Bekerja Untuk Rakyat
Kepemimpinan yang melayani dimulai
dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati
dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian
bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.
Kenneth Blanchard, penulis buku Leadership by The Book
Desa Pargambiran,
Kecamatan Sumbul, awal Maret 2012. Bupati Dairi KRA Johnny Sitohang turun ke
sawah, memanen jagung milik warga petani bermarga Matanari. Ikut pula dalam
panen bersama Bupati Dairi itu antara lain Asisten Tata Pemerintahan Rewin
Silaban S.Sos, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Drs
Bonar Butar-butar, Camat Drs Hutur Siregar, Ketua TP PKK Kabupaten Dairi Ny.
Dumasi Sianturi, dan beberapa orang anggota TP PKK Kabupaten Dairi.
Dalam
kunjungan kerja itu Bupati Dairi melihat langsung alih fungsi lahan persawahan di
willayahnya yang semakin sulit dikendalikan. Tak pelak lagi terjadi pengurangan
intensifikasi budidaya sawah di Kabupaten Dairi. Petani memanfaatkan areal yang
ada buat perladangan untuk tanaman sayuran dan hortikultura, juga tanaman
keras.
Di
hadapan Tim “Bekerja untuk Rakyat” Bupati Dairi Johnny Sitohang, Matanari,
petani tanaman semusim tersebut, menerangkan, menanam jagung lebih
menguntungkan ketimbang bertahan bertanam padi. Dari masa tanam sampai musim
panen saja, jelas lebih enteng dengan masa tunggu dalam waktu lima bulan saja.
Sementara cabe, yang juga menjadi pilihan tanaman pengganti, merupakan tanaman
berkesinambungan sampai beberapa kali tanam dan panen. Atas dasar hitung-hitungan
ekonomi, jelas jauh lebih menguntungkan daripada menanam padi. Apalagi Pemkab
Dairi memproteksi harga jagung sebesar Rp2.000/kilogram.
Kepala
Desa, Martua Sitanggang, menjelaskan, dari total persawahan seluas 136 hektar
di tahun 1970-an, saat ini mengalami penurunan jumlah lahan hingga di bawah 70
hektar. Setiap tahun terjadi pergantian penggunaan. Disebutkan, berbagai
pandangan dan anggapan warga menetapkan pilihan untuk mengubah fungsi lahan
sawah dimaksud.
Dijelaskannya,
hal itu bermula dari berkurangnya sumber air yakni sekitaran hutan lindung Lae
Pondom setelah kehadiran PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Renun ketika itu.
Walau diakui, petani terpaksa beli beras sebagai sebuah konsekwensi sikap.
Terkait
harga komoditas pertanian, warga sedikit merasa lega menyusul stabilitas harga
kopi akhir-akhir ini. Jadi, kalau dikumpul penghasilan dari beberapa sumber,
keuangan rumah tangga petani terasa kokoh. Para petani Desa Pargambiran meminta
akses transportasi menuju kantong produksi dibuka lebih banyak.
Lewat
Kunjungan “Bekerja Untuk Rakyat” yang selama ini digalakkan, jelas Bupati Dairi
Johnny Sitohang, Pemkab Dairi telah berhasil membuka hingga 185 kilometer jalan
menuju lahan produksi pertanian. Sejak terpilih menjadi Bupati Dairi tahun 2009,
Johnny Sitohang mengubah visi dari “membangun bersama rakyat” menjadi “bekerja
untuk rakyat”. Untuk itu, Johnny membentuk Tim “Bekerja untuk Rakyat”. “Perubahan
ini didasari pada pemikiran bahwa sesungguhnya penyelenggara pemerintahan itu
pelayan masyarakat dan meletakkan pembangunan (sekecil apapun) di pihak
rakyat,” terang Johnny Sitohang.
Pada
pelaksanaannya, Tim “Bekerja untuk Rakyat” melibatkan hampir keseluruhan
pejabat Pemkab Dairi, termasuk pejabat dari kecamatan dan desa yang dikunjungi.
Serta pada malam harinya, seluruh rombongan tim menginap di rumah-rumah warga desa
yang menjadi obyek kunjungan.
Selama
berada di desa, Tim ini melakukan sejumlah kegiatan bersama warga masyarakat desa,
antara lain memberikan pengobatan gratis, pembuatan KTP dan Kartu Keluarga (KK)
secara gratis, memberikan penyuluhan pertanian atau peternakan, melakukan panen
bersama warga masyarakat, pengecatan rumah–rumah ibadah yang ada di desa,
pembukaan jalan ke sentra–sentra produksi pertanian dengan menggunakan alat
berat yang sengaja didatangkan, dan sejumlah penyuluhan. Masing–masing instansi
selalu melaksanakan sejumlah kegiatan yang berhubungan dengan tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi).
Pada
malam harinya, setelah satu hari penuh melaksanakan sejumlah kegiatan, sebelum
istirahat malam, Tim melakukan temu ramah dengan warga masyarakat desa, yakni
untuk membicarakan atau mendiskusikan kendala apa saja yang dihadapi dan kebutuhan
yang diinginkan warga setempat, guna meningkatkan derajat kesejahteraannya. Kegiatan
ini selalu dirangkai dengan sejumlah acara hiburan, dengan menggunakan alat
musik Key Board.
Sejak
program kunjungan kerja ke desa–desa ini digulirkan (2009), hampir semua dari
169 desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Dairi telah dikunjungi Tim “Bekerja
Untuk Rakyat”. Bahkan, ada sejumlah desa yang sudah dua kali mendapat
kunjungan.
A. Pemimpin Itu Melayani
Dari
kunjungan kerja yang telah dilakukan selama ini, Johnny Sitohang dapat menarik
pelajaran bahwa pembangunan harus benar-benar berpihak dan dirasakan langsung oleh
rakyat. Misalkan Johnny Sitohang (Pemkab Dairi) tidak akan membangun atau
memberikan izin pembangunan mall di wilayah Kabupaten Dairi. Karena, katanya
lebih lanjut, rakyat Dairi belum mampu berbelanja ke mall. “Yang kita bangun
yang kecil-kecil dulu, pasar tradisional yang lebih dibutuhkan oleh rakyat.
Membangun sekecil apapun harus berpihak ke rakyat banyak, sebab kita ini
melayani atau pelayan masyarakat,” papar Johnny Sitohang tentang implementasi
visinya “Bekerja untuk Rakyat” yang lebih bersandar pada pemikiran bahwa
hakekat kepemimpinan (dari hati) adalah kepemimpinan yang melayani. Tidak banyak
memang pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati,
kepemimpinan yang melayani sepenuh hati.
Dalam
bukunya yang berjudul Leadership by The
Book (LTB), Ken Blanchard mengisahkan tentang tiga orang berkarakter yang
mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, masing-masing seorang pendeta,
seorang profesor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di jagat bisnis.
Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang
melayani (servant HEAD), dan TANGAN
yang melayani (servant HANDS).
Hati
yang melayani. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan
karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar
untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Di sini lah letak betapa pentingnya
karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan
diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para
pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak
memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan
ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah
duduk nyaman di singgasananya.
Minimal,
menurut Ken Blanchard, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari
seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, bahwa tujuan paling utama
seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya.
Orientasinya bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya namun
justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Dan hal ini pula yang berusaha
diwujudkan oleh seorang Johnny Sitohang.
Dengan
kunjungan kerja atau turun ke bawah, Johnny Sitohang memiliki kerinduan untuk
membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak
pemimpin dalam masyarakat Kabupaten Dairi. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran
John Maxwell yang dituliskannya dalam buku berjudul Developing the Leaders Around You.
Johnny
Sitohang menyadari bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada
kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan
sebuah organisasi atau masyarakat sangat tergantung pada potensi sumber daya
manusia dalam organisasi/masyarakat tersebut. Jika sebuah organisasi/masyarakat
mempunyai banyak anggota/warga dengan kualitas pemimpin, organisasi atau masyarakat
tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.
Pemimpin
yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya.
Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian
dan harapan dari mereka yang dipimpin.
Seorang
pemimpin yang memiliki hati yang melayani juga mengedepankan prinsip
akuntabilitas (accountable). Istilah
akuntabilitas mengandung arti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan.
Artinya, seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung-jawabkan
kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin
yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap
kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Pemimpin
yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan
pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya.
Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan ataupun
tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu
dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah tersulut emosi.
Kepala
yang melayani. Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau
karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan
agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki
kualitas dari aspek karakter dan integritas seorang pemimpin, tapi manakala
menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali lantaran tidak
memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contohnya adalah para pemimpin
karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti
Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan barangkali Mahatma
Gandhi. Mereka menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara
formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metode
kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak
banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metode kepemimpinan ini. Hal ini tidak
pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Sebab itu, kita harus mendorong
institusi formal agar memperhatikan keterampilan seperti ini yang biasa disebut
soft skill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com, ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Dalam artikel tersebut dibahas secara
jelas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan
sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal
penting dalam metode kepemimpinan, yaitu:
Pertama,
kepemimpinan yang efektif dimulai dari visi yang jelas. Visi ini merupakan
sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya
proses ledakan kreativitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi
berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Bahkan,
dikatakan bahwa nothing motivates change
more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat
mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah
inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas ke mana
organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk
membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi,
kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah
organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam
mempertahankan survival-nya sehingga mampu
bertahan sampai beberapa generasi.
Ada
dua aspek mengenai visi, yaitu visionary
role dan implementation role.
Artinya, seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi
bagi organisasi/masyarakatnya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan
visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan guna
mencapai visi itu.
Visi
yang diusung Johnny Sitohang cukup jelas dan terang benderang. Yakni, membawa
rakyat Kabupaten Dairi sejahtera dan meningkatkan agribisnis dengan terobosan
membangun (bekerja) untuk rakyat. Visi ini tidak lain sebagai implementasi atau
perwujudan dari pemikiran kepemimpinan yang melayani.
Ciri
kedua seorang pemimpin yang efektif
adalah seorang yang sangat responsif. Arti kata, dia selalu tanggap terhadap
setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya.
Selain itu, sang pemimpin senantiasa aktif dan proaktif dalam mencari solusi atas
setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi oleh organisasi atau masyarakatnya.
Dan
ketiga, seorang pemimpin yang efektif
adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Maknanya, dia
memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya
dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran,
rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya); melakukan kegiatan sehari-hari
(monitoring dan pengendalian); dan mengevaluasi kinerja anak buahnya.
Selain
ciri, ada juga indikator tentang pemimpin yang melayani. Indikator pemimpin
yang melayani, menurut Larry C. Spears (1995), antara lain: menyadari dan
menghayati bahwa ia melayani suatu hal yang lebih besar daripada dirinya atau
organisasinya; memberikan teladan untuk perilaku dan sikap yang ia ingin hadir
dan menjadi bagian utama dari hidup para pengikutnya. Jadi ia tidak memaksakan
orang untuk mengambil-alih suatu perilaku atau memaksa dengan berbagai hal-hal
yang ia inginkan.
Pemimpin
yang melayani memiliki pribadi yang otentik, yaitu kerendahan hati, dapat
diminta pertanggung-jawaban, integritas antara nilai, gambar diri dan
ambisinya, serta ia tampil sebagai manusia biasa yang terlepas dari berbagai kelemahannya.
Menjaga moral dan berani mengambil risiko dalam menegakkan prinsip etika
tertentu; memiliki visi dan mampu memberdayakan orang; mampu memberikan
kepercayaan dan pemahaman atas keadaan pengikutnya; sering bekerja dalam
kerangka pikir waktu yang panjang. Ia tidak mengharapkan hasil spektakuler
terlalu cepat karena ia menyadari bahwa untuk menggerakkan dan mentransformasi
orang membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang berkesinambungan.
Pemimpin
yang melayani melakukan komunikasi yang proaktif dan bersifat dua arah. Dapat
hidup di tengah perbedaan pendapat, bahkan ia merasa tidak nyaman bila
pendapat, paradigma dan gaya kerja hanya sejenis.
Pemimpin
yang melayani memberikan kepercayaan dan wewenang kepada para pengikutnya. Ia
memiliki gambaran positif dan optimistis ihwal mereka. Ia memberdayakan mereka
melalui sharing pengetahuan, skill dan perspektif.
Pemimpin
yang melayani menggunakan persuasi dan logika untuk mempengaruhi orang, selain juga
dengan peneladanan. Ia tidak berupaya menjadi pahlawan, namun menciptakan dan
melahirkan pahlawan-pahlawan.
Pemimpin
yang melayani mengerjakan banyak hal dan menghindar dari berbagai hal yang
orang lain dapat lakukan. Hal yang terpenting bahwa pemimpin yang melayani
tidak berarti akan menghindar dari masalah atau konflik. Ia juga menjadi sosok
yang tidak dikendalikan oleh berbagai kelompok yang kuat. Dalam pekerjaan
sehari-hari seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia juga
membuat orang jadi terinspirasi, terdorong, belajar dan mengambil-alih
keteladanannya. Pendekatannya bukanlah dengan kekuasaan melainkan pendekatan
hubungan atau relasional.
B. Memberi Teladan Kerja Keras
Sekali
lagi, sebagai seorang pemimpin yang melayani, Johnny Sitohang berusaha
memberikan teladan kerja keras dan spirit kerja. Melalui visinya bekerja untuk
rakyat, Johnny Sitohang ingin mewujudkan masyarakat Kabupaten Dairi yang DUMA
(Damai, Usaha, Makmur, Aman). Sebuah perwujudan masyarakat yang sejahtera penuh
kreativitas membuka peluang-peluang usaha.
Johnny
Sitohang ingin menggapai mimpi sebuah masyarakat Dairi yang aman, rakyat dapat
berusaha, bekerja mandiri, tidak tergantung pada orang lain atau pemerintah
serta berinovasi sehingga mampu menemukan peluang-peluang usaha. Dia berusaha
memberikan motivasi dalam rangka bekerja yang terbaik.
Setiap
kali turun ke bawah, ke desa-desa yang dekat maupun yang jauh, Johnny Sitohang
tidak cuma sebatas main perintah pada aparatur yang mendampinginya dalam Tim
Bekerja untuk Rakyat. Dia ikut langsung ke tengah-tengah pekerjaan dan
pengabdian melayani rakyat. “Saya ikut mencangkul, sebagai bentuk kerja keras
para petani agar memperoleh hasil pertanian terbaik. Saya berusaha memberi
teladan dan motivasi. Tidak hanya teladan buat para kelapa dinas dan SKPD, juga
untuk rakyat di desa-desa yang dkunjungi. Bahkan, kami tidur bersama rakyat,
tidak langsung pulang usai kunjungan kerja. Saya tidur di atas tikar
sebagaimana mereka juga biasa tidur di rumah warga desa,” papar ayah dari enam
orang anak ini.
Dengan
cara langsung menyatu bersama rakyat, Johnny Sitohang berupaya merasakan kepahitan
dan kesulitan hidup yang membelit rakyat kebanyakan. Di sini, dia ingin
mengasah kesediaannya untuk menyimak (listening).
Biasanya,
seorang pemimpin dinilai berdasarkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan
mengambil keputusan langsung di lapangan. Kemampuan ini juga penting bagi
pemimpin yang melayani, pemimpin ini perlu dikuatkan dengan komitmen yang kuat
untuk mendengarkan orang lain secara serius dan sungguh-sungguh. Pemimpin yang
melayani mencoba untuk mengidentifikasikan keinginan dari sebuah kelompok dan
membantu mengklarifikasikan keinginan tersebut, dengan cara menyimak.
Dari
kebiasaannya turun ke bawah, Johnny Sitohang pun berikhtiar memperkuat empati (empathy) pada rakyat yang dipimpinnya.
Dia ingin menjadi sosok yang mengerti dan berempati dengan orang lain. Karena,
manusia perlu untuk merasa diterima dan diakui atas semangat mereka yang khusus
dan unik. “Dengan empati, saya ingin membangun semangat mereka untuk menghadapi
kehidupan penuh optimisme,” ujar Bupati yang mengawali karir politik dari
tingkat akar rumput ini.
Tentu
tidak berhenti sebatas menyimak dan berempati pada kesulitan yang dihadapi oleh
rakyat kebanyakan. Johnny Sitohang pun memberikan solusi atau jalan keluar atas
persoalan-persoalan yang ada. Misalkan soal kesulitan akses jalan menuju ke
daerah-daerah produsen sayur-mayur, Pemkab Dairi mengalokasikan anggaran untuk
membangun jalan-jalan antar-kecamatan dan antar-desa. “Kami sedang mengusahakan
anggaran SIPA dan APBN sebesar Rp300 miliar untuk membangun, memperbaiki, dan
merawat jalan yang ada di wilayah Kabupaten Dairi. Selama ini sudah kami buka
jalan sepanjang 185 kilometer tanpa uang dari negara. Sekarang kami butuh dana
perawatan sehingga mau tidak mau melibatkan keuangan negara,” papar Johnny
Sitohang.
Contoh
yang lain adalah soal harga komoditi pertanian yang cenderung turun drastis di
masa panen. Untuk mengatasi persoalan harga yang tidak stabil tersebut, jelas
Bupati yang mantan wartawan ini, Pemkab Dairi tampil sebagai stabilisator harga
dengan membeli atau mematok harga komoditas jagung (sekadar misal) pada angka
Rp2.000 per kilogram.
C. Memantik Spirit Orang Batak Dairi
Tentu
bukan tanpa alasan mengapa Bupati Johnny Sitohang menggelorakan semangat kerja
keras melalui teladan yang nyata. Dia cukup tahu dan memahami bahwa masyarakat
Batak bukanlah masyarakat yang pemalas tanpa memiliki kebanggaan.
Bila
mengaca pada cerita-cerita sukses orang-orang Batak di masa lampau, rasanya
kita tidak perlu merasa khawatir Batak generasi masa kini akan kehilangan
kebanggaan dan pesimistis menghadapi kehidupan yang kian sulit. Orang Batak
sangat cinta pada hidup dan kehidupan ini kendati hidup itu penuh kesusahan dan
kesulitan. Ini terbukti dari kelanggengan peribahasa dalam masyarakat Batak yang
berbunyi lapa-lapa pe di toru ni sobuon,
malap das alap pe taho asal di hangoluan (gabah kosong pun di bawah sekam,
biarpun susah asal hidup). Ini menggambarkan suatu opotimisme, biarpun hidup
ini susah pada suatu saat nanti pasti akan mendapat kesenangan asal tekun
berusaha. Setelah kesulitan senantiasa akan kemudahan.
Masyarakat
Batak memiliki nilai-nilai kultural (budaya) yang cukup mendukung bagi
terciptanya suatu sikap hidup yang penuh optimisme dan spirit untuk berkembang.
Sebagaimana kita ketahui bahwa nilai (inti) budaya suatu bangsa atau suku
bangsa biasanya mencerminkan jati diri suku atau bangsa yang bersangkutan. Di
mana jati diri itu merupakan gambaran atau keadaan khusus seseorang yang
meliputi jiwa atau semangat daya gerak spiritual dari dalam. Dari pengertian
itu dapat dipahami bahwa nilai inti budaya Batak cukup luas. Bila dilihat dari
berbagai kajian terhadap sejumlah ungkapan kata-kata, aksara orang Batak yang
diikuti dengan pengalaman adat budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari,
maka dapat ditarik benang merah adanya tujuh macam nilai inti budaya suku
Batak. Ketujuh nilai inti budaya Batak dimaksud ialah kekerabatan, agama, hagabeon, hamoraan, uhum dan ugari, pangayoman, dan marsisarian. Secara ringkas nilai
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kekerabatan.
Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling pertama dari tujuh
nilai inti budaya utama masyarakat Batak. Hal ini terlihat baik pada Toba, Batak
Angkola Mandailing maupun sub-suku Batak lainnya. Semuanya sama-sama
menempatkan nilai kekerabatan pada urutan yang paling pokok. Nilai inti
kekerabatan masyarakat Batak terutama terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu. Hubungan kekerabatan dalam
hal ini terlihat pada tutur sapa baik karena pertautan darah ataupun pertalian
perkawinan.
Agama.
Nilai agama atau kepercayaan pada orang Batak tergolong sangat kuat. Sedang
agama yang dianut oleh suku Batak amat bervariasi. Ada wilayah Batak yang mayoritas
penduduknya menganut agama Islam seperti Angkola Mandailing, ada wilayah Batak
yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen seperti Batak Toba, dan ada
wilayah Batak yang persentase penganut agamanya berimbang seperti wilayah Batak
Simalungun. Secara intensif ajaran agama telah disosialisasikan kepada
anak-anak orang Batak sejak masa kecilnya dengan penuh pengawasan.
Hagabeon.
Nilai
budaya hagabeon bermakna harapan
panjang umur, beranak, bercucu yang banyak, dan baik-baik. Dengan lanjut usia
diharapkan ia dapat mengawinkan anak-anaknya serta memperoleh cucu. Kebahagiaan
bagi orang Batak belum lengkap, jika belum memiliki anak. Terlebih-lebih anak
laki-laki yang berfungsi untuk melanjutkan cita-cita orang tua dan marganya. Hagabeon, bagi orang Batak Islam,
termasuk pula keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci
Mekkah.
Mengenai
jumlah anak yang banyak (secara adat diharapkan memiliki 17 laki-laki dan 16
perempuan = 33 anak) yang telah berakar lama, kini mengalami pergeseran dari
bersifat kuantitas kepada anak yang berkualitas, mempunyai ilmu dan
keterampilan hidup sekalipun jumlahnya tidak banyak. Peranan program KB
(Keluarga Berencana) yang dilancarkan pemerintah cukup dominan dalam mengubah
pandangan tersebut.
Seseorang
makin bertambah kebahagiaannya bila ia mampu menempatkan diri pada posisi adat
di dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya perjuangan yang berdiri sendiri tetapi
ditopang oleh keteladanan dan pandangan yang maju.
Hamoraan.
Adapun
nilai hamoraan (kehormatan) menurut
adat Batak adalah terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan material yang
ada pada diri seseorang. Kekayaan harta dan kedudukan/jabatan yang ada pada
seseorang tidak ada artinya bila tidak didukung oleh keutamaan spiritualnya.
Orang yang mempunyai banyak harta serta memiliki jabatan dan posisi tinggi
diiringi dengan sifat suka menolong/memajukan sesama, mempunyai anak keturunan
serta diiringi dengan jiwa keagamaan maka dia dipandang mora (terhormat).
Uhum dan Ugari. Nilai uhum (hukum) bagi orang Batak mutlak untuk ditegakkan dan pengakuannya
tercermin pada kesungguhan dalam penerapannya menegakkan keadilan. Nilai suatu
keadilan itu ditentukan dari ketaatan pada ugari
(adat) serta setia dengan padan
(janji). Setiap orang Batak yang menghormati uhum, ugari, dan janjinya
dipandang sebagai orang Batak yang sempurna.
Keteguhan
pendirian pada orang Batak sarat bermuatan nilai-nilai uhum. Perbuatan khianat terhadap kesepakatan adat amat tercela dan
mendapat sanksi hukum secara adat. Oleh sebab itu, orang Batak selalu berterus
terang dan apa adanya, tidak banyak basa-basi.
Pengayoman. Pengayoman
(perlindungan) wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat. Tugas tersebut
diemban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu.
Tugas pengayom ini utamanya berada di pihak mora
dan yang diayomi pihak anak boru.
Sesungguhnya sesama unsur Dalihan Na Tolu
dipandang memiliki daya magis untuk saling melindungi. Hubungan saling
melindungi itu laksana siklus jaring laba-laba yang mengikat semua pihak yang
terkait dengan adat Batak. Prinsipnya semua orang menjadi pengayom dan mendapat
pengayoman dari sesamanya adalah pendirian yang kokoh dalam pandangan adat
Batak.
Karena
merasa memiliki pengayom secara adat maka orang Batak tidak terbiasa mencari
pengayom baru. Sejalan dengan itu, biasanya orang Batak tidak mengenal
kebiasaan meminta-minta pengayom/belas kasihan atau cari muka untuk diayomi.
Karena sesungguhnya orang yang diayomi adalah juga pengayom bagi pihak lainnya.
Marsisarian.
Marsisarian
artinya saling mengerti, menghargai, dan saling membantu. Secara bersama-sama
masing-masing unsur harus marsisarian
atau saling menghargai. Di dalam kehidupan ini harus diakui masing-masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga saling membutuhkan pengertian,
bukan saling menyalahkan.
Bila
terjadi konflik di antara kehidupan sesama warga masyarakat maka yang perlu
dikedepankan adalah prinsip marsisarian.
Prinsip marsisarian merupakan
antisipasi dalam mengatasi konflik/pertikaian.
Itulah
nilai-nilai utama kekuatan suku Batak yang ingin terus ditegakkan dan
dilestarikan oleh Johnny Sitohang untuk dijadikan pondasi pembangunan manusia
dan masyarakat di Kabupaten Dairi. Dengan kekuatan nilai-nilai kultural
tersebut, dia optimistis rakyat dan masyarakat Kabupaten Dairi akan mampu
menatap hari depan yang lebih baik dan prospektif.
D. Karunia Tanah Kanaan
Satu
hal menarik, orang Batak selalu merasa bersatu dengan negerinya. Yaitu, Tanah
Batak yang biasa disebut dengan istilah bona
pasogit atau bona ni pinasa. Sistem
nilai yang merupakan warisan para leluhur ini sangat dijunjung tinggi. Adat
adalah pusaka yang tidak kunjung usang. Adat haruslah selalu dilestarikan dan
dijunjung tinggi ini terlukis dari ungkapan atau pepatah raja na di jolo, martungkot siala gundi, adat pinungka ni na parjolo,
siihut honon ni parpudi yang artinya raja yang di depan bertongkat siala
gundi (sejenis tumbuhan semak yang kayunya keras, lurus, dan dahannya jarang)
adat yang diciptakan orang dahulu harus diikuti orang yang kemudian. Selain itu
adat merupakan norma hukum yang didukung rasa kemanusiaan yang tinggi. Adat
harus ditegakkan dan dijunjung tinggi seperti dalam peri bahasa jongjong hau na so sitabaun, peak na so
sigulingon yang artinya berdiri kayu jangan ditebang tumbang pun jangan
diguling.
Begitulah
Johnny Sitohang mengingatkan nilai-nilai adat yang mendukung pelestarian
lingkungan alam (negeri) tempat berpijak. Sampai-sampai dia tidak segan-segan
turun memberi penyuluhan seputar perawatan kakao di Dusun Kampung Jawa Atas
Desa Lau Sireme, Kecamatan Tigalingga, medio Februari 2012. Ragam komoditas
tumbuh subur di sana, namun produktivitas dipandang belum memadai lantaran
minimnya pencerahan. Dan di sana, perbukitan disapu rata, lembah tiada rawa.
Padang ilalang berganti palawija. Asal punya asa, semua pasti bisa.
Ya.
Demikianlah panorama pengelolaan areal di daerah tersebut, sebuah hunian plus
hamparan agribisnis berjarak sekitar 30 kilometer dari Sidikalang, ibukota
Kabupaten Dairi. Berjalan ke perkampungan ini, serasa berada di tengah hutan
wisata. Tiada kejenuhan. Kepenatan berganti pikiran bugar di mana rute itu
dipenuhi hijauan vegetasi. Ragam komoditas tumbuh subur dan ditata secara baik.
Tak tertengok semak belukar di sana. Sepanjang jalan, pohon durian, kakao,
kemiri, jagung, pinang, kelapa, cabe, duku dan padi gogo terlihat berbaris
silih berganti ditanam. Andai pelantun lagu-lagu melankolis Ebiet G. Ade
singgah sejenak, alunan tembang bersahabat dengan alam bukan sebatas syair yang
terdengar indah. Hati tenang bagai nuansa surgawi. Angin segar berhembus sepoi-sepoi
mengingatkan kita mesti bersyukur atas anugerah dan karunia Tuhan Maha Pencipta.
Suara
bising nyaris tiada terdengar. Kaum adam dan hawa berikut anak-anak berpacu
mengisi waktu. Bocah-bocah pulang membawa tandanan pisang memakai sorong
sembari bersiul menuju rumah merupakan aktivitas lazim sehari-hari. Hal serupa
juga dilakoni ibu dan ayah mereka yang melangkah menjunjung petikan lain di
kepala. Jejeran warung kopi di sepanjang jalan hanya penuh pada waktu tertentu.
Masyarakat dapat menjadwal, kapan kerja lalu jam berapa melepas dahaga. Seiring
dengan itu, wajar saja, wajah selalu ceria lantaran hasil ladang selalu
berkesinambungan. Sikap ramah masyarakat pun memberi kesan istimewa kala
bertandang sejenak ke salah satu sudut wilayah Kabupaten Dairi ini.
Tiada
hari tanpa panen. Begitu sekilas gambaran profil ekonomi masyarakat. Pelataran
atau pekarangan rumah silih berganti dijemuri hasil pertanian. Hari ini biji
jagung ditebar mengharap sinar matahari, besok berganti kemiri, lusa kakao,
pinang, demikian seterusnya. Sepertinya, uang mengalir setiap hari ke saku para
petani.
Kendati
demikian, sentuhan pemerintah untuk menyajikan produksi optimal diakui belum
optimal. Mereka bertarung dengan alam dan pasar sesuai kemampuan masing-masing.
Alhasil, kalau dihitung dari analisa usaha tani, keuntungan belumlah sesuai
investasi.
Nasib
(70) dan Enjur Tarigan, petani kakao di Dusun Kampung Jawa Atas Desa Lau Sireme,
menjelaskan, bibit kakao mereka beli secara sembarang. Ketika pedagang
menjajakan harga murah, warga membeli saja tanpa tahu apakah bersertifikat atau
abal-abal. Umumnya, kalau daun hijau serta dikemas di polibag, kaum awam mudah
percaya bahwa sesuatu itu adalah paten.
Petani
juga kurang paham berapa produktivitas ideal. Saat ini, memetik 50 kilogram
biji per dua minggu tiap setengah hektar dianggap sudah lumayan. Sebab, setiap
periode tersebut petani memastikan menggenggam rupiah. Terhadap serangan hama
penyakit, mereka terpaksa pasrah mengingat tidak memiliki pengetahuan yang relevan.
Itulah makanya, busuk buah sangat memusingkan kepala para petani.
Anwar
Sani Tarigan, pebisnis jual-beli mobil di Sidikalang, mengakui keuletan rakyat
Dairi. Seringkali ladang lebih bersih dibandingkan rumah. Kalau bukan terpaksa
semisal buat menutupi kebutuhan sekolah, tanah mereka tidak akan pernah dijual.
Heterogenitas penduduk mendorong kompetisi lebih ketat namun tetap berbalut
harmoni.
Sesungguhnya,
Kecamatan Tigalingga ini ibarat Tanah Kanaan, yakni tanah yang dijanjikan Allah
kepada bangsa Israel dalam kitab suci, ujar Bupati Johnny Sitohang Adinegoro
saat kunjungan kerja ke wilayah ini pada pertengahan Februari 2012 lalu. Apapun
ditanam pasti tumbuh. Anda lihat … manggis, duku dan ragam komoditas mahal
lainnya tampak subur. Etos kerja sebanding potensi. Kegigihan itu membedakannya
dengan wilayah lain di daerah otonom ini.
Keluhan
timbul lantaran penyuluhan belum berjalan maksimal. Itu pula alasan yang membuat
Bupati Johnny Sitohang menjadwalkan kunjungan
per dua minggu ke desa dengan mengerahkan segenap aparatur instansi terkait.
Dengan demikian akan diperoleh persepsi serupa seputar aspirasi masyarakat dan
solusi dari pemerintah. Jadi, laporan bukan sebatas ABS (Asal Bupati Senang).
Kalau
model seperti terdahulu dibiarkan, kesenjangan bakal timbul bahkan berpeluang
memiskinkan rakyat. Anggaran tersedot habis tetapi faedah di tengah masyarakat
cenderung nihil. Lakon negatif mesti dihentikan.
Di
perladangan itu, Bupati bersama Karel Simarmata (Kepala Bidang Perkebunan Dinas
Kehutanan dan Perkebunan) memperagakan teknik pemangkasan dahan kakao, berikut
tinggi normal sebatang pohon. Mereka menyarankan ranting membelok menuju
permukaan tanah dibuang saja. Demikian pula buah di posisi pucuk lebih baik
diabaikan. Peliharalah buah di dekat sekitar batang utama. Pembiaran organ
dalam jumlah berlebih membuat pasokan hara menuju buah produktif menciut.
Cahaya harus bebas masuk sampai menembus tanah.
Terkait
serangan hama penyakit disarankan agar mengedepankan pengendalian secara hayati.
Busuk buah akibat jamur Phytophthora
palmivora adalah realita jamak yang mendera petani. Persoalan itu terkait
erat dengan kelembaban udara. Bila jumlah tajuk jamak maka hama penyakit cepat
membiak lalu menyerang buah. Boleh memakai fungisida, hanya saja mengikuti
dosis anjuran. Sementara itu, keberadaan semut hitam diharap dibiarkan, sebab
organisme ini bermamfaat sebagai musuh alami menghindari cucukan buah.
Hitung-hitungan
sederhana memang menunjukkan petani meraih untung, kata Bupati Johnny Sitohang.
Hanya saja, kalau dirawat secara lebih intensif serta menerapkan teknologi, maka
kuantitas profit akan berlipat ganda. Hal itu telah dirasakan petani lain yang
telah menerima pencerahan. Awalnya banyak kaum ibu bermuka sepet hingga hampir
marah karena buah banyak dibuang. Eh… setelah musim panen berikutnya tiba, mereka
dapat tersenyum. Mereka mulai sadar bahwa buah tertentu tidak baik untuk dibiarkan.
Bupati
Johnny Sitohang menerangkan bahwa pihaknya memberika atensi yang cukup besar
pada sektor pertanian guna mengangkat kesejahteraan rakyat Kabupaten Dairi.
Bersamaan dengan itu, semua tahapan mesti diluruskan. Salah satu persoalan
berawal dari kesalahan bibit. Kerapkali petani memperoleh bibit secara sembarang
dan mengesampingkan logika.
Secara
rasio, jika harga Rp1.000 per bibit kakao di tingkat pelosok, maka dapat
diyakini bahan itu berkualitas rendah. Kelemahan itu berlanjut hingga
mempengaruhi hasil panen. Ke depan, pembenahan dilakukan secara bertahap, misalkan
menanam kakao unggul di antara pokok tersedia. Langkah ini efektif agar ekonomi
keluarga tetap bergulir. Jika asal main tebas, tentunya perekonomian rumah
tangga bakal terganggu. Si ibu pasti emosi jika suami menebang habis, walau
sebenarnya tanaman awal tidak menjanjikan.
Hal
yang tak kalah penting, kata Bupati Johnny, petani perlu menabur pupuk organik
atau kompos. Aplikasi pupuk kimiawi secara terus-menerus dapat merusak struktur
kimia dan biologis tanah. Perlahan tapi pasti, kesuburan menurun akan berdampak
terhadap penyusutan hasil panen.
Selama
ini, tanaman keras terbilang tak pernah dikompos. Kalau saja disiram, kuantitas
dan kualitasnya diyakini dapat meningkat fantastis. Tanah punya keterbatasan, bila
tidak dipulihkan, maka esok lusa akan menimbulkan kerugian berat. Jadi, kita
juga perlu punya hati kepada tanah.
Tanah
dan tanaman itu juga berbicara melalui perilaku pertumbuhan. Simpel saja, kalau
daun kisut, itu artinya stomata menangis dan butuh makanan. Permintaan itu
harus dijawab melalui pemberian kompos dan air. Petani diharap tanggap, ujar
Bupati yang mengenakan kaos kuning dan topi bergaya ala petani membaur bersama
pembudidaya tanaman.
Tampak
jelas sekali bahwa Bupati Johnny Sitohang betul-betul menyatu dengan rakyatnya,
bekerja untuk rakyat, dan melayani apa yang dibutuhkan oleh rakyat yang
dipimpinnya. ***
No comments:
Post a Comment