Tidak miskin didata sebagai warga miskin. Sedangkan
yang benar-benar miskin justru tidak memperoleh apa-apa lantaran tidak lagi
dinyatakan sebagai warga miskin. Begitulah yang terjadi di Kota Yogyakarta
terkait pendataan warga yang berhak menerima jaminan sosial atau sebagai
pemegang kartu menuju sejahtera.
Gara-gara ketidakjelasan pendataan calon
penerima jaminan sosial atau pemegang kartu menuju sejahtera (KMS) itulah, [uluhan
warga Kota Yogyakarta baru-baru ini mengadu ke Lembaga Ombudsman Perwakilan
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Warga RT 4 RW I Kelurahan Gedongkuning,
Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, Sudiyana, mengungkapkan tujuan mereka mengadu
ke Lembaga Ombudsman untuk mempertanyakan alasan pencabutan KMS yang selama ini
tidak dijelaskan oleh pemerintah kota.
Dia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot)
Yogyakarta telah mencabut KMS sejak 2009 tanpa memberikan alasan yang jelas. Pencabutan
KMS itu berdampak pada keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka. "Kami
hanya bisa menggunakan KMS selama setahun, yakni pada 2008. Setelah itu, KMS
dicabut tanpa ada alasan atau keterangan yang jelas," ujar Sudiyana.
Menurut dia, pencabutan KMS menyebabkan warga kesulitan membiayai sekolah
anak-anaknya, terutama yang baru lulus Sekolah
Dasar (SD) untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah
Pertama (SMP). "Anak saya
terpaksa tidak bisa melanjutkan ke SMP karena tidak ada biaya," katanya.
Sudiyana menanmbahkan dirinya sebagai buruh
lepas semestinya masih berhak mendapatkan jaminan sosial dengan memegang KMS.
Apalagi, tutur dia, dirinya memiliki tiga orang anak yang masih sekolah dan membutuhkan
biaya banyak. "Dua anak saya sekolah di MTs IAIN dan di SMK 5 Yogyakarta.
Sedangkan anak saya yang terakhir terpaksa tidak melanjutkan ke SMP karena
tidak ada biaya," jelasnya.
Dia mempertanyakan kriteria keluarga miskin
yang ditentukan Pemkot Yogyakarta, mengapa dirinya sebagai buruh lepas dengan
penghasilan minim tidak dimasukkan ke dalam kategori sebagai keluarga miskin.
Sementara itu warga RT 48 RW 07 Kelurahan
Gedongkuning, Wanto, mengatakan dirinya tidak pernah mendapatkan KMS maupun
jaminan sosial lainnya. Dia menambahkan Pemkot tidak menetapkan keluarganya
sebagai kelurga miskin, meski rumahnya hanya berukuran 4X6 meter persegi dan
berdinding bambu. "Sebagai pedagang angkringan, saya tidak
tahu kriteria miskin yang ditetapkan Pemkot.
Yang jelas, saya punya dua anak dengan beban ekonomi yang semakin berat, tanpa
ada jaminan sosial," tuturnya.
Bendahara RT 53 RW 16 Kelurahan Prawirodirjan,
Kecamatan Gondomanan, Mulyadi, mengatakan
pada tahun 2011 jumlah penerima KMS di wilayahnya berkurang dari 29 menjadi 13 kepala keluarga
(KK). Dia mengungkapkan
bahwa dalam proses uji publik kali ini
KMS sejumlah warga dicoret atau dicabut tanpa alasan yang jelas. "Pihak
kelurahan juga tidak menyampaikan alasan yang jelas tentang pencabutan KMS
itu," tandasnya.
Menurut dia, pencabutan KMS menyebabkan sejumlah
warga yang masih miskin semakin sulit menanggung biaya hidup keluarganya.
"Beberapa warga di RT saya yang KMS-nya dicoret sedang kesulitan membiayai
pengobatan anaknya yang harus menjalani cuci darah sekali seminggu," ucapnya.
Mulyadi menyatakan dalam pendataan ulang penerima KMS 2011 tidak
melibatkan ketua RT sebagai pihak yang mengetahui kondisi nyata warganya. "Tim pendata langsung mendatangi warga tanpa didampingi ketua RT
masing-masing," tambahnya.
Ironisnya, ujar Mulyadi, beberapa warga di wilayahnya yang tidak miskin justru
terdata sebagai penerima atau pemegang KMS. "Pendataan KMS sering
menimbulkan ketimpangan, karena ada keluarga yang benar-benar miskin, malah
tidak terdata," katanya.
Pelaksana Tugas
Kepala Lembaga Ombudsman Jateng-DIY Budhi Masthuri mengatakan masalah KMS
merupakan persoalan sistemik, karena banyak orang yang tidak mampu tidak
memperoleh jaminan sosial. "KMS sebagai jaminan sosial semestinya mampu
mengakomodasi warga yang benar-benar miskin. Kami akan mendalami pengaduan
mereka," katanya.
Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi
(Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta Pontjosiwi mengatakan dari hasil pendataan,
keluarga miskin di Kota Yogyakarta pada 2011 sebanyak 24.429 KK. "Data itu
diperoleh dari jumlah pemegang KMS pada 2010 sebanyak 20.456 KK dan 3.973 KK
usulan baru karena pada tahun tersebut belum terdata," katanya.
Menurut dia, setelah melalui verifikasi data,
petugas mengumpulkan data sementara jumlah pemegang KMS menjadi 16.952 KK atau
turun 17 persen. Perubahan
data itu terjadi karena warga pemegang KMS meninggal dunia, pindah, memiliki
dua kartu KMS dan yang semula sebagai warga miskin kini menjadi tidak miskin.
"Verifikasi data kami lakukan dengan melibatkan petugas sosial yang
mendatangi RW dan RT," katanya.
Data Dinsosnakertrans Kota
Yogyakarta menunjukkan jumlah pemegang KMS setiap tahun menurun, yakni sekitar
3,4 persen pada 2009 hingga 2010 dan 17 persen pada 2010 hingga 2011.
"Penurunan pengguna KMS bisa digunakan sebagai salah satu parameter untuk melihat
jumlah warga miskin di kota ini," jelas
Pontjosiwi.
Sementara itu Kepala Bidang Bantuan Sosial
Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta Tri Maryatun mengatakan KMS memberikan jaminan
pendidikan, kesehatan, serta program pelatihan bagi warga miskin. Dia mengungkapkan,
kecamatan yang warganya paling banyak memegang KMS adalah Umbulharjo. Sedangkan
yang warganya paling sedikit memegang KMS adalah Kecamatan Gondomanan dan
Pakualaman. ***
No comments:
Post a Comment