Sejumlah pihak mendesak pemerintah segera
menerbitkan aturan turunan UU BPJS. DPR berencana membentuk tim pengawas
(timwas) implementasi BPJS.
Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi PKS Indra
mengatakan, tantangan terberat pemerintah saat ini adalah menuntaskan 16
regulasi turunan UU BPJS sesuai tenggat waktu yang ditetapkan. Pemerintah
bahkan dianggap lamban menyelesaikan peraturan pemerintah (pp) dan peraturan
presiden (perpres) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan.
”Kami prihatin, dari 16 aturan yang harus
diterbitkan belum ada satu pun yang selesai,” ungkap Indra pada Dialog SINDO
Weekly bertajuk ”Jurus Sukses BPJS Jadi Jaminan Kesehatan dan Ketenagakerjaan
yang Lebih Baik” di MNC Tower, Jakarta, kemarin. Menurut dia, ketidakseriusan
pemerintah dalam menyelesaikan aturan turunan BPJS berimplikasi besar bagi
efektivitas pelaksanaan BPJS.
Karena itu, pihaknya mendorong pembentukan timwas BPJS
untuk memastikan BPJS berjalan sesuai harapan serta memastikan tidak ada lagi
masyarakat tidak mampu yang tidak bisa berobat.”Keberadaan timwas yang
melibatkan antar komisi sangat penting untuk mendorong penuntasan aturan
turunan, serta menyikapi persoalan lain dalam persiapan pelaksanaan BPJS,”
ungkapnya. Indra menilai,persiapan infrastruktur BPJS jauh lebih baik ketimbang
persiapan aturan turunan.
Namun, kesiapan infrastruktur menjadi tidak berarti
tanpa aturan turunan. Dia juga mengkritisi proses penentuan besaran iuran untuk
peserta penerima bantuan iuran (PBI),termasuk dalam penentuan kategori peserta
tidak mampu sebab validitas data BPS yang dijadikan patokan masih
diperdebatkan. ”Sampai sekarang data BPS yang akan dijadikan patokan untuk
peserta PBI masih menuai perdebatan,”tandasnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, munculnya gagasan
pembentukan timwas BPJS dilatarbelakangi berbagai masalah dalam persiapan
pelaksanaan BPJS, salah satunya pembentukan aturan turunan yang hingga kini
belum ada yang selesai.Indra mengaku,sejumlah fraksi lainnya sudah ada yang
setuju dengan rencana pembentukan timwas BPJS. Namun, dia tidak menyebutkan
secara detil target yang ingin dicapai dari pembentukan timwas.
”Tim ini untuk mengawal dan memastikan BPJS
berjalan sesuai target.Sepertinya beberapa fraksi sudah setuju dengan
pembentukan BPJS,”katanya. Selain itu,Indra juga mengingatkan proses penegakan
hukum dalam implementasi BPJS. Penegakan aturan dalam pelaksanaan BPJS sangat
dibutuhkan agar mampu mencakup kepesertaan dalam jumlah besar.Namun, dibutuhkan
political will yang kuat dari pemerintah untuk memastikan proses penegakan
hukum bisa berjalan dengan baik.
”Aturan dalam pelaksanaan BPJS harus ditegakkan
agar bisa berjalan efektif, tapi diperlukan keseriusan dari pemerintah, aturan
harus ditegakkan tanpa pandang bulu,” katanya. Anggota Komisi VI DPR Refrizal
mengatakan, rencana pembentukan timwas BPJS lintas komisi terkait lambannya
proses pembentukan aturan turunan belum dibutuhkan, terlebih jika hal itu masih
bisa ditangani di Komisi IX. Namun, pihaknya tidak tertutup kemungkinan ikut
mendorong pembentukan timwas jika diperlukan.
”Sejauh ini kami melihat pembentukan timwas cukup
di Komisi IX saja. Sebenarnya pemerintah belum siap, sementara kita butuh
cepat,” kata Refrizal. Dia mengingatkan agar pemerintah dan sejumlah elemen
lainnya mewaspadai masuknya kepentingan asing lewat perusahaan asuransi
sehingga banyak orang kaya yang lebih memilih asuransi asing ketimbang asuransi
dalam negeri.Karena itu, pihaknya mendorong BUMN agar mampu bersaing dengan
perusahaan asuransi asing.
”Jangan sampai saat kita berupaya membantu iuran
peserta yang tidak mampu, malah banyak premi kalangan menengah ke atas diambil
asuransi asing,”tuturnya. Kepala Biro SDM PT Jamsostek Abdul Latief mengatakan,
penyelesaian aturan turunan BPJS sangat menentukan pelaksanaan BPJS, khususnya
terkait besaran iuran bagi penerima bantuan iuran dan kemampuan fiskal negara.
Perdebatan besaran iuran tersebut dinilai sebagai
masalah yang harus segera dituntaskan sehingga aturan turunan dapat segera
diterbitkan. ”Ini problem dalam BPJS Kesehatan karena kalau pemerintah tetap
bersikeras di angka Rp 22.202, sementara IDI minta Rp 60.000, tentu harus
dilihat dari kemampuan APBN kita,”kata Latief.
Sedangkan dalam BPJS Ketenagakerjaan, pemerintah
diminta lebih hati-hati dalam menyiapkan PP tentang penetapan iuran dana
pensiun. Dia menawarkan iuran dana pensiun di atas 10%.Jika iuran dana pensiun
11-12%,jaminan hari tua (JHT) tidak diper-lukan lagi. ”Dulu orang minta pesangon
karena tidak ada dana pensiun dan JHT rendah. Jadi kalau nanti ada JHT 5,7% dan
10% iuran pensiun,itu kan beban. Penentuan iuran dana pensiun ini harus ekstra
hatihati,” imbuhnya.
www.seputar-indonesia.com
No comments:
Post a Comment