Dataran tinggi Bandung Selatan, Jawa Barat, yang merupakan
kawasan Gunung Patuha, memiliki keindahan alam yang sungguh penuh pesona.
Banyak tempat wisata di area ini. Yang paling indah adalah Danau Kawah Putih
Ciwidey. Alam pemandangan di sekitar Danau Kawah Putih cukup indah, dengan air
danau berwarna putih kehijauan, sangat kontras dengan batu kapur yang mengitari
Danau Kawah Putih. Di sebelah utara danau berdiri tegak tebing batu kapur
berwarna kelabu yang ditumbuhi lumut dan berbagai tumbuhan lainnya.
Gunung Patuha --oleh masyarakat Ciwidey-- dianggap sebagai
gunung tertua. Nama Patuha konon berasal dari kata Pak Tua (Sepuh). Dan,
masyarakat setempat sering menyebutnya dengan nama Gunung Sepuh. Lebih dari
seabad yang lalu, puncak Gunung Patuha dianggap angker oleh masyarakat setempat
sehingga tak seorangpun berani menginjaknya. Sebab itu, keberadaan dan
keindahannya pada saat tersebut tidak diketahui banyak orang.
Gunung Patuha pernah meletus pada abad X yang kemudian menyebabkan
adanya kawah (erater) yang mengering
di sebelah puncak bagian barat. Kemudian pada abad XII kawah di sebelah kirinya
juga meletus, lalu membentuk danau yang indah. Tahun 1837, seorang Belanda
peranakan Jerman Dr. Franz Wilhelm Junghuhn (1809-1864) mengadakan perjalanan
ke daerah Bandung Selatan. Ketika sampai di kawasan tersebut, Junghuhn
merasakan suasana yang sangat sunyi dan sepi, tak seekor binatangpun yang
melintasi kawasan itu.
Dia kemudian menanyakan masalah ini kepada warga masyarakat
setempat, dan menurut warga masyarakat, kawasan Gunung Patuha sangat angker
karena merupakan tempat bersemayamnya arwah para leluhur, serta merupakan pusat
kerajaan bangsa jin. Karenanya bila ada burung yang lancang berani terbang di
atas kawasan tersebut, akan jatuh dan mati.
Meskipun demikian, orang Belanda yang satu ini tidak begitu
percaya akan ucapan masyarakat. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya menembus
hutan belantara di gunung itu untuk membuktikan kejadian apa yang sebenarnya
terjadi di kawasan tersebut. Namun sebelum sampai di puncak gunung, Junghuhn
tertegun menyaksikan pesona alam yang begitu indah di hadapannya, di mana
terhampar sebuah danau yang cukup luas dengan air berwarna putih kehijauan.
Dari dalam danau itu keluar semburan lava serta bau belerang yang menusuk
hidung. Terjawab sudah mengapa burung-burung tidak mau terbang melintasi
kawasan tersebut.
Dari sinilah awal mula berdirinya pabrik belerang Kawah
Putih dengan sebutan di jaman Belanda Zwavel
Ontgining Kawah Putih. Di jaman Jepang, usaha pabrik ini dilanjutkan dengan
menggunakan sebutan Kawah Putih Kenzanka Yokoya
Ciwidey, dan langsung berada di bawah pengawasan militer. Cerita dan misteri
tentang Kawah Putih terus berkembang dari satu generasi ke generasi masyarakat
berikutnya. Hingga kini mereka masih percaya bahwa Kawah Putih merupakan tempat
berkumpulnya roh para leluhur. Bahkan, menurut kuncen Abah Karna yang sekarang
berumur 105 tahun dan bertempat tinggal di kampung Pasir Hoe, Desa Sugih Mukti,
di Kawah Putih terdapat makam leluhur, di antaranya Eyang Jaga Satru, Eyang
Rangsa Sadana, Eyang Camat, Eyang Ngabai, Eyang Barabak, Eyang Baskom, dan
Eyang Jambrong. Salah satu puncak Gunung Patuha, Puncak Kapuk, dipercaya
sebagai tempat rapat para leluhur yang dipimpin oleh Eyang Jaga Satru. Di
tempat ini masyarakat sesekali melihat secara gaib sekumpulan domba berbulu
putih (domba lukutan) yang dipercaya sebagai penjelmaan dari para leluhur. ***
No comments:
Post a Comment