Sore itu matahari mulai bergeser ke arah barat,
setelah seharian berkeliling Kota Jepara, masih ada satu tempat wisata tersisa
yang masih ingin aku kunjungi, yaitu “Petilasan Ratu Kalinyamat”.
Ketika sampai di gerbang masuk petilasan, pintu
terkunci dan nampaknya sudah tutup. Terpaksa aku menemui juru kunci petilasan
tersebut agar mau membukakan pintu sejenak atas kunjunganku.
”Sore Pak,” ucapku pada juru kunci {ak Suparni.
“Monggo-monggo silakan masuk,” jawab Pak Suparni
dengan ramah ketika aku mengetuk pintu rumahnya. Setelah duduk beberapa saat
akhirnya aku mengutarakan niat kedatanganku untuk melihat petilasan Ratu
Kalinyamat, dan beliau tidak keberatan mengantarku ke tmepat tersebut.
Petilasan yang terletak di Desa Tulakan, Kecamatan
Keling, Kabupaten Jepara, ini berhawa sangat sejuk. Pohon-pohon besar berjajar
di sepanjang jalan menuju tempat petilsan dan belik (semacam kubangan kecil di pinggir
sungai) menjadikan udara sekitar segar.
Pak Suparni dengan ramah dan sabar mengantar aku
menapaki satu per satu dari tiap tempat yang berada di dalam petilasan. Mulai
dari sungai tempat Sang Ratu mandi, pancuran, ruangan semedi dan tempat
bertapa.
Berkunjung ke sini akan dapat menambah wawasan
sejarah Anda, terutama menyangkut sejarah Ratu Kalinyamat sendiri, seorang ratu
yang cantik, adil dan bijaksana.
(AMGD/mlancong.com)
Sejarah
petilasan Ratu Kalinyamat
Pada abad 14, Nyai Langgeng atau sering dikenal
dengan Ratu Kalinyamat berkuasa atas kerajaan yang berpusat di Mantingan. Pada
tahun 1549 suaminya yang bernama Sultan Hadirin terbunuh oleh Arya Penangsang
pada suatu pertempuran. Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat meninggalkan
tahta kerajaan untuk berkelana menuntut keadilan, sampai akhirnya sampai di
Dukuh Sonder, Desa Tulakan, Kecamatan Banyumanis. Di tempat itu beliau bertapa,
topo wudo, yaitu meninggalkan pakaian
kebesaran kerajaan sampai dendamnya kepada Arya Penangsang terbalaskan.
Ratu Kalinyamat yang dilukiskan sangat cantik
bertapa hanya dengan berbalutkan rambutnya yang panjang terurai. Ia memohon
pertolongan kepada Tuhan agar diberikan kekuatan sehingga bisa membalas dendam
atas kematian suaminya. Dia bersumpah ”ora
pisan-pisan ingsun jengkar saka tapa ingsun yen durung iso kramas getihe lan
kesed jambule Aryo penangsang” (Ia tidak akan menghentikan laku tapanya
jika belum bisa keramas dengan darah Aryo Penangsang). Akhirnya, Aryo
Penangsang terbunuh dalam suatu pertempuran dengan Danang Sutawijaya. Aryo
Penangsang tewas secara mengenaskan dengan usus terburai oleh kerisnya sendiri.
Laku tapa Ratu Kalinyamat dengan sumpahnya itu
ditafsirkan oleh masyarakat Desa Tulaan sebagai wujud kesetiaan, kecintaan, dan
pengabdian sang ratu kepada suaminya. Ia dengan kesadaran dan keiikhlasannya
yang tinggi bersedia meninggalkan gemerlapnya kehidupan istana demi membalas
dendam atas kematian suaminya. Ratu Kalinyamat bertapa sangat lama
sampai-sampai rambutnya dikubur di tempat itu.
Setiap malam Jumat Wage, Pertapaan Sonder selalu
dipenuhi peziarah yang datang dari berbagai daerah di sekitar Jepara yang
kebanyakan kaum perempuan yang ingin cantik alami, seperti Ratu Kalinyamat.
Syaratnya, mereka terlebih dahulu harus mandi di sungai kecil yang ada di dekat
situs bekas pertapaan, kemudian disusul dengan laku tapa atau meditasi selama
40 hari. Setiap peziarah harus bersuci terlebih dulu (berwudlu) sebelum
memanjatkan doa-doa. Kegiatan yang berkaitan dengan petilasan ini adalah
Upacara Jembul Tulakan yang merupakan ritual sedekah bumi yang dilaksanakan setahun
sekali. (*)
No comments:
Post a Comment