Friday, January 25, 2013

Membangun Simalungun dengan Hati




Atensi dan apresiasi seorang pemimpin memberikan resonansi akan direspons atau dipantulkan sikap positif bawahannya. Bertambah besar jarak jabatan atau kepangkatan antara bawahan dan atasan, bertambah besar pula makna atensi/apresiasi bagi dirinya.
Toto Tasmara, Motivator

Pagi itu, pertengahan November 2011, raut muka Rahmalia Purba Tanjung tampak berseri-seri. Hati warga Desa Spinggan, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, ini berbunga-bunga lantaran pagi itu rumahnya baru saja selesai direnovasi dengan bantuan dana Pemerintah Kabupaten Simalungun. Hatinya tambah berbunga-bunga karena pagi itu rumahnya dikunjungi Bupati Simalungun JR Saragih yang secara simbolis menandai penempatan kembali rumahnya setelah ditinggalkan sementara waktu selama pengerjaan renovasi.
Dengan penuh rasa haru, Rahmalia Purba mengucapkan terima kasih kepada Bupati JR Saragih beserta segenap jajarannya yang telah mewujudkan kepedulian pada warga yang kurang mampu. “Terima kasih kepada Bpati yang telah membedah rumah kami. Semoga semua kinerja Bupati dilindungi dan diberkati Tuhan,” ucap Rahmalia.
Bupati JR Saragih berusaha mendekati rakyatnya seperti Rahmalia Purba yang nasibnya kurang beruntung. Dia mengulurkan tangannya melalui program-program cepat yang langsung menyentuh warga masyarakat yang betul-betul membutuhkan. Dia tidak hanya turun langsung melihat apa yang telah dilakukan aparaturnya. Artinya, dia tidak sebatas mendekati rakyatnya lewat program-program kedinasan.
Bupati Simalungun kelahiran tahun 1968 ini pun tidak segan-segan merogok kocek pribadinya buat warga yang merasa perlu dibantu. Misalkan pada akhir November 2011, dia menyerahkan langsung bantuan sebesar Rp100 juta buat pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah Jawa. Dia menegaskan bahwa bantuan tersebut murni dari uang pribadi dan Rumah Sakit Efarina Etaham. Dengan rendah hati dia berharap bantuan yang relatif kecil itu dapat bermanfaat untuk pembangunan gereja yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp4,6 miliar tersebut.
JR Saragih tentu tidak hanya membantu gereja namun juga pembangunan tempat-tempat ibadah dari umat agama lain seperti Kristen Protestan, Islam, Hindu dan Budha. Dia menyadari warga masyarakat Simalungun sangat majemuk dari suku dan agama. Dia menyadari pula bahwa tokoh-tokoh dari berbagai agama berperan penting membantu pemerintah kabupaten dalam melaksanakan pembangunan, terutama di bidang pembinaan keagamaan dan pendidikan. “Saya berharap gereja dan tempat ibadah lainnya terus meningkatkan perannya membantu pemerintah kabupaten dalam pembangunan keagamaan dan pendidikan,” ujarnya.

A. Bekerja Keras Sepenuh Hati
Satu hal menarik mengapa Bupati JR Saragih hanya menyumbang Rp100 juta buat pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah Jawa, bukan membantu keseluruhan biaya pembangunan. Bisa saja dia membantu pembiayaan secara keseluruhan dengan menggabungkan bantuan pribadi dan kedinasan. Namun, hal itu tidak dia lakukan. Intinya, dia tidak ingin memanjakan rakyatnya menjadi sangat tergantung kepada pemerintah atau siapapun yang suka  berderma.
JR Saragih bukan tipe pemimpin yang menuruti saja apa aspirasi rakyatnya tanpa reserve. Dia ingin menanamkan satu nilai bahwa setiap manusia harus berusaha, berusaha dan berusaha penuh kerja keras guna mencapai hasil yang diharapkan. Jauh-jauh hari sebelum menjabat Bupati Simalungun (2010-2015), JR Saragih memang dikenal sebagai orang yang suka bekerja keras tanpa pamrih. Berkat kerja kerasnya, sebelum memangku jabatan bupati, dia telah menuai hasil keringatnya berupa antara lain tiga rumah sakit beraset Rp400 miliar dengan sekitar 300 orang karyawan.
Dia ingin warga masyarakat yang dipimpinnya juga bekerja keras membangun Simalungun mengejar ketertinggalan dibandingkan daerah-daerah lain di Republik Indonesia ini. Tentu tidak sekadar berkisah bahwa dirinya telah bekerja keras dan menorehkan hasil-hasil material yang lebih dari cukup untuk menjalani kehidupan. Dia pun memberikan teladan nyata dalam bekerja dalam memimpin masyarakat Simalungun.
Nilai kerja keras penuh keteladanan. Begitulah filosofi kepemimpinan yang diterapkan oleh JR Saragih. Ya, keteladanan! Sebuah kata yang terlalu mudah dikatakan namun demikian sukar untuk dilakukan. Padahal, dalam hal keteladanan inilah seorang pemimpin dinilai integritasnya. Pemimpin sejati selalu memberi contoh dalam memimpin.
Berilah contoh dalam memimpin. Begitulah yang telah diajarkan oleh “Sang Guru Bangsa” Ki Hadjar Dewantara yang menggariskan esensi kepemimpinan: “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Sebuah prinsip yang sudah menjadi semacam leadership domain, oleh institusi atau organisasi apapun, bahwa para pemimpin, ketika sedang berdiri di depan harus memberi keteladanan, tatkala berada di tengah mesti memberi inspirasi, dan saat berada di belakang memberi motivasi.         
Ketika hampir semua aparaturnya enggan berkantor di Raya, ibukota baru Kabupaten Simalungun setelah Pematang Siantar mekar menjadi wilayah otonom, dia memberikan teladan langsung berinisiatif tinggal menetap di Raya. Dia ingin membangun Raya sebagai kota baru pusat aktivitas pemerintahan, ekonomi dan pendidikan bagi warga Kabupaten Sumalungun. Dengan menetap di Raya, dia berharap dapat memanfaatkan secara maksimal waktu kerja. Bahkan, dia menyediakan 24 jam waktu yang dimilikinya untuk warga masyarakat.
Kalau dirinya meluangkan sepanjang 24 jam waktunya, apakah aparaturnya juga langsung mengikutinya? Bupati JR Saragih tidak berharap banyak agar aparatur di bawah kepemimpinnya mengikuti apa yang dilakukan sepanjang waktu memimpin Kabupaten Simalungun. Dia berusaha mencari solusi agar aparaturnya pun bekerja sepanjang 24 jam. Tentu tidak lantas semua aparaturnya dipaksa bekerja selama 24 jam setiap hari. Jelas akan menyalahi tata aturan kerja aparatur pemerintahan yang selama ini sudah dipatok delapan jam per hari.
Berkat pengalamannya banyak bergaul dengan kalangan pengusaha sektor industri semasa dia bertugas sebagai prajurit TNI di wilayah Purwakarta, Jawa Barat, JR Saragih memperoleh inspirasi menghidupkan ritme kerja sepanjang 24 jam. Karyawan perusahaan-perusahaan industri di Purwakarta dan perawat Puskesmas-Puskesmas yang ada di wilayah ini biasa bekerja terbagi ke dalam tiga shift. Produktivitas mereka terus dipacu untuk memenuhi keinginan pasar dan warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan 24 jam.
Tapi, apakah pemerintahan semacam Pemerintah Kabupaten Simalungun sudah seharusnya bekerja penuh sepanjang 24 jam? Cukupkah manusiawi memacu mereka agar bekerja keras seperti itu? Bupati JR Saragih tak hendak memaksakan kehendak aparaturnya harus bekerja seperti dirinya.
Tidak berapa lama setelah dilantik menjadi Bupati Simalungun pada bulan Oktober 2010, JR Saragih langsung menyingsingkan lengan baju untuk melihat dari dekat bagaimana sebenarnya potensi kualitas dan kuantitas aparatur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dia mendapati fakta bahwa jumlah aparatur yang ada di lingkungan pemerintah kabupaten relatif banyak. Misalkan aparatur dari eselon II mencapai 120 orang sementara kursi jabatan yang layak diisi oleh mereka cuma 40 unit.  Di mata JR Saragih, banyak di antara aparatur berstatus PNS tersebut datang ke kantor seolah tanpa ada atau tidak tahu yang mesti dikerjakan. “Ya, ngapain kalau datang ke kantor hanya ngerumpi? Agar optimal bekerja, mereka saya tata dan terapkan sistem kerja shift,” tutur JR Saragih suatu kali.
Terutama pada unit-unit kerja yang berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat (baik kesehatan maupun non-kesehatan), JR Saragih menerapkan jam kerja dalam tiga shift. Dengan model seperti ini, para aparatur pemerintah kabupaten ini dapat memperoleh libur dua hari –Sabtu dan Minggu dan warga masyarakat memperoleh pelayanan yang optimal. “Saya berharap waktu libur dua hari itu bisa dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, kalau mereka suka beternak maka dalam waktu dua hari dapat serius merawat ternak sehingga dapat menghasilkan pendapatan tambahan. Selain itu, jika mereka kepala keluarga maka mereka juga dapat mencurahkan kasih sayang ke isteri dan anak-anaknya. Selama ini mereka kan kerepotan membagi waktu karena berangkat pagi pulang sudah sore hari,” ujar Bupati Simalungun yang menghabiskan masa kecilnya di Raya ini.
Dengan membagi sistem kerja ke dalam tiga shift tadi, jelas Bupati JR Saragih, pemerintah kabupaten dapat menginstruksikan para camat untuk membuka pelayanan kepada warga masyarakat sampai pukul 22.00 WIB. Mengapa kantor kecamatan harus buka sampai mendekati larut malam? Alasannya sederhana saja, wilayah kecamatan di Kabupaten Simalungun relatif luas sehingga warga yang ingin pergi ke kecamatan memakan waktu relatif lama. “Bisa jadi warga masyarakat sampai di kantor kecamatan sudah sore hari atau menjelang malam. Kasihan mereka sudah jauh-jauh datang sementara aparatur yang berwenang di kantor kecamatan sudah tidak ada di tempat. Ketika kantor kecamatan bisa buka sampai malam hari, warga masyarakat punya kesempatan lebih baik untuk mengurus surat-surat atau dokumen sipil di kantor kecamatan. Dengan begitu warga masyarakat bisa pulang dengan penuh senyum karena segala urusannya bisa selesai pada hari itu juga,” papar JR Saragih.
Kemudian, dari sisi pelayanan kesehatan yang optimal, jelas JR Saragih, warga masyarakat dapat memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan dan kondisi yang dihadapinya. Warga masyarakat pun merasakan adanya peningkatan derajat kesehatan. Hal ini terlihat dalam penurunan, antara lain, angka kematian bayi, kasus malaria klinis, berat bayi lahir rendah, balita gizi buruk, dan pneumonia balita. Juga peningkatan jumlah balita berat badan naik. Memang, masih terdapat kasus-kasus kesehatan yang agak memprihatinkan, misalkan kenaikan angka penderita TB+, penderita HIV/AIDS, dan penderita penyakit kusta.
Bupati JR Saragih merasa dirinya harus mengambil hati warga masyarakat dengan memberikan pelayanan secara optimal. Sebab, selama ini, warga sudah apatis terhadap kinerja aparatur pemerintah kabupaten beserta segenap jajarannya.
JR Saragih pun tahu bahwa kekuatan untuk mengambil hati warga masyarakat untuk bangkit itu berasal dari kebersamaan. Bersumber dari segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun yang terus digugah dan diberdayakan. Dia paham bahwa dirinya bukanlah “pemain biola tunggal”. Tapi, dia merupakan seorang “konduktor” yang harus menyamakan nada dasar agar para musisi yang tergabung dalam orkestra mampu merancakkan irama dan meneduhkan kalbu. Arti kata, “sang konduktor” menentukan arah dan keterpaduan irama orkestra, pengorganisasian peran dan fungsi musik menentukan harmonisasi dan kualitas orkestra, serta para musisi menentukan kesuksesan pagelaran orkestra. Senafas dengan irama orkestra, dalam hal kebangkitan dan tekad kemajuan masyarakat Simalungun, itu sangat ditentukan oleh “sang pemimpin” yang visioner dengan strategi dan program-program implementatif, yang didukung oleh team work yang solid. Ditopang oleh manajemen yang sistemik sebagai operatornya, nilai-nilai utama dan kultur pemerintahan yang baik sebagai jiwanya, serta kaidah-kaidah pengelolaan pemerintahan yang baik sebagai kerangka dan landasannya.
Dan seperti telah kita saksikan, Kabupaten Simalungun kini mengalami banyak kemajuan. Secara ekonomi, petani mulai merasakan kemudahan dalam memasarkan hasil-hasil produksinya, ada kemudahan pelajar melanjutkan pendidikan ke  jenjang yang lebih tinggi, dan investor mulai melirik daerah Simalungun yang amat potensial. Banyak orang paham, kemajuan ini berkat kepemimpinan dengan hati model Bupati JR Saragih. Meski demikian, dia senantiasa menunjukkan karakter dan jati diri seorang pemimpin yang bijak dan rendah hati. Dia selalu menyatakan bahwa dirinya hanya seorang konduktor, ibarat kata para musisi lah yang menjadi penentu sukses-tidaknya pagelaran sebuah orkestra. Dia tetap berusaha menjaga kebersihan hati, kerendahan hati dan senantiasa mengatakan bahwa dirinya cuma seorang nakhoda dan pelayan. Kondisi Kabupaten Simalungun yang relatif bagus sekarang ini merupakan buah kerja keras segenap aparatur dengan dukungan penuh warga masyarakat. Segenap aparatur telah mencurahkan segenap daya upaya melalui spirit dan kebersamaan yang solid. Artinya, demikian pengakuan JR Saragih, membaiknya kondisi masyarakat Simalungun juga karena banyaknya hati, tangan dan pikiran yang turut berperan-serta.
Sikap bijak telah ditunjukkan oleh sang pemimpin sejati, yang sama sekali tidak mau memonopoli predikat sukses yang berhasil direngkuhnya. Pemimpin yang lebih mengedepankan kewajiban dan kemaslahatan bagi warga masyarakat, daripada hak dan agenda kepentingan diri pribadinya sendiri.
Tentu bukan hal aneh bilamana JR Saragih menunjukkan karakter pemimpin yang lebih melayani. Maklum, jauh sebelum dipercaya rakyat Simalungun mengemban kursi Bupati Simalungun periode 2010-2015, dia sudah berselimutkan sukses dalam karir dan bisnis. Ketika berada di kursi Bupati pun kemudian tidak banyak berpikir soal kalkulasi mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk ‘membeli’ suara rakyat. Yang dia pikirkan adalah bagaimana melayani dan mendharma-baktikan segenap pikiran dan tenaganya buat rakyat Simalungun.
Begitulah Bupati JR Saragih. Dia bukan cuma pemimpin yang visioner, namun juga tampil sebagai sosok yang memberi keteladanan dalam tindakan nyata dan kasat mata. Tidak sekadar menjadi motor bagi orang-orang yang dipimpinnya, tapi sekaligus pula sebagai motivator, inspirator dan integratornya. Ada inspirasi dan kenyamanan di dalam perasaan atas kedekatan hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pantaslah bila segenap aparatur di bahwanya dan rakyat Simalungun memberi rasa hormat yang tinggi atas kompetensi, reputasi dan kepemimpinan JR Saragih.
Bekerja dengan sepenuh jiwa dalam bingkai “manajemen kalbu”, JR Saragih tak mau terbawa nafsu untuk merasa paling mampu dan paling berjasa. Dia menganggap bahwa kemajuan yang diraihnya semata-mata berkat kebersamaan serta kemudahan dan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kasih. Sebab itu, dia pun menjaga kalbunya agar dalam dirinya tidak pernah ada rasa ujub dan sikap takabur. Prinsip “hati yang bersih” inilah yang menjadi salah satu kunci keberhasilan JR Saragih dalam memimpin, baik ketika kini menjadi Bupati Simalungun maupun sebelumnya saat berkarir di militer dan berkiprah di bisnis pengabdian rumah sakit.
Sifat, sikap dan tindak-perilaku JR Saragih ini terasa merefleksikan syair profetik yang pernah ditulis oleh penyair kelas dunia Kahlil Gibran. “Mencintai kehidupan dengan bekerja adalah menyelami rahasia hidup yang paling dalam. Jika engkau bekerja dengan rasa cinta, engkau menyatukan dirimu dengan dirimu, kau satukan dirimu dengan orang lain, atau sebaliknya kau satukan orang lain dengan dirimu, serta kau dekatkan dirimu kepada Tuhan.”
Bagaimana juga, terlepas dari sikap-sikap menuju kesempurnaan batin seseorang, pepatah bijak telah pula mengatakan “tiada gading yang tak retak”. Pun begitu seorang JR Saragih, tentu tak lepas dari kesalahan dan kekhilafan. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia sendiri memang tidak pernah berniat menyakiti hati dan siapa saja. Toh, manusia tempatnya alpa pula. Itulah sebabnya, dengan segala kerendahan hati, bila dirasakan ada kebijakannya yang menyinggung perasaan dan kepentingan orang per orang, dia berusaha langsung minta maaf. Atas dasar kesadarannya sebagai manusia lumrah itu, dia selalu mengatakan: “Kalau saya lupa tolong ingatkan dan kalau saya salah mohon ditegur.”
Ihwal hal ini, ada satu kebiasaan yang diterapkan dalam interaksi dan komunikasi dengan bawahan, bahkan dengan rakyat yang dipimpinnya, yang sedikit unik. Dia menganggap bawahan ataupun warga masyarakat sebagai keluarga besar dirinya. Dengan demikian nyaris tiada sekat dalam interaksi dan komunikasi. Kepada bawahan dia bisa bertegur sapa secara egaliter dengan sapaan-sapaan yang amat dekat dan akrab.
Kendati begitu, Bupati JR tidak lantas mentolerir kesalahan-kesalahan yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh para aparatur bawahannya. Dia tetap tegas dalam menegakkan peraturan hukum. “Saya selalu katakan kepada aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun, kalau datang ke daerah ini untuk sekolah atau berobat, saya akan dukung sepenuhnya. Tapi, jangan sekali-sekali menjadi provokator, saya tidak akan ladeni itu. Makanya, ada pula pihak yang membenci saya, karena mereka ada yang suka jadi provokator,” tutur Bupati JR Saragih dalam satu kesempatan.

B. Garam yang Menyedapkan
Suatu ketika, Bupati JR Saragih bertutur bahwa dirinya hanyalah sebutir garam. Ya, garam. Hampir semua orang yang pernah merasakan rasa makanan sudah barang tentu tahu apa itu garam. Dalam sejarah manusia, garam adalah salah satu bumbu pertama yang ada untuk menciptakan rasa pada makanan. Berbeda degan gula yang ditemukan pada abad ke-16 yang kemudian mengawali zaman perbudakan di Amerika Serikat. Belum pernah ada perbudakan karena garam.
Garam telah menyatu dalam keseharian kita. Rasanya nyaris tiada kehidupan tanpa garam. Kita pun akan merasa hambar menyantap makanan (sayur) tanpa garam. Pada suatu hari, misalkan, kita jatuh sakit. Demi kesehatan dan proses penyembuhan kita, dokter menyarankan agar kita memakan makanan yang tidak mengandung garam. Bisakah kita membayangkan makanan macam apa yang akan kita konsumsi setiap hari? Bisakah kita membayangkan perasaan kita setiap menempelkan makanan ke lidah? Seberapa berartikah keberadaan garam di setiap masakan yang kita nikmati?
Garam adalah sesuatu yang kecil dan sederhana yang selalu menemani keseharian kita. Barangkali kita tidak pernah terlalu memperhatikannya lantaran garam selalu ada dan menemani kita dalam bersantap. Garam itu simpel namun diperhitungkan. Saat kita lupa memasukkan garam ke dalam masakan, bisa dipastikan kita akan menyesali hasil masakan kita. Sampai-sampai ada sebuah ungkapan tentang kehidupan yang hambar, bagai sayur tanpa garam.
Jika masakan itu adalah dunia, maka garam yang dimaksud adalah diri kita sendiri. Ya, begitulah filosofi Bupati JR Saragih dalam memimpin masyarakat Kabupaten Simalungun.
Katakanlah kondisi masyarakat Simalungun saat ini sedang dalam keadaan hambar, ibarat makanan terasa tidak sedap buat disantap. Untuk itu Bupati JR Saragih ingin berusaha menggarami sesuai porsi agar masyarakat Simalungun kembali sedap. Arti praktisnya, Bupati JR Saragih ingin melakukan perubahan. Dia membuatnya menjadi sedap. Dia melakukan sesuatu. Dia memberikan sesuatu. Dia menjadi sesuatu. Ketika sebuah sistem kemasyarakatan Kabupaten Simalungun dirasa tidak beres, minimal dia melakukan hal yang benar, bukannya justru ikut-ikutan larut ke dalam ketidak-beresan. Lebih dari itu, dia berusaha melakukan sesuatu untuk memperbaiki sistem tersebut.
Apakah Bupati JR Saragih melakukan hal-hal besar dan luar biasa untuk melakukan perubahan di Kabupaten Simalungun? Bagai seorang juru masak memasukkan garam ke dalam masakannya, sedikit demi sedikit sampai perubahan itu dirasa cukup. Dia tidak ingin melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik. Hal-hal besar yang barangkali justru dapat membuat sakit hati atau penolakan dari banyak kalangan. Dia memulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Misalkan dia mengubah pola hubungan antara bupati dan kepada dinas/biro, kepala badan dan jajaran SKPD yang sebelumnya berwarna atasan-bawahan menjadi hubungan mitra dan keluarga. Jadi lebih sejajar dan egaliter. Dengan begitu dia berharap arus informasi, komunikasi dan aspirasi tidak lagi terkendala birokrasi.
Sebagai mitra, kepala dinas/biro bahkan sampai camat dan kepala nagori, kapan pun dan di mana saja dapat berkomunikasi dengan Bupati JR Saragih. Tentu dalam hal-hal yang berhubungan dengan urusan pekerjaan kepemerintahan. Dalam hal-hal penegakan peraturan dan hukum, Bupati JR Saragih tetap tegas meletakkan pada koridor law enforcement.  
Hal ini tidak terlepas dari niat dan tekad JR Saragih pulang kampung ke Simalungun. Sejak kecil dia memang bercita-cita ingin menjadi bupati. Alasannya sederhana saja. “Saya ingin mencari keluarga saya yang telah lama tersebar ke mana-mana. Saya ingin tahu dan mencari di mana keluarga saya. Saya haus kehangatan keluarga besar. Sebab itu saya datang ke Simalungun tidak mencari lawan. Maka dalam pola hubungan saya dengan para kepala dinas, kepala biro, kepala badan dan jajaran SKPD tidak seperti dalam hubungan atasan-bawahan. Saya anggap mereka semua keluarga saya, sebagai kakak, adik dan lain-lain,” papar Bupati JR Saragih yang sejak umur satu tahun telah yatim ini.   
Sekali lagi, Bupati JR Saragih berusaha memasukkan “garam” pada porsi dan masakan secara tepat. Ada kalanya segenggam garam ditebar di kesegaran air Danau Toba. Ada saatnya segenggam garam diaduk dalam segelas air minum. Ada waktunya garam itu tak terasa, air danau tetap saja segar-menyegarkan. Ada pula kisah di mana garam menjadi sebuah “derita” seperti segenggam garam di segelas air minum. Inilah filosofi garam dengan segala kesederhanaannya a la Bupati JR Saragih. Bahwa perubahan harus dilakukan secara sederhana namun tetap memberi arti yang bermanfaat dan makna yang berguna. Seperti perilaku garam yang luluh dalam makanan, terasa tetapi tak tampak. Bukan filosofi gincu di bibir perempuan: sangat kentara namun tak terasa.

C. Lilin yang Menerangi
Selain mengusung filosofi garam, Bupati JR Saragih juga cukup lekat dengan filosofi lilin yang menerangi. Selama ini sebagian besar orang memahami lilin sebagai simbol filosofi hidup yang sia-sia belaka. Hanya bisa menerangi sementara dirinya sendiri hancur lebur. Sampai kemudian muncul anekdot: jangan hidup seperti lilin.
Bupati JR Saragih boleh jadi salah satu dari sebagian kecil orang yang mencoba memahami filosofi lilin dengan perspektif yang berbeda. Lilin, tatkala dirinya sendiri meleleh habis terbakar setelah memancarkan cahaya menerangi kegelapan, sesungguhnya apa yang terjadi bukanlah suatu kehancuran. Melelehnya lilin itu pada hakikatnya adalah simbolisasi penyatuan jati diri dengan pancaran cahaya yang keluar dari api yang membakar dirinya sendiri. Itulah yang disebut sebagai puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang tulus tanpa pamrih. Hanya mereka yang mau berkorban dengan tulus tanpa pamrih seperti lilin yang akan berhasil mencapai puncak kesadaran kosmik (pencerahan), suatu konsepsi kesadaran yang dibutuhkan sebagai tiket menuju puncak kebahagiaan yang dicita-citakan oleh semua umat manusia dan bangsa-bangsa di dunia. Manusia dalam kondisi kesadaran seperti inilah yang tercerahkan dan mampu mencerahkan kehidupan. Menjadi pemimpin yang adil, pejabat yang taat hukum dan tidak korupsi, ayah yang bijak, ibu yang penuh cinta dan kasih, anak yang sholeh dan hormat pada orang tua, murid yang santun, dan seterusnya. Belajarlah hidup seperti lilin, menerangi kegelapan dan berkorban dengan tulus tanpa pamrih.
Sebatang lilin bertonggak di sebuah ruangan yang besar, memberikan penerangan kepada sang empunya rumah, agar tak tersandung atau tak tertabrak hartanya sendiri. Lilin yang menyala, melelehkan batangnya dan menguapkan lelehannya itu. Orang kecil bukan berarti tak bisa apa-apa. Sekalipun kecil harus bisa berbuat dan berkorban banyak. Seperti lilin yang berusaha menerangi ruangan yang cukup luas. Lilin melelehkan dirinya untuk orang lain hingga batangnya tak tersisa lagi.  Berkorban demi orang lain secara total, sampai batas akhir kemampuan. Tapi, hati-hati lilin dapat membuat kebakaran besar bila ditempatkan di tempat yang berkayu.  Maka kita pun harus bisa menempatkan diri, karena jika tidak maka akan terjadi bahaya yang besar.
Bupati JR Saragih ingin ‘menerangi’ warga masyarakat Kabupaten Simalungun yang relatif masih tertinggal dan dibelit kemiskinan. Dia ingin menerangi dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang mencerahkan. Hal ini pun tidak terlepas dari perjalanan hidup JR Saragih jauh sebelum pulang kampung.
Ceritanya, sekitar tahun 2000, sebagai prajurit muda, JR Saragih memperoleh amanah tugas sebagai komandan polisi militer di Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat. Sebelum ada jalan tol Cipularang (Cikampek, Purwakarta, Padalarang), wilayah Kabupaten Purwakarta terasa sepi dan sulit diharapkan berkembang. Saking sepinya sampai muncul anekdot bahwa Purwakarta merupakan tempat jin buang anak.
Suatu waktu JR Saragih berbincang dengan Bupati Purwakarta bahwa hatinya terketuk untuk ‘menerangi’ warga Purwakarta. Mengapa? Ketika itu dia melihat, sebagian besar (sekitar 78 persen) dari sekitar satu juta jiwa warga Purwakarta merupakan pendatang yang hidup hanya mengandalkan Upah Minimum Regional (UMR). Hidup dengan penghasilan pas-pasan. Bahkan, mereka yang sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik itu terkadang hidup jauh dari Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Tidak sedikit kasus warga masyarakat meninggal dunia gara-gara tidak mampu membayar pelayanan kesehatan di rumah sakit.
“Sebagai prajurit muda yang baru bertugas, suatu kali hati saya tersentuh melihat seorang ibu meninggal dunia saat mau melahirkan karena ia tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Saya kemudian bicarakan dengan bupati dan para dokter di sana, bagaimana kita memberi pelayanan kesehatan yang terjangkau mereka. Pak Bupati Purwakarta merespon baik niat saya itu. Lalu gaji saya di TNI saya jadikan modal untuk memulai usaha klinik kesehatan. Rupanya banyak orang bersimpati dan mendukung usaha saya. Secara bertahap akhirnya saya bisa membeli tanah seluas 770 meter persegi untuk mengembangkan klinik,” papar JR Saragih mengenang sepenggal warna perjalanan hidupnya.
JR Saragih berkisah lebih jauh kerja kerasnya mengembangkan klinik kesehatan yang minimal mampu melakukan operasi pada para pasien. Sampai kemudian, banyak warga sekitar klinik miliknya datang meminta pertolongan pelayanan kesehatan yang terjangkau. Sampai-sampai, dalam kalkulasi ekonomis, dia harus mensubsidi sekitar Rp200 juta kepada warga kurang beruntung yang datang berobat ke klinik yang kini telah bermetamorfose menjadi Rumah Sakit Efarina Etaham Purwakarta. Sebuah rumah sakit swasta berdiri di atas lahan seluas tiga hektar yang menjadi mitra PT Jamsostek dan tumpuan korban kecelakaan lalu-lintas jalan tol Cipularang. Rumah sakit tipe A yang mampu berdiri di atas RSUD milik Pemerintah Kabupaten Purwakarta degan total karyawan sekitar 300 orang.
“Pengalaman saya di Purwakarta di masa lalu itu cukup menarik dijadikan pelajaran setelah saya berada di Simalungun ini. Saya bisa membantu orang lain dan saya tidak perlu menyembah-nyembah orang hanya untuk menjalin kerja sama kemitraan,” ujar Bupati JR Saragih.
Berbekal pengalaman berharga dari Kabupaten Purwakarta, kini setelah terpilih dan dipercaya rakyat Simalungun, maka yang pertama-tama dilakukan dan dibenahi adalah pelayanan kesehatan bagi warga Simalungun. Saat mulai memangku kursi Bupati Simalungun periode 2010-2015, JR Saragih langsung berkonsentrasi membenahi tiga rumah sakit yang ada di kabupaten seluas 4.386,6 meter persegi ini. Tiga rumah sakit tersebut masing-masing RS Tuan Rondahae, RS di Perdagangan dan RS di Parapat.
Di samping itu, Bupati JR Saragih juga membuat terobosan melayani kesehatan masyarakat dengan mengoperasikan 24 jam penuh Puskesmas dan Puskesmas Pembantu yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun mulai bulan Oktober 2011. “Bayangkan, pukul 07.00 pagi warga masyarakat sudah bisa datang ke Puskesmas. Mereka jadi tidak kehilangan waktu untuk mata pencahariannya. Warga masyarakat, terutama ibu-ibu, masih sempat berladang dan memberangkatkan anak-anaknya ke sekolah. Bahkan bisa menemani suaminya makan sore dalam keluargnya. Dengan begitu, sang suami dapat pula ikut mengantar isterinya ke Puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya, ikut KB dan lain-lain. Aktiivtas warga masyarakat tidak terganggu. Dulu, sebelum berlaku Puskesmas 24 jam, banyak warga masyarakat yang terpaksa kehilangan Rp50 ribu gara-gara tidak berangkat ke ladang,” tutur JR Saragih. Ke depan, Pemerintah Kabupaten Simalungun juga akan berupaya memberikan pelayanan kesehatan 24 jam di pos-pos kesehatan desa, sehingga masyarakat pedesaan dapat merasakan pemerataan pembangunan di bidang pelayanan kesehatan.
Terobosan ini pun memperoleh respon positif dari warga masyarakat Kabupaten Simalungun. “Dari pengamatan kami, saat ini warga masyarakat sangat terbantu sekali dengan adanya Puskesmas 24 jam. Kami berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun terus berupaya meningkatkan pelayanan prima di bidang kesehatan kepada masyarakat,” ujar anggota DPRD Kabupaten Simalungun Bernhard Damanik.
Bernhard juga berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun memperhatikan peningkatan kesejahteraan petugas medis atau pegawai yang bertugas dalam pelayanan Puskesmas 24 jam sehingga mereka tetap bersemangat memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat.
Tentu bukan hanya sebatas membuka layanan Puskesmas selama 24 jam. Bupati JR Saragih juga concern pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan arah kebijakan sebagai berikut:
* Pemberian pembiayaan kesehatan pada masyarakat miskin melalui program prioritas: Upaya kesehatan masyarakat; Pelayanan kesehatan penduduk miskin; dan Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.
* Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar di puskesmas melalui program prioritas, antara lain: Upaya kesehatan masyarakat; Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat.
* Mengoptimalkan posyandu untuk menekan angka kematian ibu dan anak melalui program prioritas, di antaranya: Perbaikan gizi masyarakat; Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/ puskesmas pembantu dan jaringannya; Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita; dan Peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak.
* Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan  melalui program prioritas: Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/ puskesmas pembantu dan jaringannya; Pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/ rumah sakit jiwa/ rumah sakit paru-paru/ rumah sakit mata; dan Pemeliharaan sarana dan prasarana rumah sakit/ rumah sakit jiwa/ rumah sakit paru-paru/ rumah sakit mata.
* Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga medis dan para medis melalui program prioritas, antara lain: Pengawasan obat dan makanan; Pengembangan obat asli Indonesia; Standarisasi pelayanan kesehatan; Kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan; Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita; dan Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.
* Meningkatkan penyuluhan kesehatan lingkungan dan reproduksi remaja melalui program prioritas sebagai berikut: Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan lingkungan sehat; Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular; dan Kesehatan reproduksi remaja.
* Peningkatan pelayanan keluarga berencana melalui program prioritas yang meliputi: Keluarga Berencana; Pelayanan kontrasepsi; Pembinaan peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR di masyarakat.
* Peningkatan/ perluasan layanan kesehatan terkait narkoba, HIV dan AIDS melalui program prioritas: Peningkatan penanggulangan narkoba, PMS termasuk HIV/AIDS; Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan lingkungan sehat;    Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular; dan Kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan.
Bupati JR Saragih berusaha terus menerangi masyarakat Simalungun melalui pelayanan kesehatan. Dan juga mencerahkan masyarakat Simalungun dengan cahaya pendidikan. Dalam masa kepemimpinannya, sekitar Rp100 miliar (20 persen) dana APBD Simalungun dialokasikan untuk membangun sektor pendidikan. Dia ingin mengembalikan citra Kabupaten Simalungun sebagai kota pendidikan di Sumatera Utara. Sebab itu, berusaha mewujudkan misi pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi secara berkelanjutan. Pengembangan sumber daya manusia sebagai basis dari kemampuan produksi masyarakat yang akan diarahkan untuk menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi tinggi tanpa diskriminasi dan berperspektif gender. Guna meningkatkan kualitas masyarakat yang berbudi pekerti luhur melalui peningkatan tingkat pendidikan, kesehatan, kompetensi kerja dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk menggapai kualitas seperti itu, JR Saragih memprioritaskan pembangunan sektor pendidikan dalam wujud: Bantuan pendidikan bagi keluarga miskin; Mendorong pengembangan kualitas anak didik dalam pembinaan iman dan taqwa/mental dan spiritual; Bantuan peningkatan dan kualitas dan kesejahteraan guru; Mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif dalam pelayanan bagi peyandang masalah kesejahteraan sosial; Mengoptimalkan Peran LPM dalam pelatihan teknologi padat karya; Membangun sarana dan prasarana untuk SD, SMP, SMA dan SMK; Mewujudkan sekolah berstandar nasional dan internasional untuk SMP, SMA dan SMK; dan Mengembangkan pendidikan berbasis lapangan kerja. Dengan prioritas semacam itulah, sudah selayaknya bila Bupati JR Saragih cukup ketat mengalokasikan 20 persen APBD Kabupaten Simalungun untuk sektor pendidikan.
Dari alokasi 20 persen anggaran APBD untuk sektor pendidikan diupayakan pada arah kebijakan sebagai berikut :
* Bantuan pendidikan bagi keluarga miskin melalui pelaksanaan program prioritas yang meliputi: Pendidikan anak usia dini, Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, Pendidikan menengah, Pendidikan non-formal, Pendidikan luar biasa.
* Mendorong pengembangan kualitas anak didik dalam pembinaan iman dan taqwa/ mental dan spiritual melalui pelaksanaan program prioritas antara lain: Pendidikan anak usia dini, Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dan Pendidikan menengah.
* Mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif dalam pelayanan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui pelaksanaan program prioritas yang meliputi: Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil (KAT) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya; Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; Pembinaan eks penyandang penyakit sosial; dan Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial
* Membangun sarana dan prasarana untuk SD. SMP, SMA dan SMK melalui pelaksanaan program prioritas sebagai berikut: Pemeliharaan fasilitas pendidikan dan Peningkatan sarana dan parasarana aparatur.
* Mewujudkan sekolah berstandar nasional dan internasional untuk SD, SMP, SMA dan SMK melalui pelaksanaan program prioritas yang meliputi: Pendidikan anak usia dini; Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun; Pendidikan menengah; Pendidikan non-formal; Pendidikan luar biasa; Peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan ; Pengembangan budaya baca dan pembinaan perpustakaan; Manajemen pelayanan pendidikan;
* Mengoptimalkan peran LPM dalam pelathan teknologi padat karya melalui pelaksanaan program prioritas antara lain: Peningkatan kualitas dan produktivitas tenaga kerja; Peningkatan kesempatan kerja; dan Perluasan dan penempatan kesempatan kerja.
* Mengembangkan pendidikan berbasis lapangan kerja melalui pelaksanaan program prioritas seperti: Pendidikan non-formal; Pendidikan menengah;
* Meningkatkan keharmonisan masyarakat dan toleransi beragama dengan arah kebijakan meningkatkan budaya toleransi di masyarakat untuk menciptakan keharmonisan dan kerukunan melalui pelaksanaan program prioritas: Penerangan, bimbingan dan pembinaan kerukunan umat beragama; Peningkatan sarana kehidupan beragama; dan Pendidikan politik masyarakat.
Tampak ada upaya untuk terus menerangi dan mencerahkan warga masyarakat Kabupaten Simalungun di masa kepemimpinan Bupati JR Saragih ini. Dari sini diharapkan warga masyarakat terpacu untuk meningkatkan kualitas diri dan melahirkan teladan-teladan di tingkat bawah masyarakat.

D. Mengubah Tradisi Dilayani Menjadi Melayani
Dari kerja keras sepenuh hati dan menerangi warga masyarakat, Bupati JR Saragih juga ingin menyempurnakan mindset aparaturnya dari tradisi dilayani menjadi melayani dan dari menerima baru kemudian memberi menjadi memberi terlebih dulu untuk menggapai apa yang diinginkan. Pengalaman ruhaniah JR Saragih mengajarkan betapa dahsyatnya  prinsip “memberi dulu baru menerima, melayani dulu baru kemudian dilayani”.
Di dalam kehidupan ini, kerapkali kebanyakan orang cenderung berpikir untuk ”menerima dulu baru memberi “. Namun banyak pula sebenarnya orang yang telah meyakini  pola pikir sebaliknya “memberi dulu baru menerima”. Misalkan orang-orang yang menjalankan bisnis online. Bayangkan saja ketika kita melihat sebuah blog atau sebuah website yang berisi banyak sekali informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog tersebut rajin sekali meng-upadate blog-nya. Nah jika kita pikir-pikir, dari mana ia mendapatkan keuntungan karena ia hanya memberi saja dan belum menerima.
Begitu pula ketika kita melihat sebuah website yang memberikan ‘Tips atau Newsletter gratis ‘ yang kemudian sering mengirimkan tips-tips secara berkala, juga gratis, seakan-akan si pemilik website tidak mendapat apa-apa saat ia sedang memberi. Mereka sedang mempraktikkan prinsip ‘beri dulu baru terima ‘.
Ilustrasinya relatif sederhana. Si pemilik blog atau website tadi memberi dulu informasi gratis. Mulailah datang banyak pengunjung ke blog atau website mereka. Apalagi mereka memberi dengan ‘tTulus ‘ sehingga mereka memberikan ‘isi’ yang berkualitas. Maka pengunjung akan senang dan percaya dengan ketulusanmereka.
Selanjutnya, jika mereka menyarankan mereka pengunjung tentang sebuah program bisnis atau produk yang bagus berkaitan dengan blog/website mereka, maka banyak dari pengunjung sudah ‘percaya kepada mereka’ dan senang membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan yang sama menerangkan mengapa banyak seminar bisnis diberikan secara gratis alias preview sebelum kemudian kita datang, “merasa tidak enak” lantaran sang pembicara menjelaskan dengan begitu semangat dan tulus. Rasanya kok kita mendapatkan sesuatu yang begitu berharga secara ‘gratis’ lalu dengan senang hati biasanya kita akan memutuskan untuk ikut ‘ACARA yang sebenarnya’.
Banyak hal yang dulunya gratis di internet namun sekarang ‘berbayar’. Yahoo Classified contohnya, jika dulu kita pasang iklan di yahoo, gratis, sekarang sudah harus berbayar. Banyak juga blogger atau pebisnis online yang semula, ketika belum sepopular sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka belajar sangat banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca yang loyal, maka saatnya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu yang ‘berbayar’.
Bupati JR Saragih memiliki pengalaman nyaris sama dengan para pebisnis online di dunia maya yang mengusung filosofi ‘memberi dulu baru menerima’. Dia memperoleh pengalaman semacam itu saat mulai merintis membuka klinik pelayanan kesehatan kala bertugas sebagai komandan polisi militer di Purwakarta, Jawa Barat. Di masa-masa awal operasional klinik yang kemudian berkembang menjadi RS Efarina Etaham itu, dia lebih banyak merogoh kocek pribadi untuk memberikan ‘subsidi’ kepada pasien yang berobat ke kliniknya.
Lambat namun pasti, pasien yang datang semakin banyak karena ada promosi cuma-cuma dari pasien-pasien awal “berobatlah ke klinik itu karena ongkosnya murah, pelayanannya bagus”. Tanpa terasa, subsidi kepada pasien semakin mengecil lantaran secara perlahan harga pelayanan tidak lagi memakai harga subsidi. Klinik pun berkembang jadi rumah sakit. Sampai kemudian RS Efarina Etaham dipercaya PT Jamsostek (Persero) untuk membuka paviliun trauma center buat para pekerja peserta Jamsostek di wilayah Purwakarta. Sebuah kepercayaan yang sudah barang tentu tidak murah dan tidak mudah diraih seperti membalikkan telapak tangan. Sebuah kepercayaan yang digapai dengan segala daya-upaya perjuangan dan pengorbanan.
Pola pikir terbalik seperti itulah yang coba disemai oleh JR Saragih ke segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dalam setiap kesempatan kunjungan kerja atau turun ke lapangan, dia selalu menanamkan prinsip “layanilah masyarakat nanti kalian akan menuai kepercayaan dan martabat”. Katanya dalam suatu kesempatan, “Bekerjalah, layanilah masyarakat. Apa hasilnya, urusan nanti. Ya, kalau ada rezeqi, itu berkat yang kita terima. Hal seperti ini pernah saya lakukan ketika membesarkan RS Efarina Etaham. Hasilnya, tidak sedikit mereka yang lepas dari perusahaan saya ternyata cukup sukses menjalani kehidupan di tempat lain, ada yang jadi pengusaha dan ada yang karirnya bagus di pemerintahan. Jadi saya menerapkan prinsip memberi dan memberi, karena nantinya akan ada berkat yang kita terima.”
Tidak salah bila kemudian kini, JR Saragih terus menggenjot kinerja pelayanan aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Di tengah kelimpahan jumlah sumber daya manusia (SDM), dia terapkan kerja tiga shift agar semua kebagian porsi kerja yang relatif sama, supaya semua bermanfaat melayani warga masyarakat, dan agar semua memperoleh berkat dari apa yang telah dikerjakannya.
Tentu dia tidak sekadar berbicara. Dia langsung turun ke lapangan memberi contoh bagaimana melayani warga masyarakat. Dalam sepekan, dua kali JR Saragih menyambangi wilayah kecamatan-kecamatan dan dinas-dinas yang ada di Kabupaten Simalungun. “Saya akan banyak berada di tengah-tengah masyarakat. Saya ingin mengetahui persis apa saja kendala dan kesulitan yang dihadapi warga masyarakat dan mengajak para camat untuk mendiskusikan jalan keluar yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat,” tutur JR Saragih.
Bahkan, JR Saragih mendorong Kepala Dinas Kebersihan ikut menyapu pasar dan para camat langsung melayani perizinan yang dibutuhkan oleh warga masyarakat. “Mereka tidak boleh hanya duduk-duduk ongkang-ongkang kaki di kursi jabatannya. Mereka harus turun langsung melayani warga masyarakat,”  tandasnya. Dia tidak ingin jajaran pimpinan menerapkan kepemimpinan berlagak bos (boss style) –kepimpinan yang cenderung asal perintah kepada bawahan. Pemimpin tidak boleh asal perintah tanpa tahu bagaimana mekanisme dan hambatan yang terjadi di lapangan. Pemimpin yang asal bapak senang (ABS). 
Dengan turun langsung, para pemimpin (kepala dinas, kepala biro, pimpinan SKPD, camat, kepala nagori) dapat menjalin keakraban sekaligus untuk mendengar kritik, saran dan aspirasi mereka. Ini menjadi masukan penting agar Pemerintah Kabupaten Simalungun bisa meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi. Dan, pada tataran tertentu, Bupati JR Saragih berusaha hadir.
“Kami, Bupati dan segenap jajaran pimpinan sampai yang terbawah, adalah pelayan yang harus memberikan pelayanan terbaik kepada warga masyarakat,” begitu senantiasa nilai kepelayanan yang ditanamkan oleh JR Saragih. Dia merasa dirinya “pemimpin pelayan, pelayan pemimpin”. Arti kata, dia memimpin para pelayan dan melayani para pemimpin di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Memang demikian sesungguhnya, seorang pemimpin hakikatnya adalah seorang pelayan dan karenanya seorang pemimpin itu juga harus melayani.
Ya, kepelayanan. Agar kita maju, dulukan kebutuhan orang lain. Supaya Pemerintah Kabupaten Simalungun maju, semua aparatur Pemerintah Kabupaten harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, baik warga masyarakat biasa maupun pelaku usaha. Pemerintah Kabupaten Simalungun mesti menempatkan mereka –terutama kalangan pelaku usaha—sebagai pihak yang dibutuhkan. Harus aktif ketika ada orang datang. Pemerintah Kabupaten harus melayani mereka dengan pelayanan sebaik mungkin, bukan sebaliknya. Sebab, kalau tidak maka mereka akan pergi ke wilayah lain. Itu pula sebabnya, sepanjang kepemimpinannya di Kabupaten Simalungun, JR Saragih tak henti-hentinya menggaungkan betapa pentingnya pelayanan, pelayanan dan pelayanan, yang harus dilakukan oleh segenap aparatur Pemerintah Kabupaten. Tinggalkan paradigma kalau bisa diperlambat mengapa dipercepat, bila dapat dipermahal mengapa dipermurah. Sudah saatnya para aparatur birokrasi menegang paradigma kerja kalau bisa dipercepat mengapa diperlambat, bila bisa dipermurah mengapa harus mahal. Jadi  birokrasi yang efisien dan efektif.
JR Saragih pun senantiasa berucap penuh rendah hati, “Saya ini kan hanya pemimpinnya para pelayan. Jadi, saya pun harus memberikan pelayanan terbaik pada siapa saja yang berkaitan dengan pelayanan kepemerintahan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.”
Sebuah penegasan yang cukup menarik dari JR Saragih, seorang pemimpin yang melayani. Sebab, selama ini, telah demikian banyak buku tentang kepemimpinan (terutama bisnis) diterbitkan. Pun, sudah cukup banyak “premis-premis” dan “hukum-hukum” tentang kepemimpinan diformulasikan. Tapi, cobalah simak secara cermat, begitu sedikit yang menggaris-bawahi betapa prinsipilnya “premis atau hukum pelayanan” dalam kepemimpinan.
Demikian pula telah banyak buku dan publikasi tentang “pelayanan” disuguhkan. Pun sudah banyak istilah pelayanan digaungkan. Ada yang meneguhkan istilah customer service, ada lagi yang mengedepankan istilah customer satisfaction, pelayanan prima, dan istilah sinonimnya. Namun, kebanyakan istilah tersebut cenderung ditujukan dalam konteks pemasaran dan karyawan front line sebuah perusahaan atau institusi. Bukan kepada mereka yang berada di tampuk pimpinan atau kursi singgasana.
Sebab itu, bila kedua konteks tadi (kepemimpinan dan kepelayanan) disinergikan dalam jati diri seorang pemimpin, maka hasilnya akan jauh menjadi lebih baik. Tapi, sungguh tidak gampang menjadi “pemimpin yang melayani” (the servant leader) ketika paradigma atau kultur yang berkembang masih menegaskan bahwa “pemimpin itu harus dilayani”. Sungguh tidak mudah menjadi seorang “pemimpin yang berjiwa melayani”, kecuali mereka yang mau berendah hati, bersahaja dan memiliki sikap yang ikhlas dalam memimpin. Berarti, premis, hukum atau jati diri pemimpin tidak hanya sebatas mereka yang berpikiran brilian, visioner dan profesional. Lebih dari itu, mereka harus pula mau berendah hati untuk memberikan pelayanan prima kepada para stakeholders.
Bagi JR Saragih, kepelayanan itu adalah soal sikap orang. Bahwa pemimpin sejati itu bersikap melayani orang lain. Melayani sesamanya. Dan, dalam melakukannya kerap kali tidak popular, tak selalu mengesankan. Namun, karena para pemimpin sejati itu dimotivasi oleh cinta kasih kepada sesama ketimbang hasrat mencapai “kemuliaan” pribadi, mereka rela membayar harganya. Bahwa para pemimpin sejati itu harus mencintai orang-orang yang terkait dengan kepemimpinannya lebih daripada posisi dan jabatannya sebagai pemimpin. Harus melayani orang (masyarakat) atau pamong praja, bukan pemimpin yang hanya memerintah atau pangreh praja.
Sejak JR Saragih berkarir di militer, dia sudah menerapkan prinsip “pemimpin yang melayani” dalam tataran melayani siapa saja yang berhubungan dengan pelayanan kemiliteran. Begitu pula sewaktu merintis usaha membuka klinik kesehatan di Purwakarta. Bahkan, komitmennya dalam pelayanan yang nyata dinafasinya dengan kesungguhan, kejujuran dan keikhlasan. “Ketika saya merintis klinik kesehatan di Purwakarta dulu, saya sampai turun langsung ikut mengepel lantai. Saya melakukan dengan senang hati. Sebagai pemimpin kan harus memberi contoh bagaimana melayani,” tutur JR Saragih dalam satu kesempatan perbincangan.
Ya, JR Saragih ingin melayani warga masyarakat Simalungun sepenuh hati. Dan membangun Kabupaten Simalungun dengan niat tulus dari lubuk hati yang paling dalam. Dia berusaha menjadi seorang pemimpin memberikan resonansi atensi dan apresiasi yang senantiasa direspons atau dipantulkan dengan sikap positif bawahannya. ***                       

No comments:

Post a Comment