Saturday, March 30, 2013

Dokter Keluarga, Jawaban Realisasi Jaminan Kesehatan Seluruh Rakyat Indonesia



·         Menuju Realisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional Tahun 2014

Oleh Hilna Shaliha
Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Kesehatan bagaikan nafas kehidupan yang selalu mendukung setiap kinerja manusia, namun terkadang kurang disadari kehadirannya. Padahal, tanpa tubuh yang sehat, manusia tidak akan mampu melanjutkan roda kehidupan. Bahkan, layanan kesehatan yang telah didengung dengungkan di tengah-tengah masyarakat pun hanya dipandang sebelah mata bila seseorang sedang sehat. Seseorang mencari pelayanan kesehatan jika sedang sakit saja.

Hal ini sangat meresahkan perkembangan kesehatan di Indonesia. Untuk menciptakan negara yang sehat dibutuhkan rakyat yang sehat pula. Layaknya prinsip lebih baik mencegah daripada mengobati, sehat memiliki makna terbebas dari penyakit sehingga mampu menjalani kehidupan dengan normal. Oleh karena itu, diperlukan edukasi baik untuk penanggulangan maupun mengobati suatu penyakit. Jadi, pencegahan penyakit agar seseorang tetap sehat ini meliputi usaha yang terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak mulai dari individu, keluarga, lingkungan maupun pemerintah. 

Menyadari pentingnya sebuah usaha terintegrasi demi menciptakan manusia yang sehat itulah dibutuhkan dokter keluarga. Dokter keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer yang menyeluruh, berkesinambungan, mengutamakan pencegahan, mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dengan berdasarkan ilmu kedokteran yang mapan. Seorang dokter keluarga memandang seorang pasien secara menyeluruh, tidak hanya memandang bagaimana menyembuhkan penyakitnya saja.  Tetapi harus dapat memandang bagaimana latar belakang keluarga, gaya hidup, faktor resiko yang ada yang dapat menyebabkan penyakit, pengaruh keluarga dalam upaya penyembuhan penyakit sampai pencegahan komplikasi dan edukasi terhadap kemungkinan anggota keluarga lain juga terkena penyakit yang sama. Dengan demikian, seorang dokter keluarga bertanggung jawab atas kesehatan pasien dan keluarga pasien.

Perkembangan ilmu kedokteran spesialisasi dan sub spesialisasi menyebabkan fragmentasi profesi. Spesialisasi ini juga menyebabkan terkotak-kotaknya pengetahuan kesehatan. Padahal seorang pasien yang dirawat oleh banyak spesialis adalah satu tubuh yang saling berkaitan. Belum lagi, istilah “rawat bersama” yang lagi trend saat ini membuat pasien bingung harus bertanya penyakitnya kepada siapa. Setiap dokter hanya akan menjelaskan bagian disiplin ilmunya saja, padahal seorang pasien membutuhkan penjelasan secara keseluruhan tentang penyakit yang dideritanya. Lagi-lagi, dokter keluarga menjadi jawaban. Dokter keluargalah yang seharusnya menyatukan berbagai disiplin ilmu tersebutnya dan merangkumnya sebagai suatu penjelasan kepada pasien. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalankan terapi yang diberikan, juga dapat menurunkan angka kejadian penyakit karena pencegahan yang dilakukan serta menurunkan angka kematian.

Fragmentasi profesi ini akan meningkatkan biaya pengobatan karena pengobatan spesialistik bergantung pada teknologi dan laboratorium. Pada akhirnya akan menimbulkan keengganan masyarakat untuk berobat karena biaya yang mahal. Padahal sebenarnya ketidakteraturan pelayanan kesehatan primer, sekunder dan tersier inilah yang menyebabkan mahalnya biaya pengobatan. Bayangkan saja, sekarang sudah menjadi trend di masyarakat untuk melakukan vaksin ke dokter spesialis. Terang saja biayanya bisa mencapai tiga kali lipat dari harga vaksin di dokter umum.

Memang simpang siur dari kesehatan Indonesia ini berawal dari konsep komersialisasi pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai sentral pelayanan kesehatan. Padahal, pelayanan kesehatan primerlah yang seharusnya menjadi tonggak status kesehatan Indonesia. Mirisnya, dari jumlah kunjungan ke pelayanan kesehatan primer, lebih dari 50 persen pasien datang hanya untuk mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit. Kebanyakan masyarakat Indonesia enggan mendapatkan pelayanan primer apalagi pelayanan pencegahan penyakit. Pola pikir bangsa ini masih tidak rela mengeluarkan uang demi pencegahan penyakit.

Pemerintah terus melakukan upaya meningkatkan derajat kesehatan rakyat Indonesia. Penyusunan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang telah didengungkan sejak tahun 2004 masih terus dianalisa ketepatan dan penerapannya di Indonesia. SJSN meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dari kelima jaminan ini, jaminan kesehatan memiliki peserta jaminan yang sangat luas, yakni seluruh rakyat Indonesia. Nantinya, badan yang mengurusi sistem jaminan ini disebut Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).

Perlu diketahui, sistem jaminan kesehatan ini jelas bukan hanya pembaharuan terhadap sistem asuransi kesehatan untuk orang miskin yang sekarang disebut jamkesmas. Jaminan kesehatan pada SJSN mengupayakan jaminan kesehatan seluruh rakyat Indonesia dengan pengelolaan yang bersifat non profit, melainkan berorientasi terhadap pelayanan program yang berkesinambungan. Artinya, premi yang dibayarkan oleh peserta harus dikelola dengan profesional bukan untuk tujuan profit melainkan untuk mempertahankan kesinambungan program tersebut. Pemerintah juga menyediakan bantuan iuran bagi golongan kurang mampu. Cakupan peserta yang begitu besar ini membutuhkan cara yang jeli agar premi yang ada dapat memfasilitasi pemerataan pelayanan kesehatan seluruh peserta. Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan sistem yang dapat menekan overload biaya kesehatan dengan mengutamakan pencegahan penyakit, optimalisasi pelayanan kesehatan primer dan mencegah komplikasi penyakit.

Dokter keluarga menjadi jawaban yang paling ideal, karena hakikatnya sebagai dokter pelayanan primer yang dapat membina hubungan baik dengan pasien dan keluarganya sehingga mampu melakukan edukasi pencegahan, penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan mencegah komplikasi penyakit. Dokter keluarga sebagai gatekeeper pada sistem ini. Artinya, dokter keluarga  sebagai kontak pertama pasien dan berhubungan sangat erat dengan keluarga pasien, dokter keluarga sebagai kordinator pelayanan yang memberikan keputusan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan sekunder dan dokter keluarga juga yang berkordinasi dengan pelayanan kesehatan lanjutan dalam tanggung jawabnya sebagai pemelihara kesehatan peserta. Jadi, selamat datang Indonesia sehat. ***

No comments:

Post a Comment