Monday, March 18, 2013

Memperkuat Koordinasi Bidang Kesehatan


Oleh Haryono Suyono
Mantan Menko Kesra dan Taskin


Menteri Kesehatan yang dinamis, dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH, mulai merubah kebijaksanaan dan langkah-langkah operasionalisasi pengembangan budaya hidup sehat dan penanganan pelayanan kesehatan yang berlaku selama ini di Indonesia. Kementerian Kesehatan yang sangat vital itu menyempurnakan cara merumuskan dan mengembangkan kebijakan serta melaksanakan bhakti sosialnya kepada masyarakat.
Perubahan kebijakan tersebut menyangkut banyak hal diantaranya mengubah sistem rapat kerja nasionalnya. Rapat yang biasanya diadakan serentak dan dihadiri oleh ribuan peserta dari seluruh Indonesia dilakukan secara bertahap. Indonesia dibagi menjadi tiga wilayah. Perubahan itu dimulai dengan pengadaan Rakernas Region I untuk Jawa yang diadakan di Jakarta. Rapat kerja berikutnya untuk wilayah II diadakan di Surabaya dan wilayah III diselenggarakan di Makassar.

Sistem pembagian daerah garapan menjadi tiga wilayah itu memungkinkan rakernas jajarannya yang biasanya dihadiri oleh ribuan peserta menjadi lebih ramping. Sehingga, pejabat tingkat pusat makin bisa mendengarkan laporan perkembangan dan pengalaman dari daerah serta masalah-masalah khusus yang diharapkan dapat menjadi pelajaran daerah lainnya.

Di samping itu pejabat pusat, yang biarpun telah mempersiapkan bahan-bahan sejak lama dan mengantongi anggaran yang disetujui oleh DPR, dapat memberikan arahan sesuai masalah dan usaha yang dihadapi oleh daerah yang datang dalam pertemuan rakernas tersebut. Kebijakan mendengar dan baru bicara ini merupakan hal baru yang diperkenalkan kepada para pejabat daerah yang menjadi ujung tombak pengembangan budaya hidup sehat dan pelayanan pendampingan untuk masyarakat yang makin mandiri.

Kebijakan lain yang dikembangkan dan memberi harapan yang menyenangkan bagi masyarakat madani adalah kesediaan untuk menggalang kerjasama sesama jajaran pemerintahan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) tanpa rasa "menang sendiri" atau "bisa sendiri" tanpa butuh uluran tangan pihak lain. Kesediaan bekerja sama dengan LSM tersebut diperlihatkan dengan menggandeng antara lain Yayasan Damandiri yang selama ini, bersama jajaran perguruan tinggi dan organisasi masyarakat yang luas serta pemerintah pusat dan daerah, telah mengembangkan gerakan pemberdayaan keluarga melalui posdaya.

Secara cermat Menteri Kesehatan telah mengutus Sekretaris Jenderal dan para dirjennya untuk datang ke Kantor Yayasan Damandiri untuk mendengarkan dan mencatat program dan kegiatan yang telah dilaksanakan selama ini. Dengan tekun dipelajarinya apa saja yang bisa disinergikan, sehingga kepentingan rakyat banyak yang dijadikan acuan utamanya.

Kesediaan membangun jaringan bersama itu memungkinkan adanya upaya dari atas, yaitu pemerintah pusat dan daerah, dipadukan dengan partisipasi masyarakat yang luas. Sehingga, muncul demand atau kebutuhan fasilitasi untuk membangun budaya hidup sehat dapat diimbangi dengan kemampuan pemerintah untuk memfasilitasi sesuai dengan kemampuan pemerintah tanpa rasa curiga, karena saling mengetahui kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Dengan perubahan kebijakan itu diharapkan partisipasi masyarakat akan lebih banyak pada pelaksanaan upaya kesehatan preventif untuk mencegah agar masyarakat tidak sakit. Dengan demikian, biaya pelayanan kesehatan yang harus dikeluarkan pemerintah atau masyarakat menjadi sangat minimal dan hidup sehat menjadi lebih wajar pembiayaannya.

Kebijakan lain yang dikembangkan oleh Menteri Kesehatan adalah pembagian wilayah garapan menurut kepadatan penduduk dan wilayah menurut kepadatan penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapinya. Kebijakan ini menempatkan daerah-daerah padat penduduk menjadi prioritas utama pengembangan budaya hidup sehat dan pelayanan kesehatan yang utama. Daerah-daerah dengan masalah kesehatan yang padat seperti Papua, NTT dan NTB juga menjadi wilayah garapan utama dengan perhatian yang tinggi dari jajaran Kementerian Kesehatan. Daerah-daerah lain tidak berarti tidak mendapat perhatian, tetapi ditangani dengan baik menurut Sistem Kesehatan Nasional yang telah dikembangkan selama ini.

Perubahan kebijakan ini selain karena Menteri Kesehatan dr Nafsiah Mboi, SpA, MPH, telah banyak makan asam garam dalam forum internasional, juga karena dalam penilaian pencapaian target-target MDGs. Bagian yang menjadi tanggung jawab jajaran Kesehatan dan KB mendapat banyak sekali nilai rapor merah.

Jajaran ini sebenarnya telah banyak melakukan kegiatan dan pelayanan kepada masyarakat, tetapi diperlukan fokus yang lebih tajam agar yang semestinya dilakukan dengan baik tidak ditinggalkan. Lebih dari itu, partisipasi masyarakat akhir-akhir ini diabaikan dapat disegarkan. Pemerintah yang merasa seakan kaya raya, yang menawarkan pengobatan gratis, tanpa partisipasi masyarakat akan kecele karena masyarakat menjadi tak acuh terhadap upaya kesehatan preventif seperti kebersihan lingkungan yang tidak memadai, pembuangan kotoran dan limbah yang sembarangan, perhatian terhadap penggunaan kakus, dan air bersih yang terabaikan. Itu semua menjadi media yang sangat subur untuk berkembangnya penyakit menular yang bisa menghambat pencapaian indikator hidup sehat yang panjang dan berguna.

Kesembronoan lain yang terjadi akhir-akhir ini, bahwa gerakan KB yang didukung tingginya partisipasi masyarakat dirubah seakan KB hanya masalah birokrasi yang menangani keluarga miskin dengan kontrasepsi gratis. Padahal pada tingkat kesertaan KB yang tinggi, diatas 60 persen, penggunaan kontrasepsi memerlukan keyakinan bahwa anaknya akan hidup sehat dengan minimnya kematian anak, kematian ibu yang rendah, serta pendidikan anak yang sempurna dan mendapat jaminan pekerjaan dengan mudah setelah lulus. Ini, mengantar hidup mereka menjadi bahagia dan sejahtera.

Perubahan kebijakan dan langkah-langkah konkrit Menteri Kesehatan yang gesit ini akan menghasilkan keluarga yang sehat, bahagia dan sejahtera. ***

www.suarakarya-online.com 

No comments:

Post a Comment