Wednesday, March 13, 2013

Pengabdian Tiada Henti


Life is not only for bread.
Hidup bukanlah sekadar untuk sepotong roti.
Konosuke Matsushita
Pendiri dan Pimpinan Matsushita Group

Nagari Parit Malintang, Kecamatan Enam Lingkung, Ramadhan 1432 H (2011 M). Matahari menjelang terbenam. Muslim Kasim pulang ke rumahnya di Parit Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, itu untuk berbuka puasa. Kali ini, dia tidak pulang sendirian lalu berbuka bersama keluarganya. Kali ini dia membawa rombongan Tim Ramadhan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Dan dia pun disambut Tim Ramadhan Kabupaten Padang Pariaman.
Usai berbuka bersama dan shalat Maghrib berjamaah di rumahnya, Muslim Kasim menuju Masjid Raya Gadur untuk menunaikan shalat Isya berjamaah. Sebagaimana galibnya suasana Ramadhan, malam itu, jamaah Masjid Raya Gadur berlimpah karena mereka ingin bersama-sama menunaikan shalat Tarawih seusai shalat Isya. Jamaah juga sudah menunggu kedatangan Muslim Kasim, mantan Bupati Padang Pariaman yang kini menjabat Wakil Gubernur Sumatera Barat.
Selesai menunaikan shalat Isya berjamaah,  Prof. Dr. Duski Samad  yang ikut bersama Tim, tampil memberikan ceramah Ramadhan. Kemudian dilanjutkan dengan nasihat singkat oleh Wagub Muslim Kasim. Selaku ketua Tim Ramadhan, selanjutnya, Muslim Kasim menyerahkan bantuan sebesar Rp9 juta untuk pembangunan Masjid Gadur, 20 buah al-Quran, 7 buah tafsir al-Quran dan uang santunan untuk anak yatim dan anak-anak dari keluarga miskin.
Dengan wajah bugar dan kesehatan tampak prima, Muslim Kasim menyampaikan empat pesan moral dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Empat pesan moral  itu adalah  ikhlas, disiplin, jujur dan kepedulian sosial. Sesuatu pekerjaan atau ibadah  akan terasa ringan bila dilakukan dengan ikhlas. Puasa misalnya, sungguh terasa sangat menyiksa kalau tidak dilandasi iman dan ikhlas kepada Allah SWT.  Begitu pula shalat yang dikerjakan lima waktu sehari semalam.    
Dari Masjid Gadur, bersama rombongan, Muslim Kasim menuju ke Masjid Raya Dinal Ma’ruf Pasa Dama, Nagari Parit Malintang. Di masjid  bertingkat dua yang cukup megah itu, Tim Ramadhan Pemprov Sumbar kembali menghadirkan Prof. Dr. Duski Samad  untuk memberikan ceramah. Di sini, Wagub Muslim Kasim pun menyerahkan bantuan berupa uang tunai Rp9 juta, 20 buah al-Quran, dan tujuh buah tafsir al-Quran. Bantuan ini diterima pengurus dan disambut jamaah penuh sukacita.
Dentang waktu telah menunjukkan pukul 23.30, mendekati tengah malam, ketika acara usai di Masjid Raya Dinal Ma’ruf Pasa Dama. Saat rombongan hendak meninggalkan masjid untuk langsung pulang ke Padang, Wagub Muslim Kasim diminta oleh walinagari setempat agar bersedia hadir pada acara Nuzulul Quran di sebuah surau yang masih berada di wilayah Nagari Parit Malintang.
Kendati malam telah larut, dengan senang hati Muslim Kasim menyatakan kesanggupannya. Nah, dari Masjid Dinul Ma’ruf Pasa Dama, rombongan lalu menuju Surau (baru) Al Mu’min, Padang Baru, yang tengah melaksanakan acara  peringatan Nuzulul Quran.
Sungguh luar biasa. Di usianya yang telah melewati 69 tahun ketika itu Muslim Kasim masih tampak segar dan penuh semangat saat diminta memberikan kata sambutan. Pada kesempatan itu, Muslim Kasim memberikan pula bantuan berupa uang tunai sebesar Rp5 juta untuk pembangunan surau tersebut. “Membaca al-Quran adalah perbuatan yang sangat mulia di sisi Allah SWT. Surga sangat merindukan orang-orang yang rajin membaca al-Quran,” kata Muslim Kasim singkat namun padat.
Kebugaran seorang Muslim Kasim memang demikian terjaga. Pada awal 2012 misalkan. Dari tepian Danau Maninjau, Muslim Kasim bersama ratusan pesepeda tampak bersemangat menggowes bersama menuju Puncak Lawang yang berjarak sekitar 35 kilometer. Menikmati alam Maninjau yang penuh pesona dalam balutan “Tour de Maninjau 2012” yang digelar sebuah perusahaan maskapai penerbangan nasional.
Danau Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Dari kota Padang, kita bisa mencapai Danau Maninjau setelah menempuh jarak sekitar 140 kilometer. Bila kita ingin mencapainya dari kota Bukittinggi, jaraknya sekitar 36 kilometer, atau 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.
Danau Maninjau adalah danau vulkanik yang berada di ketinggian 461,50 meter di atas permukaan laut, dengan luas sekitar 99,5 kilometer persegi dan kedalaman 495 meter. Cekungan Danau Maninjau terbentuk karena letusah gunung yang bernama Sitinjau. Hal ini dapat kita lihat dari bentuk bukit di sekeliling danau yang menyerupai seperti dinding. Danau ini tercatat sebagai danau terbesar ke 11 di Indonesia. Sementara di Sumatera Barat, danau ini merupakan danau terluas kedua setelah Danau Singkarak.
Kita bisa menikmati keindahan Danau Maninjau dari Puncak Lawang. Dari atas puncak dengan ketinggian kurang lebih 1.120 meter dpl ini kita dapat menikmati keindahan Danau Maninjau. Tempat ini bahkan bisa dikatakan lebih populer ketimbang Danau Maninjau itu sendiri. Pemandangan yang disajikan di Puncak Lawang begitu penuh pesona hingga tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang wajib untuk dikunjungi bila kita melancong ke Sumatera Barat. Di Puncak Lawang kita juga bisa menikmati paralayang. Tempat ini terletak di Kecamatan Matur, Kabupaten Agam. Tempat ini merupakan daerah puncak menuju Danau Maninjau. Dan dari tempat ini lah kita bisa melihat pemandangan Danau Maninjau secara utuh.
Kembali kepada sosok Muslim Kasim. Di awal 2012, dia yang tampak bersama ratusan pesepeda “Tour de Maninjau” itu bukanlah sosok orang muda usia dengan vitalitas dan kebugaran yang prima. Usianya boleh dibilang tidak muda lagi. Tanggal 28 Mei 2012 lalu, dia genap berumur 70 tahun. Pada sebuah usia yang tidak jarang si anak manusia telah didera sejumlah kemunduran fungsi fisiknya. Tidak sedikit di antara mereka yang mampu mencapai usia tujuh dasawarsa ternyata harus menerima kenyataan dalam keadaan sakit tua, ompong, pikun dan peot. Tidak mampu lagi merasakan kenikmatan hidup duniawi. Bahkan, tidak sedikit pula mereka yang harus melewatkan sisa hidupnya di atas kursi roda.
Tidak demikian halnya dengan sosok Muslim Kasim. Di awal 2012 itu, dia begitu lincah menggowes sepeda gunung melintasi tepian Danau Maninjau. Bukanlah hal yang tiba-tiba bila seorang Muslim Kasim mampu bersepeda dalam jarak yang lumayan jauh. Ketika masih menjabat Bupati Padang Pariaman, Muslim Kasim suka bersepeda antara Bukittinggi dan Payakumbuh yang juga berjarak sekitar 35 kilometer. Sejak muda usia, di waktu-waktu senggang, dia suka mengayuh sepeda untuk ‘mencari’ keringat. Aktivitas fisiknya secara rutin dipacu sehingga otot-ototnya tidak terasa kaku dan kelu. Selain menggowes sepeda, dia pun aktif jogging, berenang dan bermain golf. Kebugaran fisiknya benar-benar terjaga.
Kini di usianya yang telah melewati 70 tahun, di hari Sabtu dan Ahad, Muslim Kasim banyak menghabiskan waktunya buat berkebun. “Dulu waktu masih tinggal di Bandung, saya suka menanam kentang dan kol. Di Padang sekarang ini, saya suka menanam buah naga. Sekitar 200 tanaman buah naga saya tanam di kebun,” ujar Muslim Kasim sekali waktu mengungkapkan ihwal kiatnya tetap hidup sehat dan bugar di usia senja.

A.   Hidup Bukan Semata untuk Diri Sendiri
Bukan langkah mudah bilamana Muslim Kasim sekarang tampak masih sehat wal afiat dan enerjik di saat usianya sudah tergolong lanjut. Upayanya menggapai kesehatan yang prima di kala umur kebanyakan orang sudah uzur itu dibangun sejak muda usia. “Dibutuhkan perjuangan, kerja keras dan kemampuan melihat kekuatan diri kalau kita ingin tetap prima di usia senja. Dari kekuatan yang ada dalam diri sendiri, kita akan mampu mengukur dan membagi aktivitas apa yang dapat kita lakukan. Action itu harus betul-betul diperhitungkan,” tutur Muslim Kasim.
Kendati hanya memperhitungkan kekuatan diri sendiri, namun Muslim Kasim tidak lantas cuma action untuk dirinya sendiri. Justru, dari kekuatan diri sendiri itulah, dia berusaha memberikan yang terbaik buat sesama umat manusia. Baginya, kesehatan yang prima dan umur yang relatif panjang harus benar-benar memberi arti kepada sesama. Terlebih lagi, jejak perjalanan seorang Muslim Kasim berada pada trek yang memang sangat memungkinkan memberi arti kehidupan kepada sesama umat manusia.
Selepas kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 1976, Muslim Kasim meniti karir di Badan Urusan Logistik (Bulog). Sebuah badan yang mengurusi logistik pangan rakyat di negeri bernama Indonesia ini. Sejak tahun 1976 sampai 1998, Muslim Kasim berkelana dari Bulog ke Dolog di beberapa wilayah republik ini. Di tahun 1998, dia mengemban amanah sebagai Kepada Dolog Wilayah Bali.
Di tengah pengabdian pada masyarakat Pulau Dewata itu, suatu ketika, Muslim Kasim kedatangan rombongan pejabat Provinsi Sumatera Barat yang sedang plesiran ke Bali sekaligus anjangsana ke Kantor Dolog Wilayah Bali. Beberapa koleganya dari Sumatera Barat itu terkagum-kagum melihat manajemen Dolog Bali dalam mengelola distribusi pangan (terutama beras dan terigu) di wilayah wisata tersohor seantero dunia ini.
Nuraninya terusik. Maka di satu waktu pada tahun 1997, dia menghadap Kepala Bulog (saat itu) Bedu Amang. Muslim Kasim memohon agar dirinya ditugaskan untuk memimpin Kantor Dolog Provinsi Sumatera Barat. Gayung pun bersambut. Tak berapa lama setelah menghadap, pada 1998, Bedu Amang menerbitkan surat pengangkatan Muslim Kasim sebagai Kepala Dolog Sumatera Barat.
Muslim Kasim tidak menyia-nyiakan amanah yang diberikan Kepala Bulog kepada dirinya. Salah satu prestasi yang cukup menyentuh hati warga masyarakat Sumatera Barat adalah ketika Muslim Kasim mampu mengatasi kelangkaan beras dan pangan yang pernah melanda wilayah Minang di tahun-tahun 1998-1999. Sebuah prestasi yang tidak gampang digapai lantaran wilayah Sumatera Barat tidak memiliki sumber daya alam yang memadai guna mencapai sebuah tingkat ketercukupan pangan.
Selain sumber daya alam pangan yang kurang memadai, Muslim Kasim pun memahami benar bahwa banyak daerah dan warga masyarakat di Provinsi Sumatera Barat ini yang masih masuk kategori kurang cukup pangan. Pendapatan per kapita dan laju pertumbuhan ekonomi beberapa wilayah di provinsi ini masih berada di bawah rata-rata, baik secara provinsi maupun nasional. Salah satu daerah yang masuk kategori itu adalah kampung halamannya, Kabupaten Padang Pariaman.
Muslim Kasim tidak ingin sekadar membantu warga kampung halamannya dari sisi pangan yang memang dirasakan cukup sulit. Dia ingin memberi arti pengabdian yang lebih jauh, bukan hanya memikirkan karir dirinya yang waktu itu sangat mungkin mencapai puncak karir sebagai Kepala Bulog –sebuah posisi jabatan yang didambakan banyak orang yang berkarir di badan pemerintah yang mengurusi pangan itu.
Namun, Muslim Kasim berusaha membuang jauh-jauh ego yang cuma memikirkan kepentingan diri pribadi itu. “Memang, sebagai Kepala Dolog, pengabdian kepada masyarakat sudah cukup berarti, yakni membantu masyarakat yang kekurangan atau kesulitan pangan. Tapi, saya ingin ladang pengabdian yang lebih luas lagi,” tutur Muslim Kasim mengenang masa silamnya sebelum berketetapan hati maju mencalonkan diri sebagai Bupati Padang Pariaman pada tahun 2000.
Terlebih lagi, waktu itu, sebagian besar lapisan masyarakat memintanya agar bersedia maju memimpin daerah Kabupaten Padang Pariaman. Sebagai abdi negara, tidak secara cepat dia bisa menjawab aspirasi masyarakat. Dia masih terikat pada birokrasi dan mekanisme kerja di instansinya. Dia masih memiliki atasan yang berwenang memberikan izin untuk dapat maju ke arena pemilihan kepala daerah yang saat itu masih berada di tangan para wakil rakyat di DPRD. Sebab itu, dia segera menghadap ke atasannya, Kepala Bulog, yang waktu itu dirangkap oleh Menteri Perindustrian Drs. H.M. Jusuf Kalla. Jawaban Jusuf Kalla relatif sederhana, “Saya akan mengizinkan Anda apabila Anda sungguh-sungguh berniat dan bertekad menjadi pejabat publik yang baik, jujur, dan membela kepentingan rakyat.”
Plong rasa hati Muslim Kasim. Setelah melalui proses pemilihan di DPRD Kabupaten Padang Pariaman dan diperkuat dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 13 Februari 2000, Muslim Kasim yang berpasangan dengan Martias Mahyudin memperoleh mandat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman periode 2000-2005. “Dengan menyandang predikat kepala daerah, ladang pengabdian saya tidak sebatas pada pemenuhan pangan. Ladang pengabdian saya meluas ke aspek sosial, budaya, politik, ekonomi dan segala aspek terkait lainnya. Saya harus mampu memberdayakan kabupaten yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan perairan laut agar daerah ini mampu lepas dari himpitan kemiskinan,” ujar Muslim Kasim beberapa saat setelah terpilih sebagai Bupati Padang Pariaman (2000-2005).
Berkat kesehatan yang prima, Muslim Kasim benar-benar mencurahkan waktu dan umurnya buat mengabdikan diri kepada kampung halamannya. “Di sini saya berpikir bahwa hidup bukan semata-mata untuk diri kita sendiri tapi juga berusaha memberi arti kepada orang lain. Misalkan kita memampukan orang lain, berarti kita telah memampukan diri orang lain, membangun keluarga mereka. Bagaimana pula kita memberdayakan kelompok, kalau kita mampu memberdayakan seorang pengusaha maka dia juga akan membantu orang lain,” ucap Muslim Kasim.
Dalam rentang waktu yang relatif panjang mengabdi sebagai seorang kepala daerah, Muslim Kasim merasa banyak keberuntungan menyambangi kehidupannya. Dengan senantiasa berpikir positif membawa kemajuan masyarakat, kini sampai di usinya yang telah melewati 70 tahun dan menapaki perjalanan sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat, dia merasa sangat bersyukur. Bersyukur lantaran masih diberkahi umur dan kesehatan yang prima. Bersyukur karena Tuhan memberikan peluang-peluang yang terkadang lebih dari diminta oleh seorang Muslim Kasim.
Sudah sejak kecil, Muslim kasim memperoleh pendidikan sikap dan watak untuk senantiasa memberi arti kepada semakin banyak orang. Kendati kedua oran-tuanya sebagai pedagang yang biasanya cenderung transaksional, dia betul-betul dididik dan meresapi nilai-nilai berbagi dan memberi kepada sesama. Memberi dulu, menerima kemudian. Itulah nilai esensial yang ditanamkan kedua orang-tuanya yang terus terngiang sampai sekarang.
Sebab itu, di puncak karirnya sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat kini, Muslim Kasim terus berderma pada anak yatim-piatu dan para musafir. Dia menyelami betul petuah Rasulullah Muhammad saw yang melukiskan bahwa manusia selalu berkata: “Hartaku, hartaku.” Padahal, hanya tiga macam dari harta bendanya yang khusus bagi dirinya, yakni apa yang sudah dimakannya kemudian hancur dan larut, apa yang sudah dipakainya kemudian usang dan rusak, dan apa yang diberikannya (berupa sedekah, derma wakaf, zakat, dan sejenisnya) yang kemudian itulah yang menyenangkan hatinya. Selain itu, semua akan hilang dan ditinggalkannya bagi yang lain.
Muslim Kasim selalu berusaha ikhlas dalam memegang prinsipnya senantiasa memberikan atau berbagi dengan orang lain. Lekat dalam benaknya sehari-hari (dari) Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang di antara kalian menjalankan agamanya dengan baik maka setiap kebaikan yang ia lakukan dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, dan setiap amal keburukan yang dilakukan hanya dicatat semisalnya (dihitung satu).”  (HR Bukhari-Muslim)        
Di benak Muslim Kasim catatan kebaikan yang berlipat-lipat itu tidak semata-mata dalam hitungan ekonomis harta material. Kebaikan dapat pula berupa umur panjang dengan fisik yang tetap prima, bugar dan sehat.

B.    Menghitung-hitung Kemampuan Diri
Satu lagi prinsip yang membawa Muslim Kasim tetap prima di usia senja adalah kemampuan dirinya untuk selalu mengukur diri, menghitung-hitung kekuatan diri dan membaca situasi sekeliling diri. Sepertinya prinsip ini cuma mementingkan diri sendiri. Namun, sejatinya, prinsip ini justru mengajak seseorang memberi arti kehidupan bagi dunia sekelilingnya. “Bagaimana kita mampu memberi arti bagi sekeliling kalau diri ini tidak mampu melihat apa yang ingin disumbangkan kepada sesama di sekeliling kehidupan ini,” ujar Muslim Kasim berfilosofi.
Muslim Kasim mengajak kita menghitung diri dari hal yang terasa sepele. Misalkan dalam hal kebiasaan makan. Dulu semasa masih muda usia, dia makan sekenyang-kenyangnya. Tidak terlampau peduli proporsi gizi makanan yang disantap, kadang porsi daging cukup banyak, yang penting perut kenyang. Kini, di usia yang sudah tidak muda lagi, dia tidak mementingkan rasa kenyang. Hal ini, katanya, untuk menjaga keseimbangan fisik agar jangan sampai terlalu gemuk.
“Saya sudah mengurangi makan, lebih nyaman merasa lapar daripada kenyang. Kegemukan bagi orang seumur saya ini cukup berbahaya. Kalau kegemukan, beban fisik ini lari ke kekuatan lutut. Hal ini jelas akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari,” papar Muslim Kasim ihwal resepnya tetap fresh dan fit di usia lanjut.
Muslim Kasim menerapkan ajaran leluhurnya yakni berhenti makan sebelum kenyang. Dalam artian, dia menjaga pola makan, mulai dari porsi, serta memahami kualitas makanan yang dikonsumsinya sehari-hari. ”Makanan yang saya konsumsi harus benar-benar berguna untuk tubuh,” ungkapnya. Muslim Kasim telah terbiasa mengonsumsi makanan secara tidak berlebihan. Itupun, makanan yang dikonsumsi harus makanan yang sehat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam rentang waktu 20 tahun terakhir, dia rutin mengonsumsi jus buah-buahan tiap hari. Jus buah menjadi item yang wajib ada pada menu sarapan pagi.
Bila harus makan di luar rumah, terutama rumah makan, Muslim Kasim menjaga diri untuk tidak menambah porsi. “Diusahakan tidak kenyang, jangan merasa kenyang, sebelum kenyang, saya langsung berhenti makan. Sederhana kan resep sehat saya,” tuturnya. Pendek kata, dia ingin meneladani Rasulullah saw yang tidak berlebih-lebihan dalam menjalani kehidupan. Rasulullah saw bersabda, “Makanlah, minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tidak pula berbangga.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Bukhari secara muallaq)
Muslim Kasim berusaha mengendalikan nafsu makan untuk menekan nafsu-nafsu yang lain. Sosok yang masih aktif memegang amanah sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat ini meyakini bila mampu mengendalikan nafsu makan, maka nafsu-nafsu yang lain akan mudah dikendalikan. Selain itu, kesadaran dari diri sendiri sangatlah dibutuhkan. Misalnya, memahami kemampuan tubuh yang sudah tidak bisa menerima segala jenis makanan, terutama makanan yang mengandung kadar kolesterol yang tinggi.
Muslim Kasim menyadari banyak faktor yang memengaruhi kesehatan tubuh, terutama bagi lansia seperti dirinya. Tidak sebatas menjaga pola makan saja. Ada faktor-faktor lain yang harus diperhatikan seperti faktor lingkungan dan ekonomi.
“Terkadang lingkungan bisa membawa kita pada pola hidup yang tidak sehat, misalkan ketika berada pada sekitar perokok aktif. Tahu sendiri kan bagaimana dampak yang harus diterima oleh orang yang tidak merokok? Tentunya kita tahu siapa yang paling dirugikan,” jelas bapak dari 5 anak ini.
Selain faktor lingkungan, faktor ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan. Perekonomian yang lemah akan membuat seseorang menggunakan otaknya untuk berpikir dengan keras, dalam artian bisa memicu tekanan jiwa. Bisa dibayangkan bila lansia tidak memiliki keluarga dan harus berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri, terlebih mereka tidak mempunyai uang cukup. Hal itu akan memicu stres dan membuat kondisi kesehatan menjadi kurang baik.
Bila berada dalam kondisi demikian maka faktor kejiwaan harus diperhatikan secara sungguh-sungguh. Terutama dalam menghadapi pekerjaan yang dapat memicu stres. “Segera sadar bila ada tekanan dalam pekerjaan ataupun berbagai hal. Jika kita sudah menyadari dalam keadaan tertekan, maka segeralah dilawan. Saat menemui hal seperti itu, istirahat adalah hal terbaik untuk menjaga kesehatan,” jelas Muslim Kasim.
Untuk menghindari stres lantaran pekerjaan yang kadang menumpuk, Muslim Kasim berusaha menikmati saja pekerjaan yang wajib diselesaikannya. Dia berupaya menikmati pekerjaannya sebagai pelatihan otak agar tidak berhenti berpikir. Kemudian, hari Sabtu dan Ahad dinikmatinya buat meregangkan jiwa dan otak dengan aktivitas berkebun, bersepeda, jogging dan kadang berenang. Jogging yang dilakukan dengan tidak terlalu cepat berguna untuk memperbaiki kemampuan pengambilan zat asam (O2) yang menyangkut fungsi jantung, paru-paru, peredaran darah kaki, dan lain-lain. Kemudian bersepeda atau berenang dapat meningkatkan keregangan dan daya tahan tubuh.
Kebanyakan dokter menyarankan agar kita tetap melatih otak. Jangan biarkan otak ini menganggur. Tetap latih otak untuk berpikir. Karena itu juga memengaruhi kesehatan tubuh. Banyak contoh bahwa orang yang suka membaca dan berpikir itu sangat sehat dan bugar, meskipun mereka lansia. Salah satu contohnya adalah profesor atau guru besar. Kebanyakan waktu yang mereka miliki dimanfaatkan untuk membaca.
Selain terus menjaga aktivitas otak, Muslim Kasim kini pun membatasi diri untuk begadang. Kebanyakan orang, meskipun sedang dalam kondisi lelah, tetap saja memaksakan tubuh untuk begadang. Jika dalam kondisi yang penat dan capek maka seharusnya tubuh mesti diistirahatkan. Bila sedang penat dan capek maka tidur adalah hal yang wajib dilakukan.
Tidur, kata Muslim Kasim, dapat membantu proses penyembuhan untuk orang yang sedang kelelahan. Karena itu, dirinya selalu berusaha tidur sebentar jika tidak sedang disibukkan banyak aktivitas yang harus dikerjakan. Untuk malam, dia berusaha tidur tepat waktu, dari pukul 22.00 sampai 04.00 pagi. “Waktu kampanye lalu, saya memang sempat tidak tidur tiga hari tiga malam. Tapi hal itu tidak boleh dilakukan tiap hari, sekali-sekali saja,” ujar sosok yang pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Dolog Jawa Timur pada tahun 1992-1994 ini.
Kiat hidup bugar di umur lanjut yang diterapkan oleh Muslim Kasim ini mengingatkan kita pada orang-orang yang berasal dari Okinawa (Jepang) dan komunitas The Seventh Day Adventist di Amerika Serikat yang mampu hidup hingga usia lebih dari 100 tahun dengan kondisi tetap sehat. Mereka menerapkan delapan kiat panjang umur dan sehat. Pertama, Membatasi asupan makanan. Membatasi konsumsi makanan kurang dari 2.000 kalori per hari akan membantu otot tubuh terbentuk. Namun, hal ini harus didukung dengan aktivitas fisik seperti olahraga yang teratur.
Kedua, Menjalin relasi. Orang yang memiliki relasi yang baik dengan lingkungan sekitarnya cenderung lebih panjang umur dan merasa bahagia. Orang yang terisolasi mudah stres dan bunuh diri. Ketiga, Asah otak. Tidak hanya tubuh, otak dan pikiran pun harus dilatih. Hasil penelitian menyebutkan kalau daya pikir otak yang kuat bisa mengurangi risiko kematian. Latihan otak bisa dengan permainan sederhana seperti sudoku, catur, ataupun teka-teki silang.
Keempat, Batasi daging merah. Daging merah mengandung lemak jenuh yang bisa meningkatkan kolesterol dalam tubuh. Akibatnya, dapat menimbulkan penyakit jantung. Tak hanya sebatas itu, ada penelitian yang mengatakan kalau daging merah bisa mengurangi peran serat dan antioksidan yang berfungsi sebagai penangkal kanker.
Kelima, Perbanyak makan sayur. Disarankan untuk makan sedikitnya empat porsi sayuran dalam sehari. Sayuran bisa mengurangi risiko berbagai penyakit fatal seperti kanker ataupun diabetes. Keenam, Minum vitamin. Kalau kita sulit makan sayuran, kita mesti mencoba minum vitamin. Vitamin dapat membantu sistem imun tubuh untuk melawan berbagai zat yang merugikan bagi tubuh. Meski begitu, kita tetap harus makan sayur untuk mendapat serat alami.
Ketujuh, Jangan lupakan kacang-kacangan. Sejak tahun 1860, komunitas The Seventh Day Adventist menekankan perlunya manusia makan banyak sayur. Akhirnya, pengikut komunitas ini tergila-gila pada kacang. Hasilnya, penelitian US National Institute of Health menyebutkan kalau pengikut komunitas ini bisa hidup lebih lama 10 tahun dibanding orang lain pada umumnya. Kacang-kacangan baik untuk mencegah berbagai macam penyakit seperti kanker.
Dan kedelapan, Banyak minum air putih. Disarankan untuk minum air putih setidaknya dua liter atau delapan gelas per hari. Air berfungsi untuk membersihkan sistem dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat urin.

C.   Meneladani Mohammad Hatta dan Mohammad Natsir
Dalam perjalanan hidup sosok Muslim Kasim, selain kedua orang-tuanya, teladan yang cukup memberi warna kehidupannya adalah proklamator Mohammad Hatta dan Mohammad Natsir (politisi berintegritas di era awal kemerdekaan dan Orde Lama).
“Saya mengagumi Bung Hatta berkat disiplin dan rasa percaya menyerahkan pekerjaan atau tugas pada mereka yang memang sepantasnya mengurus. Contoh kecil dalam rumah, seorang ayah atau kepala keluarga tidak perlu sampai mengurus sendok teh atau tatakan minuman yang hendak dipakai menghidangkan ke tamu. Hal-hal seperti ini cukup diserahkan kepada isteri atau ibu rumah tangga,” ujar Muslim Kasim.
Selain itu, kata Muslim Kasim, sosok Bung Hatta juga merupakan sosok pemersatu bangsa Indonesia. Sekali waktu di tahun 1966, dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua Badan Kesatuan Mahasiswa Sumatera Barat, dia mengundang proklamator Bung Hatta untuk menjadi narasumber sebuah diskusi. “Di hadapan kami mahasiswa ketika itu, Bunga Hatta menekankan bahwa tidak ada lagi pemuda Sumatera Barat, Sumatera Tengah, Jawa Barat, yang ada adalah pemuda Indonesia. Semua itu telah dilebur melalui Sumpah Pemuda 1928. Di sini Bung Hatta menekankan pentingnya menanamkan rasa persatuan dan kesatuan,” papar Muslim Kasim.
Sosok proklamator yang lahir di Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatera Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902, ini meninggalkan teladan besar bagi bangsa Indonesia, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau belum mampu, kita harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada orang lain.
Bung Hatta yang meninggal di Jakarta 14 Maret 1980 (pada umur 77 tahun) ini dikenal pula sebagai sosok pemimpin bangsa yang bijak dan berprinsip teguh. Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip yang diyakininya. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau dapat membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan status Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan pembentukan negara yang memihak pada golongan tertentu saja.
Keteguhan Bung Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa. Ketika beliau berseberangan prinsip dengan pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna mempertahankan kesatuan bangsa.
Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena. Daripada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi, lobbying, dan menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa. Prinsip tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan ataupun lawan. Kendati Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan pendapatnyalah yang tidak beliau setujui.
Misalnya saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-hal yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang. Tapi bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing. Beliau memiliki banyak teman bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin dan etos kerja positif) yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Karena sikap inilah Bung Hatta dihormati oleh semua orang: kawan dan lawan.
Bung Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, contoh dengan bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas yang dibebankan kepadanya dilakukan sepenuh hati dan direncanakan sebaik-baiknya agar memperoleh hasil yang maksimal.
Semua pidato dan kata-kata beliau untuk publik pun disiapkan secara profesional. Keputusan-keputusan diambil setelah sebelumnya dipikirkan secara saksama dan didukung data dan informasi yang cukup. Beliau tidak menginginkan terjadinya kegagalan gara-gara kecerobohan atau karena kurang persiapan.
Bung Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental beliau adalah bentuk institusi koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada pembentukan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini. Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan para pengusaha batik dan memberi mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor.
Selain koperasi, kontribusi utama Bung Hatta dalam pembentukan Republik Indonesia adalah tata pengaturan kebijakan luar negeri Indonesia. Pada tahun 1948, Bung Hatta menyampaikan pidato berjudul "Mendayung Diantara Dua Karang". Di dalamnya, beliau menyebut Perang Dingin serta konflik antara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Bung Hatta mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia harus menjaga kepentingan sendiri dulu, bukan kepentingan AS dan Uni Soviet. Dengan mengatakan ini, Bung Hatta ingin menjadikan Indonesia independen dalam memutuskan sikapnya selama Perang Dingin. Bung Hatta juga menambahkan bahwa Indonesia harus menjadi peserta aktif dalam perkembangan politik dunia. Doktrin ini --yang kemudian dikenal sebagai doktrin "bebas dan aktif”-- terus menjadi dasar dari kebijakan luar negeri Indonesia.
Karya-karya lainnya adalah berbentuk tulisan. Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah jauh lebih maju, yaitu dengan memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis. Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di Negeri Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Bung Hatta. Perpustakaan Bung Hatta memiliki koleksi lebih dari 8.000 buku, terdiri dari berbagai disiplin ilmu: sejarah, budaya, politik, dan bahasa. Walaupun Bung Hatta sudah tiada, beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang positif.
Lantas apa yang diteladani Muslim Kasim dari sosok politisi yang juga ulama Mohammad Natsir? Sosok yang lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, 17 Juli 1908 ini adalah perdana menteri Indonesia, pendiri sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia. Di kancah internasional, dia pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim se-Dunia (World Muslim Congress) dan Ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Natsir banyak menulis tentang pemikiran Islam. Dia aktif menulis di majalah-majalah Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929.  Hingga akhir hayatnya 6 Februari 1993 (pada umur 84 tahun) di Jakarta, dia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya tulis lain. Dia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya Indonesia. Dia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan Soeharto terhadap Islam.
Pada tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Natsir bukan hanya pahlawan bagi Indonesia. Tetapi, dunia Islam sudah mengakuinya sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara. Tahun 1957, Natsir menerima bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul Malik Faisal al-Alamiyah) berkat jasa-jasanya di bidang pengkhidmatan kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Penghargaan serupa pernah diberikan kepada ulama besar India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, juga kepada ulama dan pemikir terkenal Abul A’la al-Maududi. Karena itulah, hingga akhir hayatnya, tahun 1993, Natsir masih menjabat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah Alam Islami.
Adalah menarik bila menilik riwayat pendidikan Natsir. Tahun 1916-1923 Natsir memasuki HIS (Hollands Inlandsche School) di Solok. Pada sore hari, dia menimba ilmu di Madrasah Diniyah. Tahun 1923-1927, Natsir memasuki jenjang sekolah MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang. Lalu, pada 1927-1930, dia memasuki jenjang sekolah lanjutan atas di AMS (Algemene Middelbare School) di Bandung. Lulus dengan nilai tinggi, dia sebetulnya berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan orang-tuanya, agar dia menjadi Meester in de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi.
Tapi, semua peluang itu tidak diambil oleh Natsir, yang ketika itu sudah mulai tertarik kepada masalah-masalah Islam dan gerakan Islam. Natsir mengambil sebuah pilihan yang berani, dengan memasuki studi Islam di ‘Persatuan Islam’ di bawah asuhan Ustad A. Hasan. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus guru diploma LO (Lager Onderwijs). Lalu, tahun 1932-1942 Natsir dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Islam (Pendis) Bandung.
Natsir memang seorang yang haus ilmu dan tidak pernah berhenti belajar. Syuhada Bahri menceritakan pengalamannya selama bertahun-tahun bersama Natsir. Hingga menjelang akhir hayatnya, Natsir selalu mengkaji Tafsir al-Quran. Tiga Kitab Tafsir yang dibacanya, yaitu Tafsir Fii Dzilalil Quran, Tafsir Ibn Katsir, dan Tafsir al-Furqan karya A. Hasan.
Kecintaan Natsir di bidang pendidikan dibuktikannya dengan upayanya mendirikan sejumlah universitas Islam. Setidaknya ada sembilan kampus di mana Natsir berperan besar dalam pendiriannya, antara lain Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Universitas Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Riau, dan Universitas Ibn Khaldun Bogor. Tahun 1984, Natsir juga tercatat sebagai Ketua Badan Penasehat Yayasan Pembina Pondok Pesantren Indonesia. Di bidang pemikiran, tahun 1991, Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa dari Universiti Kebangsaan Malaysia.
Natsir memang bukan sekadar ilmuwan dan penulis biasa. Tulisan-tulisannya mengandung visi dan misi yang jelas dalam pembelaan terhadap Islam. Ia menulis puluhan buku dan ratusan artikel tentang berbagai masalah dalam Islam. Menurut mantan Menteri Sosial Bachtiar Chamsah, tulisan-tulisan Natsir menyentuh hati orang yang membacanya.
“Pak Natsir memiliki kedalaman ilmu dan pengetahuan yang luar biasa dalam melihat persoalan bangsa. Saat orang belum bisa melihat, beliau sudah tembus jauh ke depan. Kata banyak orang dia memperoleh ilham, padahal itu tidak terlepas dari kedalaman ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya,” tutur Muslim Kasim.
Sebenarnya Muslim Kasim tidak hanya meneladani dua tokoh nasional penuh integritas Mohammad Hatta dan Mohammad Natsir. Dia pun mengagumi Presiden (pertama) RI Soekarno. “Bung Karno yang berapi-api cukup kuat memimpin negeri ini. Sayang memang bila di tahun 1956 Bung Hatta mundur karena merasa ada ketidak-cocokan prinsip dengan Bung Karno. Itu sebuah kerugian besar bagi negara dan bangsa Indonesia. Kadang kita memang harus melihat kepentingan yang lebih besar, tidak sebatas prinsip-prinsip yang masih mungkin buat dikompromikan,” ujar Muslim Kasim yang sampai sekarang masih menyimpan potret Soekarno di kamarnya.
Muslim Kasim meneladani banyak tokoh nasional berintegritas. Dia berusaha mengambil sisi-sisi positif tokoh-tokoh nasional tersebut. Dari sana dia berupaya menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memimpin pemerintahan maupun kehidupan sehari-hari dalam keluarga.

D.   Mengabdi Tiada Henti   
Ibarat lakon cerita, babak suatu kisah diawali dengan prolog dan diakhiri dengan epilog. Sang fajar selalu bergerak menuju senja. Sang waktu terus berdetak sambil memercikkan serbaneka rupa dan warna cerita. Sang awal senantiasa bergerak menuju “batas akhir”.
Perjalanan Muslim Kasim sebagai abdi masyarakat, pegawai Bulog, dimulai dari Jakarta (1976) selaku staf inspektorat Bulog selepas kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung. Sampai pada titik Kepala Dolog Sumatera Barat pada tahun 1998. Di bawah kepemimpinannya, Dolog Sumatera Barat berhasil menyelesaikan persoalan pangan di daerah-daerah yang rawan pangan.
Tahun 2000, dia menjatuhkan pilihan menjadi pamong praja atau pelayan masyarakat dengan langkah mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Padang Pariaman. Tekadnya sebagai pamong terpenuhi saat dirinya terpilih sebagai Bupati Padang Pariaman periode 2000-2005. Bahkan, melalui pemilihan langsung di tangan rakyat, tahun 2005, dia kembali memperoleh amanah untuk memimpin Kabupaten Padang Pariaman.
Kepemimpinannya sebagai Bupati Padang Pariaman tidak mengecewakan. Dia mampu membawa masyarakat Padang Pariaman keluar dari keterpurukan. Tahun 2009, keuangan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman termasuk baik dan memperoleh penghargaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai instansi Pemerintah Daerah yang memiliki laporan keuangan berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).  Apresiasi tidak hanya berhenti di sini. Pada tahun 2009 pula, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman memperoleh penghargaan sebagai Pemerintah Daerah yang paling baik dalam mengelola laut dan pantai. “Alhamdulillah, menurut penilaian masyarakat dan pemimpin yang lebih tinggi, prestasi Kabupaten Padang Pariaman cukup bagus,” ujar Muslim Kasim.    
Tidak hanya sebatas memperbaiki manajemen keuangan Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman yang menjadi fokus pengabdian sosok akuntan lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung 1976 ini. Dia juga berusaha membangkitkan spirit orang Padang Pariaman yang pernah berada di titik nadir gara-gara musibah gempa bumi dahsyat di sore hari sekitar pukul 17.16 WIB pada 30 September 2009. Mental dan spirit orang Padang Pariaman menurun drastis karena hasil-hasil pembangunan selama ini luluh-lantak cuma dalam hitungan detik atau menit. Muslim Kasim merasa tertantang untuk membangkitkan semangat hidup rakyat yang sehari-hari (di waktu normal) saja sudah kesulitan.
Atas musibah itu, Muslim Kasim berusaha mengajak warga Padang Pariaman untuk mengoreksi diri, jangan sampai terus menerus larut dalam kesedihan dan jangan menjadi umat yang mengingkari nikmat Tuhan. Musibah adalah nasihat terbaik guna memperbaiki kualitas spiritualitas dan rohaniah diri umat. Pun termasuk mawas diri apakah selama ini umat manusia Padang Pariaman telah meningkari kenikmatan yang diturunkan Tuhan dengan tidak membuat kerusakan. Di tengah masa pengabdian kedua sebagai Bupati Padang Pariaman yang tinggal menghitung hari itu, Muslim Kasim berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi warga masyarakat, mengajak mereka untuk tinggal di lokasi-lokasi yang relatif aman bilamana terjadi gempa bumi atau bencana alam lainnya, dan terus mendorong kegiatan belajar-mengajar agar tidak berhenti di tengah jalan.
Secara bertahap Muslim Kasim berhasil mengajak warga Padang Pariaman keluar dari krisis akibat musibah gempa bumi. Ini tidak terlepas dari kedalaman pengetahuannya tentang landasan kultural lokal bahwa masyarakat Padang Pariaman masih sangat mendengar dan menghormati ninik mamak, cerdik pandai dan tokoh masyarakat yang ada. Dia berusaha melibatkan kaum ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai dan tokoh masyarakat buat mengajak warga berpindah ke tempat tinggal dan bertani yang baru.
Saat gempa bumi melanda Padang Pariaman, Muslim Kasim berusia lebih dari 67 tahun. Sebagai pemimpin, dia tidak ingin sekadar memberikan perintah kepada bawahan. Dengan fisiknya yang tetap bugar dia keluar-masuk daerah-daerah korban gempa untuk menyemangati warga masyarakat. Nyaris tidak tampak rasa lelah pada dirinya. Dia ingin benar-benar melayani rakyatnya. Dia menyadari bahwa masyarakat kita bukanlah masyarakat kerajaan yang pucuk pimpinan pemerintahannya cukup main perintah kepada abdi dalem. 
Berkat upaya untuk senantiasa menikmati pengabdiannya, kesehatan Muslim Kasim terus terjaga dan dijaga oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sampai kini, di saat mengemban mandat Wakil Gubernur Sumatera Barat, fisiknya tetap sehat wal afiat.   
Di tengah kondisi fisiknya yang tetap prima pada usia senja, Muslim Kasim berharap terus terjaga lebih panjang lagi. Sebagai manusia, dia berharap kesehatan itu terus diberikan Tuhan tidak hanya sampai di tapal batas pengabdian sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat. Boleh jadi, meminjam cita-cita sastrawan angkatan ’45 Chairil Anwar, Muslim Kasim ingin hidup seribu tahun lagi.
Hidup seribu tahun lagi tanpa menyia-nyiakan umur panjang yang diberikan Tuhan kepadanya. Muslim Kasim teringat pada kata-kata bijak bahwa seburuk-buruk manusia adalah mereka yang berumur panjang namun dipenuhi dengan perbuatan-perbuatan maksiat dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang berumur panjang dan baik amal perbuatannya. Dan sebaik-baik manusia pula adalah mereka yang mampu membawa (memberikan) manfaat bagi orang lain.
Muslim Kasim tak hendak berhenti lalu ongkang-ongkang kaki di ujung titian pengabdian sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat. Masih banyak titian lain yang dapat dilalui agar sepanjang hayatnya benar-benar sarat arti. Dia ingin seperti banyak tokoh-tokoh berintegritas yang masih mampu memberikan baktinya sampai di ujung kehidupan. Misalkan seperti politisi Partai Masyumi Mohammad Natsir, tokoh yang dikaguminya yang saat meninggal dunia di usia 84 tahun masih tercatat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah Alam Islami.
Muslim Kasim tak ingin lagi meniti di tahta Gubernur atau Wakil Gubernur Sumatera Barat. “Saya ingin bertani atau berkebun. Tapi, kalau masih diberi kesehatan yang prima, saya tetap ingin terus mengabdi kepada masyarakat, mungkin ruang lingkupnya yang berbeda. Saya tidak mau maju lagi dalam pencalonan gubernur Sumatera Barat periode mendatang. Saya hanya ingin maju ke pemilihan anggota DPR atau menjadi wakil rakyat,” tutur Muslim Kasim tentang obsesinya selepas menuntaskan amanahnya di kursi Wakil Gubernur Sumatera Barat.
Dengan menjadi wakil rakyat, Muslim Kasim ingin tetap mengawal jalannya pembangunan, terkhusus pembangan wilayah Sumatera Barat. Dia ingin menyumbangkan pengalaman dan pemikirannya selama berada di titian birokrasi dan eksekutif untuk memberikan bobot dan warna para wakil rakyat. Dia bertekad menjadi wakil rakyat yang berkualitas dan penuh integritas. ***
  

No comments:

Post a Comment