Adanya kewajiban perusahaan untuk mengadakan dana
pensiun bagi karyawannya, sudah barang tentu menjadi amanat yang harus diemban
pihak manajemen.
Jika diakumulasi dalam rentang waktu tertentu, dana
tersebut merupakan pundi-pundi besar. Pundi akan membesar jika dikelola secara
benar, tepat sasaran, dan profesional.
Dalam Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 511/KMK.06/2002
tentang investasi dana pensiun membolehkan
dana pension dipakai untuk berbagai bentuk investasi. Tentu, jenis investasi
tersebut harus tidak berisiko dan aman.
Dalam KMK 511/2002, ada 13 jenis investasi yang
dibolehkan menggunakan dana pensiun. Ke-13 jenis investasi itu antara lain
deposito berjangka pada bank, saham yang tercatat di bursa efek, obligasi yang
tercatat di bursa efek, penempatan langsung pada saham yang diterbitkan oleh
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia, surat pengakuan hutang
yang diterbitkan oleh badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia,
membeli tanah dan bangunan, pembelian unit reksadana, pembelian Sertifikat Bank
Indonesia (SBI).
“Tapi, yang paling menguntungkan dan sangat aman,
ya ditempatkan untuk membeli obligasi,” kata Direktur Dana Pensiun PT Samudera
Indonesia Bekti Harsono. Namun, menurut dia, investasi lainnya yang aman adalah
dalam bentuk deposito maupun pembelian properti.
Bekti menyontohkan, Dana Pensiun (DP) Samudera
Indonesia sudah diinvestasikan di obligasi sebesar 20% dari total dana yang
terkumpul. Saat ini, kata Bekti, total dana pensiun yang terhimpun dari sekitar
1.800 orang karyawan sudah mencapai Rp 200 miliar.
“Sekitar 20% kami belanjakan untuk membeli
obligasi,” kata Bekti kepada Neraca di sela-sela seminar bertajuk New Ways to
Build Effective Talent Pool yang diselenggarakan di kampus PPM Manajemen, di
Menteng, Jakarta, Rabu (27/3). Dia menjelaskan, dana pensiun dikutip dari 4%
gaji karyawan ditambah 8% lagi dibayarkan oleh perusahaan.
Nantinya, perusahaan akan membayarkan seluruh
potongan untuk dana pensiun berikut keuntungan dari hasil pengembangan usaha
atau investasi. Persentase iuran yang harus disetorkan oleh karyawan dan
perusahaan tentu tak sama. Ada yang
25:75. Jika telah memasuki masa pensiun, sang karyawan akan menerima seluruh
dana tabungan tersebut.
Ada perusahaan yang mengelola dana pensiun
karyawannya sendiri. Namun, ada pula perusahaan yang menyerahkan dana tersebut
ke perusahaan pengelola dana pensiun dalam bentuk DPLK. Bisa saja perusahaan
pengelola DPLK satu grup dengan perusahaan tersebut, tapi banyak pula yang di
luar grup.
Biasanya, pihak perusahaan pengelola juga akan
menginvestasikan dana pensiun itu untuk berbagai macam investasi. Dalam laporan
keuangan yang dikirimkan, juga meliputi nilai pengembangan dana yang ada.
Secara periodik, perusahaan pengelola dana pensiun itu mengirimkan laporan
keuangannya kepada setiap peserta yang didaftarkan perusahaan. Dengan demikian,
jumlah dana yang bakal diterima lebih besar dari jumlah yang disetorkan.
Jaminan
Sosial
Sementara itu, sesuai dengan amanah UU Nomor 24
Tahun 2001 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mulai 1 Juni 2015, seluruh karyawan swasta
bakal memperoleh dana pensiun dari BPJS. UU Nomor 24/2011 mengamanatkan
pembentukan dua jenis BPJS, yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS
Ketenagakerjaan diserahkan kepada PT Jamsostek. Sedangkan BPJS Kesehatan dikelola
oleh PT Askes.
Sebelumnya,
Direktur Utama PT Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) Elvyn G
Masassya mengatakan, Indonesia banyak belajar soal jaminan sosial dari Kanada
dan Pilipina. Saat ini BPJS masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP)
dan peraturan presiden (perpres). Menurut dia, besarnya premi pekerja minimal
10% dan maksimal 20% dari gaji.
Sedangkan, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengusulkan agar besarnya premi antara 10-17%.
Bahkan, di Singapura, negara menetapkan premi dana pensiun sebesar 23%.
Khusus dana pensiun yang harus disiapkan negara
untuk para pegawai negeri sipilnya, pada 2007 mencapai Rp 23,2 triliun. Pada
2011, sudah meningkat tiga kali lipat hingga Rp 51, triliun.
Guru Besar Universitas Brawijaya, Prof Ahmad Erani
Yustika berpendapat, jika dimobilisasi, dana pensiun melalui BPJS dapat
dijadikan sebagai pedorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Erani, penghimpunan dana pensiun
swasta diperlukan untuk memelihara keseimbangan penghasilan pada hari tua dan
sebagai perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. “Dana pensiun
swasta juga berperan untuk pembiayaan pembangunan sebagai salah satu lembaga
keuangan penghimpun dana sekaligus membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
penyediaan lapangan kerja, dan memperbesar produksi nasional,” kata Erani lagi.
Bahkan, Group Chief Executive HSBC Holding Stuart T
Gulliver saat berbicara dalam World Economic Forum beberapa tahun lalu,
mengusulkan dana pensiun dapat dipakai untuk membiayai proyek-proyek
infrastruktur. Hal itu sudah dilakukan di negara maju dan sedang diupayakan di
sejmlah Negara berkembang, terutama di kawasan Amerika Latin.
No comments:
Post a Comment