Life
is not only for bread.
Hidup bukanlah sekadar untuk
sepotong roti.
Konosuke Matsushita
Pendiri
dan Pimpinan Matsushita Group
Nagari Parit Malintang, Kecamatan
Enam Lingkung, Ramadhan 1432 H (2011 M). Matahari
menjelang terbenam. Muslim Kasim pulang ke rumahnya di Parit Malintang,
Kabupaten Padang Pariaman, itu untuk berbuka puasa. Kali ini, dia tidak pulang
sendirian lalu berbuka bersama keluarganya. Kali ini dia membawa rombongan Tim
Ramadhan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Dan dia pun disambut Tim Ramadhan
Kabupaten Padang Pariaman.
Usai
berbuka bersama dan shalat Maghrib berjamaah di rumahnya, Muslim Kasim menuju Masjid
Raya Gadur untuk menunaikan shalat Isya berjamaah. Sebagaimana galibnya suasana
Ramadhan, malam itu, jamaah Masjid Raya Gadur berlimpah karena mereka ingin
bersama-sama menunaikan shalat Tarawih seusai shalat Isya. Jamaah juga sudah
menunggu kedatangan Muslim Kasim, mantan Bupati Padang Pariaman yang kini
menjabat Wakil Gubernur Sumatera Barat.
Selesai
menunaikan shalat Isya berjamaah, Prof. Dr.
Duski Samad yang ikut bersama Tim,
tampil memberikan ceramah Ramadhan. Kemudian dilanjutkan dengan nasihat singkat
oleh Wagub Muslim Kasim. Selaku ketua Tim Ramadhan, selanjutnya, Muslim Kasim
menyerahkan bantuan sebesar Rp9 juta untuk pembangunan Masjid Gadur, 20 buah
al-Quran, 7 buah tafsir al-Quran dan uang santunan untuk anak yatim dan
anak-anak dari keluarga miskin.
Dengan
wajah bugar dan kesehatan tampak prima, Muslim Kasim menyampaikan empat pesan
moral dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Empat pesan moral itu adalah
ikhlas, disiplin, jujur dan kepedulian sosial. Sesuatu pekerjaan atau
ibadah akan terasa ringan bila dilakukan
dengan ikhlas. Puasa misalnya, sungguh terasa sangat menyiksa kalau tidak
dilandasi iman dan ikhlas kepada Allah SWT.
Begitu pula shalat yang dikerjakan lima waktu sehari semalam.
Dari
Masjid Gadur, bersama rombongan, Muslim Kasim menuju ke Masjid Raya Dinal
Ma’ruf Pasa Dama, Nagari Parit Malintang. Di masjid bertingkat dua yang cukup megah itu, Tim Ramadhan
Pemprov Sumbar kembali menghadirkan Prof. Dr. Duski Samad untuk memberikan ceramah. Di sini, Wagub Muslim
Kasim pun menyerahkan bantuan berupa uang tunai Rp9 juta, 20 buah al-Quran, dan
tujuh buah tafsir al-Quran. Bantuan ini diterima pengurus dan disambut jamaah penuh
sukacita.
Dentang
waktu telah menunjukkan pukul 23.30, mendekati tengah malam, ketika acara usai
di Masjid Raya Dinal Ma’ruf Pasa Dama. Saat rombongan hendak meninggalkan
masjid untuk langsung pulang ke Padang, Wagub Muslim Kasim diminta oleh walinagari
setempat agar bersedia hadir pada acara Nuzulul Quran di sebuah surau yang masih
berada di wilayah Nagari Parit Malintang.
Kendati
malam telah larut, dengan senang hati Muslim Kasim menyatakan kesanggupannya.
Nah, dari Masjid Dinul Ma’ruf Pasa Dama, rombongan lalu menuju Surau (baru) Al
Mu’min, Padang Baru, yang tengah melaksanakan acara peringatan Nuzulul Quran.
Sungguh
luar biasa. Di usianya yang telah melewati 69 tahun ketika itu Muslim Kasim
masih tampak segar dan penuh semangat saat diminta memberikan kata sambutan.
Pada kesempatan itu, Muslim Kasim memberikan pula bantuan berupa uang tunai
sebesar Rp5 juta untuk pembangunan surau tersebut. “Membaca al-Quran adalah
perbuatan yang sangat mulia di sisi Allah SWT. Surga sangat merindukan
orang-orang yang rajin membaca al-Quran,” kata Muslim Kasim singkat namun padat.
Kebugaran
seorang Muslim Kasim memang demikian terjaga. Pada awal 2012 misalkan. Dari
tepian Danau Maninjau, Muslim Kasim bersama ratusan pesepeda tampak bersemangat
menggowes bersama menuju Puncak Lawang yang berjarak sekitar 35 kilometer.
Menikmati alam Maninjau yang penuh pesona dalam balutan “Tour de Maninjau 2012”
yang digelar sebuah perusahaan maskapai penerbangan nasional.
Danau
Maninjau terletak di Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam. Dari kota Padang, kita
bisa mencapai Danau Maninjau setelah menempuh jarak sekitar 140 kilometer. Bila
kita ingin mencapainya dari kota Bukittinggi, jaraknya sekitar 36 kilometer,
atau 27 kilometer dari Lubuk Basung, ibukota Kabupaten Agam.
Danau
Maninjau adalah danau vulkanik yang berada di ketinggian 461,50 meter di atas
permukaan laut, dengan luas sekitar 99,5 kilometer persegi dan kedalaman 495
meter. Cekungan Danau Maninjau terbentuk karena letusah gunung yang bernama
Sitinjau. Hal ini dapat kita lihat dari bentuk bukit di sekeliling danau yang
menyerupai seperti dinding. Danau ini tercatat sebagai danau terbesar ke 11 di
Indonesia. Sementara di Sumatera Barat, danau ini merupakan danau terluas kedua
setelah Danau Singkarak.
Kita
bisa menikmati keindahan Danau Maninjau dari Puncak Lawang. Dari atas puncak
dengan ketinggian kurang lebih 1.120 meter dpl ini kita dapat menikmati
keindahan Danau Maninjau. Tempat ini bahkan bisa dikatakan lebih populer
ketimbang Danau Maninjau itu sendiri. Pemandangan yang disajikan di Puncak Lawang
begitu penuh pesona hingga tempat ini menjadi salah satu destinasi wisata yang
wajib untuk dikunjungi bila kita melancong ke Sumatera Barat. Di Puncak Lawang kita
juga bisa menikmati paralayang. Tempat ini terletak di Kecamatan Matur,
Kabupaten Agam. Tempat ini merupakan daerah puncak menuju Danau Maninjau. Dan
dari tempat ini lah kita bisa melihat pemandangan Danau Maninjau secara utuh.
Kembali
kepada sosok Muslim Kasim. Di awal 2012, dia yang tampak bersama ratusan
pesepeda “Tour de Maninjau” itu bukanlah sosok orang muda usia dengan vitalitas
dan kebugaran yang prima. Usianya boleh dibilang tidak muda lagi. Tanggal 28
Mei 2012 lalu, dia genap berumur 70 tahun. Pada sebuah usia yang tidak jarang si
anak manusia telah didera sejumlah kemunduran fungsi fisiknya. Tidak sedikit di
antara mereka yang mampu mencapai usia tujuh dasawarsa ternyata harus menerima
kenyataan dalam keadaan sakit tua, ompong, pikun dan peot. Tidak mampu lagi
merasakan kenikmatan hidup duniawi. Bahkan, tidak sedikit pula mereka yang
harus melewatkan sisa hidupnya di atas kursi roda.
Tidak
demikian halnya dengan sosok Muslim Kasim. Di awal 2012 itu, dia begitu lincah
menggowes sepeda gunung melintasi tepian Danau Maninjau. Bukanlah hal yang
tiba-tiba bila seorang Muslim Kasim mampu bersepeda dalam jarak yang lumayan
jauh. Ketika masih menjabat Bupati Padang Pariaman, Muslim Kasim suka bersepeda
antara Bukittinggi dan Payakumbuh yang juga berjarak sekitar 35 kilometer. Sejak
muda usia, di waktu-waktu senggang, dia suka mengayuh sepeda untuk ‘mencari’
keringat. Aktivitas fisiknya secara rutin dipacu sehingga otot-ototnya tidak
terasa kaku dan kelu. Selain menggowes sepeda, dia pun aktif jogging, berenang
dan bermain golf. Kebugaran fisiknya benar-benar terjaga.
Kini
di usianya yang telah melewati 70 tahun, di hari Sabtu dan Ahad, Muslim Kasim
banyak menghabiskan waktunya buat berkebun. “Dulu waktu masih tinggal di
Bandung, saya suka menanam kentang dan kol. Di Padang sekarang ini, saya suka
menanam buah naga. Sekitar 200 tanaman buah naga saya tanam di kebun,” ujar
Muslim Kasim sekali waktu mengungkapkan ihwal kiatnya tetap hidup sehat dan
bugar di usia senja.
A. Hidup Bukan Semata untuk Diri
Sendiri
Bukan
langkah mudah bilamana Muslim Kasim sekarang tampak masih sehat wal afiat dan
enerjik di saat usianya sudah tergolong lanjut. Upayanya menggapai kesehatan
yang prima di kala umur kebanyakan orang sudah uzur itu dibangun sejak muda
usia. “Dibutuhkan perjuangan, kerja keras dan kemampuan melihat kekuatan diri
kalau kita ingin tetap prima di usia senja. Dari kekuatan yang ada dalam diri
sendiri, kita akan mampu mengukur dan membagi aktivitas apa yang dapat kita
lakukan. Action itu harus betul-betul
diperhitungkan,” tutur Muslim Kasim.
Kendati
hanya memperhitungkan kekuatan diri sendiri, namun Muslim Kasim tidak lantas
cuma action untuk dirinya sendiri.
Justru, dari kekuatan diri sendiri itulah, dia berusaha memberikan yang terbaik
buat sesama umat manusia. Baginya, kesehatan yang prima dan umur yang relatif
panjang harus benar-benar memberi arti kepada sesama. Terlebih lagi, jejak
perjalanan seorang Muslim Kasim berada pada trek yang memang sangat memungkinkan
memberi arti kehidupan kepada sesama umat manusia.
Selepas
kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran, Bandung, tahun 1976, Muslim
Kasim meniti karir di Badan Urusan Logistik (Bulog). Sebuah badan yang
mengurusi logistik pangan rakyat di negeri bernama Indonesia ini. Sejak tahun
1976 sampai 1998, Muslim Kasim berkelana dari Bulog ke Dolog di beberapa
wilayah republik ini. Di tahun 1998, dia mengemban amanah sebagai Kepada Dolog Wilayah
Bali.
Di
tengah pengabdian pada masyarakat Pulau Dewata itu, suatu ketika, Muslim Kasim kedatangan
rombongan pejabat Provinsi Sumatera Barat yang sedang plesiran ke Bali
sekaligus anjangsana ke Kantor Dolog
Wilayah Bali. Beberapa koleganya dari Sumatera Barat itu terkagum-kagum melihat
manajemen Dolog Bali dalam mengelola distribusi pangan (terutama beras dan
terigu) di wilayah wisata tersohor seantero dunia ini.
Nuraninya
terusik. Maka di satu waktu pada tahun 1997, dia menghadap Kepala Bulog (saat
itu) Bedu Amang. Muslim Kasim memohon agar dirinya ditugaskan untuk memimpin
Kantor Dolog Provinsi Sumatera Barat. Gayung pun bersambut. Tak berapa lama
setelah menghadap, pada 1998, Bedu Amang menerbitkan surat pengangkatan Muslim
Kasim sebagai Kepala Dolog Sumatera Barat.
Muslim
Kasim tidak menyia-nyiakan amanah yang diberikan Kepala Bulog kepada dirinya.
Salah satu prestasi yang cukup menyentuh hati warga masyarakat Sumatera Barat
adalah ketika Muslim Kasim mampu mengatasi kelangkaan beras dan pangan yang
pernah melanda wilayah Minang di tahun-tahun 1998-1999. Sebuah prestasi yang
tidak gampang digapai lantaran wilayah Sumatera Barat tidak memiliki sumber
daya alam yang memadai guna mencapai sebuah tingkat ketercukupan pangan.
Selain
sumber daya alam pangan yang kurang memadai, Muslim Kasim pun memahami benar
bahwa banyak daerah dan warga masyarakat di Provinsi Sumatera Barat ini yang
masih masuk kategori kurang cukup pangan. Pendapatan per kapita dan laju
pertumbuhan ekonomi beberapa wilayah di provinsi ini masih berada di bawah
rata-rata, baik secara provinsi maupun nasional. Salah satu daerah yang masuk
kategori itu adalah kampung halamannya, Kabupaten Padang Pariaman.
Muslim
Kasim tidak ingin sekadar membantu warga kampung halamannya dari sisi pangan
yang memang dirasakan cukup sulit. Dia ingin memberi arti pengabdian yang lebih
jauh, bukan hanya memikirkan karir dirinya yang waktu itu sangat mungkin
mencapai puncak karir sebagai Kepala Bulog –sebuah posisi jabatan yang
didambakan banyak orang yang berkarir di badan pemerintah yang mengurusi pangan
itu.
Namun,
Muslim Kasim berusaha membuang jauh-jauh ego yang cuma memikirkan kepentingan
diri pribadi itu. “Memang, sebagai Kepala Dolog, pengabdian kepada masyarakat
sudah cukup berarti, yakni membantu masyarakat yang kekurangan atau kesulitan
pangan. Tapi, saya ingin ladang pengabdian yang lebih luas lagi,” tutur Muslim
Kasim mengenang masa silamnya sebelum berketetapan hati maju mencalonkan diri
sebagai Bupati Padang Pariaman pada tahun 2000.
Terlebih
lagi, waktu itu, sebagian besar lapisan masyarakat memintanya agar bersedia
maju memimpin daerah Kabupaten Padang Pariaman. Sebagai abdi negara, tidak
secara cepat dia bisa menjawab aspirasi masyarakat. Dia masih terikat pada birokrasi
dan mekanisme kerja di instansinya. Dia masih memiliki atasan yang berwenang
memberikan izin untuk dapat maju ke arena pemilihan kepala daerah yang saat itu
masih berada di tangan para wakil rakyat di DPRD. Sebab itu, dia segera
menghadap ke atasannya, Kepala Bulog, yang waktu itu dirangkap oleh Menteri
Perindustrian Drs. H.M. Jusuf Kalla. Jawaban Jusuf Kalla relatif sederhana,
“Saya akan mengizinkan Anda apabila Anda sungguh-sungguh berniat dan bertekad
menjadi pejabat publik yang baik, jujur, dan membela kepentingan rakyat.”
Plong
rasa hati Muslim Kasim. Setelah melalui proses pemilihan di DPRD Kabupaten
Padang Pariaman dan diperkuat dengan Keputusan Presiden RI tertanggal 13
Februari 2000, Muslim Kasim yang berpasangan dengan Martias Mahyudin memperoleh
mandat sebagai Bupati dan Wakil Bupati Padang Pariaman periode 2000-2005. “Dengan
menyandang predikat kepala daerah, ladang pengabdian saya tidak sebatas pada
pemenuhan pangan. Ladang pengabdian saya meluas ke aspek sosial, budaya,
politik, ekonomi dan segala aspek terkait lainnya. Saya harus mampu
memberdayakan kabupaten yang sebagian besar wilayahnya berupa pesisir dan
perairan laut agar daerah ini mampu lepas dari himpitan kemiskinan,” ujar
Muslim Kasim beberapa saat setelah terpilih sebagai Bupati Padang Pariaman
(2000-2005).
Berkat
kesehatan yang prima, Muslim Kasim benar-benar mencurahkan waktu dan umurnya
buat mengabdikan diri kepada kampung halamannya. “Di sini saya berpikir bahwa
hidup bukan semata-mata untuk diri kita sendiri tapi juga berusaha memberi arti
kepada orang lain. Misalkan kita memampukan orang lain, berarti kita telah
memampukan diri orang lain, membangun keluarga mereka. Bagaimana pula kita
memberdayakan kelompok, kalau kita mampu memberdayakan seorang pengusaha maka
dia juga akan membantu orang lain,” ucap Muslim Kasim.
Dalam
rentang waktu yang relatif panjang mengabdi sebagai seorang kepala daerah,
Muslim Kasim merasa banyak keberuntungan menyambangi kehidupannya. Dengan
senantiasa berpikir positif membawa kemajuan masyarakat, kini sampai di usinya
yang telah melewati 70 tahun dan menapaki perjalanan sebagai Wakil Gubernur
Sumatera Barat, dia merasa sangat bersyukur. Bersyukur lantaran masih diberkahi
umur dan kesehatan yang prima. Bersyukur karena Tuhan memberikan
peluang-peluang yang terkadang lebih dari diminta oleh seorang Muslim Kasim.
Sudah
sejak kecil, Muslim kasim memperoleh pendidikan sikap dan watak untuk senantiasa
memberi arti kepada semakin banyak orang. Kendati kedua oran-tuanya sebagai
pedagang yang biasanya cenderung transaksional, dia betul-betul dididik dan
meresapi nilai-nilai berbagi dan memberi kepada sesama. Memberi dulu, menerima
kemudian. Itulah nilai esensial yang ditanamkan kedua orang-tuanya yang terus
terngiang sampai sekarang.
Sebab
itu, di puncak karirnya sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat kini, Muslim
Kasim terus berderma pada anak yatim-piatu dan para musafir. Dia menyelami
betul petuah Rasulullah Muhammad saw yang melukiskan bahwa manusia selalu
berkata: “Hartaku, hartaku.” Padahal, hanya tiga macam dari harta bendanya yang
khusus bagi dirinya, yakni apa yang sudah dimakannya kemudian hancur dan larut,
apa yang sudah dipakainya kemudian usang dan rusak, dan apa yang diberikannya
(berupa sedekah, derma wakaf, zakat, dan sejenisnya) yang kemudian itulah yang
menyenangkan hatinya. Selain itu, semua akan hilang dan ditinggalkannya bagi
yang lain.
Muslim
Kasim selalu berusaha ikhlas dalam memegang prinsipnya senantiasa memberikan
atau berbagi dengan orang lain. Lekat dalam benaknya sehari-hari (dari) Abu
Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Apabila salah seorang di
antara kalian menjalankan agamanya dengan baik maka setiap kebaikan yang ia
lakukan dicatat sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, dan setiap
amal keburukan yang dilakukan hanya dicatat semisalnya (dihitung satu).” (HR Bukhari-Muslim)
Di
benak Muslim Kasim catatan kebaikan yang berlipat-lipat itu tidak semata-mata
dalam hitungan ekonomis harta material. Kebaikan dapat pula berupa umur panjang
dengan fisik yang tetap prima, bugar dan sehat.
B. Menghitung-hitung Kemampuan Diri
Satu
lagi prinsip yang membawa Muslim Kasim tetap prima di usia senja adalah
kemampuan dirinya untuk selalu mengukur diri, menghitung-hitung kekuatan diri
dan membaca situasi sekeliling diri. Sepertinya prinsip ini cuma mementingkan
diri sendiri. Namun, sejatinya, prinsip ini justru mengajak seseorang memberi
arti kehidupan bagi dunia sekelilingnya. “Bagaimana kita mampu memberi arti
bagi sekeliling kalau diri ini tidak mampu melihat apa yang ingin disumbangkan
kepada sesama di sekeliling kehidupan ini,” ujar Muslim Kasim berfilosofi.
Muslim
Kasim mengajak kita menghitung diri dari hal yang terasa sepele. Misalkan dalam
hal kebiasaan makan. Dulu semasa masih muda usia, dia makan
sekenyang-kenyangnya. Tidak terlampau peduli proporsi gizi makanan yang
disantap, kadang porsi daging cukup banyak, yang penting perut kenyang. Kini,
di usia yang sudah tidak muda lagi, dia tidak mementingkan rasa kenyang. Hal
ini, katanya, untuk menjaga keseimbangan fisik agar jangan sampai terlalu
gemuk.
“Saya
sudah mengurangi makan, lebih nyaman merasa lapar daripada kenyang. Kegemukan
bagi orang seumur saya ini cukup berbahaya. Kalau kegemukan, beban fisik ini
lari ke kekuatan lutut. Hal ini jelas akan mempengaruhi aktivitas sehari-hari,”
papar Muslim Kasim ihwal resepnya tetap fresh
dan fit di usia lanjut.
Muslim
Kasim menerapkan ajaran leluhurnya yakni berhenti makan sebelum kenyang. Dalam
artian, dia menjaga pola makan, mulai dari porsi, serta memahami kualitas
makanan yang dikonsumsinya sehari-hari. ”Makanan yang saya konsumsi harus
benar-benar berguna untuk tubuh,” ungkapnya. Muslim Kasim telah terbiasa
mengonsumsi makanan secara tidak berlebihan. Itupun, makanan yang dikonsumsi
harus makanan yang sehat, seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Dalam rentang
waktu 20 tahun terakhir, dia rutin mengonsumsi jus buah-buahan tiap hari. Jus
buah menjadi item yang wajib ada pada menu sarapan pagi.
Bila
harus makan di luar rumah, terutama rumah makan, Muslim Kasim menjaga diri
untuk tidak menambah porsi. “Diusahakan tidak kenyang, jangan merasa kenyang,
sebelum kenyang, saya langsung berhenti makan. Sederhana kan resep sehat saya,”
tuturnya. Pendek kata, dia ingin meneladani Rasulullah saw yang tidak
berlebih-lebihan dalam menjalani kehidupan. Rasulullah saw bersabda, “Makanlah,
minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebihan dan tidak pula
berbangga.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Bukhari secara muallaq)
Muslim
Kasim berusaha mengendalikan nafsu makan untuk menekan nafsu-nafsu yang lain. Sosok
yang masih aktif memegang amanah sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat ini
meyakini bila mampu mengendalikan nafsu makan, maka nafsu-nafsu yang lain akan
mudah dikendalikan. Selain itu, kesadaran dari diri sendiri sangatlah
dibutuhkan. Misalnya, memahami kemampuan tubuh yang sudah tidak bisa menerima
segala jenis makanan, terutama makanan yang mengandung kadar kolesterol yang
tinggi.
Muslim
Kasim menyadari banyak faktor yang memengaruhi kesehatan tubuh, terutama bagi
lansia seperti dirinya. Tidak sebatas menjaga pola makan saja. Ada
faktor-faktor lain yang harus diperhatikan seperti faktor lingkungan dan
ekonomi.
“Terkadang
lingkungan bisa membawa kita pada pola hidup yang tidak sehat, misalkan ketika
berada pada sekitar perokok aktif. Tahu sendiri kan bagaimana dampak yang harus
diterima oleh orang yang tidak merokok? Tentunya kita tahu siapa yang paling
dirugikan,” jelas bapak dari 5 anak ini.
Selain
faktor lingkungan, faktor ekonomi juga sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Perekonomian yang lemah akan membuat seseorang menggunakan otaknya untuk
berpikir dengan keras, dalam artian bisa memicu tekanan jiwa. Bisa dibayangkan
bila lansia tidak memiliki keluarga dan harus berusaha memenuhi kebutuhannya
sendiri, terlebih mereka tidak mempunyai uang cukup. Hal itu akan memicu stres
dan membuat kondisi kesehatan menjadi kurang baik.
Bila
berada dalam kondisi demikian maka faktor kejiwaan harus diperhatikan secara
sungguh-sungguh. Terutama dalam menghadapi pekerjaan yang dapat memicu stres.
“Segera sadar bila ada tekanan dalam pekerjaan ataupun berbagai hal. Jika kita
sudah menyadari dalam keadaan tertekan, maka segeralah dilawan. Saat menemui
hal seperti itu, istirahat adalah hal terbaik untuk menjaga kesehatan,” jelas Muslim
Kasim.
Untuk
menghindari stres lantaran pekerjaan yang kadang menumpuk, Muslim Kasim
berusaha menikmati saja pekerjaan yang wajib diselesaikannya. Dia berupaya
menikmati pekerjaannya sebagai pelatihan otak agar tidak berhenti berpikir.
Kemudian, hari Sabtu dan Ahad dinikmatinya buat meregangkan jiwa dan otak
dengan aktivitas berkebun, bersepeda, jogging dan kadang berenang. Jogging yang
dilakukan dengan tidak terlalu cepat berguna untuk memperbaiki kemampuan
pengambilan zat asam (O2) yang menyangkut fungsi jantung, paru-paru, peredaran
darah kaki, dan lain-lain. Kemudian bersepeda atau berenang dapat meningkatkan
keregangan dan daya tahan tubuh.
Kebanyakan
dokter menyarankan agar kita tetap melatih otak. Jangan biarkan otak ini menganggur.
Tetap latih otak untuk berpikir. Karena itu juga memengaruhi kesehatan tubuh.
Banyak contoh bahwa orang yang suka membaca dan berpikir itu sangat sehat dan
bugar, meskipun mereka lansia. Salah satu contohnya adalah profesor atau guru
besar. Kebanyakan waktu yang mereka miliki dimanfaatkan untuk membaca.
Selain
terus menjaga aktivitas otak, Muslim Kasim kini pun membatasi diri untuk begadang.
Kebanyakan orang, meskipun sedang dalam kondisi lelah, tetap saja memaksakan
tubuh untuk begadang. Jika dalam kondisi yang penat dan capek maka seharusnya
tubuh mesti diistirahatkan. Bila sedang penat dan capek maka tidur adalah hal
yang wajib dilakukan.
Tidur,
kata Muslim Kasim, dapat membantu proses penyembuhan untuk orang yang sedang
kelelahan. Karena itu, dirinya selalu berusaha tidur sebentar jika tidak sedang
disibukkan banyak aktivitas yang harus dikerjakan. Untuk malam, dia berusaha
tidur tepat waktu, dari pukul 22.00 sampai 04.00 pagi. “Waktu kampanye lalu,
saya memang sempat tidak tidur tiga hari tiga malam. Tapi hal itu tidak boleh
dilakukan tiap hari, sekali-sekali saja,” ujar sosok yang pernah menjabat
sebagai Wakil Kepala Dolog Jawa Timur pada tahun 1992-1994 ini.
Kiat
hidup bugar di umur lanjut yang diterapkan oleh Muslim Kasim ini mengingatkan
kita pada orang-orang yang berasal dari Okinawa (Jepang) dan komunitas The Seventh Day Adventist di Amerika
Serikat yang mampu hidup hingga usia lebih dari 100 tahun dengan kondisi tetap sehat.
Mereka menerapkan delapan kiat panjang umur dan sehat. Pertama, Membatasi asupan makanan. Membatasi konsumsi makanan
kurang dari 2.000 kalori per hari akan membantu otot tubuh terbentuk. Namun,
hal ini harus didukung dengan aktivitas fisik seperti olahraga yang teratur.
Kedua,
Menjalin relasi. Orang yang memiliki relasi yang baik dengan lingkungan
sekitarnya cenderung lebih panjang umur dan merasa bahagia. Orang yang
terisolasi mudah stres dan bunuh diri. Ketiga,
Asah otak. Tidak hanya tubuh, otak dan pikiran pun harus dilatih. Hasil
penelitian menyebutkan kalau daya pikir otak yang kuat bisa mengurangi risiko
kematian. Latihan otak bisa dengan permainan sederhana seperti sudoku, catur,
ataupun teka-teki silang.
Keempat,
Batasi daging merah. Daging merah mengandung lemak jenuh yang bisa meningkatkan
kolesterol dalam tubuh. Akibatnya, dapat menimbulkan penyakit jantung. Tak
hanya sebatas itu, ada penelitian yang mengatakan kalau daging merah bisa
mengurangi peran serat dan antioksidan yang berfungsi sebagai penangkal kanker.
Kelima,
Perbanyak makan sayur. Disarankan untuk makan sedikitnya empat porsi sayuran
dalam sehari. Sayuran bisa mengurangi risiko berbagai penyakit fatal seperti
kanker ataupun diabetes. Keenam, Minum
vitamin. Kalau kita sulit makan sayuran, kita mesti mencoba minum vitamin.
Vitamin dapat membantu sistem imun tubuh untuk melawan berbagai zat yang merugikan
bagi tubuh. Meski begitu, kita tetap harus makan sayur untuk mendapat serat
alami.
Ketujuh,
Jangan lupakan kacang-kacangan. Sejak tahun 1860, komunitas The Seventh Day Adventist menekankan
perlunya manusia makan banyak sayur. Akhirnya, pengikut komunitas ini
tergila-gila pada kacang. Hasilnya, penelitian US National Institute of Health menyebutkan kalau pengikut komunitas
ini bisa hidup lebih lama 10 tahun dibanding orang lain pada umumnya.
Kacang-kacangan baik untuk mencegah berbagai macam penyakit seperti kanker.
Dan
kedelapan, Banyak minum air putih. Disarankan
untuk minum air putih setidaknya dua liter atau delapan gelas per hari. Air
berfungsi untuk membersihkan sistem dalam tubuh agar bisa dikeluarkan lewat
urin.
C. Meneladani Mohammad Hatta dan Mohammad
Natsir
Dalam
perjalanan hidup sosok Muslim Kasim, selain kedua orang-tuanya, teladan yang
cukup memberi warna kehidupannya adalah proklamator Mohammad Hatta dan Mohammad
Natsir (politisi berintegritas di era awal kemerdekaan dan Orde Lama).
“Saya
mengagumi Bung Hatta berkat disiplin dan rasa percaya menyerahkan pekerjaan
atau tugas pada mereka yang memang sepantasnya mengurus. Contoh kecil dalam
rumah, seorang ayah atau kepala keluarga tidak perlu sampai mengurus sendok teh
atau tatakan minuman yang hendak dipakai menghidangkan ke tamu. Hal-hal seperti
ini cukup diserahkan kepada isteri atau ibu rumah tangga,” ujar Muslim Kasim.
Selain
itu, kata Muslim Kasim, sosok Bung Hatta juga merupakan sosok pemersatu bangsa
Indonesia. Sekali waktu di tahun 1966, dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua
Badan Kesatuan Mahasiswa Sumatera Barat, dia mengundang proklamator Bung Hatta
untuk menjadi narasumber sebuah diskusi. “Di hadapan kami mahasiswa ketika itu,
Bunga Hatta menekankan bahwa tidak ada lagi pemuda Sumatera Barat, Sumatera
Tengah, Jawa Barat, yang ada adalah pemuda Indonesia. Semua itu telah dilebur
melalui Sumpah Pemuda 1928. Di sini Bung Hatta menekankan pentingnya menanamkan
rasa persatuan dan kesatuan,” papar Muslim Kasim.
Sosok
proklamator yang lahir di Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi, Sumatera
Barat), Hindia Belanda, 12 Agustus 1902, ini meninggalkan teladan besar bagi
bangsa Indonesia, yaitu sikap mendahulukan orang lain, sikap menahan diri dari
meminta hibah, bersahaja, dan membatasi konsumsi pada kemampuan yang ada. Kalau
belum mampu, kita harus berdisiplin dengan tidak berutang atau bergantung pada
orang lain.
Bung
Hatta yang meninggal di Jakarta 14 Maret 1980 (pada umur 77 tahun) ini dikenal
pula sebagai sosok pemimpin bangsa yang bijak dan berprinsip teguh. Bung Hatta
yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide ini memegang teguh prinsip
yang diyakininya. Sebagai contoh adalah prinsip demokrasi yang diyakini beliau
dapat membantu perbaikan kehidupan bangsa. Untuk itu beliau ikut memperjuangkan
status Indonesia sebagai negara kesatuan yang dapat mengakomodasi aspirasi
semua golongan tanpa kecuali. Beliau ikut mendukung dicabutnya pengusulan
pembentukan negara yang memihak pada golongan tertentu saja.
Keteguhan
Bung Hatta dalam memegang prinsip bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi,
melainkan untuk kepentingan bangsa. Ketika beliau berseberangan prinsip dengan
pemerintah yang sedang berkuasa saat itu, beliau rela mengundurkan diri guna
mempertahankan kesatuan bangsa.
Bung
Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan.
Senjata ampuh yang digunakan tokoh proklamator kita ini adalah otak dan pena.
Daripada melawan dengan kekerasan beliau lebih memilih untuk menyusun strategi,
melakukan negosiasi, lobbying, dan
menulis berbagai artikel dan buku untuk memperjuangkan nasib bangsa. Prinsip
tanpa kekerasan ini muncul karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia,
baik kawan ataupun lawan. Kendati Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat atau
seseorang, beliau tidak lalu membenci orang tersebut, tetapi tindakan dan
pendapatnyalah yang tidak beliau setujui.
Misalnya
saja, Bung Hatta yang sangat kuat keteguhan beragamanya tidak menyukai hal-hal
yang berbau duniawi yang pada saat itu umumnya berasal dari negeri seberang.
Tapi bukan berarti dia lalu membenci orang-orang asing. Beliau memiliki banyak
teman bangsa asing dan banyak pemikiran bangsa asing yang positif (disiplin dan
etos kerja positif) yang beliau adaptasi untuk kemajuan bangsa. Karena sikap
inilah Bung Hatta dihormati oleh semua orang: kawan dan lawan.
Bung
Hatta selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam segala hal, contoh dengan
bersikap hati-hati dan melakukan perencanaan yang matang. Semua tugas yang
dibebankan kepadanya dilakukan sepenuh hati dan direncanakan sebaik-baiknya
agar memperoleh hasil yang maksimal.
Semua
pidato dan kata-kata beliau untuk publik pun disiapkan secara profesional.
Keputusan-keputusan diambil setelah sebelumnya dipikirkan secara saksama dan
didukung data dan informasi yang cukup. Beliau tidak menginginkan terjadinya
kegagalan gara-gara kecerobohan atau karena kurang persiapan.
Bung
Hatta merupakan tokoh yang selalu berkarya nyata. Salah satu karya monumental
beliau adalah bentuk institusi koperasi. Pemikiran ini dituangkan pada
pembentukan koperasi pengusaha batik, yang akhirnya sukses sampai saat ini.
Koperasi tersebut berhasil mendorong kemajuan para pengusaha batik dan memberi
mereka kesempatan untuk memperluas usaha dengan ekspor.
Selain
koperasi, kontribusi utama Bung Hatta dalam pembentukan Republik Indonesia
adalah tata pengaturan kebijakan luar negeri Indonesia. Pada tahun 1948, Bung Hatta
menyampaikan pidato berjudul "Mendayung Diantara Dua Karang". Di
dalamnya, beliau menyebut Perang Dingin serta konflik antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet. Bung Hatta mengatakan bahwa kebijakan luar negeri Indonesia
harus menjaga kepentingan sendiri dulu, bukan kepentingan AS dan Uni Soviet.
Dengan mengatakan ini, Bung Hatta ingin menjadikan Indonesia independen dalam
memutuskan sikapnya selama Perang Dingin. Bung Hatta juga menambahkan bahwa
Indonesia harus menjadi peserta aktif dalam perkembangan politik dunia. Doktrin
ini --yang kemudian dikenal sebagai doktrin "bebas dan aktif”-- terus
menjadi dasar dari kebijakan luar negeri Indonesia.
Karya-karya
lainnya adalah berbentuk tulisan. Pada saat bangsa Indonesia masih berkutat
untuk menumbuhkan minat baca, beliau sudah jauh lebih maju, yaitu dengan
memberikan teladan bagi bangsa Indonesia untuk menumbuhkan budaya menulis.
Kegiatan tulis-menulis ini telah beliau lakukan sejak masih belajar di Negeri
Belanda sampai akhir hayatnya. Tak terhitung lagi jumlah artikel dan buku yang
telah beliau tulis. Sebuah monumen intelektual berupa perpustakaan di
Bukittinggi pun telah didirikan untuk mengenang Bung Hatta. Perpustakaan Bung
Hatta memiliki koleksi lebih dari 8.000 buku, terdiri dari berbagai disiplin
ilmu: sejarah, budaya, politik, dan bahasa. Walaupun Bung Hatta sudah tiada,
beliau tetap hidup melalui pemikiran, prinsip, dan kualitas pribadi beliau yang
positif.
Lantas
apa yang diteladani Muslim Kasim dari sosok politisi yang juga ulama Mohammad
Natsir? Sosok yang lahir di Alahan Panjang, Lembah Gumanti, Kabupaten Solok,
Sumatera Barat, 17 Juli 1908 ini adalah perdana menteri Indonesia, pendiri
sekaligus pemimpin partai politik Masyumi, dan tokoh Islam terkemuka Indonesia.
Di kancah internasional, dia pernah menjabat sebagai Presiden Liga Muslim
se-Dunia (World Muslim Congress) dan
Ketua Dewan Masjid se-Dunia.
Natsir
banyak menulis tentang pemikiran Islam. Dia aktif menulis di majalah-majalah
Islam setelah karya tulis pertamanya diterbitkan pada tahun 1929. Hingga akhir hayatnya 6 Februari 1993 (pada
umur 84 tahun) di Jakarta, dia telah menulis sekitar 45 buku dan ratusan karya
tulis lain. Dia memandang Islam sebagai bagian tak terpisahkan dari budaya
Indonesia. Dia mengaku kecewa dengan perlakuan pemerintahan Soekarno dan
Soeharto terhadap Islam.
Pada
tanggal 10 November 2008, Natsir dinyatakan sebagai pahlawan nasional
Indonesia. Natsir bukan hanya pahlawan bagi Indonesia. Tetapi, dunia Islam
sudah mengakuinya sebagai pahlawan yang melintasi batas bangsa dan negara.
Tahun 1957, Natsir menerima bintang ’Nichan Istikhar’ (Grand Gordon) dari Presiden Tunisia, Lamine Bey, atas jasa-jasanya
dalam membantu perjuangan kemerdekaan rakyat Afrika Utara. Tahun 1980, Natsir
juga menerima penghargaan internasional (Jaa-izatul
Malik Faisal al-Alamiyah) berkat jasa-jasanya di bidang pengkhidmatan
kepada Islam untuk tahun 1400 Hijriah. Penghargaan serupa pernah diberikan
kepada ulama besar India, Syekh Abul Hasan Ali an-Nadwi, juga kepada ulama dan
pemikir terkenal Abul A’la al-Maududi. Karena itulah, hingga akhir hayatnya,
tahun 1993, Natsir masih menjabat sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami
dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah Alam Islami.
Adalah
menarik bila menilik riwayat pendidikan Natsir. Tahun 1916-1923 Natsir memasuki
HIS (Hollands Inlandsche School) di
Solok. Pada sore hari, dia menimba ilmu di Madrasah Diniyah. Tahun 1923-1927,
Natsir memasuki jenjang sekolah MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) di Padang. Lalu, pada 1927-1930, dia memasuki
jenjang sekolah lanjutan atas di AMS (Algemene
Middelbare School) di Bandung. Lulus dengan nilai tinggi, dia sebetulnya
berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di Batavia, sesuai dengan keinginan
orang-tuanya, agar dia menjadi Meester in
de Rechten, atau kuliah ekonomi di Rotterdam. Terbuka juga peluang Natsir
untuk menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi.
Tapi,
semua peluang itu tidak diambil oleh Natsir, yang ketika itu sudah mulai
tertarik kepada masalah-masalah Islam dan gerakan Islam. Natsir mengambil
sebuah pilihan yang berani, dengan memasuki studi Islam di ‘Persatuan Islam’ di
bawah asuhan Ustad A. Hasan. Tahun 1931-1932, Natsir mengambil kursus guru
diploma LO (Lager Onderwijs). Lalu,
tahun 1932-1942 Natsir dipercaya sebagai Direktur Pendidikan Islam (Pendis)
Bandung.
Natsir
memang seorang yang haus ilmu dan tidak pernah berhenti belajar. Syuhada Bahri
menceritakan pengalamannya selama bertahun-tahun bersama Natsir. Hingga
menjelang akhir hayatnya, Natsir selalu mengkaji Tafsir al-Quran. Tiga Kitab
Tafsir yang dibacanya, yaitu Tafsir Fii Dzilalil Quran, Tafsir Ibn Katsir, dan
Tafsir al-Furqan karya A. Hasan.
Kecintaan
Natsir di bidang pendidikan dibuktikannya dengan upayanya mendirikan sejumlah
universitas Islam. Setidaknya ada sembilan kampus di mana Natsir berperan besar
dalam pendiriannya, antara lain Universitas Islam Indonesia Yogyakarta,
Universitas Islam Bandung, Universitas Islam Sumatera Utara, Universitas Riau, dan
Universitas Ibn Khaldun Bogor. Tahun 1984, Natsir juga tercatat sebagai Ketua
Badan Penasehat Yayasan Pembina Pondok Pesantren Indonesia. Di bidang
pemikiran, tahun 1991, Natsir menerima gelar Doktor Honoris Causa dari
Universiti Kebangsaan Malaysia.
Natsir
memang bukan sekadar ilmuwan dan penulis biasa. Tulisan-tulisannya mengandung
visi dan misi yang jelas dalam pembelaan terhadap Islam. Ia menulis puluhan
buku dan ratusan artikel tentang berbagai masalah dalam Islam. Menurut mantan Menteri
Sosial Bachtiar Chamsah, tulisan-tulisan Natsir menyentuh hati orang yang
membacanya.
“Pak
Natsir memiliki kedalaman ilmu dan pengetahuan yang luar biasa dalam melihat
persoalan bangsa. Saat orang belum bisa melihat, beliau sudah tembus jauh ke
depan. Kata banyak orang dia memperoleh ilham, padahal itu tidak terlepas dari
kedalaman ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya,” tutur Muslim Kasim.
Sebenarnya
Muslim Kasim tidak hanya meneladani dua tokoh nasional penuh integritas Mohammad
Hatta dan Mohammad Natsir. Dia pun mengagumi Presiden (pertama) RI Soekarno. “Bung
Karno yang berapi-api cukup kuat memimpin negeri ini. Sayang memang bila di
tahun 1956 Bung Hatta mundur karena merasa ada ketidak-cocokan prinsip dengan
Bung Karno. Itu sebuah kerugian besar bagi negara dan bangsa Indonesia. Kadang
kita memang harus melihat kepentingan yang lebih besar, tidak sebatas
prinsip-prinsip yang masih mungkin buat dikompromikan,” ujar Muslim Kasim yang
sampai sekarang masih menyimpan potret Soekarno di kamarnya.
Muslim
Kasim meneladani banyak tokoh nasional berintegritas. Dia berusaha mengambil
sisi-sisi positif tokoh-tokoh nasional tersebut. Dari sana dia berupaya
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam memimpin pemerintahan
maupun kehidupan sehari-hari dalam keluarga.
D. Mengabdi Tiada Henti
Ibarat
lakon cerita, babak suatu kisah diawali dengan prolog dan diakhiri dengan
epilog. Sang fajar selalu bergerak menuju senja. Sang waktu terus berdetak
sambil memercikkan serbaneka rupa dan warna cerita. Sang awal senantiasa
bergerak menuju “batas akhir”.
Perjalanan
Muslim Kasim sebagai abdi masyarakat, pegawai Bulog, dimulai dari Jakarta
(1976) selaku staf inspektorat Bulog selepas kuliah di Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran, Bandung. Sampai pada titik Kepala Dolog Sumatera Barat
pada tahun 1998. Di bawah kepemimpinannya, Dolog Sumatera Barat berhasil menyelesaikan
persoalan pangan di daerah-daerah yang rawan pangan.
Tahun
2000, dia menjatuhkan pilihan menjadi pamong praja atau pelayan masyarakat
dengan langkah mencalonkan diri sebagai Kepala Daerah (Bupati) Kabupaten Padang
Pariaman. Tekadnya sebagai pamong terpenuhi saat dirinya terpilih sebagai
Bupati Padang Pariaman periode 2000-2005. Bahkan, melalui pemilihan langsung di
tangan rakyat, tahun 2005, dia kembali memperoleh amanah untuk memimpin Kabupaten
Padang Pariaman.
Kepemimpinannya
sebagai Bupati Padang Pariaman tidak mengecewakan. Dia mampu membawa masyarakat
Padang Pariaman keluar dari keterpurukan. Tahun 2009, keuangan Pemerintah
Kabupaten Padang Pariaman termasuk baik dan memperoleh penghargaan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai instansi Pemerintah Daerah yang memiliki
laporan keuangan berpredikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Apresiasi tidak hanya berhenti di sini. Pada
tahun 2009 pula, Pemerintah Kabupaten Padang Pariaman memperoleh penghargaan
sebagai Pemerintah Daerah yang paling baik dalam mengelola laut dan pantai.
“Alhamdulillah, menurut penilaian masyarakat dan pemimpin yang lebih tinggi,
prestasi Kabupaten Padang Pariaman cukup bagus,” ujar Muslim Kasim.
Tidak
hanya sebatas memperbaiki manajemen keuangan Pemerintah Kabupaten Padang
Pariaman yang menjadi fokus pengabdian sosok akuntan lulusan Fakultas Ekonomi
Universitas Padjadjaran Bandung 1976 ini. Dia juga berusaha membangkitkan
spirit orang Padang Pariaman yang pernah berada di titik nadir gara-gara
musibah gempa bumi dahsyat di sore hari sekitar pukul 17.16 WIB pada 30
September 2009. Mental dan spirit orang Padang Pariaman menurun drastis karena
hasil-hasil pembangunan selama ini luluh-lantak cuma dalam hitungan detik atau
menit. Muslim Kasim merasa tertantang untuk membangkitkan semangat hidup rakyat
yang sehari-hari (di waktu normal) saja sudah kesulitan.
Atas
musibah itu, Muslim Kasim berusaha mengajak warga Padang Pariaman untuk
mengoreksi diri, jangan sampai terus menerus larut dalam kesedihan dan jangan menjadi
umat yang mengingkari nikmat Tuhan. Musibah adalah nasihat terbaik guna
memperbaiki kualitas spiritualitas dan rohaniah diri umat. Pun termasuk mawas
diri apakah selama ini umat manusia Padang Pariaman telah meningkari kenikmatan
yang diturunkan Tuhan dengan tidak membuat kerusakan. Di tengah masa pengabdian
kedua sebagai Bupati Padang Pariaman yang tinggal menghitung hari itu, Muslim
Kasim berupaya menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi warga
masyarakat, mengajak mereka untuk tinggal di lokasi-lokasi yang relatif aman
bilamana terjadi gempa bumi atau bencana alam lainnya, dan terus mendorong
kegiatan belajar-mengajar agar tidak berhenti di tengah jalan.
Secara
bertahap Muslim Kasim berhasil mengajak warga Padang Pariaman keluar dari
krisis akibat musibah gempa bumi. Ini tidak terlepas dari kedalaman
pengetahuannya tentang landasan kultural lokal bahwa masyarakat Padang Pariaman
masih sangat mendengar dan menghormati ninik mamak, cerdik pandai dan tokoh
masyarakat yang ada. Dia berusaha melibatkan kaum ninik mamak, alim ulama,
cerdik pandai dan tokoh masyarakat buat mengajak warga berpindah ke tempat
tinggal dan bertani yang baru.
Saat
gempa bumi melanda Padang Pariaman, Muslim Kasim berusia lebih dari 67 tahun. Sebagai
pemimpin, dia tidak ingin sekadar memberikan perintah kepada bawahan. Dengan fisiknya
yang tetap bugar dia keluar-masuk daerah-daerah korban gempa untuk menyemangati
warga masyarakat. Nyaris tidak tampak rasa lelah pada dirinya. Dia ingin
benar-benar melayani rakyatnya. Dia menyadari bahwa masyarakat kita bukanlah
masyarakat kerajaan yang pucuk pimpinan pemerintahannya cukup main perintah
kepada abdi dalem.
Berkat
upaya untuk senantiasa menikmati pengabdiannya, kesehatan Muslim Kasim terus
terjaga dan dijaga oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Sampai kini, di saat mengemban
mandat Wakil Gubernur Sumatera Barat, fisiknya tetap sehat wal afiat.
Di
tengah kondisi fisiknya yang tetap prima pada usia senja, Muslim Kasim berharap
terus terjaga lebih panjang lagi. Sebagai manusia, dia berharap kesehatan itu
terus diberikan Tuhan tidak hanya sampai di tapal batas pengabdian sebagai
Wakil Gubernur Sumatera Barat. Boleh jadi, meminjam cita-cita sastrawan angkatan
’45 Chairil Anwar, Muslim Kasim ingin hidup seribu tahun lagi.
Hidup
seribu tahun lagi tanpa menyia-nyiakan umur panjang yang diberikan Tuhan
kepadanya. Muslim Kasim teringat pada kata-kata bijak bahwa seburuk-buruk
manusia adalah mereka yang berumur panjang namun dipenuhi dengan
perbuatan-perbuatan maksiat dan sebaik-baik manusia adalah mereka yang berumur
panjang dan baik amal perbuatannya. Dan sebaik-baik manusia pula adalah mereka
yang mampu membawa (memberikan) manfaat bagi orang lain.
Muslim
Kasim tak hendak berhenti lalu ongkang-ongkang kaki di ujung titian pengabdian
sebagai Wakil Gubernur Sumatera Barat. Masih banyak titian lain yang dapat
dilalui agar sepanjang hayatnya benar-benar sarat arti. Dia ingin seperti
banyak tokoh-tokoh berintegritas yang masih mampu memberikan baktinya sampai di
ujung kehidupan. Misalkan seperti politisi Partai Masyumi Mohammad Natsir, tokoh
yang dikaguminya yang saat meninggal dunia di usia 84 tahun masih tercatat
sebagai Wakil Presiden Muktamar Alam Islami dan anggota Majlis Ta’sisi Rabithah
Alam Islami.
Muslim
Kasim tak ingin lagi meniti di tahta Gubernur atau Wakil Gubernur Sumatera
Barat. “Saya ingin bertani atau berkebun. Tapi, kalau masih diberi kesehatan
yang prima, saya tetap ingin terus mengabdi kepada masyarakat, mungkin ruang
lingkupnya yang berbeda. Saya tidak mau maju lagi dalam pencalonan gubernur
Sumatera Barat periode mendatang. Saya hanya ingin maju ke pemilihan anggota
DPR atau menjadi wakil rakyat,” tutur Muslim Kasim tentang obsesinya selepas
menuntaskan amanahnya di kursi Wakil Gubernur Sumatera Barat.
Dengan
menjadi wakil rakyat, Muslim Kasim ingin tetap mengawal jalannya pembangunan,
terkhusus pembangan wilayah Sumatera Barat. Dia ingin menyumbangkan pengalaman
dan pemikirannya selama berada di titian birokrasi dan eksekutif untuk
memberikan bobot dan warna para wakil rakyat. Dia bertekad menjadi wakil rakyat
yang berkualitas dan penuh integritas. ***
No comments:
Post a Comment