Tuesday, January 8, 2013

Pemimpin dan Kesejahteraan


Syahdan. Suatu waktu, Khalifah Umar Bin Khathab ra memasuki masjid. Dia melihat seseorang yang tengah melaksanakan ibadah. Umar bertanya, “Dari mana kamu mendapatkan penghasilan?” Orang itu pun menjawab: “Saudaraku menanggung kebutuhanku.” Umar lalu berkata, “Saudaramu itu lebih baik daripada dirimu. Keluarlah. Sungguh jika salah seorang dari kalian mencari kayu, itu lebih baik baginya daripada meminta-minta kepada orang lain, mungkin mereka memberi atau menolaknya.”

Sebagai pemimpin umat, Umar memang sangat jauh berpikir tentang kesulitan dan kemiskinan, sehingga tidak ada keinginan untuk menghiasi diri dengan kehidupan dunia dan lebih memperkaya diri dengan aktivitas ibadah. Namun Umar tidak ingin umatnya larut kepada aktivitas ibadah semata.  Selain menegakkan ibadah, umat tetap tidak boleh lupa bekerja menyongsong pintu rezeqi secara halal, tidak pasif sekadar berharap belas kasih orang lain.dia melarang orang untuk meminta-minta. “Wahai manusia, janganlah salah seorang dari kalian bermalas-malas mencari rezeqi, padahal ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas atau perak,” tutur Umar suatu kali.

Umar tidak sebatas menyuruh umatnya bekerja, tapi dia sangat menghargai umatnya yang aktif bekerja. Dia dikenal pula sebagai pemimpin yang memberikan upah (rezeqi) yang baik kepada para pegawainya. Mengenai hal ini, Umar berkata, “Saya mencukupi mereka agar mereka tidak menginginkan apa yang dimiliki orang lain.”

Pembaca sekalian, bukan berarti kita harus berharap banyak atau menuntut pemimpin kita agar sepenuhnya menjadi pemimpin seperti Umar Bin Khathab: hidup sederhana, memotivasi umat bekerja dan menghargai penuh pekerjaan umat. Tapi, setidaknya kisah tadi sebagai teladan yang dapat ditiru bagi siapa (pemimpin) yang menghendaki. Pemimpin yang diteladani rakyatnya. Pemimpin yang menghendaki rakyatnya sejahtera lahir-batin.

Khalifah Umar mencontohkan bagaimana dan kapan rakyatnya harus dibantu, didorong untuk bekerja, dan diapresiasi atas pekerjaannya. Dalam konteks kekinian, terutama setelah disetujui pengesahan RUU BPJS oleh Pemerintah dan DPR pada 28 Otkober 2011 lalu, ada nilai-nilai kepemimpinan Umar yang mesti diimplementasikan oleh para pemimpin kita pada level mana saja.

Terlepas dari pro-kontra BPJS 1 (Kesehatan) dan BPJS 2 (Ketenagakerjaan) yang telah disepakati Pemerintah dan DPR, di sana ada nilai bahwa Pemerintah tidak sekadar dibebani untuk membayar iuran jaminan sosial, rakyat (yang mampu) pun harus ikut aktif berbagi mewujudkan kesejahteraan. Tidaklah cukup alasan bila Pemerintah mengeluh bahwa dengan penerapan UU BPJS akan semakin membebani keuangan negara. Pemerintah (dan juga DPR) harus berhemat agar beban negara tidak semakin berat. Jangan sampai, elit politik kita gampang tersinggung manakala muncul kritik bahwa mereka hidup dalam gelimang kemewahan duniawi. Berilah teladan kesederhanaan pada rakyat yang semakin terhimpit kesulitan hidup dari hari ke hari.  

Mari kita terapkan UU BPJS dengan kacamata pandang nilai-nilai kepemimpinan model Khalifah Umar Bin Khathab ra. Artinya, pemimpin dan rakyat bersama-sama (bergotong-royong) mewujudkan jaminan sosial dan kesejahteraan rakyat. Pemimpin menghargai dan mengapresiasi rakyat sesuai proporsinya. Dan rakyat juga tahu diri harus ikut aktif bekerja agar dapat berkontribusi dalam mewujudkan jaminan sosial. Semoga. ***   

No comments:

Post a Comment