulitan
manakala harus melibatkan masyarakat dalam pemeliharaan hasil-hasil
pembangunan. Sebab itu, JR berusaha membalik pola pikir. Warga masyarakat
dilibatkan sepenuhnya dalam proses pembangunan daerah, termasuk bagaimana
pemeliharaan hasil-hasil pembangunan. Dengan begitu, mereka ada rasa memiliki
atas apa yang telah mereka hasilkan sendiri. Artinya, warga masyarakat tidak
berhenti pada nostalgia kebesaran orang Simalungun di masa silam.
“Saya mengajak, merangkul semua
komponen masyarakat Simalungun dengan menggalakkan kerja bakti dan gotong
royong. Dengan cara ini, sikap apatis mereka perlahan-lahan terkikis dan mereka
kembali merasa memiliki kebanggaan atas kebesaran Simalungun,” jelas JR Saragih
suatu kali.
Di sela-sela turun langsung ke
bawah, JR mengajak berpikir semua komponen masyarakat untuk membawa Kabupaten
Simalungun kepada kejayaan menatap masa depan. Dia berusaha menjadi pemimpin
yang turun sampai di titik paling bawah lalu menyelami dan menyerap aspirasi
sampai akhirnya membuat satu pendekatan dan kebijakan yang tepat buat
masyarakat Kabupaten Simalungun.
Setelah tahu persoalan yang dihadapi
masyarakat dengan mata kepala sendiri, Bupati JR Saragih lalu mengajak
tokoh-tokoh agama dan masyarakat untuk menyentuh dan bersama mencari atas
permalasahan yang ada. Di sini, ada aspek pembinaan mental yang ingin
dikedepankan oleh Bupati JR. “Kita harus kembali kepada Pancasila dan UUD 1945
untuk menguatkan mental warga masyarakat Simalungun. Bagaimana masyarakat akan
adil dan makmur kalau mental rusak, tidak sepaham dalam bermasyarakat. Seberapa
pun hasil pembangunan akan sia-sia belaka kalau mental masyarakat tidak
mendukung,” ujar JR Saragih suatu kali.
Selain mengajak tokoh-tokoh agama
dan masyarakat, JR Saragih tidak lupa pula mendorong aparatur Pemerintah
Kabupaten Simalungun memberikan pelayanan birokrasi yang bersih dan melayani. Dengan
cara seperti ini, akan membuka pikiran warga masyarakat dan mereka kembali
menaruh kepercayaan para birokrat. “Berilah pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat agar mereka mengakui keberadaan pemerintah kabupaten. Yang terjadi
sekarang, warga masyarakat hampir-hampir tidak mengakui keberadaan aparatur
pemerintah kabupaten. Ini yang harus kita perbaiki supaya ke depan warga
masyarakat tidak perlu lagi menyogok dan menyuap saat berurusan dengan
birokrasi pemerintah kabupaten. Saya berharap para kepala dinas, kepala biro,
para camat dan pimpinan SKPD menyentuh dan membuka pikiran warga masyarakat
Simalungun,” tutur Bupati JR Saragih.
Kita harus mengadari bahwa tuntutan
untuk mewujudkan good governance
sudah menjadi salah satu isu penting di Indonesia, didahului oleh krisis financial yang terjadi pada tahun
1997-1998 yang meluas menjadi krisis multidimensi. Krisis tersebut telah
mendorong arus balik yang menuntut perbaikan atau reformasi dalam
penyelenggaraan negara termasuk birokrasi pemerintahannya. Salah satu penyebab
terjadinya krisis multidimensi yang dialami tersebut adalah karena buruknya
atau salah kelola dalam penyelengaraan tata kepemerintahan (poor governance), diindikasikan oleh
beberapa hal, antara lain: (1) dominasi kekuasaan oleh satu pihak terhadap
pihak-pihak lainnya, sehingga pengawasan menjadi sulit dilakukan; (2)
terjadinya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); dan (3) rendahnya
kinerja aparatur termasuk dalam pelayanan kepada publik atau masyarakat di
berbagai bidang.
Pihak-pihak yang dituntut untuk
melakukan reformasi tidak hanya negara saja (legislatif, yudikatif, dan
eksekutif) tapi juga dunia usaha/swasta (corporates)
dan masyarakat luas (civil society).
Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate governance di sektor dunia usaha atau swasta,
penciptaan good public governance
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau masyarakat luas yang mampu mendukung
terwujudnya good governance.
Sungguh tidak mudah mengajak aparatur
birokrasi pemerintah kabupaten untuk tampil bersih dan melayani di tengah masih
kentalnya birokrasi yang lekat dengan berbagai penyakit mentalitas menerabas
jalan pintas. Tidak mudah memang di tengah kelimpahan 120 aparatur eselon II
sementara hanya ada 40 SKPD yang bisa mereka isi. Untuk itu, Bupati JR Saragih berusaha
menempatkan aparatur yang benar-benar menjalankan amanah dan mengemban misi
melayani.
Guna lebih menguatkan mental
aparatur pemerintah kabupaten agar mampu menjadi suri teladan bagi warga
masyarakat, Bupati JR Saragih terus berusaha melakukan pelatihan-pelatihan, merapikan
pembinaan PNS dengan sistem karir dan prestasi kerja, dan memberikan kesempatan
aparatur untuk mengikuti pembinaan pengelolaan keuangan daerah.
Bupati JR Saragih berusaha
membangun Kabupaten Simalungun dari pembangunan manusia. Hal ini tampak lebih
jelas pada prioritas-prioritas program kerja yang dilakukannya. Pertama, pembinaan aparatur pemerintah
dari tingkat kabupaten sampai nagori. Kedua,
pembekalan kepada seluruh PNSmulai dari kabupaten sampai nagori yang meliputi
mental dan etos kerja agar dapat melayani masyarakat secara baik.
Ketiga,
mengumpulkan seluruh tokoh lintas etnis dan lintas agama untuk diajak bekerja
sama dalam Pembangunan Berbasis Desa Mantap supaya dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat per rumah tangga. Keempat,
mengajak seluruh anggota dewan bermusyawarah dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan PNS dan tenaga honorer.
Kelima,
mengusulkan peningkatan kesejahteraan/jaminan hidup dan kesehatan untuk para
kepala desa dan lurah serta meningkatkan penghasilan per bulan. Keenam, membentuk Posyandu di seluruh
nagori dan bekerja sama dengan seluruh warga masyarakat di Simalungun.
Ketujuh,
mengundang seluruh tokoh masyarakat lintas agama untuk melaksanakan evaluasi
bersama dengan seluruh anggota dewan dan muspida ke lapangan. Dan kedelapan, membuka pendidikan anak usia
dini di setiap kecamatan.
Pendidikan menjadi fokus penting
dalam prioritas kerja Bupati JR Saragih. Karena, melalui pendidikan yang baik,
kualitas diri anak manusia akan terus meningkat. Selain membuka pendidikan anak
usia dini di setiap kecamatan, Pemerintah Kabupaten Simalungun juga berusaha
meningkatkan kualitas guru dan memperbaiki sarana/prasarana sekolah. Dengan
demikian warga masyarakat Simalungun menaruh rasa percaya kepada tenaga
pendidikan dan sekolah-sekolah yang ada di wilayahnya.
Tumbuhnya rasa percaya warga
masyarakat akan mendorong dan memacu Pemerintah Kabupaten Simalungun untuk
menghadirkan sekolah-sekolah bermutu. Dengan harapan, anak-anak Simalungun
tidak semata-mata bersekolah sampai jenjang SMA. Ada keinginan kuat melanjutkan
sekolah ke jenjang lebih tinggi lagi. Pada gilirannya kelak akan tersedia
tenaga-tenaga berkualitas untuk membangun Kabupaten Simalungun yang
berpengharapan.
D. Menghidupkan Spirit Orang SImalungun
Bila kita bercermin pada
kisah-kisah sukses tokoh-tokoh Simalungun di masa lalu, rasanya orang
Simalungun kini tak sepantasnya bermalas-malasan, apatis, kehilangan rasa
kebanggaan. Ada banyak hal yang dapat dibanggakan dari masyarakat Simalungun. Hasil
pertanian yang khas, obyek wisata yang penuh pesona, ikatan perkerabatan yang
kuat dan tradisi yang bernilai luhur.
Hasil pertanian yang khas dan telah
melanglang buana serta obyek wisata penuh pesona jelas tidak terbantahkan.
Bagaimana sisi positif ikatan perkerabatan orang Simalungun yang kuat? Satu hal
menarik, orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena
penentu partuturan (perkerabatan) di
Simalungun adalah hasusuran (tempat
asal nenek moyang) dan tibalni parhundul
(kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa
dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda)
tetapi “hunja do hasusuran ni ham
(dari mana asal-usul anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah
Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin
Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei”
(dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian referensi menuliskan bahwa
hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun di masa lalu
itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara
raja dengan “puang bolon”
(permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa
dengan puang bolon dari Kerajaan
Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang
bolon-nya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar,
Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan
Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam
masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan.
Partuturan ini menentukan dekat atau
jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon),
dan dibagi ke dalam beberapa kategori sebagai berikut: Tutur Manorus (Langsung),
Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri, dan Tutur Holmouan (Kelompok).
Melalui Tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun Tutur
Natipak (Kehormatan). Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang
yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
Sisi positf perkerabatan masyarakat
Simalungun yang tidak mengagungkan kebesaran silsilah adalah memandang bahwa
semua orang relatif sama, nyaris tidak ada kasta. Dengan demikian akan lebih
mudah menggerakkan warga masyarakat tanpa ada rasa sungkan terhadap kasta-kasta
tinggi dalam kehidupan sosial masyarakat. Berkat perkerabatan yang kuat,
masyarakat Simalungun di masa lalu banyak melahirkan tokoh-tokoh yang egaliter
dalam mewarnai kehidupan sosial masyarakat.
Perpaduan perkerabatan yang kuat
dan kisah tokoh-tokoh Simalungun masa silam yang punya etos kerja tinggi boleh
dikatakan akan memudahkan Bupati JR Saragih mengikis habis sikap-sikap mental
malas, tidak peduli sesama cenderung apatis, lebih suka lari dari kenyataan
hidup dan tidak memiliki sikap mental needs
for achievement. Sikap-sikap mental semacam ini memang akan menjadi kendala
mental dalam pembangunan dan upaya Pemerintah Kabupaten Simalungun lepas dari
kemiskinan serta ketertinggalan.
Untuk itu, bermodal pada
perkerabatan yang kuat dan nilai-nilai luhur yang pernah diwariskan para tokoh
Simalungun, perlu dilakukan upaya pelembagaan dengan fokus penciptaan pada
orientasi nilai yang berpandangan bahwa hidup ini memiliki peluang yang sangat
besar buat diperbaiki. Namun, perlu diingat, bahwa upaya ini membutuhkan prose
relatif lama lantaran berkaitan erat dengan perubahan sikap mental dan perilaku
warga masyarakat. Perubahan sikap mental dan perilaku itu dapat dilakukan
melalui perubahan pandangan mereka tentang hidup.
Perubahan pandangan ini
diperkirakan dapat diwujudkan melalui penyuluhyan-penyuluhan secara masif dan
intensif. Peran ini dapat dilakukan oleh tokoh masyarakat dan aparatur
pemerintah kabupaten dengan mengoptimalkan kelembagaan formal dan non-formal
yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun. Misalkan bagaimana Bupati JR Saragih
bersama segenap aparaturnya mengagendakan pertemuan-pertemuan berkala dan rutin
dengan warga masyarakat mengusung tema perubahan orientasi kultural. Sebagai
saluran (chanel) dari upaya ini dapat
memanfaatkan optimalisasi fungsi organisasi sosial kemasyarakatan yang ada di
wilayah Kabupaten Simalungun.
Orientasi nilai-nilai kultural yang
cocok dengan semangat pembangunan adalah pandangan yang menyatakan bahwa karya
itu untuk meningkatkan atau menghasilkan karya yang lebih baik. Masih banyak
warga masyarakat yang memandang karya sekadar untuk bertahan hidup. Sebagian
besar orang masih berpandangan bahwa bekerja keras dan mencapai keberhasilan
hanya untuk memperoleh penghargaan dari masyarakat. Mereka belum memahami
sepenuhnya bekerja keras dan tekun sebagai batu loncatan guna menggapai sebuah
keberhasilan. Dalam bahasa antropolog Prof. Koentjaraningrat (1979), masih
banyak orang yang bermental menerabas. Meraih segala sesuai secara instan. Jelas,
hal dapat menjadi virus atas proses pembangunan yang berjalan. Sebagai Bupati
Simalungun, JR Saragih berusaha meminimalisir mentalitas menerabas ini di
masyarakatnya dan berusaha menumbuhkan sikap mental yang meyakini bahwa
keberhasilan mesti dicapai melalui upaya kerja keras penuh ketekunan.
Ada lagi beberapa sikap mental yang
melekat pada warga masyarakat yang dapat dikatakan fatalistik guna meraih masa
depan yang lebih berpengharapan. Di antaranya sikap kepasrahan tanpa didahului
upaya maksimal, pandangan bahwa kegagalan dalam berusaha sudah merupakan
suratan tangan yang harus diterima apa adanya. Sikap dan pandangan ini
mengakibatkan warga masyarakat enggan berkarya dan cenderung miskin kreativitas
dalam menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari. Padahal, dalam konsep
keagamaan, Tuhan tidak akan mengubah nasib suatu kaum bilamana kaum itu tidak
memiliki keinginan untuk mengubah nasibnya. Dalam bahasa transformatif,
berubahlah sebelum perubahan itu menggilas dirimu, berubahlah kalau tidak maka
akan membatu. Konsep moral ini memberikan indikasi betapa pentingnya karya
dalam kehidupan manusia dalam rangka memperbaiki kualitas kehidupan itu
sendiri. Berkaitan dengan upaya percepatan pembangunan dan mengejar
ketertinggalan, sikap mental seperti ini merupakan virus yang mesti
dihilangkan.
JR Saragih terus menelisik sikap
mental macam apa yang sekiranya masih menjadi kendala bagi jalannya proses
pembangunan dan kemajuan Kabupaten Simalungun. Di mata JR Saragih masih banyak
warga masyarakatnya yang kurang menghargai waktu, kurang memahami konsep
menabung (orientasi masa depan) dan terlalu mengagungkan kejayaan masa lampau. Orientasi
nilai-nilai kultural semacam ini cenderung melahirkan pola pikir dan pola
tindak yang tidak sejalan dengan tujuan hakiki pembangunan. Sekadar contoh,
pola pikir yang setuju dengan kegiatan menabung (saving) sebagai antisipasi untuk menghadapi masa depan. Kelompok
masyarakat ini cenderung melakukan aktivitas produktif dalam dimensi waktu masa
kini. Kecenderungan pola pikir dan pola tindak yang demikian adalah mereka yang
cepat puas, berusaha apa adanya, dan tanpa ada upaya melakukan saving dan investasi. Jika dikaitkan dengan
konsep pembangunan, sikap mental ini menimbulkan dampak negatif terhadap upaya
percepatan aktivitas pembangunan.
Dampak yang relatif sama bisa
terjadi bila warga masyarakat kurang menghargai waktu dan terlampau
mengagungkan kejayaan pemimpin masa lampau. Dalam paradigma pembangunan
ekonomi, variabel waktu penting dan bersifat strategis. Masyarakat yang tidak
menghargai waktu cenderung teringgal dibandingkan masyarakat yang sangat
menghargai waktu. Fakta membuktikan, ketertinggalan masyarakat di negara-negara
berkembang dibandingkan negara maju, antara lain disebabkan oleh sikap mental
masyarakat negara-negara berkembang yang kurang menghargai dan tidak disiplin
terhadap waktu. Sedangkan sikap mental yang terlalu mengagungkan kejayaan
pemimpin di masa lalu, perilaku masyarakatnya cenderung kurang memperhatikan
dirinya sendiri dan sangat asyik dengan kisah sukses dan kegemilangan masa
silam. Lazimnya, mereka kurang memiliki perhatian dan upaya untuk mempelajari
sikap mental yang mesti dimiliki dan apa yang harus dilakukan guna mencapai
keberhasilan tersebut. Jika fenomena kultural semacam ini tidak diantisipasi
dan tidak diikuti oleh upaya pencarian preskripsi yang jelas dan tepat, maka
dalam perspektif jangka panjang tidak akan tercipta self generating dalam proses pembangunan.
Warga masyarakat Kabupaten
Simalungun masih memperlihatkan pola pikir dan pola tindak yang menunjukkan
tingginya rasa ketergantungan kepada pihak lain. Sikap mental demikian tidak
memiliki keberanian dan inisiatif apalagi terobosan-terobosan baru dalam upaya
meningkatkan kualitas kehidupan. Berkaitan dengan upaya percepatan pembangunan
dan pengentasan kemiskinan, orientasi nilai kultural semacam ini perlu diubah
atau diperbaiki menjadi orientasi nilai kultural yang penuh percaya diri (confidence) dan yakin terhadap kemampuan
diri dalam menjalani dan mengantisipasi kehidupan masa mendatang. Individu yang
memiliki kepercayaan diri tinggi cenderung diikuti pula oleh perilaku yang
mengarah kepada upaya untuk selalu meningkatkan kemampuan dirinya. Sikap mental
inilah yang sangat sesuai dengan tuntutan zaman pembangunan.
Dalam hubungan dengan alam, orang
Simalungun dapat dikatakan berorientasi pada nilai budaya dan tunduk kepada
alam. Misalkan dalam bercocok tanam sangat tergantung kepada musim dan
menangkap ikan pada bulan-bulan tertentu. Artinya, pola pikir dna pola
tindaknya cenderung kurang kreatif dan kurang inovatif dalam upaya mengolah dan
menguasai lingkungan alam sekitarnya. Mereka relatif pasrah kepada alam, nyaris
tanpa ada usaha dan pemikiran untuk mengubah alam sesuai dengan tuntutan
pembangunan.
Sebagai pemimpin daerah, Bupati JR
Saragih berusaha menghidupkan spirit orang Simalungun yang tengah berada dalam
kondisi kurang kondusif bagi jalannya proses pembangunan. Terdapat tiga
pemikiran penting dan strategis untuk menumbuhkan spirit tersebut, yaitu:
·
Kultur yang mengagungkan konsep produktivitas dan
kualitas. Kultur ini merupakan counter
productive terhadap budaya konsumtif. Perilaku yang berorientasi pada
produktivitas cenderung melahirkan perilaku yang senantiasa berpikir secara
optimal untuk melakukan reinvestasi ke usaha produktif dari surplus usaha yang
mereka hasilkan. Pada sisi lain, kultur ini pun berimplikasi langsung terhadap
etos kerja yang cenderung relatif tinggi.
·
Kultur yang berorientasi kepada need for achievement, bukan status
oriented.
·
Kultur yang mampu menumbuhkan entrepreneurial spirit. Kultur ini diindikasikan oleh karakteristik
personalitas yang kreatif, inovatif dan berani menghadapi dan mengambil risiko.
Usaha untuk menumbuhkan ketiga
kultur tadi tidaklah dapat dilakukan sesaat bagai membalikkan telapak tangan. Membutuhkan
waktu yang relatif panjang lantaran semua terkait dengan aspek perilaku
manusia. Hal ini, menurut JR Saragih, harus ditempuh karena sudah menjadi
tuntutan roda-roda pembangunan. Sebab itu, mesti ditempuh langkah-langkah
operasional yang berwawasan kultural, antara lain:
·
Mengingat budaya masyarakat kita yang paternalistik,
maka perubahan perilaku masyarakat ke arah yang positif diperkirakan dapat
dilakukan melalui konsep keteladanan. Konsep ini menuntut bahwa perubahan
perilaku masyarakat harud didahului oleh perubahan perilaku para pemimpin yang
menjadi panutan mereka. Dalam konteks ini, kedudukan aparatur pemerintah daerah
(Pemda) dan para tokoh masyarakat yang berperan sebagai pengayom dan pelayan
masyarakat memiliki kedudukan dangat penting dan bersifat strategis. Tanpa
adanya komitmen moral dari para pemimpin kita untuk menciptakan keteladanan di
tengah-tengah masyarakat, apapun bentuk perubahan budaya yang diinginkan,
diperkirakan tidak dapat diwujudkan. Faktor utama yang menonjol yang membedakan
perubahan budaya yang berhasil dibandingkan dengan perubahan yang gagal adalah
kepemimpinan yang kompeten. Kepemimpinan yang mampu mengubah dan memperbarui
masyarakat serta dapat membangkitkan semangat serta memberikan inspirasi bagi
mereka. Para pemimpin daerah ini harus bisa memberi contoh terlebih dulu bahwa
mereka adalah pribadi yang menerapkan budaya unggul dalam beraktivitas
sehari-hari, bukan sekadar pandai berbicara. Jadi, figur pemimpin lah yang
harus memberi teladan terlebih dulu bahwa mereka merupakan pribadi-pribadi yang
unggul. Unggul dari sisi intelektualitas, emosional, rasional, spiritualitas
dan miralitas.
·
Melalui pendidikan –baik formal, informal maupun
nonformal. Upaya ini diperkirakan dapat dijadikan sebagai langkah berikutnya
yang harus dilakukan. Upaya ini menimbulkan implikasi langsung terhadap
perubahan orientasi pendidikan. Selama ini terkesan bahwa program pendidikan
hanya memompakan berbagai macam bentuk ilmu pengetahuan dan keterampilan, tanpa
diikuti oleh pengenalan nilai dan orientasi nilai budaya yang positif. Selain
itu, peserta didik sudah terposisi dalam alam pikirnya sejak awal bahwa setelah
mereka menamatkan jenjang pendidikan tertentu, mengharapkan bekerja di sektor
pemerintahan. Keadaan ini diperparah lagi oleh pandangan masyarakat yang
menganggap bahwa peserta didik dikatakan gagal bilamana mereka tidak dapat
bekerja di sektor pemerintahan dan mendudukan jabatan struktural tertentu.
Untuk menghadapi tantangan ke depan, pola pikir dan pola tindak yang demikian
perlu diubah melalui pola pembangunan berwawasan kultural. Dalam konteks ini, pendidikan
ke arah penciptaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki spirit
kewirausahaan. Eksistensi dan peranan semangat ini telah terbukti di negara-negara
maju, seperti Jepang, Jerman, Amerika Serikat dan negara maju lainnya.
·
Memperbaiki lingkungan masyarakat. Paradigma para
pemimpin daerah mesti berubah. Kondisi saat ini telah berubah, karena eranya
sudah berbeda sama sekali. Sebagian besar pemimpin daerah masih berpikir masa
lalu. Cara berpikir dalam lingkungan yang stabil, tidak ada gejolak dan semua
dapat diprediksi. Dalam lingkungan yang stabil, desain organisasi adalah
hirarkis dan birokratis. Sementara dalam lingkungan yang labil, tidak bisa lagi
memakai hirarki, mesti team work yang
kuat. Tidak dapat lagi memakai aturan-aturan birokratis. Dalam konteks ini,
pemimpin daerah harus visioner untuk mendobrak mental pecundang dan
mengembangkan kultur unggul. Untuk itu kita harus menciptakan lingkungan dan
suasana masyarakat yang kondusif, sehingga memungkinkan semua warga masyarakat
yang ada mengekspresikan keunggulannya, dan setiap orang dipacu cepat memiliki
etos kerja tinggi serta bisa menjadi yang terbaik.
Memang harus disadari bahwa
mengubah nilai-nilai lama yang dominan bukanlah langkah mudah dan sudah pasti
memakan waktu relatif panjang karena nilai-nilai tersebut telanjur melekat kuat
dalam benak dan perilaku warga masyarakat. Bahkan, nilai tersebut barangkali
telah menjadi suatu dasar perilaku. Sebab itu, Bupati JR Saragih berusaha
intens menumbuhkan dan menghidupkan spirit orang Simalungun. Hal ini tidak
terlepas dari beberapa potensi pertanian dan perikanan yang dimiliki wilayah
ini cukup prospektif dan dapat dijadikan produk unggulan daerah. Kabupaten
Simalungun cukup dikenal sebagai daerah penghasil jeruk Seribu Dolok dan Kopi
Simalungun. Kedua komoditi tersebut memang cenderung dikenal sebagai produk
dengan nama daerah di luar Simalungun, yakni Jeruk Tanah Karo dan Kopi
Sidikalang. Bupati JR Saragih terus berusaha mengajak para petani
mengintensifkan menanamkan kedua jenis komoditi pertanian sehingga benar-benar
dikenal sebagai produk unggulan Simalungun.
JR Saragih berusaha mendorong
pembangunan agroindustri kedua komoditi tersebut. Dia meinta komitmen dari
berbagai pihak (stakeholders)
agroindustri, terutama yang ada di wilayah Simalungun. Beberapa komponen yang
bersinggungan langsung dengan agroindustri antara lain pemerintah, perbankan,
pedagang dan investor. Pemerintah, sejak diberlakukannya otonomi daerah sudah
memperlihatkan kecenderungan yang semakin baik dalam mendorong perkembangan
agroindustri. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan, bantuan permodalan,
bimbingan, bantuan teknologi (bibit, obat-obatan dan prasarana pertanian) dan
pengembangan prasarana pasar. Namun yang banyak dikeluhkan kalangan UKM di sini
adalah tidak adanya koordinasi lintas sektor dan dinas dalam pembinaan yang
dilakukan di daerah ini, sehingga pembinaan tidak efektif. JR Saragih berusaha mengatasi
semua persoalan ini sehingga diharapkan ke depan Kabupaten Simalungun mampu
tampil sebagai salah satu sentra jeruk dan kopi yang cukup menarik bagi
investor.
Jelas bahwa Bupati JR Saragih
membangun Simalungun mulai dari manusianya: mentalitas, spiritualitas,
rasionalitas dan kualitas. Dengan peningkatan keempat sisi manusia itu, dia
berharap, manusia Simalungun mampu meretas kehidupan yang lebih baik, mengasah
potensi sehingga memiliki daya tarik investasi dan kuat menghadapi kehidupan
yang tidak stabil. ***
No comments:
Post a Comment