Wednesday, April 17, 2013

Dari Sibolga Membangun Dairi (2)


Warna dan Romantika Kehidupan

Tidak ada perhiasan yang lebih baik untuk seorang anak selain daripada kemuliaan ayahnya. Sedangkan untuk seorang ayah adalah kelakuan anaknya yang terhormat.
Sophocles, penulis naskah drama Yunani

Johnny Sitohang menyadari betul keterbatasannya. Berkat kebesaran Tuhan, dia mampu melewati suka-duka dan pahit-getir warna kehidupan. Suka-duka yang dia alami dalam karir ataupun keluarga merupakan anugerah dari kebesaran Tuhan. Tuhan lah yang membimbing dan membuatnya terus berbuat pada sesama umat manusia. Menerima hidup apa adanya. Bersyukur dan berterima-kasih atas apa yang menjadi kehendak Tuhan pada dirinya.
Keyakinan Johnny Sitohang bahwa apa yang ada pada dirinya dan diperolehnya selama ini merupakan karunia Tuhan sampai sekarang adalah berkat kebesaran dan petunjuk dari Tuhan. Setiap orang menabur benih dengan penuh keikhlasan dan berbesar hati serta iman percaya penuh akan menuai hasil yang penuh berkah. Siapa yang menanam, maka dia pula yang akan memetik. Johnny Sitohang merasa yakin bila seseorang berbuat baik, bekerja keras, percaya kepada Tuhan, maka kita akan hidup selamat, terhindar dari kesengsaraan. Tuhan itu baik, adil, dan tidak melupakan hamba-Nya yang berbuat baik pada sesamanya.
Kebesaran, keadilan dan kemurahan Tuhan inilah yang membuat Johnny senantiasa bersyukur dan menikmati sepanjang umurnya yang bahagia penuh suka cita bersama enam orang anak-anaknya tercinta dan cucu-cucu terkasih. Kendati secara fisik dia terpisah dari anak-anak dan cucu-cucunya, namun secara batin dia merasa gembira, anak-anak dan cucu-cucunya selalu berada di dekatnya, menghibur dan membuatnya riang gembira.
Keluarga Johnny Sitohang yang kini diramaikan oleh enam orang anak dan cucu-cucu bermula dari karunia Tuhan yang mempertemukannya dengan seorang wanita bernama Dumasi Sianturi yang kemudian dinikahinya pada tahun 1978.

A.   Jatuh Hati pada Pandangan Pertama
Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang tidak mungkin hidup sendirian. Manusia diciptakan untuk saling melengkapi. Buat saling mengisi dan mengasihi. Saling membangun. Atas dasar itu maka Tuhan menciptakan mereka serupa dengan rupa dan gambarnya untuk saling mengisi, mengasihi, melengkapi, dan saling membangun dunia ini. Mereka diciptakan untuk hidup berdampingan, karena manusia tidak dapat hidup sendirian. Individu yang satu membutuhkan individu yang lain untuk memenuhi keperluannya.
Pada tahun 1972 Johnny Sitohang dengan wanita bernama Dumasi Sianturi dipertemukan-Nya untuk menjadi seorang teman satu sama lainnya. Pertemuan itu bermula ketika Johnny dibawa teman-teman Dumasi Sianturi bertandang ke rumah Dumasi yang waktu itu masih duduk di bangku SMP. Itulah awal perkenalan Johnny dengan Dumasi Sianturi. Setelah perkenalan itu, rupanya bunga-bunga asmara kian memenuhi relung hati kedua insan muda tersebut. Lewat pandangan pertama, Johnny merasa tertarik pada pribadi Dumasi Sianturi. Serupa halnya dengan Dumasi yang tertarik pada Johnny karena melihat kejujuran dan sifat baik yang terpancar dari perkataan dan perilakunya.
Setelah pertemuan itu, entah mengapa hati Johnny terus berbunga-bunga setiap kali mengingat sosok wanita yang lembut itu. Kedewasaan dan kelemah-lembutan yang terpancar dari wajah Dumasi Sianturi membuat hati Johnny ingin mengenalnya lebih jauh lagi. Singkat kisah, mereka pun menjalin komunikasi kasih, sekalipun Johnny harus datang dari Medan ke Sidikalang untuk menemui sang pujaan hati yang pada akhirnya menjadi kekasih hatinya itu. Hubungan tersebut berlanjut sampai Dumasi Sianturi melanjutkan sekolahnya di Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Tarutung.
Namanya perjalanan hidup, tidak selamanya berjalan mulus. Kadang ada jalan berlobang, menikung dan menanjak. Demikian pula dengan hubungan Johnny dan Dumasi tidak mudah mengalir lancar. Ada suka dan duka. Hubungan mereka pernah menghadapi tantangan terberat dari keluarga Dumasi Sianturi. Karena pada saat itu kakak Dumasi sudah mempunyai jodoh atau calon suami untuk Dumasi, yang berprofesi sebagai guru di Medan.
Namun kalau hati telah memilih, apa boleh dikata, Dumasi teguh pada pendiriannya sekalipun di antara keluarga ada yang tidak setuju dengan hubungan mereka pada waktu itu. Tidak cukup sampai di situ saja, mereka mampu melewati haral rintang itu selama enam tahun memadu kasih.
Lalu, pada tanggal 12 Mei 1978 akhirnya Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi memantapkan langkah menuju ke jenjang pernikahan. Mereka menikah pada usia 22 tahun. Ketika itu sesuai dengan adat Batak, bila perempuan kawin tidak disetujui oleh keluarga perempuan, maka si pengantin perempuan harus meninggalkan sepucuk surat di bawah tikar pandan, di mana tujuannya untuk memberitahukan kalau anak perempuan mereka sudah kawin. Dumasi pun dijemput Johnny di tengah jalan, sesuai dengan janji yang telah dibuat sebelumnya. Inilah yang kemudian menjadi awal mula dari perjalanan panjang rumah tangga mereka. Ini semua tidak dapat dipungkiri merupakan hasil dari buah kesetiaan dan cinta kasih yang dalam sehingga mampu melewati tantangan terberat dalam hubungan kisah-kasih mereka.
Pernikahan mereka semakin bertambah lengkap dan membahagiakan ketika Johnny dan Dumasi memperoleh momongan anak perempuan yang cantik buah cinta mereka. Anak perempuan yang cantik itu diberi nama Nitawati boru Sitohang yang lahir pada tahun 1979. Saat kelahiran si cantik jelita Nitawati, Johnny tengah mengantar adik perempuannya ke Bangka untuk melanjutkan pendidikan. Namun, hal ini bukan berarti menyurutkan cinta dan kasih sayang puterinya kepada Johnny.
Pada tahun 1980, lahirlah anak kedua (juga seorang puteri cantik) yang diberi nama Natalina Sitohang. Pada kelahiran anak kedua, Johnny menampingi Dumasi saat persalinan. “Kelahiran anak kedua sampai anak keenam, kebahagiaan keluarga kami jelas bertambah karena keadaan ekonomi juga semakin baik,” ujar dr. Nitawati. Sungguh bahagianya mereka dengan kehadiran Natalina Sitohang. Dumasi ketika itu bekerja sebagai tenaga sukarelawan di Rumah Sakit Umum Sidikalang pada tahun 1979 sampai dengan 1980.
Sebelum kelahiran anak ketiga Tindoan Sitohang pada tahun 1982 di Desa Lae Hole, tahun 1981 Dumasi Sianturi sudah diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Disusul dua tahun berselang (1984) lahir anak perempuan yang cantik yang diberi nama Susi Anna Sitohang. “Sungguh berkat-berkat dan anugerah Tuhan buat keluarga kami,” ujar Dumasi Sianturi. Hal ini pula yang menjadi filosofi ataupun pegangan hidup Dumasi Sianturi untuk senantiasa mengucap syukur dan berdoa kepada-Nya. Semua yang ada sekarang adalah mukjizat-Nya.
Ternyata berkat belum cukup sampai di situ saja. Pada tahun 1987 lahirlah Deprianto Sitohang di Desa Lae Hole. Juga seorang bayi mungil yang ganteng. Dua tahun kemudian lahir pula bayi mungil di tengah keluarga Johnny-Dumasi, seorang anak lelaki tampan dan ganteng. Anak paling bungsu ini dinamai Margomgom Sitohang.

B.    Mengawal Mimpi Anak-anak
Perlahan-lahan Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi mengenal karakter masing-masing anak dan berusaha melebur ke dalamnya. Perjalanan waktu kemudian membawa Johnny dan si isteri Dumasi Sianturi menjadi ayah dan ibu bagi putera-puteri yang ganteng dan cantik. Puteri sulung Nitawati Sitohang yang lahir tahun 1979 kini telah menjadi seorang dokter dan kepala Puskesmas di Sitinjo, mengabdi di tanah kelahirannya Sidikalang. Natalina Sitohang yang lahir tahun 1980 juga mengabdi di tanah kelahirannya. Anak ketiga Tindoan Sitohang (lahir tahun 1982) pada bulan Maret tahun 2008 berhasil menyelesaikan kuliahnya di Jurusan Teknik Mesin STT Nasional Yogyakarta. Tak lama berselang anak keempat Susi Anna Sitohang (kelahiran 1984) diwisuda sebagai Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jambi. Sedangkan Deprianto Sitohang (lahir 1987) berhasil menuntaskan kuliahnya di Fakultas Teknik Elektro STT Telkom Bandung, Jawa Barat. Dan terakhir, Margomgom Sitohang (lahir 1989) serius mengikuti perkuliahan pada Fakultas Informasi di sebuah universitas swasta terkenal di Yogyakarta.
Sebagaimana kebanyakan orang tua, Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi kerap menemani anak-anaknya dalam setiap menghadapi permasalahan. Sampai sekarang tidak ada anak yang membuat persoalan serius yang dapat menjatuhkan martabat dan nama baik keluarga. “Perubahan zaman yang ditandai perkembangan teknologi tak urung menyebabkan generasi sekarang lebih kritis terhadap berbagai hal. Makanya mereka harus banyak dikontrol dan didampingi pada setiap gerak dan tindak-tanduknya,” ujar Dumasi Sianturi. Kendati sangat perhatian terhadap anak-anak, Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi bukanlah tipe orang tua yang suka memaksakan kehendak. “Bapak memberi kebebasan kepada kami anak-anaknya untuk menggapai cita-cita masing-masing, namun tetap dalam pengawasan mereka,” ujar Dokter Nitawati Sitohang.
Dikatakan Johnny, setiap anak dianugerahi talenta dan bakat yang berbeda. Atas pandangan itu, Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi tidak pernah meminta anak-anaknya menekuni bidang yang tidak mereka sukai. “Kami mengajarkan mereka untuk tidak setengah-setengah menekuni apa yang menjadi talenta atau bakat masing-masing. Kalau mereka menekuni suatu bidang maka harus benar-benar serius,” tutur Dumasi Sianturi. Kendati mengawasi secara ketat, Dumasi bukan tipe ibu yang cepat marah. Berbeda dibandingkan dengan sosok Johnny yang sangat disegani anak-anaknya. Bila anak-anak berkelakuan tidak sopan terhadap orang lain, Dumasi bisa menegur mereka. Johnny dan Dumasi bukan tipe yang suka memilih-milih teman. Mereka bisa bergaul dengan kalangan mana saja. “Kami menganjurkan anak-anak menjalin pertemanan dengan semua golongan dan bersikap hormat pada siapa saja,” ucap Dumasi Sianturi.
Mengawal mimpi dan pendidikan anak-anak. Nitawati Sitohang memulai dan mengikuti pendidikannya pada SD Inpres Lae Hole, SMP Negeri Bangun, SMA Negeri 14 Medan, dan menyelesaikan pendidikan dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Kebahagiaan Johnny dan Dumasi pun sepertinya semakin lengkap dengan sejumlah harapan mereka, kelak si buah hati akan menjadi dokter yang ikhlas melayani masyarakat. Ternyata si anak memang bercita-cita ingin menjadi dokter. Dengan meminta saran dan pendapat dari kedua orang-tuanya, Nitawati memutuskan kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2003. Sang dokter lalu mengabdi di kota kelahirannya, menjadi Kepala Puskesmas Sitinjo, Kecamatan Sitinjo.
Kemudian Natalina Sitohang menamatkan pendidikan dasar di SD Inpres Lae Hole, sekolah lanjutan pertama pada SMP Negeri Bangun lalu berlanjut ke sekolah lanjutan atas Sekolah Perawat Kesehatan Dairi Sidikalang, dan menyelesaikan sarjana muda kebidanan (AMKeb) di Akademi Perawat RS Cikini Jakarta.
Tindoan Sitohang mengikuti jejak kedua kakaknya dengan memasuki SD Inpres Lae Hole dilanjutkan ke SMP 1 Sidikalang, SMA Negeri 1 Sidikalang. Dan lulus dari Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik STT Nasional Yogyakarta pada bulan Maret 2008.
Susi Anna Sitohang seakan tidak mau kalah dengan kedua kakak dan abangnya, ia juga masuk pada SD yang sama SD Inpres Lae Hole dan SMP Negeri 1 Sidikalang. Sedangkan untuk sekolah lanjutan atas, ia memilih SMA Metodis 1 Medan. Lulus seleksi perguruan tinggi negeri pada Fakultas Hukum Universitas Jambi dan diwisuda pada tanggal 26 April 2008.
Melihat keberhasilan kakak dan abangnya, Deprianto Sitohang mengikuti jejak mereka, masuk SD Inpres Lae Hole. Sementara SMP-nya pada SMP Santo Paulus Sidikalang kemudian masuk pada sekolah lanjutan atas SMA Santo Thomas I Medan. Dia telah menyelesaikan perkuliahan pada Fakultas Teknik Elektro STT Telkom Bandung, Jawa Barat. Si bungsu Margomgom Sitohang sendiri berkeras memilih SD Inpres Lae Hole sebagai angkatan terakhir dari enam saudara, sekolah lanjutan pertama dipilihnya sekolah abang Depri di SMP Santo Paulus Sidikalang. Dengan kemampuan di atas rata-rata, dia lulus tes masuk SMA Negeri 1 Sidikalang. Namun ketika hendak naik kelas 3, dia minta dipindahkan ke SMA Negeri 4 Medan. Tamat dan lulus dari Negeri 4 Medan, dia melanjutkan kuliah di Fakultas Informatika pada sebuah perguruan tinggi swasta di Yogyakarta.

C.   Support dan Kasih Sang Isteri
Acapkali kita mendengar ungkapan menarik bahwa “di balik pemimpin sukses pastilah ada wanita hebat di belakangnya”. Demikian untaian kata-kata bijak yang melukiskan betapa sangat vitalnya tugas dan peran seorang isteri, terlebih lagi isteri dari seorang bupati (kepala daerah). Nyaris tidak dapat dipungkiri, justru berkat kepiawaian sang isteri lah, suami mampu tampil sebagai sosok pemimpin yang berhasil, disegani, dikagumi, bahkan juga dipuja banyak orang.
Dalam realitas kehidupan sehari-hari, wanita (isteri) itu menyandang peran ganda (double burden), yakni beban wanita untuk bertanggung-jawab atas pekerjaan-pekerjaan kerumah-tanggaan (domestik), bekerja di luar rumah (sektor publik) mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Tapi, sebenarnya, peran wanita lebih daripada sekadar ganda. Misalkan wanita (isteri) bertanggung-jawab terhadap kegiatan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, pun berkiprah berkiprah luas di berbagai organisasi kewanitaan, antara lain Ketua Tim Penggerak PKK, Dharma Wanita, dan GOW.
Dalam perspektif ini, Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Dairi Ny. Dumasi Sianturi, isteri dari Bupati Dairi Johnny Sitohang, telah mampu memposisikan dirinya pada tugas dan perannya secara tepat dan baik. Sebagai isteri seorang pemimpin (bupati/kepala daerah), wanita yang telah mendampingi Johnny Sitohang selama lebih dari 34 tahun ini dapat dikatakan mumpuni dalam mengemban berbagai tugas dan peran ganda (double burden) yang diiamanahkan ke pundaknya. Ia mampu menjadi ibu rumah tangga yang baik bagi lingkungan keluarganya. Sebagai seorang isteri dari pemimpin (bupati/kepala daerah), ibu dari enam orang anak ini mampu tampil confidence sebagai motivator sekaligus inspirator bagi sang suami. Lebih daripada itu, wanita yang senantiasa tampil enerjik ini bahkan dapat mengimbangi tugas-tugas sang suami secara baik dalam kapasitasnya sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Dairi.
Enerjik namun tetap bersahaja. Penampilan sedikit berubah tapi kesederhanannya tetap terjaga. Tentu kurang pantas seorang isteri pejabat tampak sangat ketinggalan zaman. Toh, sekarang semuanya serba ada dan serba mudah diperoleh, asal saja ... hepeng (uang) cukup tebal di kantong.
Apa salahnya mengubah penampilan? Dumasi Sianturi pun mengikuti Kursus Nasional III, bertema Kiat Menjadi Isteri Pejabat (Pemprov, Pemkab, Pemkot dan DPRD), di Hotel Cempaka Jakarta pada tanggal 28-31 Juli 2004. Dari sini mulailah terlihat perubahan penampilan Dumasi Sianturi. Misalkan saja ia mulai pandai memoles diri dalam nuansa kebersahajaan. Jelas bahwa seorang isteri pejabat mesti tampil mengesankan penuh optimisme. Lantaran pada umumnya penampilan lahiriah yang pertama menimbulkan kesan, maka sisi itu pula yang kali pertama dibenahi oleh Dumasi Sianturi. Sehingga bukan kesan tua dan suram yang hadir, namun tampil cantik dan matang secara lahir dan batin. Dumasi tidak perlu memanfaatkan jasa konsultan kecantikan untuk mengurusi penampilan dirinya. Ia mengerjakan sendiri dengan ilmu dan keterampilan yang diperoleh dari kursus selama tiga hari di Jakarta bersama isteri-isteri pejabat yang lain. suatu hal yang telah dipikirkannya selama ini. Pokoknya, segala sesuatu yang berkaitan dengan perangkat pendukung penampilan itu selengkap mungkin disediakannya sendiri. Tidak perlu mengeluarkan uang cuma untuk penampilan atau pergi ke salon kecantikan.
Menurut Johnny Sitohang, di dalam lingkup keluarganya, sang isteri adalah sosok wanita yang sangat pandai menempatkan diri sesuai dengan proporsinya. “Bagi saya, isteri punya kemampuan menata ekonomi keluarga dengan sangat baik. Itu sebuah kenangan berharga dan terindah dalam hidup saya. Karena tanpanya, nggak mungkin ekonomi keluarga kami bisa tertata dan tumbuh dengan baik. Ini yang pertama. Yang kedua, ia adalah isteri dan juga seorang ibu yang baik bagi anak-anak kami,” demikian kata Johnny Sitohang memuji dukungan dan peran kasih isteri dalam lingkungan keluarganya.
Begitulah, sebagai suami yang baik, Johnny Sitohang sangat pantas memuji sekaligus menghormati isteri yang sangat dicintainya. Sungguh benar kata orang-orang bijak bahwa di balik pria sukses itu pasti ada wanita hebat di belakangnya. Pun demikian halnya Johnny Sitohang. Di balik kisah dan pergulatan hidup serta karirnya yang panjang hingga meraih sukses saat ini tidak dapat dilepaskan dari peran vital dan signifikan dari sang isteri Dumasi Sianturi, yang tiada kenal lelah secara terus-menerus memberikan dorongan dan motivasi karir suaminya. Tidak hanya pada saat dia berada di posisi puncak, bahkan ketika karir suaminya dalam kondisi masih sulit sekalipun, Dumasi senantiasa tampil di garda terdepan meneguhkan perannya sebagai teman dan sahabat, sekaligus pasangan hidup serta pendamping suami yang kompak, seia-sekata.
Kini ditengah aktivitasnya yang padat disertai agenda kerja yang menumpuk sebagai Kepala Daerah, Johnny Sitohang masih selalu menyisihkan waktunya demi menjaga keharmonisan rumah-tangganya. Persis kata banyak orang, sukses memimpin keluarga biasanya menjadi refleksi linier bahwa pemimpin yang bersangkutan akan sukses pula memimpin masyarakatnya. Mengapa? Karena, keluarga merupakan miniatur dan pilar utama masyarakat itu sendiri. Sukses memimpin masyarakat memang harus dimulai dari sukses memimpin unit terkecil, yakni  lingkungan keluarganya sendiri.  Kalau di lingkungan keluarga seorang pemimpin saja sudah berantakan (broken home) misalkan, lantas apa yang dapat diteladani dari pemimpin tersebut? Jawabnya, tidak ada. Bercermin dari pandangan itulah, pemimpin (kepala daerah) seperti Johnny Sitohang semampu mungkin menempatkan dirinya sebagai kepala rumah tangga sekaligus pemimpin rakyat yang patut diteladani, digugu, dan ditiru oleh keluarganya, baik oleh isteri maupun oleh enam orang anaknya.
Dalam beraktivitas menjalankan tugasnya, mulai dari pentas politik, wakil rakyat di DPRD Kabupaten Dairi sampai menjadi Bupati Dairi, Johnny Sitohang memperoleh dukungan penuh dari isteri tercinta Ny. Dumasi Sianturi. Apalagi di mata Johnny Sitohang, peran isterinya itu terbukti banyak memberikan andil terhadap kesuksesan karirnya selama ini.
Pada sisi lain, dalam hal membina rumah tangga dan keluarga, peran Ny. Dumasi Sianturi sebagai ibu bagi enam orang anaknya dan isteri bagi suaminya sangatlah besar. Sebab secara naluriah, anak-anak biasanya akan lebih dekat kepada ibunya bila sedang berkonsultasi masalah-masalah kekeluargaan. Sebaliknya, pada peran yang lain, anak-anak akan lebih dekat kepada ayahnya bilamana mereka berdiskusi mengenai pekerjaan dan membangun masa depan.
Model pendidikan dan falsafah orang tua serta neneknya di masa silam demikian membekas dan terpatri kuat dalam benak Johnny Sitohang. Apa yang pernah diterima dari kedua orang-tuanya dulu berusaha dia terapkan dalam kehidupan pribadi dan keluarganya saat ini. Sedapat mungkin Johnny Sitohang dan isteri Dumasi Sianturi berupaya agar menjadi teladan bagi keluarga kecilnya. Dia pun berikhtiar selalu menjalin hubungan yang harmonis dengan isteri terkasih Dumasi Sianturi. Johnny Sitohang ingin agar anak-anaknya mencontoh perilaku dirinya dan isteri terkasih, sebagaimana dia dulu pernah mencontoh kedua orang-tua yang sangat dihormatinya. “Nak, tirulah sifat orang tua kamu. Yang baik-baik ambillah dan yang jelek dibuang,” begitu senantiasa terngiang nasehat nenek Johnny Sitohang kepada cucu-cucunya. Adalah wajar bila kemudian kehidupan rumah tangga Johnny Sitohang relatif tenang dan adem ayem, karena jarang mengalami goncangan badai kehidupan.
Dalam hal mendidik enam orang anaknya, kendati tidak tertulis, Johnny Sitohang dan Dumasi Sianturi tampaknya telah bersepakat untuk menjalankan peran dan tugas masing-masing dalam mengelola manajemen keluarga. Sang suami yang kini berkiprah sebagai Bupati Dairi dengan tingkat kesibukan yang sangat tinggi, di antaranya berbagi tugas menanamkan unsur tentang disiplin, keteladanan, serta mengajarkan pola hidup sederhana kepada enam orang anaknya. Sedangkan sang isteri, porsinya menanamkan kasih sayang dan mengawasi pendidikan enam buah hati mereka. Dia menyadari bahwa kasih sayang seorang ibu akan membawa dampak dan pengaruh relatif besar dalam perkembangan jiwa anak-anaknya.
“Perhatian dan kasih sayangnya bukan hanya untuk anak-anak dan cucu-cucunya. Tapi juga untuk anak-anak lain yang ia jumpai di mana saja, bahkan sampai orang dewasa, sekalipun tidak begitu dikenalnya. Siapa saja yang datang ke rumah memperoleh perhatian dan kasih sayang yang tulus dan tidak dibuat-buat. Baik itu dari golongan mana, suku maupun agama. Menurut beliau, kita semua sama di mata Tuhan, baik itu miskin ataupun kaya,” papar Pdt. Nikson Sibuarin STh, menantu pasangan Johnny Sitohang – Dumasi Sianturi.
Dapat dikatakan, keluarga Johnny Sitohang – Dumasi Sianturi memang jauh dari bara konflik dan badai samudera kehidupan. Kuncinya, saling menghormati dan menghargai di antara suami-isteri, juga di antara anak-anaknya. Etika pergaulan dan sopan santun memang terasa membekas dalam ritme kehidupan dan keseharian mereka. Sebab, sejak dini pula nilai-nilai positif itu sudah pernah ditanamkan secara langsung oleh kedua orang-tuanya, Jonathan Ompu Tording Sitohang dan Mutiara boru Tobing.
Itu pula sebabnya, nilai-nilai yang baik dan pernah diwariskan oleh orang tua Johnny Sitohang, seperti moralitas, kejujuran, kerja keras, menjunjung tinggi tata krama dalam pergaulan, peduli pada sesama, terus-menerus secara ajek dan kontinyu dia tularkan kepada enam orang anaknya.
“Beliau adalah panutan dan cermin hidup semangat yang positif. Beliau tidak pernah mengeluh dan pantang menyerah dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan kehidupan. Beliau selalu menceritakan pengalaman kehidupannya kepada anak-anaknya, bagaimana anak-anak bisa menghadapi rintangan dan tantangan dalam menjalani kehidupan apa pun. Itulah yang selalu diberikan dan diajarkan kepada anak-anak dan menjadi motivator dalam hidup mereka. Baik itu oleh anak-anak yang masih bersekolah, bekerja maupun yang telah berkeluarga,” tutur Ny. Dumasi Sianturi.
“Bapak mengajari kami dengan gambaran pandangan-pandangan tantangan dalam perjalanan karirnya, agar kami mengambil kesimpulan positif dari setiap tantangan perjalanan karirnya ke arah masa depan yang lebih baik. Gigih, kerja keras, semangat dan bermasyarakat. Disiplin terhadap waktu, baik untuk pekerjaan maupun keluarga,” ujar Natalina Sitohang, anak kedua pasangan Johnny Sitohang – Dumasi Sianturi.
Natalina lebih jauh berujar, “Bapak dan ibu senantiasa hadir dengan sentuhan kasih sayang, sekalipun kami anak-anaknya sudah mempunyai keluarga masing-masing. Ketika kami telah berkeluarga, bapak masih sering mengunjungi kami, setidaknya menelepon kami di sela-sela kesibukannya. Tidak pernah pandang bulu dalam bermasyarakat, tidak pandang ia kaya, miskin, berkedudukan ataupun tidak berkedudukan. Semua sama di hadapan bapak.”
Johnny Sitohang berharap, keenam orang anaknya dalam karir dan menata kehidupan mereka akan mampu menciptakan kemaslahatan dan keselarasan pada masyarakatnya, minimal terhadap masyarakat lingkungan di sekelilingnya. Sebab itu, Johnny mengajarkan manajemen dalam kehidupan rumah tangga dan lingkup yang lebih luas lagi.
“Bapak mengajarkan manajemen keluarga yang baik. Misalkan bapak mempunyai perencanaan yang baik untuk pendidikan anak-anaknya. Kalau kami minta uang untuk sekolah, bapak tidak pernah mengatakan tidak ada, kami selalu diberi. Bapak mengajari kami untuk mengelola keuangan dengan baik. Misalkan bapak memberi uang pendidikan sebesar Rp3 juta, itu harus bisa kami kelola dengan baik dan sampai kapan uang itu harus cukup. Dengan demikian kami pun jadi belajar menabung,” papar Nitawati Sitohang, anak sulung pasangan Johnny Sitohang – Dumasi Sianturi.
Sebagai penganut Kristen yang taat, Johnny Sitohang meyakini ujaran Rasul Yohanes yang menulis, ”Bagiku tidak ada alasan yang lebih besar untuk bersyukur daripada hal-hal ini, bahwa aku mendengar anak-anakku tetap berjalan dalam kebenaran” (3 Yohanes 3-8). Johnny benar-benar bersyukur enam orang anaknya tetap berjalan pada kebenaran, tidak membuat ulah yang mencemarkan nama baik keluarga.
Kendati begitu, dia tidak lantas menyombongkan diri dengan karunia enam orang anak yang baik-baik. Dia lebih memilih untuk selalu mengucap rasa syukur pada Tuhan. Sebab dalam benak Johnny, "Rasa syukur adalah saudara kembar dari kerendahan hati; kesombongan adalah musuh dari keduanya."  

D.   Hati yang Senantiasa Bersyukur
Sebagai seorang penganut Kristen Protestan, Johnny Sitohang sangat taat beribadah dan menjalankan nilai-nilai agama yang diyakininya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Kartini Sulastri Sitohang (kakak), Johnny selalu minta didoakan dalam setiap kegiatan organisasi masyarakat ataupun politik, terlebih ketika menghadapi persoalan pelik. Kendati seorang penganut Kristen Protestan, dia juga sangat menghormati keberadaan penganut agama lain di luar agama yang dianutnya.
Sikap religius yang sangat terjaga membuatnya tidak pernah berputus asa dan mengeluhkan segala masalah dan tantangan kehidupan dia dan keluarganya terima, meski dalam keadaan sangat sulit. Dia hanya meminta keluarga mendoakan lalu mengajak bermusyawarah atau mendiskusikan untuk mencarikan jalan keluar atas persoalan yang ada. Dia selalu bersikap profesional di mana saja, sekalipun tengah didera persoalan berat.
Seberat apapun kondisi kehidupan yang dia terima saat ini, dia merasa suka cita yang luar biasa karena semua yang dia terima da yang ada padanya merupakan berkat Tuhan Yang Maha Kuasa. Bersuka cita bukan karena uang atau materi, tapi sebagai wujud rasa syukur pada Tuhan dan rasa bangga bisa meniti jejak ayahnya Jonathan Ompu Tording di birokrasi.
Sekecil apa pun berkat dan karunia Tuhan, Johnny Sitohang berusaha senantiasa mensyukurinya. Johnny Sitohang selalu menggemakan kata-kata Daud, sang raja penyair, dalam Mazmur 23:6. Daud menulis demikian, "Kebajikan dan kemurahan belaka akan mengikuti aku, seumur hidupku." Menurut Johnny yang mengimani Yesus Kristus, perkataan itu telah merangkum seluruh pengalaman hidupnya.
Kebaikan Allah memberikan apa yang tidak layak kita terima; belas kasihan-Nya menahan apa yang seharusnya kita terima. Dalam kepedihan dan penderitaan, Bapa surgawi dengan setia memenuhi kebutuhan kita, menghibur hati, dan memberi kita kekuatan untuk menanggung beban yang harus kita tanggung. Meskipun kita adalah orang percaya, kita tetap berdosa dan tidak memenuhi standar kudus yang ditetapkan oleh Putra-Nya, Yesus Kristus. Namun, Dia tetap mencurahkan pengampunan- Nya dalam jiwa kita saat kita mengaku dosa. Kita bisa saja menganggap diri sebagai orang yang baik, tetapi kita harus tetap mengakui bahwa "kita telah mengabaikan hal-hal yang seharusnya kita kerjakan, dan telah melakukan hal-hal yang tidak seharusnya kita lakukan" (The Book of Common Prayer).
Kiranya rasa syukur senantiasa memenuhi hati Johnny Sitohang, karena kebaikan dan belas kasihan Allah akan menyertai dia sepanjang jalan menuju kemuliaan. Selamanya Johnny merasa berutang budi kepada-Nya sepanjang masa.
Sebab itu, dia terus menjaga semangat dan pantang menyerah di tengah tekanan tugas-tugas ataupun tekanan politik yang menjadi bagian dari karirnya yang relatif berat. Dari sejak dulu mengawali rumah tangga, memulai karir kerja, meretas asa di ranah politik sampai sekarang, banyak goncangan dan tekanan mendera dirinya, namun semua itu pantas disyukuri sebagai sebuah ujian untuk mencapai anak tangga kehidupan yang lebih tinggi. Sebagai sarana pembelajaran dan pendewasaan yang sangat berarti buat mematangkan dirinya di panggung kehidupan. Seberat apa saja tantangan dan kecamanan yang mesti dihadapi, Johnny menerimanya sebagai sebuah skenario dari Tuhan untuk dipelajari dan dijalani buat menjalan pengharapan yang lebih baik di masa-masa selanjutnya.
Di kala menjelang dan bangun tidur, dalam doanya, Johnny Sitohang merenungkan betul berkat-berkat Allah yang tercurah atas dirinya. Tentu saja Johnny tidak akan pernah dapat menyebutkan semua berkat jasmani, rohani, yang bersifat sementara, dan yang kekal. Dari waktu ke waktu Johnny mengingat semua karunia-Nya dengan penuh rasa syukur. Kadan, secara tak sengaja dia bergumam, "Jumlah bintang di langit tidak cukup untuk menyebutkan semua berkat-berkat Allah!"
Sekali lagi, apa pun kondisi yang Johnny Sitohang terima saat ini, senang ataupun sedih, dia senantiasa mengucap syukur dengan sepenuh hati. Rasa syukur itu dia wujudkan dengan melakukan kegiatan-kegiatan penyegaran rohani dan jasmani yang berarti di mata Tuhan, keluarga dan orang lain. Doa menjadi kekuatan utama dalam hidup pribadi dan keluarga. Dan menjadi ucapan rasa syukur kepada Tuhan sebagai ucapan terima kasih atas berkah hidup dan kesehatan yang diterimanya. Dia juga memberikan nasehat pada anak-anak tercinta dan cucu-cucu terkasih agar selalu bersyukur dan tidak kufur nikmat. Bahkan, dia terus mendorong generasi muda orang Dairi untuk terus bergerak dan berusaha, berbuat benar dan baik, sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih.
Rasa syukur Johnny Sitohang tidak sebatas diimplementasikan dalam bentuk nasehat kata-kata. Tapi, diwujudkan pula dalam langkah nyata melalui uluran tangan kepada orang-orang sekeliling yang membutuhkan. Dia tidak segan-segan membantu material bangunan membangun rumah-rumah ibadah –baik buat kaum Nasrani maupun umat agama lain. “Banyak orang yang telah dibantu oleh Johnny, antara lain menyumbang batako hasil produksi usahanya untuk pembangunan gereja dan masjid. Sekitar 2 juta buah batako telah disumbangkan Johnny untuk membangun sekolah TK, gereja dan masjid. Pengadaan industri batako itu dulu juga untuk membuka lapangan pekerjaan bagi keluarga dan membantu orang-orang yang tidak memiliki lapangan pekerjaan,” tutur St. Sihombing, Guru Huria TK HKBP Lae Hole.
Apa yang dilakukan Johhny Sitohang tidak lain adalah melanjutkan sifat Kappung (kepala desa) Jonathan Ompu Tording yang semasa hidupnya suka membantu orang-orang di sekitarnya. Sejarah pembangunan Gereja Lae Hole misalkan, diprakarsai oleh Jonathan Ompu Tording dengan memberikan tanah dari marga Sitohang. Bertangan penuh uluran kasih yang tulus dan tidak dibuat-buat. Sifat Jonathan Ompu Tording yang banyak menurun dan banyak ditiru Johnny Sitohang.  
Dengan senantiasa mengedepankan hati yang penuh rasa syukur, Johnny Sitohang meyakini bahwa Tuhan akan terus bekerja dan berkehendak atas hari esok yang lebih baik pada diri dan keluarganya.  Dan, katanya, "Sebuah hati yang penuh syukur merupakan awal dari suatu kehebatan." ***
       

No comments:

Post a Comment