Thursday, April 18, 2013

Dari Sibolga Memimpin Dairi (3)


Bekerja Untuk Rakyat

Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya.
Kenneth Blanchard, penulis buku Leadership by The Book

Desa Pargambiran, Kecamatan Sumbul, awal Maret 2012. Bupati Dairi KRA Johnny Sitohang turun ke sawah, memanen jagung milik warga petani bermarga Matanari. Ikut pula dalam panen bersama Bupati Dairi itu antara lain Asisten Tata Pemerintahan Rewin Silaban S.Sos, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olah Raga Drs Bonar Butar-butar, Camat Drs Hutur Siregar, Ketua TP PKK Kabupaten Dairi Ny. Dumasi Sianturi, dan beberapa orang anggota TP PKK Kabupaten Dairi.
Dalam kunjungan kerja itu Bupati Dairi melihat langsung alih fungsi lahan persawahan di willayahnya yang semakin sulit dikendalikan. Tak pelak lagi terjadi pengurangan intensifikasi budidaya sawah di Kabupaten Dairi. Petani memanfaatkan areal yang ada buat perladangan untuk tanaman sayuran dan hortikultura, juga tanaman keras.
Di hadapan Tim “Bekerja untuk Rakyat” Bupati Dairi Johnny Sitohang, Matanari, petani tanaman semusim tersebut, menerangkan, menanam jagung lebih menguntungkan ketimbang bertahan bertanam padi. Dari masa tanam sampai musim panen saja, jelas lebih enteng dengan masa tunggu dalam waktu lima bulan saja. Sementara cabe, yang juga menjadi pilihan tanaman pengganti, merupakan tanaman berkesinambungan sampai beberapa kali tanam dan panen. Atas dasar hitung-hitungan ekonomi, jelas jauh lebih menguntungkan daripada menanam padi. Apalagi Pemkab Dairi memproteksi harga jagung sebesar Rp2.000/kilogram.
Kepala Desa, Martua Sitanggang, menjelaskan, dari total persawahan seluas 136 hektar di tahun 1970-an, saat ini mengalami penurunan jumlah lahan hingga di bawah 70 hektar. Setiap tahun terjadi pergantian penggunaan. Disebutkan, berbagai pandangan dan anggapan warga menetapkan pilihan untuk mengubah fungsi lahan sawah dimaksud.
Dijelaskannya, hal itu bermula dari berkurangnya sumber air yakni sekitaran hutan lindung Lae Pondom setelah kehadiran PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air) Renun ketika itu. Walau diakui, petani terpaksa beli beras sebagai sebuah konsekwensi sikap.
Terkait harga komoditas pertanian, warga sedikit merasa lega menyusul stabilitas harga kopi akhir-akhir ini. Jadi, kalau dikumpul penghasilan dari beberapa sumber, keuangan rumah tangga petani terasa kokoh. Para petani Desa Pargambiran meminta akses transportasi menuju kantong produksi dibuka lebih banyak.
Lewat Kunjungan “Bekerja Untuk Rakyat” yang selama ini digalakkan, jelas Bupati Dairi Johnny Sitohang, Pemkab Dairi telah berhasil membuka hingga 185 kilometer jalan menuju lahan produksi pertanian. Sejak terpilih menjadi Bupati Dairi tahun 2009, Johnny Sitohang mengubah visi dari “membangun bersama rakyat” menjadi “bekerja untuk rakyat”. Untuk itu, Johnny membentuk Tim “Bekerja untuk Rakyat”. “Perubahan ini didasari pada pemikiran bahwa sesungguhnya penyelenggara pemerintahan itu pelayan masyarakat dan meletakkan pembangunan (sekecil apapun) di pihak rakyat,” terang Johnny Sitohang.
Pada pelaksanaannya, Tim “Bekerja untuk Rakyat” melibatkan hampir keseluruhan pejabat Pemkab Dairi, termasuk pejabat dari kecamatan dan desa yang dikunjungi. Serta pada malam harinya, seluruh rombongan tim menginap di rumah-rumah warga desa yang menjadi obyek kunjungan.
Selama berada di desa, Tim ini melakukan sejumlah kegiatan bersama warga masyarakat desa, antara lain memberikan pengobatan gratis, pembuatan KTP dan Kartu Keluarga (KK) secara gratis, memberikan penyuluhan pertanian atau peternakan, melakukan panen bersama warga masyarakat, pengecatan rumah–rumah ibadah yang ada di desa, pembukaan jalan ke sentra–sentra produksi pertanian dengan menggunakan alat berat yang sengaja didatangkan, dan sejumlah penyuluhan. Masing–masing instansi selalu melaksanakan sejumlah kegiatan yang berhubungan dengan tugas pokok dan fungsi (Tupoksi).
Pada malam harinya, setelah satu hari penuh melaksanakan sejumlah kegiatan, sebelum istirahat malam, Tim melakukan temu ramah dengan warga masyarakat desa, yakni untuk membicarakan atau mendiskusikan kendala apa saja yang dihadapi dan kebutuhan yang diinginkan warga setempat, guna meningkatkan derajat kesejahteraannya. Kegiatan ini selalu dirangkai dengan sejumlah acara hiburan, dengan menggunakan alat musik Key Board.
Sejak program kunjungan kerja ke desa–desa ini digulirkan (2009), hampir semua dari 169 desa/kelurahan yang ada di wilayah Kabupaten Dairi telah dikunjungi Tim “Bekerja Untuk Rakyat”. Bahkan, ada sejumlah desa yang sudah dua kali mendapat kunjungan.

A.   Pemimpin Itu Melayani
Dari kunjungan kerja yang telah dilakukan selama ini, Johnny Sitohang dapat menarik pelajaran bahwa pembangunan harus benar-benar berpihak dan dirasakan langsung oleh rakyat. Misalkan Johnny Sitohang (Pemkab Dairi) tidak akan membangun atau memberikan izin pembangunan mall di wilayah Kabupaten Dairi. Karena, katanya lebih lanjut, rakyat Dairi belum mampu berbelanja ke mall. “Yang kita bangun yang kecil-kecil dulu, pasar tradisional yang lebih dibutuhkan oleh rakyat. Membangun sekecil apapun harus berpihak ke rakyat banyak, sebab kita ini melayani atau pelayan masyarakat,” papar Johnny Sitohang tentang implementasi visinya “Bekerja untuk Rakyat” yang lebih bersandar pada pemikiran bahwa hakekat kepemimpinan (dari hati) adalah kepemimpinan yang melayani. Tidak banyak memang pemimpin yang sungguh-sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, kepemimpinan yang melayani sepenuh hati.
Dalam bukunya yang berjudul Leadership by The Book (LTB), Ken Blanchard mengisahkan tentang tiga orang berkarakter yang mewakili tiga aspek kepemimpinan yang melayani, masing-masing seorang pendeta, seorang profesor, dan seorang profesional yang sangat berhasil di jagat bisnis. Tiga aspek kepemimpinan tersebut adalah HATI yang melayani (servant HEART), KEPALA atau pikiran yang melayani (servant HEAD), dan TANGAN yang melayani (servant HANDS).
Hati yang melayani. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Di sini lah letak betapa pentingnya karakter dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di singgasananya.
Minimal, menurut Ken Blanchard, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani, bahwa tujuan paling utama seorang pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. Orientasinya bukan untuk kepentingan diri pribadi maupun golongannya namun justru kepentingan publik yang dipimpinnya. Dan hal ini pula yang berusaha diwujudkan oleh seorang Johnny Sitohang.
Dengan kunjungan kerja atau turun ke bawah, Johnny Sitohang memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam masyarakat Kabupaten Dairi. Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran John Maxwell yang dituliskannya dalam buku berjudul Developing the Leaders Around You.
Johnny Sitohang menyadari bahwa keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung pada kemampuannya untuk membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi atau masyarakat sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi/masyarakat tersebut. Jika sebuah organisasi/masyarakat mempunyai banyak anggota/warga dengan kualitas pemimpin, organisasi atau masyarakat tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.
Pemimpin yang melayani memiliki kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpin.
Seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani juga mengedepankan prinsip akuntabilitas (accountable). Istilah akuntabilitas mengandung arti penuh tanggung jawab dan dapat diandalkan. Artinya, seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat dipertanggung-jawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan dari mereka yang dipimpinnya.
Pemimpin yang melayani adalah pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti dapat mengendalikan diri ketika tekanan ataupun tantangan yang dihadapi menjadi begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh pengendalian diri dan tidak mudah tersulut emosi.
Kepala yang melayani. Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki kualitas dari aspek karakter dan integritas seorang pemimpin, tapi manakala menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama sekali lantaran tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contohnya adalah para pemimpin karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan barangkali Mahatma Gandhi. Mereka menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki metode kepemimpinan yang dibutuhkan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Tidak banyak pemimpin yang memiliki kemampuan metode kepemimpinan ini. Hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah formal. Sebab itu, kita harus mendorong institusi formal agar memperhatikan keterampilan seperti ini yang biasa disebut soft skill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com, ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Dalam artikel tersebut dibahas secara jelas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode kepemimpinan) dapat diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada tiga hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu:
Pertama, kepemimpinan yang efektif dimulai dari visi yang jelas. Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreativitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut.
Bahkan, dikatakan bahwa nothing motivates change more powerfully than a clear vision. Visi yang jelas dapat secara dahsyat mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas ke mana organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal) yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta berkembang dalam mempertahankan survival-nya sehingga mampu bertahan sampai beberapa generasi.
Ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya, seorang pemimpin tidak hanya dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasi/masyarakatnya tapi memiliki kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang diperlukan guna mencapai visi itu.
Visi yang diusung Johnny Sitohang cukup jelas dan terang benderang. Yakni, membawa rakyat Kabupaten Dairi sejahtera dan meningkatkan agribisnis dengan terobosan membangun (bekerja) untuk rakyat. Visi ini tidak lain sebagai implementasi atau perwujudan dari pemikiran kepemimpinan yang melayani.
Ciri kedua seorang pemimpin yang efektif adalah seorang yang sangat responsif. Arti kata, dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu, sang pemimpin senantiasa aktif dan proaktif dalam mencari solusi atas setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi oleh organisasi atau masyarakatnya.
Dan ketiga, seorang pemimpin yang efektif adalah seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance coach). Maknanya, dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan, target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya); melakukan kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian); dan mengevaluasi kinerja anak buahnya.
Selain ciri, ada juga indikator tentang pemimpin yang melayani. Indikator pemimpin yang melayani, menurut Larry C. Spears (1995), antara lain: menyadari dan menghayati bahwa ia melayani suatu hal yang lebih besar daripada dirinya atau organisasinya; memberikan teladan untuk perilaku dan sikap yang ia ingin hadir dan menjadi bagian utama dari hidup para pengikutnya. Jadi ia tidak memaksakan orang untuk mengambil-alih suatu perilaku atau memaksa dengan berbagai hal-hal yang ia inginkan.
Pemimpin yang melayani memiliki pribadi yang otentik, yaitu kerendahan hati, dapat diminta pertanggung-jawaban, integritas antara nilai, gambar diri dan ambisinya, serta ia tampil sebagai manusia biasa yang terlepas dari berbagai kelemahannya. Menjaga moral dan berani mengambil risiko dalam menegakkan prinsip etika tertentu; memiliki visi dan mampu memberdayakan orang; mampu memberikan kepercayaan dan pemahaman atas keadaan pengikutnya; sering bekerja dalam kerangka pikir waktu yang panjang. Ia tidak mengharapkan hasil spektakuler terlalu cepat karena ia menyadari bahwa untuk menggerakkan dan mentransformasi orang membutuhkan waktu yang panjang dan proses yang berkesinambungan.
Pemimpin yang melayani melakukan komunikasi yang proaktif dan bersifat dua arah. Dapat hidup di tengah perbedaan pendapat, bahkan ia merasa tidak nyaman bila pendapat, paradigma dan gaya kerja hanya sejenis.
Pemimpin yang melayani memberikan kepercayaan dan wewenang kepada para pengikutnya. Ia memiliki gambaran positif dan optimistis ihwal mereka. Ia memberdayakan mereka melalui sharing pengetahuan, skill dan perspektif.
Pemimpin yang melayani menggunakan persuasi dan logika untuk mempengaruhi orang, selain juga dengan peneladanan. Ia tidak berupaya menjadi pahlawan, namun menciptakan dan melahirkan pahlawan-pahlawan.
Pemimpin yang melayani mengerjakan banyak hal dan menghindar dari berbagai hal yang orang lain dapat lakukan. Hal yang terpenting bahwa pemimpin yang melayani tidak berarti akan menghindar dari masalah atau konflik. Ia juga menjadi sosok yang tidak dikendalikan oleh berbagai kelompok yang kuat. Dalam pekerjaan sehari-hari seorang pemimpin yang melayani mendahulukan orang lain. Ia juga membuat orang jadi terinspirasi, terdorong, belajar dan mengambil-alih keteladanannya. Pendekatannya bukanlah dengan kekuasaan melainkan pendekatan hubungan atau relasional.  

B.    Memberi Teladan Kerja Keras
Sekali lagi, sebagai seorang pemimpin yang melayani, Johnny Sitohang berusaha memberikan teladan kerja keras dan spirit kerja. Melalui visinya bekerja untuk rakyat, Johnny Sitohang ingin mewujudkan masyarakat Kabupaten Dairi yang DUMA (Damai, Usaha, Makmur, Aman). Sebuah perwujudan masyarakat yang sejahtera penuh kreativitas membuka peluang-peluang usaha.
Johnny Sitohang ingin menggapai mimpi sebuah masyarakat Dairi yang aman, rakyat dapat berusaha, bekerja mandiri, tidak tergantung pada orang lain atau pemerintah serta berinovasi sehingga mampu menemukan peluang-peluang usaha. Dia berusaha memberikan motivasi dalam rangka bekerja yang terbaik.
Setiap kali turun ke bawah, ke desa-desa yang dekat maupun yang jauh, Johnny Sitohang tidak cuma sebatas main perintah pada aparatur yang mendampinginya dalam Tim Bekerja untuk Rakyat. Dia ikut langsung ke tengah-tengah pekerjaan dan pengabdian melayani rakyat. “Saya ikut mencangkul, sebagai bentuk kerja keras para petani agar memperoleh hasil pertanian terbaik. Saya berusaha memberi teladan dan motivasi. Tidak hanya teladan buat para kelapa dinas dan SKPD, juga untuk rakyat di desa-desa yang dkunjungi. Bahkan, kami tidur bersama rakyat, tidak langsung pulang usai kunjungan kerja. Saya tidur di atas tikar sebagaimana mereka juga biasa tidur di rumah warga desa,” papar ayah dari enam orang anak ini.
Dengan cara langsung menyatu bersama rakyat, Johnny Sitohang berupaya merasakan kepahitan dan kesulitan hidup yang membelit rakyat kebanyakan. Di sini, dia ingin mengasah kesediaannya untuk menyimak (listening).
Biasanya, seorang pemimpin dinilai berdasarkan kemampuannya dalam berkomunikasi dan mengambil keputusan langsung di lapangan. Kemampuan ini juga penting bagi pemimpin yang melayani, pemimpin ini perlu dikuatkan dengan komitmen yang kuat untuk mendengarkan orang lain secara serius dan sungguh-sungguh. Pemimpin yang melayani mencoba untuk mengidentifikasikan keinginan dari sebuah kelompok dan membantu mengklarifikasikan keinginan tersebut, dengan cara menyimak.
Dari kebiasaannya turun ke bawah, Johnny Sitohang pun berikhtiar memperkuat empati (empathy) pada rakyat yang dipimpinnya. Dia ingin menjadi sosok yang mengerti dan berempati dengan orang lain. Karena, manusia perlu untuk merasa diterima dan diakui atas semangat mereka yang khusus dan unik. “Dengan empati, saya ingin membangun semangat mereka untuk menghadapi kehidupan penuh optimisme,” ujar Bupati yang mengawali karir politik dari tingkat akar rumput ini.
Tentu tidak berhenti sebatas menyimak dan berempati pada kesulitan yang dihadapi oleh rakyat kebanyakan. Johnny Sitohang pun memberikan solusi atau jalan keluar atas persoalan-persoalan yang ada. Misalkan soal kesulitan akses jalan menuju ke daerah-daerah produsen sayur-mayur, Pemkab Dairi mengalokasikan anggaran untuk membangun jalan-jalan antar-kecamatan dan antar-desa. “Kami sedang mengusahakan anggaran SIPA dan APBN sebesar Rp300 miliar untuk membangun, memperbaiki, dan merawat jalan yang ada di wilayah Kabupaten Dairi. Selama ini sudah kami buka jalan sepanjang 185 kilometer tanpa uang dari negara. Sekarang kami butuh dana perawatan sehingga mau tidak mau melibatkan keuangan negara,” papar Johnny Sitohang.
Contoh yang lain adalah soal harga komoditi pertanian yang cenderung turun drastis di masa panen. Untuk mengatasi persoalan harga yang tidak stabil tersebut, jelas Bupati yang mantan wartawan ini, Pemkab Dairi tampil sebagai stabilisator harga dengan membeli atau mematok harga komoditas jagung (sekadar misal) pada angka Rp2.000 per kilogram.

C.   Memantik Spirit Orang Batak Dairi
Tentu bukan tanpa alasan mengapa Bupati Johnny Sitohang menggelorakan semangat kerja keras melalui teladan yang nyata. Dia cukup tahu dan memahami bahwa masyarakat Batak bukanlah masyarakat yang pemalas tanpa memiliki kebanggaan.
Bila mengaca pada cerita-cerita sukses orang-orang Batak di masa lampau, rasanya kita tidak perlu merasa khawatir Batak generasi masa kini akan kehilangan kebanggaan dan pesimistis menghadapi kehidupan yang kian sulit. Orang Batak sangat cinta pada hidup dan kehidupan ini kendati hidup itu penuh kesusahan dan kesulitan. Ini terbukti dari kelanggengan peribahasa dalam masyarakat Batak yang berbunyi lapa-lapa pe di toru ni sobuon, malap das alap pe taho asal di hangoluan (gabah kosong pun di bawah sekam, biarpun susah asal hidup). Ini menggambarkan suatu opotimisme, biarpun hidup ini susah pada suatu saat nanti pasti akan mendapat kesenangan asal tekun berusaha. Setelah kesulitan senantiasa akan kemudahan.
Masyarakat Batak memiliki nilai-nilai kultural (budaya) yang cukup mendukung bagi terciptanya suatu sikap hidup yang penuh optimisme dan spirit untuk berkembang. Sebagaimana kita ketahui bahwa nilai (inti) budaya suatu bangsa atau suku bangsa biasanya mencerminkan jati diri suku atau bangsa yang bersangkutan. Di mana jati diri itu merupakan gambaran atau keadaan khusus seseorang yang meliputi jiwa atau semangat daya gerak spiritual dari dalam. Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa nilai inti budaya Batak cukup luas. Bila dilihat dari berbagai kajian terhadap sejumlah ungkapan kata-kata, aksara orang Batak yang diikuti dengan pengalaman adat budaya tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka dapat ditarik benang merah adanya tujuh macam nilai inti budaya suku Batak. Ketujuh nilai inti budaya Batak dimaksud ialah kekerabatan, agama, hagabeon, hamoraan, uhum dan ugari, pangayoman, dan marsisarian. Secara ringkas nilai tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Kekerabatan. Nilai kekerabatan atau keakraban berada di tempat paling pertama dari tujuh nilai inti budaya utama masyarakat Batak. Hal ini terlihat baik pada Toba, Batak Angkola Mandailing maupun sub-suku Batak lainnya. Semuanya sama-sama menempatkan nilai kekerabatan pada urutan yang paling pokok. Nilai inti kekerabatan masyarakat Batak terutama terwujud dalam pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu. Hubungan kekerabatan dalam hal ini terlihat pada tutur sapa baik karena pertautan darah ataupun pertalian perkawinan.
Agama. Nilai agama atau kepercayaan pada orang Batak tergolong sangat kuat. Sedang agama yang dianut oleh suku Batak amat bervariasi. Ada wilayah Batak yang mayoritas penduduknya menganut agama Islam seperti Angkola Mandailing, ada wilayah Batak yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen seperti Batak Toba, dan ada wilayah Batak yang persentase penganut agamanya berimbang seperti wilayah Batak Simalungun. Secara intensif ajaran agama telah disosialisasikan kepada anak-anak orang Batak sejak masa kecilnya dengan penuh pengawasan.
Hagabeon. Nilai budaya hagabeon bermakna harapan panjang umur, beranak, bercucu yang banyak, dan baik-baik. Dengan lanjut usia diharapkan ia dapat mengawinkan anak-anaknya serta memperoleh cucu. Kebahagiaan bagi orang Batak belum lengkap, jika belum memiliki anak. Terlebih-lebih anak laki-laki yang berfungsi untuk melanjutkan cita-cita orang tua dan marganya. Hagabeon, bagi orang Batak Islam, termasuk pula keinginannya untuk dapat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah.
Mengenai jumlah anak yang banyak (secara adat diharapkan memiliki 17 laki-laki dan 16 perempuan = 33 anak) yang telah berakar lama, kini mengalami pergeseran dari bersifat kuantitas kepada anak yang berkualitas, mempunyai ilmu dan keterampilan hidup sekalipun jumlahnya tidak banyak. Peranan program KB (Keluarga Berencana) yang dilancarkan pemerintah cukup dominan dalam mengubah pandangan tersebut.
Seseorang makin bertambah kebahagiaannya bila ia mampu menempatkan diri pada posisi adat di dalam kehidupan sehari-hari. Jelasnya perjuangan yang berdiri sendiri tetapi ditopang oleh keteladanan dan pandangan yang maju.
Hamoraan. Adapun nilai hamoraan (kehormatan) menurut adat Batak adalah terletak pada keseimbangan aspek spiritual dan material yang ada pada diri seseorang. Kekayaan harta dan kedudukan/jabatan yang ada pada seseorang tidak ada artinya bila tidak didukung oleh keutamaan spiritualnya. Orang yang mempunyai banyak harta serta memiliki jabatan dan posisi tinggi diiringi dengan sifat suka menolong/memajukan sesama, mempunyai anak keturunan serta diiringi dengan jiwa keagamaan maka dia dipandang mora (terhormat).
Uhum dan Ugari. Nilai uhum (hukum) bagi orang Batak mutlak untuk ditegakkan dan pengakuannya tercermin pada kesungguhan dalam penerapannya menegakkan keadilan. Nilai suatu keadilan itu ditentukan dari ketaatan pada ugari (adat) serta setia dengan padan (janji). Setiap orang Batak yang menghormati uhum, ugari, dan janjinya dipandang sebagai orang Batak yang sempurna.
Keteguhan pendirian pada orang Batak sarat bermuatan nilai-nilai uhum. Perbuatan khianat terhadap kesepakatan adat amat tercela dan mendapat sanksi hukum secara adat. Oleh sebab itu, orang Batak selalu berterus terang dan apa adanya, tidak banyak basa-basi.
Pengayoman. Pengayoman (perlindungan) wajib diberikan terhadap lingkungan masyarakat. Tugas tersebut diemban oleh tiga unsur Dalihan Na Tolu. Tugas pengayom ini utamanya berada di pihak mora dan yang diayomi pihak anak boru. Sesungguhnya sesama unsur Dalihan Na Tolu dipandang memiliki daya magis untuk saling melindungi. Hubungan saling melindungi itu laksana siklus jaring laba-laba yang mengikat semua pihak yang terkait dengan adat Batak. Prinsipnya semua orang menjadi pengayom dan mendapat pengayoman dari sesamanya adalah pendirian yang kokoh dalam pandangan adat Batak.
Karena merasa memiliki pengayom secara adat maka orang Batak tidak terbiasa mencari pengayom baru. Sejalan dengan itu, biasanya orang Batak tidak mengenal kebiasaan meminta-minta pengayom/belas kasihan atau cari muka untuk diayomi. Karena sesungguhnya orang yang diayomi adalah juga pengayom bagi pihak lainnya.
Marsisarian. Marsisarian artinya saling mengerti, menghargai, dan saling membantu. Secara bersama-sama masing-masing unsur harus marsisarian atau saling menghargai. Di dalam kehidupan ini harus diakui masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga saling membutuhkan pengertian, bukan saling menyalahkan.
Bila terjadi konflik di antara kehidupan sesama warga masyarakat maka yang perlu dikedepankan adalah prinsip marsisarian. Prinsip marsisarian merupakan antisipasi dalam mengatasi konflik/pertikaian.
Itulah nilai-nilai utama kekuatan suku Batak yang ingin terus ditegakkan dan dilestarikan oleh Johnny Sitohang untuk dijadikan pondasi pembangunan manusia dan masyarakat di Kabupaten Dairi. Dengan kekuatan nilai-nilai kultural tersebut, dia optimistis rakyat dan masyarakat Kabupaten Dairi akan mampu menatap hari depan yang lebih baik dan prospektif.

D.   Karunia Tanah Kanaan
Satu hal menarik, orang Batak selalu merasa bersatu dengan negerinya. Yaitu, Tanah Batak yang biasa disebut dengan istilah bona pasogit atau bona ni pinasa. Sistem nilai yang merupakan warisan para leluhur ini sangat dijunjung tinggi. Adat adalah pusaka yang tidak kunjung usang. Adat haruslah selalu dilestarikan dan dijunjung tinggi ini terlukis dari ungkapan atau pepatah raja na di jolo, martungkot siala gundi, adat pinungka ni na parjolo, siihut honon ni parpudi yang artinya raja yang di depan bertongkat siala gundi (sejenis tumbuhan semak yang kayunya keras, lurus, dan dahannya jarang) adat yang diciptakan orang dahulu harus diikuti orang yang kemudian. Selain itu adat merupakan norma hukum yang didukung rasa kemanusiaan yang tinggi. Adat harus ditegakkan dan dijunjung tinggi seperti dalam peri bahasa jongjong hau na so sitabaun, peak na so sigulingon yang artinya berdiri kayu jangan ditebang tumbang pun jangan diguling.
Begitulah Johnny Sitohang mengingatkan nilai-nilai adat yang mendukung pelestarian lingkungan alam (negeri) tempat berpijak. Sampai-sampai dia tidak segan-segan turun memberi penyuluhan seputar perawatan kakao di Dusun Kampung Jawa Atas Desa Lau Sireme, Kecamatan Tigalingga, medio Februari 2012. Ragam komoditas tumbuh subur di sana, namun produktivitas dipandang belum memadai lantaran minimnya pencerahan. Dan di sana, perbukitan disapu rata, lembah tiada rawa. Padang ilalang berganti palawija. Asal punya asa, semua pasti bisa.
Ya. Demikianlah panorama pengelolaan areal di daerah tersebut, sebuah hunian plus hamparan agribisnis berjarak sekitar 30 kilometer dari Sidikalang, ibukota Kabupaten Dairi. Berjalan ke perkampungan ini, serasa berada di tengah hutan wisata. Tiada kejenuhan. Kepenatan berganti pikiran bugar di mana rute itu dipenuhi hijauan vegetasi. Ragam komoditas tumbuh subur dan ditata secara baik. Tak tertengok semak belukar di sana. Sepanjang jalan, pohon durian, kakao, kemiri, jagung, pinang, kelapa, cabe, duku dan padi gogo terlihat berbaris silih berganti ditanam. Andai pelantun lagu-lagu melankolis Ebiet G. Ade singgah sejenak, alunan tembang bersahabat dengan alam bukan sebatas syair yang terdengar indah. Hati tenang bagai nuansa surgawi. Angin segar berhembus sepoi-sepoi mengingatkan kita mesti bersyukur atas anugerah dan karunia Tuhan Maha Pencipta.
Suara bising nyaris tiada terdengar. Kaum adam dan hawa berikut anak-anak berpacu mengisi waktu. Bocah-bocah pulang membawa tandanan pisang memakai sorong sembari bersiul menuju rumah merupakan aktivitas lazim sehari-hari. Hal serupa juga dilakoni ibu dan ayah mereka yang melangkah menjunjung petikan lain di kepala. Jejeran warung kopi di sepanjang jalan hanya penuh pada waktu tertentu. Masyarakat dapat menjadwal, kapan kerja lalu jam berapa melepas dahaga. Seiring dengan itu, wajar saja, wajah selalu ceria lantaran hasil ladang selalu berkesinambungan. Sikap ramah masyarakat pun memberi kesan istimewa kala bertandang sejenak ke salah satu sudut wilayah Kabupaten Dairi ini.
Tiada hari tanpa panen. Begitu sekilas gambaran profil ekonomi masyarakat. Pelataran atau pekarangan rumah silih berganti dijemuri hasil pertanian. Hari ini biji jagung ditebar mengharap sinar matahari, besok berganti kemiri, lusa kakao, pinang, demikian seterusnya. Sepertinya, uang mengalir setiap hari ke saku para petani.
Kendati demikian, sentuhan pemerintah untuk menyajikan produksi optimal diakui belum optimal. Mereka bertarung dengan alam dan pasar sesuai kemampuan masing-masing. Alhasil, kalau dihitung dari analisa usaha tani, keuntungan belumlah sesuai investasi.
Nasib (70) dan Enjur Tarigan, petani kakao di Dusun Kampung Jawa Atas Desa Lau Sireme, menjelaskan, bibit kakao mereka beli secara sembarang. Ketika pedagang menjajakan harga murah, warga membeli saja tanpa tahu apakah bersertifikat atau abal-abal. Umumnya, kalau daun hijau serta dikemas di polibag, kaum awam mudah percaya bahwa sesuatu itu adalah paten.
Petani juga kurang paham berapa produktivitas ideal. Saat ini, memetik 50 kilogram biji per dua minggu tiap setengah hektar dianggap sudah lumayan. Sebab, setiap periode tersebut petani memastikan menggenggam rupiah. Terhadap serangan hama penyakit, mereka terpaksa pasrah mengingat tidak memiliki pengetahuan yang relevan. Itulah makanya, busuk buah sangat memusingkan kepala para petani.
Anwar Sani Tarigan, pebisnis jual-beli mobil di Sidikalang, mengakui keuletan rakyat Dairi. Seringkali ladang lebih bersih dibandingkan rumah. Kalau bukan terpaksa semisal buat menutupi kebutuhan sekolah, tanah mereka tidak akan pernah dijual. Heterogenitas penduduk mendorong kompetisi lebih ketat namun tetap berbalut harmoni.
Sesungguhnya, Kecamatan Tigalingga ini ibarat Tanah Kanaan, yakni tanah yang dijanjikan Allah kepada bangsa Israel dalam kitab suci, ujar Bupati Johnny Sitohang Adinegoro saat kunjungan kerja ke wilayah ini pada pertengahan Februari 2012 lalu. Apapun ditanam pasti tumbuh. Anda lihat … manggis, duku dan ragam komoditas mahal lainnya tampak subur. Etos kerja sebanding potensi. Kegigihan itu membedakannya dengan wilayah lain di daerah otonom ini.
Keluhan timbul lantaran penyuluhan belum berjalan maksimal. Itu pula alasan yang membuat Bupati Johnny Sitohang menjadwalkan  kunjungan per dua minggu ke desa dengan mengerahkan segenap aparatur instansi terkait. Dengan demikian akan diperoleh persepsi serupa seputar aspirasi masyarakat dan solusi dari pemerintah. Jadi, laporan bukan sebatas ABS (Asal Bupati Senang).
Kalau model seperti terdahulu dibiarkan, kesenjangan bakal timbul bahkan berpeluang memiskinkan rakyat. Anggaran tersedot habis tetapi faedah di tengah masyarakat cenderung nihil. Lakon negatif mesti dihentikan.
Di perladangan itu, Bupati bersama Karel Simarmata (Kepala Bidang Perkebunan Dinas Kehutanan dan Perkebunan) memperagakan teknik pemangkasan dahan kakao, berikut tinggi normal sebatang pohon. Mereka menyarankan ranting membelok menuju permukaan tanah dibuang saja. Demikian pula buah di posisi pucuk lebih baik diabaikan. Peliharalah buah di dekat sekitar batang utama. Pembiaran organ dalam jumlah berlebih membuat pasokan hara menuju buah produktif menciut. Cahaya harus bebas masuk sampai menembus tanah.
Terkait serangan hama penyakit disarankan agar mengedepankan pengendalian secara hayati. Busuk buah akibat jamur Phytophthora palmivora adalah realita jamak yang mendera petani. Persoalan itu terkait erat dengan kelembaban udara. Bila jumlah tajuk jamak maka hama penyakit cepat membiak lalu menyerang buah. Boleh memakai fungisida, hanya saja mengikuti dosis anjuran. Sementara itu, keberadaan semut hitam diharap dibiarkan, sebab organisme ini bermamfaat sebagai musuh alami menghindari cucukan buah.
Hitung-hitungan sederhana memang menunjukkan petani meraih untung, kata Bupati Johnny Sitohang. Hanya saja, kalau dirawat secara lebih intensif serta menerapkan teknologi, maka kuantitas profit akan berlipat ganda. Hal itu telah dirasakan petani lain yang telah menerima pencerahan. Awalnya banyak kaum ibu bermuka sepet hingga hampir marah karena buah banyak dibuang. Eh… setelah musim panen berikutnya tiba, mereka dapat tersenyum. Mereka mulai sadar bahwa buah tertentu tidak baik untuk dibiarkan.
Bupati Johnny Sitohang menerangkan bahwa pihaknya memberika atensi yang cukup besar pada sektor pertanian guna mengangkat kesejahteraan rakyat Kabupaten Dairi. Bersamaan dengan itu, semua tahapan mesti diluruskan. Salah satu persoalan berawal dari kesalahan bibit. Kerapkali petani memperoleh bibit secara sembarang dan mengesampingkan logika.
Secara rasio, jika harga Rp1.000 per bibit kakao di tingkat pelosok, maka dapat diyakini bahan itu berkualitas rendah. Kelemahan itu berlanjut hingga mempengaruhi hasil panen. Ke depan, pembenahan dilakukan secara bertahap, misalkan menanam kakao unggul di antara pokok tersedia. Langkah ini efektif agar ekonomi keluarga tetap bergulir. Jika asal main tebas, tentunya perekonomian rumah tangga bakal terganggu. Si ibu pasti emosi jika suami menebang habis, walau sebenarnya tanaman awal tidak menjanjikan.
Hal yang tak kalah penting, kata Bupati Johnny, petani perlu menabur pupuk organik atau kompos. Aplikasi pupuk kimiawi secara terus-menerus dapat merusak struktur kimia dan biologis tanah. Perlahan tapi pasti, kesuburan menurun akan berdampak terhadap penyusutan hasil panen.
Selama ini, tanaman keras terbilang tak pernah dikompos. Kalau saja disiram, kuantitas dan kualitasnya diyakini dapat meningkat fantastis. Tanah punya keterbatasan, bila tidak dipulihkan, maka esok lusa akan menimbulkan kerugian berat. Jadi, kita juga perlu punya hati kepada tanah.
Tanah dan tanaman itu juga berbicara melalui perilaku pertumbuhan. Simpel saja, kalau daun kisut, itu artinya stomata menangis dan butuh makanan. Permintaan itu harus dijawab melalui pemberian kompos dan air. Petani diharap tanggap, ujar Bupati yang mengenakan kaos kuning dan topi bergaya ala petani membaur bersama pembudidaya tanaman.
Tampak jelas sekali bahwa Bupati Johnny Sitohang betul-betul menyatu dengan rakyatnya, bekerja untuk rakyat, dan melayani apa yang dibutuhkan oleh rakyat yang dipimpinnya. ***

No comments:

Post a Comment