Saturday, March 30, 2013

Petilasan Ratu Kalinyamat


Sore itu matahari mulai bergeser ke arah barat, setelah seharian berkeliling Kota Jepara, masih ada satu tempat wisata tersisa yang masih ingin aku kunjungi, yaitu “Petilasan Ratu Kalinyamat”.

Ketika sampai di gerbang masuk petilasan, pintu terkunci dan nampaknya sudah tutup. Terpaksa aku menemui juru kunci petilasan tersebut agar mau membukakan pintu sejenak atas kunjunganku.

”Sore Pak,” ucapku pada juru kunci {ak Suparni.

“Monggo-monggo silakan masuk,” jawab Pak Suparni dengan ramah ketika aku mengetuk pintu rumahnya. Setelah duduk beberapa saat akhirnya aku mengutarakan niat kedatanganku untuk melihat petilasan Ratu Kalinyamat, dan beliau tidak keberatan mengantarku ke tmepat tersebut.

Petilasan yang terletak di Desa Tulakan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, ini berhawa sangat sejuk. Pohon-pohon besar berjajar di sepanjang jalan menuju tempat petilsan dan belik (semacam kubangan kecil di pinggir sungai) menjadikan udara sekitar segar.

Pak Suparni dengan ramah dan sabar mengantar aku menapaki satu per satu dari tiap tempat yang berada di dalam petilasan. Mulai dari sungai tempat Sang Ratu mandi, pancuran, ruangan semedi dan tempat bertapa.
Berkunjung ke sini akan dapat menambah wawasan sejarah Anda, terutama menyangkut sejarah Ratu Kalinyamat sendiri, seorang ratu yang cantik, adil dan bijaksana.

(AMGD/mlancong.com)


Sejarah petilasan Ratu Kalinyamat

Pada abad 14, Nyai Langgeng atau sering dikenal dengan Ratu Kalinyamat berkuasa atas kerajaan yang berpusat di Mantingan. Pada tahun 1549 suaminya yang bernama Sultan Hadirin terbunuh oleh Arya Penangsang pada suatu pertempuran. Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat meninggalkan tahta kerajaan untuk berkelana menuntut keadilan, sampai akhirnya sampai di Dukuh Sonder, Desa Tulakan, Kecamatan Banyumanis. Di tempat itu beliau bertapa, topo wudo, yaitu meninggalkan pakaian kebesaran kerajaan sampai dendamnya kepada Arya Penangsang terbalaskan.
Ratu Kalinyamat yang dilukiskan sangat cantik bertapa hanya dengan berbalutkan rambutnya yang panjang terurai. Ia memohon pertolongan kepada Tuhan agar diberikan kekuatan sehingga bisa membalas dendam atas kematian suaminya. Dia bersumpah ”ora pisan-pisan ingsun jengkar saka tapa ingsun yen durung iso kramas getihe lan kesed jambule Aryo penangsang” (Ia tidak akan menghentikan laku tapanya jika belum bisa keramas dengan darah Aryo Penangsang). Akhirnya, Aryo Penangsang terbunuh dalam suatu pertempuran dengan Danang Sutawijaya. Aryo Penangsang tewas secara mengenaskan dengan usus terburai oleh kerisnya sendiri.

Laku tapa Ratu Kalinyamat dengan sumpahnya itu ditafsirkan oleh masyarakat Desa Tulaan sebagai wujud kesetiaan, kecintaan, dan pengabdian sang ratu kepada suaminya. Ia dengan kesadaran dan keiikhlasannya yang tinggi bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana demi membalas dendam atas kematian suaminya. Ratu Kalinyamat bertapa sangat lama sampai-sampai rambutnya dikubur di tempat itu.

Setiap malam Jumat Wage, Pertapaan Sonder selalu dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Jepara yang kebanyakan kaum perempuan yang ingin cantik alami, seperti Ratu Kalinyamat. Syaratnya, mereka terlebih dahulu harus mandi di sungai kecil yang ada di dekat situs bekas pertapaan, kemudian disusul dengan laku tapa atau meditasi selama 40 hari. Setiap peziarah harus bersuci terlebih dulu (berwudlu) sebelum memanjatkan doa-doa. Kegiatan yang berkaitan dengan petilasan ini adalah Upacara Jembul Tulakan yang merupakan ritual sedekah bumi yang dilaksanakan setahun sekali. (*)

No comments:

Post a Comment