Mulai tahun 2013 ini pengelola Program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) akan mendata secara rinci penyakit masyarakat yang
muncul akibat rokok, sejalan dengan munculnya pertimbangan apakah perokok layak
mendapatkan layanan ini atau tidak.
Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi, mengatakan, sejauh ini pihaknya
tidak memiliki data detail berapa banyak masyarakat yang jatuh sakit murni
akibat produk rokok. Padahal data ini diperlukan seiring dengan mulai munculnya
wacana apakah perokok layak mendapatkan fasilitas Jamkesmas atau tidak.
Nafsiah menegaskan, hal ini memang sangat layak untuk
dipertimbangkan, meskipun dalam Peraturan Pemerintah 109 tahun 2012 tentang
Pengamanan Bahan Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau, tidak ada
larangan merokok, sehingga akan ada tarik ulur dalam konteks hak asasi.
"Tetapi sebagai sebuah isu moral, ini perlu
dipertimbangkan. Silakan masyarakat dulu yang menilai. Dana Jamkesmas tahun ini
kan sebesar Rp7,4 triliun. Katakanlah ada Rp2 triliun di antaranya untuk
penyakit akibat rokok, luar biasa besar kan?" katanya, diberitakan Jambi Ekspress, Kamis (24/01/2013).
Dana sebesar Rp2 triliun diasumsikan Nafsiah mengacu kepada data
Litbang Kemenkes, seperti dipaparkan Koordinator Unit Kebijakan dan Ekonomi
Kesehatan Kemenkes, Soewarta Kosen. Pada 2010, pembelian rokok menembus Rp 138
triliun. Biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan mencapai Rp2,11
triliun; Rp1,85 triliun di antaranya rawat inap dan Rp0,26 triliun rawat jalan.
Kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas-disabilitas
sebesar Rp105,3 triliun, sehingga total beban ekonomi mencapai Rp245,41
triliun. Sementara total pendapatan negara dari cukai tembakau sepanjang tahun
ini sebesar Rp55 triliun pada 2010.
Indonesia tercatat sebagai negara ketiga dengan jumlah perokok
tertingi di dunia mencapai 67,4 juta orang atau di bawah Tiongkok dan India.
Perokok pasif terutama perempuan sebanyak 62 juta orang dan laki-laki perokok
pasif sebanyak 30 juta orang. Anak usia nol sampai 4 tahun terpapar asap rokok
sebanyak 11,4 juta anak.
Pada 2010, perokok dengan latar belakang pendidikan tidak
sekolah atau tidak tamat SD sebanyak 34,9 juta jiwa dan tamat perguruan tinggi
sebanyak 25,5 juta jiwa.
"Jadi, apakah seseorang yang sudah tahu dan mau memilih
rokok masih berhak mendapatkan Jamkesmas. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009
memang mengatakan setiap orang berhak mendapatkan layanan kesehatan tanpa
diskriminasi. Tetapi jika berperilaku untuk tidak melakukan kegiatan yang tidak
menyebabkan kesehatan, bagaimana?" ucapnya.
Atas dasar itu, Nafsiah meminta kepada semua pengelola Program
Jamkesmas agar mulai tahun benar-benar melakukan pendataan akurat tentang
penyakit dari masyarakat akibat rokok. Sehingga pemerintah bisa melakukan penilaian
secara obyektif. "Mulai tahun 2013 ini akan benar-benar dicatat,"
tegasnya.*
No comments:
Post a Comment