Langkah
Ketua Umum Komunitas Jamsosnas Indonesia
(KJI) Achmad Subianto untuk lebih memberikan pemahaman betapa pentingnya Pilar
Sistem Jaminan Sosial Nasional sebagai sumber pembiayaan pembangunan di Tanah
Air mendapat respon positif dengan
munculnya berbagai pertanyaan kritis dan konstruktif.
Di hadapan
ratusan mahasiswa Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) Universitas
Diponegoro di Kampus Tembalang,
Semarang, Jawa Tengah, pada 15
Maret 2012 di acara Bedah Buku Karya
Dosen dan Alumni dan Diseminasi Hasil Penelitian
Mahasiswa, Dosen dan Alumni, Achmad Subianto yang mengulas karya bukunya yang berjudul Sistem Jaminan Sosial
Nasional (edisi penyempurnaan)
tampil lugas, cekatan dan penuh ekspresi. Dia menguraikan
cerita seputar bagaimana dirinya diminta oleh Presiden Megawati Soekarnoputri
kala itu untuk menyusun konsep Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Lebih
lanjut, mantan Dirut PT
Taspen (Persero) ini juga memaparkan
18 kelemahan UU No.40 Tahun 2004 Tentang SJSN.
Kelemahan-kelemahan yang ada di UU tersebut nampaknya tidak diperbaiki oleh wakil
rakyat di DPR. Repotnya,
di Indonesia ini kok yang dikerjakan yang sunnah-sunnah dulu, sedangkan yang fardhu (wajib) seperti Sistem
Jaminan Sosial Nasional tidak dikerjakan. Padahal, potensi jaminan sosial
itu luar biasa. Keberhasilan negara lain dalam membangun Sistem Jaminan Sosial
Nasional seperti Malaysia patut kita contoh. Di
Negeri Jiran itu, dana yang terkumpul di Lembaga
Tabung Haji Malaysia sudah sangat besar.
Negara
Amerika Serikat saja, dalam struktur penerimaan negaranya,
social security memberikan kontribusi sampai 28,1
persen. Social security menempati
urutan kedua setelah Personal Income Tax sekitar 32,4 persen. “Saya minta kepada
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip untuk mempelajari data ini. Dan kalau bisa,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Undip memasukkan Sistem Jaminan Sosial Nasional
menjadi sebuah kurikulum,“ pinta alumnus FE Undip Tahun 1971 ini.
Menurut
Achmad Subianto, untuk
mencapai Skema Kesejahteraan bisa melalui SJSN dan Non-SJSN. SJSN dibagi
dua: pertama, Iur (antara peserta dan pemberi kerja atau PNS dan
Pemerintah). Kedua, Tidak
Iur, itulah yang disebut Bantuan Sosial. Sayangnya,
konsep Bantuan Sosial tersebut tidak ada
di UU No.40/2004 tentang SJSN. Sedangkan Non-SJSN juga dibagi dua: pertama, Pemerintah, bisa berbentuk
subsidi, program Kredit Usaha Tani, PNPM, Transmigrasi dan lain-lain. Kedua, Non-Pemerintah,
dapat melalui BAZNAS, Gereja, Kuil,
Wihara, LSM dan lain-lain.
Selain
Achmad Subianto yang tampil membahas buku Sistem
Jaminan Sosial Nasional, tampil pula
sejumlah dosen yang membahas beberapa buku, di antaranya Ir. Robert Johannes K,
M.Eng.PH.D dengan judul buku Analisis
Ekonomi Teknik; lalu Prof.
Dr. Purbayu Budi Santosa, MS dengan judul buku Politik Beras dan Beras
Politik; dan
Jaka Isgiyarta dengan judul bukunya Dasar-Dasar
Ekonomi Islam Menuju Sirathal Mustaqim. Acara yang dimoderatori Puji Harto
serasa lengkap, karena masing-masing buku ada seorang pembahas yang
mengomentari isi buku serta saran dan masukan buat si penulis.
Rangkaian
acara Dies Natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Diponegoro yang ke-52 pada tanggal 14 Maret 2012 itu juga diisi Orasi Ilmiah oleh Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. H. Musliar Kasim yang
menguraikan Strategi Pengembangan
Pendidikan dan Penelitian Ilmiah menuju World
Class University. Musliar Kasim juga menjelaskan bahwa ciri-ciri
universitas yang baik itu bisa dilihat dari alumninya, investasi yang nyata
serta apa manfaat universitas bagi masyarakat.
Di
pelataran halaman FEB, tenda-tenda bazar berwarna-warni
menjual berbagai produk makanan hasil olahan mahasiswa FEB sebagai ajang
entrepreneurship mahasiswa serta festival band mahasiswa turut memeriahkan
rangkaian Dies Natalis FEB Undip itu. Mahasiswa yang berhasil menjuarai ajang
entrepreneurship FEB diberi bantuan modal usaha. FEB Undip juga menandatangani
MoU (Nota Kesepahaman) dengan Perum Pegadaian tentang Pendampingan Wirausaha
Program “Go Entrepreneur”. (*)
No comments:
Post a Comment