·
Menuju Realisasi Sistem Jaminan Sosial Nasional
Tahun 2014
Oleh
Hilna Shaliha
Lulusan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Kesehatan bagaikan nafas kehidupan yang selalu mendukung
setiap kinerja manusia, namun terkadang kurang disadari kehadirannya. Padahal,
tanpa tubuh yang sehat, manusia tidak akan mampu melanjutkan roda kehidupan.
Bahkan, layanan kesehatan yang telah didengung dengungkan di tengah-tengah
masyarakat pun hanya dipandang sebelah mata bila seseorang sedang sehat.
Seseorang mencari pelayanan kesehatan jika sedang sakit saja.
Hal ini sangat meresahkan perkembangan kesehatan di Indonesia.
Untuk menciptakan negara yang sehat dibutuhkan rakyat yang sehat pula. Layaknya
prinsip lebih baik mencegah daripada mengobati, sehat memiliki makna terbebas
dari penyakit sehingga mampu menjalani kehidupan dengan normal. Oleh karena
itu, diperlukan edukasi baik untuk penanggulangan maupun mengobati suatu
penyakit. Jadi, pencegahan penyakit agar seseorang tetap sehat ini meliputi
usaha yang terintegrasi dan melibatkan berbagai pihak mulai dari individu,
keluarga, lingkungan maupun pemerintah.
Menyadari pentingnya sebuah usaha terintegrasi demi
menciptakan manusia yang sehat itulah dibutuhkan dokter keluarga. Dokter
keluarga adalah dokter praktek umum yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
primer yang menyeluruh, berkesinambungan, mengutamakan pencegahan,
mempertimbangkan keluarga, komunitas dan lingkungannya dengan berdasarkan ilmu
kedokteran yang mapan. Seorang dokter keluarga memandang seorang pasien secara
menyeluruh, tidak hanya memandang bagaimana menyembuhkan penyakitnya saja. Tetapi harus dapat memandang bagaimana latar
belakang keluarga, gaya hidup, faktor resiko yang ada yang dapat menyebabkan
penyakit, pengaruh keluarga dalam upaya penyembuhan penyakit sampai pencegahan
komplikasi dan edukasi terhadap kemungkinan anggota keluarga lain juga terkena
penyakit yang sama. Dengan demikian, seorang dokter keluarga bertanggung jawab
atas kesehatan pasien dan keluarga pasien.
Perkembangan ilmu kedokteran spesialisasi dan sub spesialisasi
menyebabkan fragmentasi profesi. Spesialisasi ini juga menyebabkan
terkotak-kotaknya pengetahuan kesehatan. Padahal seorang pasien yang dirawat
oleh banyak spesialis adalah satu tubuh yang saling berkaitan. Belum lagi,
istilah “rawat bersama” yang lagi trend saat ini membuat pasien bingung harus
bertanya penyakitnya kepada siapa. Setiap dokter hanya akan menjelaskan bagian
disiplin ilmunya saja, padahal seorang pasien membutuhkan penjelasan secara
keseluruhan tentang penyakit yang dideritanya. Lagi-lagi, dokter keluarga
menjadi jawaban. Dokter keluargalah yang seharusnya menyatukan berbagai
disiplin ilmu tersebutnya dan merangkumnya sebagai suatu penjelasan kepada
pasien. Hal ini diharapkan mampu meningkatkan kepatuhan pasien dalam
menjalankan terapi yang diberikan, juga dapat menurunkan angka kejadian penyakit
karena pencegahan yang dilakukan serta menurunkan angka kematian.
Fragmentasi profesi ini akan meningkatkan biaya pengobatan
karena pengobatan spesialistik bergantung pada teknologi dan laboratorium. Pada
akhirnya akan menimbulkan keengganan masyarakat untuk berobat karena biaya yang
mahal. Padahal sebenarnya ketidakteraturan pelayanan kesehatan primer, sekunder
dan tersier inilah yang menyebabkan mahalnya biaya pengobatan. Bayangkan saja,
sekarang sudah menjadi trend di masyarakat untuk melakukan vaksin ke dokter
spesialis. Terang saja biayanya bisa mencapai tiga kali lipat dari harga vaksin
di dokter umum.
Memang simpang siur dari kesehatan Indonesia ini berawal dari
konsep komersialisasi pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai sentral
pelayanan kesehatan. Padahal, pelayanan kesehatan primerlah yang seharusnya
menjadi tonggak status kesehatan Indonesia. Mirisnya, dari jumlah kunjungan ke
pelayanan kesehatan primer, lebih dari 50 persen pasien datang hanya untuk
mendapatkan surat rujukan ke rumah sakit. Kebanyakan masyarakat Indonesia
enggan mendapatkan pelayanan primer apalagi pelayanan pencegahan penyakit. Pola
pikir bangsa ini masih tidak rela mengeluarkan uang demi pencegahan penyakit.
Pemerintah terus melakukan upaya meningkatkan derajat
kesehatan rakyat Indonesia. Penyusunan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)
yang telah didengungkan sejak tahun 2004 masih terus dianalisa ketepatan dan
penerapannya di Indonesia. SJSN meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan
kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan kematian. Dari kelima
jaminan ini, jaminan kesehatan memiliki peserta jaminan yang sangat luas, yakni
seluruh rakyat Indonesia. Nantinya, badan yang mengurusi sistem jaminan ini
disebut Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS).
Perlu diketahui, sistem jaminan kesehatan ini jelas bukan
hanya pembaharuan terhadap sistem asuransi kesehatan untuk orang miskin yang
sekarang disebut jamkesmas. Jaminan kesehatan pada SJSN mengupayakan jaminan
kesehatan seluruh rakyat Indonesia dengan pengelolaan yang bersifat non profit,
melainkan berorientasi terhadap pelayanan program yang berkesinambungan.
Artinya, premi yang dibayarkan oleh peserta harus dikelola dengan profesional
bukan untuk tujuan profit melainkan untuk mempertahankan kesinambungan program
tersebut. Pemerintah juga menyediakan bantuan iuran bagi golongan kurang mampu.
Cakupan peserta yang begitu besar ini membutuhkan cara yang jeli agar premi
yang ada dapat memfasilitasi pemerataan pelayanan kesehatan seluruh peserta.
Oleh karena itu, dibutuhkan perubahan sistem yang dapat menekan overload biaya
kesehatan dengan mengutamakan pencegahan penyakit, optimalisasi pelayanan
kesehatan primer dan mencegah komplikasi penyakit.
Dokter keluarga menjadi jawaban yang paling ideal, karena
hakikatnya sebagai dokter pelayanan primer yang dapat membina hubungan baik
dengan pasien dan keluarganya sehingga mampu melakukan edukasi pencegahan,
penatalaksanaan awal terhadap penyakit dan mencegah komplikasi penyakit. Dokter
keluarga sebagai gatekeeper pada sistem ini. Artinya, dokter keluarga sebagai kontak pertama pasien dan berhubungan
sangat erat dengan keluarga pasien, dokter keluarga sebagai kordinator
pelayanan yang memberikan keputusan untuk merujuk ke pelayanan kesehatan
sekunder dan dokter keluarga juga yang berkordinasi dengan pelayanan kesehatan
lanjutan dalam tanggung jawabnya sebagai pemelihara kesehatan peserta. Jadi,
selamat datang Indonesia sehat. ***
No comments:
Post a Comment