Monday, January 14, 2013

Mengadu Karena Tidak Didata Sebagai Warga Miskin


Tidak miskin didata sebagai warga miskin. Sedangkan yang benar-benar miskin justru tidak memperoleh apa-apa lantaran tidak lagi dinyatakan sebagai warga miskin. Begitulah yang terjadi di Kota Yogyakarta terkait pendataan warga yang berhak menerima jaminan sosial atau sebagai pemegang kartu menuju sejahtera.

Gara-gara ketidakjelasan pendataan calon penerima jaminan sosial atau pemegang kartu menuju sejahtera (KMS) itulah, [uluhan warga Kota Yogyakarta baru-baru ini mengadu ke Lembaga Ombudsman Perwakilan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Warga RT 4 RW I Kelurahan Gedongkuning, Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta, Sudiyana, mengungkapkan tujuan mereka mengadu ke Lembaga Ombudsman untuk mempertanyakan alasan pencabutan KMS yang selama ini tidak dijelaskan oleh pemerintah kota.

Dia mengatakan Pemerintah Kota (Pemkot) Yogyakarta telah mencabut KMS sejak 2009 tanpa memberikan alasan yang jelas. Pencabutan KMS itu berdampak pada keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka. "Kami hanya bisa menggunakan KMS selama setahun, yakni pada 2008. Setelah itu, KMS dicabut tanpa ada alasan atau keterangan yang jelas," ujar Sudiyana.

Menurut dia, pencabutan KMS menyebabkan warga kesulitan membiayai sekolah anak-anaknya, terutama yang baru lulus Sekolah Dasar (SD) untuk melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). "Anak saya terpaksa tidak bisa melanjutkan ke SMP karena tidak ada biaya," katanya.

Sudiyana menanmbahkan dirinya sebagai buruh lepas semestinya masih berhak mendapatkan jaminan sosial dengan memegang KMS. Apalagi, tutur dia, dirinya memiliki tiga orang anak yang masih sekolah dan membutuhkan biaya banyak. "Dua anak saya sekolah di MTs IAIN dan di SMK 5 Yogyakarta. Sedangkan anak saya yang terakhir terpaksa tidak melanjutkan ke SMP karena tidak ada biaya," jelasnya.

Dia mempertanyakan kriteria keluarga miskin yang ditentukan Pemkot Yogyakarta, mengapa dirinya sebagai buruh lepas dengan penghasilan minim tidak dimasukkan ke dalam kategori sebagai keluarga miskin.

Sementara itu warga RT 48 RW 07 Kelurahan Gedongkuning, Wanto, mengatakan dirinya tidak pernah mendapatkan KMS maupun jaminan sosial lainnya. Dia menambahkan Pemkot tidak menetapkan keluarganya sebagai kelurga miskin, meski rumahnya hanya berukuran 4X6 meter persegi dan berdinding bambu. "Sebagai pedagang angkringan, saya tidak tahu kriteria miskin yang ditetapkan Pemkot. Yang jelas, saya punya dua anak dengan beban ekonomi yang semakin berat, tanpa ada jaminan sosial," tuturnya.

Bendahara RT 53 RW 16 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Mulyadi, mengatakan pada tahun 2011 jumlah penerima KMS di wilayahnya berkurang dari 29 menjadi 13 kepala keluarga (KK). Dia mengungkapkan bahwa dalam proses uji publik kali ini KMS sejumlah warga dicoret atau dicabut tanpa alasan yang jelas. "Pihak kelurahan juga tidak menyampaikan alasan yang jelas tentang pencabutan KMS itu," tandasnya.

Menurut dia, pencabutan KMS menyebabkan sejumlah warga yang masih miskin semakin sulit menanggung biaya hidup keluarganya. "Beberapa warga di RT saya yang KMS-nya dicoret sedang kesulitan membiayai pengobatan anaknya yang harus menjalani cuci darah sekali seminggu," ucapnya.

Mulyadi menyatakan dalam pendataan ulang penerima KMS 2011 tidak melibatkan ketua RT sebagai pihak yang mengetahui kondisi nyata warganya. "Tim pendata langsung mendatangi warga tanpa didampingi ketua RT masing-masing," tambahnya.

Ironisnya, ujar Mulyadi, beberapa warga di wilayahnya yang tidak miskin justru terdata sebagai penerima atau pemegang KMS. "Pendataan KMS sering menimbulkan ketimpangan, karena ada keluarga yang benar-benar miskin, malah tidak terdata," katanya.

Pelaksana Tugas Kepala Lembaga Ombudsman Jateng-DIY Budhi Masthuri mengatakan masalah KMS merupakan persoalan sistemik, karena banyak orang yang tidak mampu tidak memperoleh jaminan sosial. "KMS sebagai jaminan sosial semestinya mampu mengakomodasi warga yang benar-benar miskin. Kami akan mendalami pengaduan mereka," katanya.

Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Yogyakarta Pontjosiwi mengatakan dari hasil pendataan, keluarga miskin di Kota Yogyakarta pada 2011 sebanyak 24.429 KK. "Data itu diperoleh dari jumlah pemegang KMS pada 2010 sebanyak 20.456 KK dan 3.973 KK usulan baru karena pada tahun tersebut belum terdata," katanya.

Menurut dia, setelah melalui verifikasi data, petugas mengumpulkan data sementara jumlah pemegang KMS menjadi 16.952 KK atau turun 17 persen. Perubahan data itu terjadi karena warga pemegang KMS meninggal dunia, pindah, memiliki dua kartu KMS dan yang semula sebagai warga miskin kini menjadi tidak miskin. "Verifikasi data kami lakukan dengan melibatkan petugas sosial yang mendatangi RW dan RT," katanya.

Data Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta menunjukkan jumlah pemegang KMS setiap tahun menurun, yakni sekitar 3,4 persen pada 2009 hingga 2010 dan 17 persen pada 2010 hingga 2011. "Penurunan pengguna KMS bisa digunakan sebagai salah satu parameter untuk melihat jumlah warga miskin di kota ini," jelas Pontjosiwi.
Sementara itu Kepala Bidang Bantuan Sosial Dinsosnakertrans Kota Yogyakarta Tri Maryatun mengatakan KMS memberikan jaminan pendidikan, kesehatan, serta program pelatihan bagi warga miskin. Dia mengungkapkan, kecamatan yang warganya paling banyak memegang KMS adalah Umbulharjo. Sedangkan yang warganya paling sedikit memegang KMS adalah Kecamatan Gondomanan dan Pakualaman. ***

No comments:

Post a Comment