Atensi dan
apresiasi seorang pemimpin memberikan resonansi akan direspons atau dipantulkan
sikap positif bawahannya. Bertambah besar jarak jabatan atau kepangkatan antara
bawahan dan atasan, bertambah besar pula makna atensi/apresiasi bagi dirinya.
Toto
Tasmara, Motivator
Pagi itu,
pertengahan November 2011, raut muka Rahmalia Purba Tanjung tampak berseri-seri.
Hati warga Desa Spinggan, Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, ini
berbunga-bunga lantaran pagi itu rumahnya baru saja selesai direnovasi dengan bantuan
dana Pemerintah Kabupaten Simalungun. Hatinya tambah berbunga-bunga karena pagi
itu rumahnya dikunjungi Bupati Simalungun JR Saragih yang secara simbolis menandai
penempatan kembali rumahnya setelah ditinggalkan sementara waktu selama
pengerjaan renovasi.
Dengan penuh rasa haru, Rahmalia Purba mengucapkan terima kasih
kepada Bupati JR Saragih beserta segenap jajarannya yang telah mewujudkan
kepedulian pada warga yang kurang mampu. “Terima kasih kepada Bpati yang telah
membedah rumah kami. Semoga semua kinerja Bupati dilindungi dan diberkati
Tuhan,” ucap Rahmalia.
Bupati JR Saragih berusaha mendekati rakyatnya seperti Rahmalia
Purba yang nasibnya kurang beruntung. Dia mengulurkan tangannya melalui
program-program cepat yang langsung menyentuh warga masyarakat yang betul-betul
membutuhkan. Dia tidak hanya turun langsung melihat apa yang telah dilakukan
aparaturnya. Artinya, dia tidak sebatas mendekati rakyatnya lewat
program-program kedinasan.
Bupati Simalungun kelahiran tahun 1968 ini pun tidak segan-segan
merogok kocek pribadinya buat warga yang merasa perlu dibantu. Misalkan pada
akhir November 2011, dia menyerahkan langsung bantuan sebesar Rp100 juta buat
pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah Jawa. Dia menegaskan
bahwa bantuan tersebut murni dari uang pribadi dan Rumah Sakit Efarina Etaham.
Dengan rendah hati dia berharap bantuan yang relatif kecil itu dapat bermanfaat
untuk pembangunan gereja yang diperkirakan menelan biaya sekitar Rp4,6 miliar
tersebut.
JR Saragih tentu tidak hanya membantu gereja namun juga
pembangunan tempat-tempat ibadah dari umat agama lain seperti Kristen Protestan,
Islam, Hindu dan Budha. Dia menyadari warga masyarakat Simalungun sangat majemuk
dari suku dan agama. Dia menyadari pula bahwa tokoh-tokoh dari berbagai agama
berperan penting membantu pemerintah kabupaten dalam melaksanakan pembangunan,
terutama di bidang pembinaan keagamaan dan pendidikan. “Saya berharap gereja
dan tempat ibadah lainnya terus meningkatkan perannya membantu pemerintah
kabupaten dalam pembangunan keagamaan dan pendidikan,” ujarnya.
A. Bekerja Keras Sepenuh Hati
Satu hal menarik mengapa Bupati JR Saragih hanya menyumbang
Rp100 juta buat pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah
Jawa, bukan membantu keseluruhan biaya pembangunan. Bisa saja dia membantu
pembiayaan secara keseluruhan dengan menggabungkan bantuan pribadi dan
kedinasan. Namun, hal itu tidak dia lakukan. Intinya, dia tidak ingin
memanjakan rakyatnya menjadi sangat tergantung kepada pemerintah atau siapapun
yang suka berderma.
JR Saragih bukan tipe pemimpin yang menuruti saja apa aspirasi
rakyatnya tanpa reserve. Dia ingin
menanamkan satu nilai bahwa setiap manusia harus berusaha, berusaha dan
berusaha penuh kerja keras guna mencapai hasil yang diharapkan. Jauh-jauh hari
sebelum menjabat Bupati Simalungun (2010-2015), JR Saragih memang dikenal
sebagai orang yang suka bekerja keras tanpa pamrih. Berkat kerja kerasnya,
sebelum memangku jabatan bupati, dia telah menuai hasil keringatnya berupa
antara lain tiga rumah sakit beraset Rp400 miliar dengan sekitar 300 orang
karyawan.
Dia ingin warga masyarakat yang dipimpinnya juga bekerja keras
membangun Simalungun mengejar ketertinggalan dibandingkan daerah-daerah lain di
Republik Indonesia ini. Tentu tidak sekadar berkisah bahwa dirinya telah
bekerja keras dan menorehkan hasil-hasil material yang lebih dari cukup untuk
menjalani kehidupan. Dia pun memberikan teladan nyata dalam bekerja dalam
memimpin masyarakat Simalungun.
Nilai kerja keras penuh keteladanan. Begitulah filosofi
kepemimpinan yang diterapkan oleh JR Saragih. Ya, keteladanan! Sebuah kata yang
terlalu mudah dikatakan namun demikian sukar untuk dilakukan. Padahal, dalam
hal keteladanan inilah seorang pemimpin dinilai integritasnya. Pemimpin sejati
selalu memberi contoh dalam memimpin.
Berilah contoh dalam memimpin. Begitulah yang telah diajarkan
oleh “Sang Guru Bangsa” Ki Hadjar Dewantara yang menggariskan esensi
kepemimpinan: “Ing Ngarsa Sung Tulada,
Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Sebuah prinsip yang sudah
menjadi semacam leadership domain,
oleh institusi atau organisasi apapun, bahwa para pemimpin, ketika sedang
berdiri di depan harus memberi keteladanan, tatkala berada di tengah mesti
memberi inspirasi, dan saat berada di belakang memberi motivasi.
Ketika hampir semua aparaturnya enggan berkantor di Raya,
ibukota baru Kabupaten Simalungun setelah Pematang Siantar mekar menjadi
wilayah otonom, dia memberikan teladan langsung berinisiatif tinggal menetap di
Raya. Dia ingin membangun Raya sebagai kota baru pusat aktivitas pemerintahan,
ekonomi dan pendidikan bagi warga Kabupaten Sumalungun. Dengan menetap di Raya,
dia berharap dapat memanfaatkan secara maksimal waktu kerja. Bahkan, dia
menyediakan 24 jam waktu yang dimilikinya untuk warga masyarakat.
Kalau dirinya meluangkan sepanjang 24 jam waktunya, apakah
aparaturnya juga langsung mengikutinya? Bupati JR Saragih tidak berharap banyak
agar aparatur di bawah kepemimpinnya mengikuti apa yang dilakukan sepanjang
waktu memimpin Kabupaten Simalungun. Dia berusaha mencari solusi agar
aparaturnya pun bekerja sepanjang 24 jam. Tentu tidak lantas semua aparaturnya
dipaksa bekerja selama 24 jam setiap hari. Jelas akan menyalahi tata aturan
kerja aparatur pemerintahan yang selama ini sudah dipatok delapan jam per hari.
Berkat pengalamannya banyak bergaul dengan kalangan pengusaha
sektor industri semasa dia bertugas sebagai prajurit TNI di wilayah Purwakarta,
Jawa Barat, JR Saragih memperoleh inspirasi menghidupkan ritme kerja sepanjang
24 jam. Karyawan perusahaan-perusahaan industri di Purwakarta dan perawat
Puskesmas-Puskesmas yang ada di wilayah ini biasa bekerja terbagi ke dalam tiga
shift. Produktivitas mereka terus
dipacu untuk memenuhi keinginan pasar dan warga masyarakat yang membutuhkan
pelayanan kesehatan 24 jam.
Tapi, apakah pemerintahan semacam Pemerintah Kabupaten
Simalungun sudah seharusnya bekerja penuh sepanjang 24 jam? Cukupkah manusiawi
memacu mereka agar bekerja keras seperti itu? Bupati JR Saragih tak hendak
memaksakan kehendak aparaturnya harus bekerja seperti dirinya.
Tidak berapa lama setelah dilantik menjadi Bupati Simalungun
pada bulan Oktober 2010, JR Saragih langsung menyingsingkan lengan baju untuk
melihat dari dekat bagaimana sebenarnya potensi kualitas dan kuantitas aparatur
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dia mendapati fakta bahwa jumlah
aparatur yang ada di lingkungan pemerintah kabupaten relatif banyak. Misalkan
aparatur dari eselon II mencapai 120 orang sementara kursi jabatan yang layak
diisi oleh mereka cuma 40 unit. Di mata
JR Saragih, banyak di antara aparatur berstatus PNS tersebut datang ke kantor
seolah tanpa ada atau tidak tahu yang mesti dikerjakan. “Ya, ngapain kalau datang ke kantor hanya ngerumpi? Agar optimal bekerja, mereka
saya tata dan terapkan sistem kerja shift,”
tutur JR Saragih suatu kali.
Terutama pada unit-unit kerja yang berhubungan langsung dengan
pelayanan masyarakat (baik kesehatan maupun non-kesehatan), JR Saragih
menerapkan jam kerja dalam tiga shift.
Dengan model seperti ini, para aparatur pemerintah kabupaten ini dapat
memperoleh libur dua hari –Sabtu dan Minggu dan warga masyarakat memperoleh
pelayanan yang optimal. “Saya berharap waktu libur dua hari itu bisa
dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, kalau mereka suka beternak maka dalam
waktu dua hari dapat serius merawat ternak sehingga dapat menghasilkan
pendapatan tambahan. Selain itu, jika mereka kepala keluarga maka mereka juga
dapat mencurahkan kasih sayang ke isteri dan anak-anaknya. Selama ini mereka
kan kerepotan membagi waktu karena berangkat pagi pulang sudah sore hari,” ujar
Bupati Simalungun yang menghabiskan masa kecilnya di Raya ini.
Dengan membagi sistem kerja ke dalam tiga shift tadi, jelas Bupati JR Saragih, pemerintah kabupaten dapat
menginstruksikan para camat untuk membuka pelayanan kepada warga masyarakat
sampai pukul 22.00 WIB. Mengapa kantor kecamatan harus buka sampai mendekati
larut malam? Alasannya sederhana saja, wilayah kecamatan di Kabupaten Simalungun
relatif luas sehingga warga yang ingin pergi ke kecamatan memakan waktu relatif
lama. “Bisa jadi warga masyarakat sampai di kantor kecamatan sudah sore hari
atau menjelang malam. Kasihan mereka sudah jauh-jauh datang sementara aparatur
yang berwenang di kantor kecamatan sudah tidak ada di tempat. Ketika kantor
kecamatan bisa buka sampai malam hari, warga masyarakat punya kesempatan lebih
baik untuk mengurus surat-surat atau dokumen sipil di kantor kecamatan. Dengan
begitu warga masyarakat bisa pulang dengan penuh senyum karena segala urusannya
bisa selesai pada hari itu juga,” papar JR Saragih.
Kemudian, dari sisi pelayanan kesehatan yang optimal, jelas JR
Saragih, warga masyarakat dapat memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan dan
kondisi yang dihadapinya. Warga masyarakat pun merasakan adanya peningkatan
derajat kesehatan. Hal ini terlihat dalam penurunan, antara lain, angka
kematian bayi, kasus malaria klinis, berat bayi lahir rendah, balita gizi
buruk, dan pneumonia balita. Juga peningkatan jumlah balita berat badan naik. Memang,
masih terdapat kasus-kasus kesehatan yang agak memprihatinkan, misalkan
kenaikan angka penderita TB+, penderita HIV/AIDS, dan penderita penyakit kusta.
Bupati JR Saragih merasa dirinya harus mengambil hati warga
masyarakat dengan memberikan pelayanan secara optimal. Sebab, selama ini, warga
sudah apatis terhadap kinerja aparatur pemerintah kabupaten beserta segenap
jajarannya.
JR Saragih pun tahu bahwa kekuatan untuk mengambil hati warga
masyarakat untuk bangkit itu berasal dari kebersamaan. Bersumber dari segenap
jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun yang terus digugah dan
diberdayakan. Dia paham bahwa dirinya bukanlah “pemain biola tunggal”. Tapi,
dia merupakan seorang “konduktor” yang harus menyamakan nada dasar agar para
musisi yang tergabung dalam orkestra mampu merancakkan irama dan meneduhkan
kalbu. Arti kata, “sang konduktor” menentukan arah dan keterpaduan irama
orkestra, pengorganisasian peran dan fungsi musik menentukan harmonisasi dan
kualitas orkestra, serta para musisi menentukan kesuksesan pagelaran orkestra.
Senafas dengan irama orkestra, dalam hal kebangkitan dan tekad kemajuan
masyarakat Simalungun, itu sangat ditentukan oleh “sang pemimpin” yang visioner
dengan strategi dan program-program implementatif, yang didukung oleh team work yang solid. Ditopang oleh
manajemen yang sistemik sebagai operatornya, nilai-nilai utama dan kultur
pemerintahan yang baik sebagai jiwanya, serta kaidah-kaidah pengelolaan
pemerintahan yang baik sebagai kerangka dan landasannya.
Dan seperti telah kita saksikan, Kabupaten Simalungun kini
mengalami banyak kemajuan. Secara ekonomi, petani mulai merasakan kemudahan dalam
memasarkan hasil-hasil produksinya, ada kemudahan pelajar melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
dan investor mulai melirik daerah Simalungun yang amat potensial. Banyak orang
paham, kemajuan ini berkat kepemimpinan dengan hati model Bupati JR Saragih. Meski
demikian, dia senantiasa menunjukkan karakter dan jati diri seorang pemimpin
yang bijak dan rendah hati. Dia selalu menyatakan bahwa dirinya hanya seorang
konduktor, ibarat kata para musisi lah yang menjadi penentu sukses-tidaknya
pagelaran sebuah orkestra. Dia tetap berusaha menjaga kebersihan hati,
kerendahan hati dan senantiasa mengatakan bahwa dirinya cuma seorang nakhoda
dan pelayan. Kondisi Kabupaten Simalungun yang relatif bagus sekarang ini
merupakan buah kerja keras segenap aparatur dengan dukungan penuh warga
masyarakat. Segenap aparatur telah mencurahkan segenap daya upaya melalui spirit
dan kebersamaan yang solid. Artinya, demikian pengakuan JR Saragih, membaiknya
kondisi masyarakat Simalungun juga karena banyaknya hati, tangan dan pikiran
yang turut berperan-serta.
Sikap bijak telah ditunjukkan oleh sang pemimpin sejati, yang
sama sekali tidak mau memonopoli predikat sukses yang berhasil direngkuhnya.
Pemimpin yang lebih mengedepankan kewajiban dan kemaslahatan bagi warga
masyarakat, daripada hak dan agenda kepentingan diri pribadinya sendiri.
Tentu bukan hal aneh bilamana JR Saragih menunjukkan karakter
pemimpin yang lebih melayani. Maklum, jauh sebelum dipercaya rakyat Simalungun
mengemban kursi Bupati Simalungun periode 2010-2015, dia sudah berselimutkan
sukses dalam karir dan bisnis. Ketika berada di kursi Bupati pun kemudian tidak
banyak berpikir soal kalkulasi mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk
‘membeli’ suara rakyat. Yang dia pikirkan adalah bagaimana melayani dan
mendharma-baktikan segenap pikiran dan tenaganya buat rakyat Simalungun.
Begitulah Bupati JR Saragih. Dia bukan cuma pemimpin yang
visioner, namun juga tampil sebagai sosok yang memberi keteladanan dalam
tindakan nyata dan kasat mata. Tidak sekadar menjadi motor bagi orang-orang
yang dipimpinnya, tapi sekaligus pula sebagai motivator, inspirator dan integratornya.
Ada inspirasi dan kenyamanan di dalam perasaan atas kedekatan hubungan dengan
orang-orang yang dipimpinnya. Pantaslah bila segenap aparatur di bahwanya dan
rakyat Simalungun memberi rasa hormat yang tinggi atas kompetensi, reputasi dan
kepemimpinan JR Saragih.
Bekerja dengan sepenuh jiwa dalam bingkai “manajemen kalbu”, JR
Saragih tak mau terbawa nafsu untuk merasa paling mampu dan paling berjasa. Dia
menganggap bahwa kemajuan yang diraihnya semata-mata berkat kebersamaan serta
kemudahan dan karunia yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kasih. Sebab itu, dia
pun menjaga kalbunya agar dalam dirinya tidak pernah ada rasa ujub dan sikap
takabur. Prinsip “hati yang bersih” inilah yang menjadi salah satu kunci
keberhasilan JR Saragih dalam memimpin, baik ketika kini menjadi Bupati
Simalungun maupun sebelumnya saat berkarir di militer dan berkiprah di bisnis
pengabdian rumah sakit.
Sifat, sikap dan tindak-perilaku JR Saragih ini terasa
merefleksikan syair profetik yang pernah ditulis oleh penyair kelas dunia
Kahlil Gibran. “Mencintai kehidupan dengan bekerja adalah menyelami rahasia
hidup yang paling dalam. Jika engkau bekerja dengan rasa cinta, engkau
menyatukan dirimu dengan dirimu, kau satukan dirimu dengan orang lain, atau
sebaliknya kau satukan orang lain dengan dirimu, serta kau dekatkan dirimu
kepada Tuhan.”
Bagaimana juga, terlepas dari sikap-sikap menuju kesempurnaan
batin seseorang, pepatah bijak telah pula mengatakan “tiada gading yang tak retak”.
Pun begitu seorang JR Saragih, tentu tak lepas dari kesalahan dan kekhilafan.
Dari lubuk hatinya yang paling dalam, dia sendiri memang tidak pernah berniat
menyakiti hati dan siapa saja. Toh, manusia tempatnya alpa pula. Itulah
sebabnya, dengan segala kerendahan hati, bila dirasakan ada kebijakannya yang
menyinggung perasaan dan kepentingan orang per orang, dia berusaha langsung
minta maaf. Atas dasar kesadarannya sebagai manusia lumrah itu, dia selalu
mengatakan: “Kalau saya lupa tolong ingatkan dan kalau saya salah mohon
ditegur.”
Ihwal hal ini, ada satu kebiasaan yang diterapkan dalam
interaksi dan komunikasi dengan bawahan, bahkan dengan rakyat yang dipimpinnya,
yang sedikit unik. Dia menganggap bawahan ataupun warga masyarakat sebagai
keluarga besar dirinya. Dengan demikian nyaris tiada sekat dalam interaksi dan
komunikasi. Kepada bawahan dia bisa bertegur sapa secara egaliter dengan
sapaan-sapaan yang amat dekat dan akrab.
Kendati begitu, Bupati JR tidak lantas mentolerir
kesalahan-kesalahan yang sengaja atau tidak sengaja dilakukan oleh para
aparatur bawahannya. Dia tetap tegas dalam menegakkan peraturan hukum. “Saya
selalu katakan kepada aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun, kalau datang ke
daerah ini untuk sekolah atau berobat, saya akan dukung sepenuhnya. Tapi,
jangan sekali-sekali menjadi provokator, saya tidak akan ladeni itu. Makanya,
ada pula pihak yang membenci saya, karena mereka ada yang suka jadi
provokator,” tutur Bupati JR Saragih dalam satu kesempatan.
B.
Garam yang
Menyedapkan
Suatu ketika, Bupati JR Saragih bertutur bahwa dirinya hanyalah
sebutir garam. Ya, garam. Hampir semua orang yang pernah merasakan rasa makanan
sudah barang tentu tahu apa itu garam. Dalam sejarah manusia, garam adalah
salah satu bumbu pertama yang ada untuk menciptakan rasa pada makanan. Berbeda
degan gula yang ditemukan pada abad ke-16 yang kemudian mengawali zaman
perbudakan di Amerika Serikat. Belum pernah ada perbudakan karena garam.
Garam telah menyatu dalam keseharian kita. Rasanya nyaris tiada
kehidupan tanpa garam. Kita pun akan merasa hambar menyantap makanan (sayur)
tanpa garam. Pada suatu hari, misalkan, kita jatuh sakit. Demi kesehatan dan
proses penyembuhan kita, dokter menyarankan agar kita memakan makanan yang
tidak mengandung garam. Bisakah kita membayangkan makanan macam apa yang akan kita
konsumsi setiap hari? Bisakah kita membayangkan perasaan kita setiap
menempelkan makanan ke lidah? Seberapa berartikah keberadaan garam di setiap
masakan yang kita nikmati?
Garam adalah sesuatu yang kecil dan sederhana yang selalu
menemani keseharian kita. Barangkali kita tidak pernah terlalu memperhatikannya
lantaran garam selalu ada dan menemani kita dalam bersantap. Garam itu simpel namun
diperhitungkan. Saat kita lupa memasukkan garam ke dalam masakan, bisa
dipastikan kita akan menyesali hasil masakan kita. Sampai-sampai ada sebuah
ungkapan tentang kehidupan yang hambar, bagai sayur tanpa garam.
Jika masakan itu adalah dunia, maka garam yang dimaksud adalah
diri kita sendiri. Ya, begitulah filosofi Bupati JR Saragih dalam memimpin
masyarakat Kabupaten Simalungun.
Katakanlah kondisi masyarakat Simalungun saat ini sedang dalam
keadaan hambar, ibarat makanan terasa tidak sedap buat disantap. Untuk itu
Bupati JR Saragih ingin berusaha menggarami sesuai porsi agar masyarakat
Simalungun kembali sedap. Arti praktisnya, Bupati JR Saragih ingin melakukan
perubahan. Dia membuatnya menjadi sedap. Dia melakukan sesuatu. Dia memberikan
sesuatu. Dia menjadi sesuatu. Ketika sebuah sistem kemasyarakatan Kabupaten
Simalungun dirasa tidak beres, minimal dia melakukan hal yang benar, bukannya justru
ikut-ikutan larut ke dalam ketidak-beresan. Lebih dari itu, dia berusaha melakukan
sesuatu untuk memperbaiki sistem tersebut.
Apakah Bupati JR Saragih melakukan hal-hal besar dan luar biasa
untuk melakukan perubahan di Kabupaten Simalungun? Bagai seorang juru masak memasukkan
garam ke dalam masakannya, sedikit demi sedikit sampai perubahan itu dirasa cukup.
Dia tidak ingin melakukan hal-hal yang besar dan luar biasa untuk membuat
sesuatu menjadi lebih baik. Hal-hal besar yang barangkali justru dapat membuat
sakit hati atau penolakan dari banyak kalangan. Dia memulai dari hal-hal yang
kecil dan sederhana. Misalkan dia mengubah pola hubungan antara bupati dan
kepada dinas/biro, kepala badan dan jajaran SKPD yang sebelumnya berwarna
atasan-bawahan menjadi hubungan mitra dan keluarga. Jadi lebih sejajar dan
egaliter. Dengan begitu dia berharap arus informasi, komunikasi dan aspirasi
tidak lagi terkendala birokrasi.
Sebagai mitra, kepala dinas/biro bahkan sampai camat dan kepala
nagori, kapan pun dan di mana saja dapat berkomunikasi dengan Bupati JR
Saragih. Tentu dalam hal-hal yang berhubungan dengan urusan pekerjaan
kepemerintahan. Dalam hal-hal penegakan peraturan dan hukum, Bupati JR Saragih
tetap tegas meletakkan pada koridor law enforcement.
Hal ini tidak terlepas dari niat dan tekad JR Saragih pulang
kampung ke Simalungun. Sejak kecil dia memang bercita-cita ingin menjadi
bupati. Alasannya sederhana saja. “Saya ingin mencari keluarga saya yang telah
lama tersebar ke mana-mana. Saya ingin tahu dan mencari di mana keluarga saya.
Saya haus kehangatan keluarga besar. Sebab itu saya datang ke Simalungun tidak
mencari lawan. Maka dalam pola hubungan saya dengan para kepala dinas, kepala
biro, kepala badan dan jajaran SKPD tidak seperti dalam hubungan atasan-bawahan.
Saya anggap mereka semua keluarga saya, sebagai kakak, adik dan lain-lain,”
papar Bupati JR Saragih yang sejak umur satu tahun telah yatim ini.
Sekali lagi, Bupati JR Saragih berusaha memasukkan “garam” pada
porsi dan masakan secara tepat. Ada kalanya segenggam garam ditebar di kesegaran
air Danau Toba. Ada saatnya segenggam garam diaduk dalam segelas air minum. Ada
waktunya garam itu tak terasa, air danau tetap saja segar-menyegarkan. Ada pula
kisah di mana garam menjadi sebuah “derita” seperti segenggam garam di segelas
air minum. Inilah filosofi garam dengan segala kesederhanaannya a la Bupati JR Saragih. Bahwa perubahan
harus dilakukan secara sederhana namun tetap memberi arti yang bermanfaat dan
makna yang berguna. Seperti perilaku garam yang luluh dalam makanan, terasa
tetapi tak tampak. Bukan filosofi gincu di bibir perempuan: sangat kentara namun
tak terasa.
C. Lilin yang Menerangi
Selain mengusung filosofi garam, Bupati JR Saragih juga cukup lekat
dengan filosofi lilin yang menerangi. Selama ini sebagian besar orang memahami
lilin sebagai simbol filosofi hidup yang sia-sia belaka. Hanya bisa menerangi
sementara dirinya sendiri hancur lebur. Sampai kemudian muncul anekdot: jangan
hidup seperti lilin.
Bupati JR Saragih boleh jadi salah satu dari sebagian kecil
orang yang mencoba memahami filosofi lilin dengan perspektif yang berbeda.
Lilin, tatkala dirinya sendiri meleleh habis terbakar setelah memancarkan
cahaya menerangi kegelapan, sesungguhnya apa yang terjadi bukanlah suatu
kehancuran. Melelehnya lilin itu pada hakikatnya adalah simbolisasi penyatuan
jati diri dengan pancaran cahaya yang keluar dari api yang membakar dirinya
sendiri. Itulah yang disebut sebagai puncak dari suatu hikmat pengorbanan yang
tulus tanpa pamrih. Hanya mereka yang mau berkorban dengan tulus tanpa pamrih
seperti lilin yang akan berhasil mencapai puncak kesadaran kosmik (pencerahan),
suatu konsepsi kesadaran yang dibutuhkan sebagai tiket menuju puncak
kebahagiaan yang dicita-citakan oleh semua umat manusia dan bangsa-bangsa di
dunia. Manusia dalam kondisi kesadaran seperti inilah yang tercerahkan dan
mampu mencerahkan kehidupan. Menjadi pemimpin yang adil, pejabat yang taat
hukum dan tidak korupsi, ayah yang bijak, ibu yang penuh cinta dan kasih, anak
yang sholeh dan hormat pada orang tua, murid yang santun, dan seterusnya.
Belajarlah hidup seperti lilin, menerangi kegelapan dan berkorban dengan tulus
tanpa pamrih.
Sebatang lilin bertonggak di sebuah ruangan yang besar, memberikan
penerangan kepada sang empunya rumah, agar tak tersandung atau tak tertabrak hartanya
sendiri. Lilin yang menyala, melelehkan batangnya dan menguapkan lelehannya
itu. Orang kecil bukan berarti tak bisa apa-apa. Sekalipun kecil harus bisa
berbuat dan berkorban banyak. Seperti lilin yang berusaha menerangi ruangan
yang cukup luas. Lilin melelehkan dirinya untuk orang lain hingga batangnya tak
tersisa lagi. Berkorban demi orang lain
secara total, sampai batas akhir kemampuan. Tapi, hati-hati lilin dapat membuat
kebakaran besar bila ditempatkan di tempat yang berkayu. Maka kita pun harus bisa menempatkan diri,
karena jika tidak maka akan terjadi bahaya yang besar.
Bupati JR Saragih ingin ‘menerangi’ warga masyarakat Kabupaten
Simalungun yang relatif masih tertinggal dan dibelit kemiskinan. Dia ingin
menerangi dengan memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan yang
mencerahkan. Hal ini pun tidak terlepas dari perjalanan hidup JR Saragih jauh
sebelum pulang kampung.
Ceritanya, sekitar tahun 2000, sebagai prajurit muda, JR Saragih
memperoleh amanah tugas sebagai komandan polisi militer di Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat. Sebelum ada jalan tol Cipularang (Cikampek, Purwakarta,
Padalarang), wilayah Kabupaten Purwakarta terasa sepi dan sulit diharapkan berkembang.
Saking sepinya sampai muncul anekdot bahwa Purwakarta merupakan tempat jin
buang anak.
Suatu waktu JR Saragih berbincang dengan Bupati Purwakarta bahwa
hatinya terketuk untuk ‘menerangi’ warga Purwakarta. Mengapa? Ketika itu dia
melihat, sebagian besar (sekitar 78 persen) dari sekitar satu juta jiwa warga
Purwakarta merupakan pendatang yang hidup hanya mengandalkan Upah Minimum
Regional (UMR). Hidup dengan penghasilan pas-pasan. Bahkan, mereka yang
sebagian besar bekerja sebagai buruh pabrik itu terkadang hidup jauh dari
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Tidak sedikit kasus warga masyarakat meninggal
dunia gara-gara tidak mampu membayar pelayanan kesehatan di rumah sakit.
“Sebagai prajurit muda yang baru bertugas, suatu kali hati saya
tersentuh melihat seorang ibu meninggal dunia saat mau melahirkan karena ia
tidak mampu memperoleh pelayanan kesehatan yang baik. Saya kemudian bicarakan
dengan bupati dan para dokter di sana, bagaimana kita memberi pelayanan
kesehatan yang terjangkau mereka. Pak Bupati Purwakarta merespon baik niat saya
itu. Lalu gaji saya di TNI saya jadikan modal untuk memulai usaha klinik
kesehatan. Rupanya banyak orang bersimpati dan mendukung usaha saya. Secara
bertahap akhirnya saya bisa membeli tanah seluas 770 meter persegi untuk
mengembangkan klinik,” papar JR Saragih mengenang sepenggal warna perjalanan
hidupnya.
JR Saragih berkisah lebih jauh kerja kerasnya mengembangkan klinik
kesehatan yang minimal mampu melakukan operasi pada para pasien. Sampai
kemudian, banyak warga sekitar klinik miliknya datang meminta pertolongan
pelayanan kesehatan yang terjangkau. Sampai-sampai, dalam kalkulasi ekonomis,
dia harus mensubsidi sekitar Rp200 juta kepada warga kurang beruntung yang datang
berobat ke klinik yang kini telah bermetamorfose menjadi Rumah Sakit Efarina
Etaham Purwakarta. Sebuah rumah sakit swasta berdiri di atas lahan seluas tiga
hektar yang menjadi mitra PT Jamsostek dan tumpuan korban kecelakaan lalu-lintas
jalan tol Cipularang. Rumah sakit tipe A yang mampu berdiri di atas RSUD milik
Pemerintah Kabupaten Purwakarta degan total karyawan sekitar 300 orang.
“Pengalaman saya di Purwakarta di masa lalu itu cukup menarik
dijadikan pelajaran setelah saya berada di Simalungun ini. Saya bisa membantu
orang lain dan saya tidak perlu menyembah-nyembah orang hanya untuk menjalin
kerja sama kemitraan,” ujar Bupati JR Saragih.
Berbekal pengalaman berharga dari Kabupaten Purwakarta, kini
setelah terpilih dan dipercaya rakyat Simalungun, maka yang pertama-tama
dilakukan dan dibenahi adalah pelayanan kesehatan bagi warga Simalungun. Saat
mulai memangku kursi Bupati Simalungun periode 2010-2015, JR Saragih langsung
berkonsentrasi membenahi tiga rumah sakit yang ada di kabupaten seluas 4.386,6
meter persegi ini. Tiga rumah sakit tersebut masing-masing RS Tuan Rondahae, RS
di Perdagangan dan RS di Parapat.
Di samping itu, Bupati JR Saragih juga membuat terobosan melayani
kesehatan masyarakat dengan mengoperasikan 24 jam penuh Puskesmas dan Puskesmas
Pembantu yang ada di wilayah Kabupaten Simalungun mulai bulan Oktober 2011. “Bayangkan,
pukul 07.00 pagi warga masyarakat sudah bisa datang ke Puskesmas. Mereka jadi tidak
kehilangan waktu untuk mata pencahariannya. Warga masyarakat, terutama ibu-ibu,
masih sempat berladang dan memberangkatkan anak-anaknya ke sekolah. Bahkan bisa
menemani suaminya makan sore dalam keluargnya. Dengan begitu, sang suami dapat
pula ikut mengantar isterinya ke Puskesmas untuk memeriksakan kesehatannya,
ikut KB dan lain-lain. Aktiivtas warga masyarakat tidak terganggu. Dulu,
sebelum berlaku Puskesmas 24 jam, banyak warga masyarakat yang terpaksa
kehilangan Rp50 ribu gara-gara tidak berangkat ke ladang,” tutur JR Saragih. Ke
depan, Pemerintah Kabupaten Simalungun juga akan berupaya memberikan pelayanan
kesehatan 24 jam di pos-pos kesehatan desa, sehingga masyarakat pedesaan dapat
merasakan pemerataan pembangunan di bidang pelayanan kesehatan.
Terobosan ini pun memperoleh respon positif dari warga
masyarakat Kabupaten Simalungun. “Dari pengamatan kami, saat ini warga
masyarakat sangat terbantu sekali dengan adanya Puskesmas 24 jam. Kami berharap
Pemerintah Kabupaten Simalungun terus berupaya meningkatkan pelayanan prima di
bidang kesehatan kepada masyarakat,” ujar anggota DPRD Kabupaten Simalungun
Bernhard Damanik.
Bernhard juga berharap Pemerintah Kabupaten Simalungun
memperhatikan peningkatan kesejahteraan petugas medis atau pegawai yang
bertugas dalam pelayanan Puskesmas 24 jam sehingga mereka tetap bersemangat
memberikan pengabdian terbaik kepada masyarakat.
Tentu bukan hanya sebatas membuka layanan Puskesmas selama 24
jam. Bupati JR Saragih juga concern
pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan arah kebijakan sebagai
berikut:
* Pemberian pembiayaan kesehatan pada masyarakat miskin melalui
program prioritas: Upaya kesehatan masyarakat; Pelayanan kesehatan penduduk
miskin; dan Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.
* Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dasar di puskesmas
melalui program prioritas, antara lain: Upaya kesehatan masyarakat; Promosi kesehatan
dan pemberdayaan masyarakat.
* Mengoptimalkan posyandu untuk menekan angka kematian ibu dan
anak melalui program prioritas, di antaranya: Perbaikan gizi masyarakat;
Pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/ puskesmas
pembantu dan jaringannya; Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita; dan
Peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak.
* Penyediaan dan peningkatan sarana dan prasarana kesehatan melalui program prioritas: Pengadaan,
peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas/ puskesmas pembantu
dan jaringannya; Pengadaan, peningkatan sarana dan prasarana rumah sakit/ rumah
sakit jiwa/ rumah sakit paru-paru/ rumah sakit mata; dan Pemeliharaan sarana
dan prasarana rumah sakit/ rumah sakit jiwa/ rumah sakit paru-paru/ rumah sakit
mata.
* Meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga medis dan para
medis melalui program prioritas, antara lain: Pengawasan obat dan makanan;
Pengembangan obat asli Indonesia; Standarisasi pelayanan kesehatan; Kemitraan
peningkatan pelayanan kesehatan; Peningkatan pelayanan kesehatan anak balita;
dan Peningkatan pelayanan kesehatan lansia.
* Meningkatkan penyuluhan kesehatan lingkungan dan reproduksi
remaja melalui program prioritas sebagai berikut: Promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat; Pengembangan lingkungan sehat; Pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular; dan Kesehatan reproduksi remaja.
* Peningkatan pelayanan keluarga berencana melalui program
prioritas yang meliputi: Keluarga Berencana; Pelayanan kontrasepsi; Pembinaan
peran serta masyarakat dalam pelayanan KB/KR di masyarakat.
* Peningkatan/ perluasan layanan kesehatan terkait narkoba, HIV
dan AIDS melalui program prioritas: Peningkatan penanggulangan narkoba, PMS
termasuk HIV/AIDS; Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan
lingkungan sehat; Pencegahan dan
penanggulangan penyakit menular; dan Kemitraan peningkatan pelayanan kesehatan.
Bupati JR Saragih berusaha terus menerangi masyarakat Simalungun
melalui pelayanan kesehatan. Dan juga mencerahkan masyarakat Simalungun dengan
cahaya pendidikan. Dalam masa kepemimpinannya, sekitar Rp100 miliar (20 persen)
dana APBD Simalungun dialokasikan untuk membangun sektor pendidikan. Dia ingin
mengembalikan citra Kabupaten Simalungun sebagai kota pendidikan di Sumatera
Utara. Sebab itu, berusaha mewujudkan misi pengembangan sumber daya manusia
berbasis kompetensi secara berkelanjutan. Pengembangan sumber daya manusia
sebagai basis dari kemampuan produksi masyarakat yang akan diarahkan untuk
menghasilkan SDM yang memiliki kompetensi tinggi tanpa diskriminasi dan
berperspektif gender. Guna meningkatkan kualitas masyarakat yang berbudi
pekerti luhur melalui peningkatan tingkat pendidikan, kesehatan, kompetensi
kerja dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Untuk menggapai kualitas seperti itu, JR Saragih memprioritaskan
pembangunan sektor pendidikan dalam wujud: Bantuan pendidikan bagi keluarga
miskin; Mendorong pengembangan kualitas anak didik dalam pembinaan iman dan
taqwa/mental dan spiritual; Bantuan peningkatan dan kualitas dan kesejahteraan
guru; Mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif dalam pelayanan bagi
peyandang masalah kesejahteraan sosial; Mengoptimalkan Peran LPM dalam
pelatihan teknologi padat karya; Membangun sarana dan prasarana untuk SD, SMP,
SMA dan SMK; Mewujudkan sekolah berstandar nasional dan internasional untuk
SMP, SMA dan SMK; dan Mengembangkan pendidikan berbasis lapangan kerja. Dengan
prioritas semacam itulah, sudah selayaknya bila Bupati JR Saragih cukup ketat
mengalokasikan 20 persen APBD Kabupaten Simalungun untuk sektor pendidikan.
Dari alokasi 20 persen anggaran APBD untuk sektor pendidikan
diupayakan pada arah kebijakan sebagai berikut :
* Bantuan pendidikan bagi keluarga miskin melalui pelaksanaan
program prioritas yang meliputi: Pendidikan anak usia dini, Wajib belajar
pendidikan dasar sembilan tahun, Pendidikan menengah, Pendidikan non-formal,
Pendidikan luar biasa.
* Mendorong pengembangan kualitas anak didik dalam pembinaan
iman dan taqwa/ mental dan spiritual melalui pelaksanaan program prioritas
antara lain: Pendidikan anak usia dini, Wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun, dan Pendidikan menengah.
* Mendorong dan menciptakan suasana yang kondusif dalam
pelayanan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial melalui pelaksanaan
program prioritas yang meliputi: Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat
terpencil (KAT) dan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) lainnya;
Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial; Pembinaan eks penyandang
penyakit sosial; dan Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial
* Membangun sarana dan prasarana untuk SD. SMP, SMA dan SMK
melalui pelaksanaan program prioritas sebagai berikut: Pemeliharaan fasilitas
pendidikan dan Peningkatan sarana dan parasarana aparatur.
* Mewujudkan sekolah berstandar nasional dan internasional untuk
SD, SMP, SMA dan SMK melalui pelaksanaan program prioritas yang meliputi:
Pendidikan anak usia dini; Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun;
Pendidikan menengah; Pendidikan non-formal; Pendidikan luar biasa; Peningkatan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan ; Pengembangan budaya baca dan pembinaan
perpustakaan; Manajemen pelayanan pendidikan;
* Mengoptimalkan peran LPM dalam pelathan teknologi padat karya
melalui pelaksanaan program prioritas antara lain: Peningkatan kualitas dan
produktivitas tenaga kerja; Peningkatan kesempatan kerja; dan Perluasan dan
penempatan kesempatan kerja.
* Mengembangkan pendidikan berbasis lapangan kerja melalui
pelaksanaan program prioritas seperti: Pendidikan non-formal; Pendidikan
menengah;
* Meningkatkan keharmonisan masyarakat dan toleransi beragama
dengan arah kebijakan meningkatkan budaya toleransi di masyarakat untuk
menciptakan keharmonisan dan kerukunan melalui pelaksanaan program prioritas: Penerangan,
bimbingan dan pembinaan kerukunan umat beragama; Peningkatan sarana kehidupan
beragama; dan Pendidikan politik masyarakat.
Tampak ada upaya untuk terus menerangi dan mencerahkan warga
masyarakat Kabupaten Simalungun di masa kepemimpinan Bupati JR Saragih ini. Dari
sini diharapkan warga masyarakat terpacu untuk meningkatkan kualitas diri dan
melahirkan teladan-teladan di tingkat bawah masyarakat.
D. Mengubah Tradisi Dilayani Menjadi Melayani
Dari kerja keras sepenuh hati dan menerangi warga masyarakat,
Bupati JR Saragih juga ingin menyempurnakan mindset
aparaturnya dari tradisi dilayani menjadi melayani dan dari menerima baru
kemudian memberi menjadi memberi terlebih dulu untuk menggapai apa yang
diinginkan. Pengalaman ruhaniah JR Saragih mengajarkan betapa dahsyatnya prinsip “memberi dulu baru menerima, melayani
dulu baru kemudian dilayani”.
Di dalam kehidupan ini, kerapkali kebanyakan orang cenderung berpikir
untuk ”menerima dulu baru memberi “. Namun banyak pula sebenarnya orang yang
telah meyakini pola pikir sebaliknya
“memberi dulu baru menerima”. Misalkan orang-orang yang menjalankan bisnis online. Bayangkan saja ketika kita melihat
sebuah blog atau sebuah website yang berisi banyak sekali
informasi ‘gratis’ di sana. Si pemilik blog
tersebut rajin sekali meng-upadate blog-nya.
Nah jika kita pikir-pikir, dari mana ia mendapatkan keuntungan karena ia hanya
memberi saja dan belum menerima.
Begitu pula ketika kita melihat sebuah website yang memberikan ‘Tips atau Newsletter gratis ‘ yang kemudian sering mengirimkan tips-tips
secara berkala, juga gratis, seakan-akan si pemilik website tidak mendapat apa-apa saat ia sedang memberi. Mereka
sedang mempraktikkan prinsip ‘beri dulu baru terima ‘.
Ilustrasinya relatif sederhana. Si pemilik blog atau website tadi memberi
dulu informasi gratis. Mulailah datang banyak pengunjung ke blog atau website
mereka. Apalagi mereka memberi dengan ‘tTulus ‘ sehingga mereka memberikan ‘isi’
yang berkualitas. Maka pengunjung akan senang dan percaya dengan ketulusanmereka.
Selanjutnya, jika mereka menyarankan mereka pengunjung tentang sebuah
program bisnis atau produk yang bagus berkaitan dengan blog/website mereka, maka banyak dari pengunjung sudah ‘percaya
kepada mereka’ dan senang membeli apa yang mereka tawarkan atau sarankan.
Alasan yang sama menerangkan mengapa banyak seminar bisnis
diberikan secara gratis alias preview
sebelum kemudian kita datang, “merasa tidak enak” lantaran sang pembicara
menjelaskan dengan begitu semangat dan tulus. Rasanya kok kita mendapatkan
sesuatu yang begitu berharga secara ‘gratis’ lalu dengan senang hati biasanya kita
akan memutuskan untuk ikut ‘ACARA yang sebenarnya’.
Banyak hal yang dulunya gratis di internet namun sekarang
‘berbayar’. Yahoo Classified
contohnya, jika dulu kita pasang iklan di yahoo, gratis, sekarang sudah harus berbayar.
Banyak juga blogger atau pebisnis online yang semula, ketika belum sepopular
sekarang, memberikan informasi gratisan saja. Setelah mereka belajar sangat
banyak, dan menjadi sangat tahu, mereka sudah memiliki pembaca yang loyal, maka
saatnya mereka mulai menerima dengan menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu
yang ‘berbayar’.
Bupati JR Saragih memiliki pengalaman nyaris sama dengan para
pebisnis online di dunia maya yang
mengusung filosofi ‘memberi dulu baru menerima’. Dia memperoleh pengalaman semacam
itu saat mulai merintis membuka klinik pelayanan kesehatan kala bertugas
sebagai komandan polisi militer di Purwakarta, Jawa Barat. Di masa-masa awal
operasional klinik yang kemudian berkembang menjadi RS Efarina Etaham itu, dia
lebih banyak merogoh kocek pribadi untuk memberikan ‘subsidi’ kepada pasien
yang berobat ke kliniknya.
Lambat namun pasti, pasien yang datang semakin banyak karena ada
promosi cuma-cuma dari pasien-pasien awal “berobatlah ke klinik itu karena
ongkosnya murah, pelayanannya bagus”. Tanpa terasa, subsidi kepada pasien
semakin mengecil lantaran secara perlahan harga pelayanan tidak lagi memakai
harga subsidi. Klinik pun berkembang jadi rumah sakit. Sampai kemudian RS
Efarina Etaham dipercaya PT Jamsostek (Persero) untuk membuka paviliun trauma
center buat para pekerja peserta Jamsostek di wilayah Purwakarta. Sebuah
kepercayaan yang sudah barang tentu tidak murah dan tidak mudah diraih seperti
membalikkan telapak tangan. Sebuah kepercayaan yang digapai dengan segala
daya-upaya perjuangan dan pengorbanan.
Pola pikir terbalik seperti itulah yang coba disemai oleh JR
Saragih ke segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dalam
setiap kesempatan kunjungan kerja atau turun ke lapangan, dia selalu menanamkan
prinsip “layanilah masyarakat nanti kalian akan menuai kepercayaan dan
martabat”. Katanya dalam suatu kesempatan, “Bekerjalah, layanilah masyarakat. Apa
hasilnya, urusan nanti. Ya, kalau ada rezeqi, itu berkat yang kita terima. Hal
seperti ini pernah saya lakukan ketika membesarkan RS Efarina Etaham. Hasilnya,
tidak sedikit mereka yang lepas dari perusahaan saya ternyata cukup sukses
menjalani kehidupan di tempat lain, ada yang jadi pengusaha dan ada yang
karirnya bagus di pemerintahan. Jadi saya menerapkan prinsip memberi dan
memberi, karena nantinya akan ada berkat yang kita terima.”
Tidak salah bila kemudian kini, JR Saragih terus menggenjot
kinerja pelayanan aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun. Di tengah
kelimpahan jumlah sumber daya manusia (SDM), dia terapkan kerja tiga shift agar semua kebagian porsi kerja
yang relatif sama, supaya semua bermanfaat melayani warga masyarakat, dan agar
semua memperoleh berkat dari apa yang telah dikerjakannya.
Tentu dia tidak sekadar berbicara. Dia langsung turun ke
lapangan memberi contoh bagaimana melayani warga masyarakat. Dalam sepekan, dua
kali JR Saragih menyambangi wilayah kecamatan-kecamatan dan dinas-dinas yang
ada di Kabupaten Simalungun. “Saya akan banyak berada di tengah-tengah
masyarakat. Saya ingin mengetahui persis apa saja kendala dan kesulitan yang
dihadapi warga masyarakat dan mengajak para camat untuk mendiskusikan jalan
keluar yang dapat ditempuh oleh warga masyarakat,” tutur JR Saragih.
Bahkan, JR Saragih mendorong Kepala Dinas Kebersihan ikut
menyapu pasar dan para camat langsung melayani perizinan yang dibutuhkan oleh
warga masyarakat. “Mereka tidak boleh hanya duduk-duduk ongkang-ongkang kaki di
kursi jabatannya. Mereka harus turun langsung melayani warga masyarakat,” tandasnya. Dia tidak ingin jajaran pimpinan
menerapkan kepemimpinan berlagak bos (boss
style) –kepimpinan yang cenderung asal perintah kepada bawahan. Pemimpin
tidak boleh asal perintah tanpa tahu bagaimana mekanisme dan hambatan yang
terjadi di lapangan. Pemimpin yang asal bapak senang (ABS).
Dengan turun langsung, para pemimpin (kepala dinas, kepala biro,
pimpinan SKPD, camat, kepala nagori) dapat menjalin keakraban sekaligus untuk
mendengar kritik, saran dan aspirasi mereka. Ini menjadi masukan penting agar
Pemerintah Kabupaten Simalungun bisa meningkatkan pelayanan yang lebih baik
lagi. Dan, pada tataran tertentu, Bupati JR Saragih berusaha hadir.
“Kami, Bupati dan segenap jajaran pimpinan sampai yang terbawah,
adalah pelayan yang harus memberikan pelayanan terbaik kepada warga
masyarakat,” begitu senantiasa nilai kepelayanan yang ditanamkan oleh JR
Saragih. Dia merasa dirinya “pemimpin pelayan, pelayan pemimpin”. Arti kata, dia
memimpin para pelayan dan melayani para pemimpin di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Simalungun. Memang demikian sesungguhnya, seorang pemimpin hakikatnya
adalah seorang pelayan dan karenanya seorang pemimpin itu juga harus melayani.
Ya, kepelayanan. Agar kita maju, dulukan kebutuhan orang lain.
Supaya Pemerintah Kabupaten Simalungun maju, semua aparatur Pemerintah Kabupaten
harus memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, baik warga masyarakat
biasa maupun pelaku usaha. Pemerintah Kabupaten Simalungun mesti menempatkan
mereka –terutama kalangan pelaku usaha—sebagai pihak yang dibutuhkan. Harus
aktif ketika ada orang datang. Pemerintah Kabupaten harus melayani mereka
dengan pelayanan sebaik mungkin, bukan sebaliknya. Sebab, kalau tidak maka
mereka akan pergi ke wilayah lain. Itu pula sebabnya, sepanjang kepemimpinannya
di Kabupaten Simalungun, JR Saragih tak henti-hentinya menggaungkan betapa
pentingnya pelayanan, pelayanan dan pelayanan, yang harus dilakukan oleh
segenap aparatur Pemerintah Kabupaten. Tinggalkan paradigma kalau bisa
diperlambat mengapa dipercepat, bila dapat dipermahal mengapa dipermurah. Sudah
saatnya para aparatur birokrasi menegang paradigma kerja kalau bisa dipercepat
mengapa diperlambat, bila bisa dipermurah mengapa harus mahal. Jadi birokrasi yang efisien dan efektif.
JR Saragih pun senantiasa berucap penuh rendah hati, “Saya ini
kan hanya pemimpinnya para pelayan. Jadi, saya pun harus memberikan pelayanan
terbaik pada siapa saja yang berkaitan dengan pelayanan kepemerintahan di
lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun.”
Sebuah penegasan yang cukup menarik dari JR Saragih, seorang
pemimpin yang melayani. Sebab, selama ini, telah demikian banyak buku tentang
kepemimpinan (terutama bisnis) diterbitkan. Pun, sudah cukup banyak
“premis-premis” dan “hukum-hukum” tentang kepemimpinan diformulasikan. Tapi,
cobalah simak secara cermat, begitu sedikit yang menggaris-bawahi betapa
prinsipilnya “premis atau hukum pelayanan” dalam kepemimpinan.
Demikian pula telah banyak buku dan publikasi tentang
“pelayanan” disuguhkan. Pun sudah banyak istilah pelayanan digaungkan. Ada yang
meneguhkan istilah customer service,
ada lagi yang mengedepankan istilah customer
satisfaction, pelayanan prima, dan istilah sinonimnya. Namun, kebanyakan
istilah tersebut cenderung ditujukan dalam konteks pemasaran dan karyawan front line sebuah perusahaan atau
institusi. Bukan kepada mereka yang berada di tampuk pimpinan atau kursi
singgasana.
Sebab itu, bila kedua konteks tadi (kepemimpinan dan
kepelayanan) disinergikan dalam jati diri seorang pemimpin, maka hasilnya akan
jauh menjadi lebih baik. Tapi, sungguh tidak gampang menjadi “pemimpin yang
melayani” (the servant leader) ketika
paradigma atau kultur yang berkembang masih menegaskan bahwa “pemimpin itu
harus dilayani”. Sungguh tidak mudah menjadi seorang “pemimpin yang berjiwa
melayani”, kecuali mereka yang mau berendah hati, bersahaja dan memiliki sikap
yang ikhlas dalam memimpin. Berarti, premis, hukum atau jati diri pemimpin
tidak hanya sebatas mereka yang berpikiran brilian, visioner dan profesional.
Lebih dari itu, mereka harus pula mau berendah hati untuk memberikan pelayanan
prima kepada para stakeholders.
Bagi JR Saragih, kepelayanan itu adalah soal sikap orang. Bahwa
pemimpin sejati itu bersikap melayani orang lain. Melayani sesamanya. Dan,
dalam melakukannya kerap kali tidak popular, tak selalu mengesankan. Namun,
karena para pemimpin sejati itu dimotivasi oleh cinta kasih kepada sesama
ketimbang hasrat mencapai “kemuliaan” pribadi, mereka rela membayar harganya.
Bahwa para pemimpin sejati itu harus mencintai orang-orang yang terkait dengan
kepemimpinannya lebih daripada posisi dan jabatannya sebagai pemimpin. Harus
melayani orang (masyarakat) atau pamong
praja, bukan pemimpin yang hanya memerintah atau pangreh praja.
Sejak JR Saragih berkarir di militer, dia sudah menerapkan
prinsip “pemimpin yang melayani” dalam tataran melayani siapa saja yang
berhubungan dengan pelayanan kemiliteran. Begitu pula sewaktu merintis usaha
membuka klinik kesehatan di Purwakarta. Bahkan, komitmennya dalam pelayanan
yang nyata dinafasinya dengan kesungguhan, kejujuran dan keikhlasan. “Ketika
saya merintis klinik kesehatan di Purwakarta dulu, saya sampai turun langsung
ikut mengepel lantai. Saya melakukan dengan senang hati. Sebagai pemimpin kan
harus memberi contoh bagaimana melayani,” tutur JR Saragih dalam satu
kesempatan perbincangan.
Ya, JR Saragih ingin melayani warga masyarakat Simalungun
sepenuh hati. Dan membangun Kabupaten Simalungun dengan niat tulus dari lubuk
hati yang paling dalam. Dia berusaha menjadi seorang pemimpin memberikan
resonansi atensi dan apresiasi yang senantiasa
direspons atau dipantulkan dengan sikap positif bawahannya. ***
No comments:
Post a Comment