"Pemda dapat berperan untuk
mendorong kepesertaan Jamsostek."
Koordinator
Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menegaskan pekerja informal bagian dari
warga negara yang memiliki hak konstitusional untuk mendapat jaminan sosial.
Hal itu diamanatkan pasal 28H ayat (3) UUD RI 1945. Oleh karenanya, mengacu
pasal 34 ayat (2) UUD RI 1945 pemerintah perlu berperan menyediakan Jamsos.
Dalam rangka meningkatkan kepesertaan Jamsostek pekerja informal, Timboel
berpendapat pemerintah dapat melakukan sejumlah langkah.
Pertama,
program tersebut harus didukung dengan alokasi anggaran yang cukup dari APBN.
Timboel melihat selama ini anggarannya tergolong rendah. Misalnya tahun lalu,
Timboel mencatat pemerintah hanya mengalokasikan anggaran Rp2,8 miliar untuk
8.100 pekerja informal di 9 kabupaten/kota dan tahun ini Rp4 miliar untuk 10.600
pekerja informal di 12 kabupaten/kota. Jumlah itu bagi Timboel sangat sedikit
jika dibandingkan jumlah pekerja informal yang mencapai 31 juta orang. Dari
anggaran yang ada, Timboel menilai pemerintah dapat mengalokasikan anggaran
sebesar Rp50 miliar.
Kedua,
pemerintah daerah (Pemda) harus berperan meningkatkan kepesertaan Jamsostek
pekerja informal. Pasalnya, Pemda dapat mengalokasikan sebagian APBD untuk
mendorong program tersebut. Timboel mencontohkan Pemda Purwakarta sudah
mengalokasikan anggaran untuk membayar iuran Jamsostek pekerja informal di
wilayahnya. Selain itu Timboel melihat dana dari DAU/DAK dapat dialokasikan
untuk subsidi iuran. Bila sudah masuk dalam pos anggaran DAU/DAK, tanggungjawab
pembayaran iuran untuk pekerja informal itu berada di ranah Pemda.
Ketiga,
Timboel berharap program tersebut menjadi bagian dari kegiatan rutin seluruh
Pemda, khususnya untuk JPK. Pasalnya, sebagian besar pekerja informal termasuk
orang tidak mampu. Mengingat tahun depan program JPK beralih ke BPJS Kesehatan
maka pemerintah harus menjamin kepesertaan pekerja informal yang tergolong
ekonomi lemah. “Jadi program ini bukan hanya stimulus, tetapi menjadi program
yang dilekatkan dengan BPJS Kesehatan, sampai pemerintah pusat melalui APBN
mencakup seluruh warga negara menjadi peserta BPJS Kesehatan,” urainya kepada
hukumonline lewat surat elektronik, Senin (3/6).
Bahkan,
Timboel menilai program itu dapat dilakukan juga untuk mendorong kepesertaan
Jamsostek tentang Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK).
Lagi-lagi Timboel menilai Pemda mampu untuk terus mengalokasikan subsidi kepada
pekerja informal di berbagai program Jamsostek itu. Dalam hal tersebut, Pemda
dapat diposisikan sebagai “majikan” bagi pekerja informal. Menurutnya,
kebijakan itu sangat penting bagi daerah sebab pekerja informal selama ini
berperan menggerakan ekonomi daerah.
Sejalan
dengan hal tersebut Timboel mendesak agar pemerintah melakukan sosialisasi
secara masif tentang bermacam program Jamsos ke pekerja informal, khususnya
terkait SJSN dan BPJS. Sosialisasi yang selama ini dilakukan pemerintah menurut
Timboel hanya ditujukan kepada aparat pemerintahan dan sebagian kecil pekerja
formal.
Terkait
pekerja informal yang berprofesi sebagai pekerja rumah tangga (PRT), Timboel
melanjutkan, belum tersentuh Jamsos. Menyongsong pelaksanaan BPJS, Timboel
menganggap sudah seharusnya pemerintah membuat regulasi operasional yang
mewajibkan majikan mengikutsertakan PRT dalam Jamsos. Mengingat saat ini proses
legislasi RUU PRT sudah sampai ke DPR, Timboel mengatakan regulasi operasional
itu harus dimandatkan dalam ketentuan di RUU tersebut.
Sebelumnya,
Kemenakertrans telah mengucurkan subsidi iuran Jaminan Sosial (Jamsos) bagi
10.600 pekerja informal yang tersebar di 12 kabupaten/kota. Program yang
dinamakan Jamsos tenaga kerja luar hubungan kerja (TK-LHK) itu mensubsidi
pekerja informal untuk masa iuran tujuh bulan yaitu Juni-Desember 2013.
Menakertrans, Muhaimin Iskandar, mengatakan dengan bantuan itu para pekerja
informal itu berhak mendapat perlindungan Jamsostek luar hubungan kerja dan
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK).
Sementara,
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan
Jamsos) Kemenakertrans, Ruslan Irianto Simbolon, menambahkan mekanisme subsidi
itu dilakukan lewat transfer dana ke PT Jamsostek. Hal itu sejalan dengan PP
No.35 Tahun 1995 yang menyebut PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara. “Untuk
memperoleh subdisi iuran jamsostek ini, para pekerja informal bisa mendaftarkan
diri langsung atau bergabung dalam sebuah wadah yang menjadi organisasi yang
dibentuk oleh, dari dan untuk peserta untuk menjadi peserta yang terdaftar
dalam penyelenggaraan program jamsostek,” tuturnya.
Untuk
menjamin subsidi iuran jamsostek diterima oleh para pekerja LHK yang
benar-benar membutuhkan, Kemenakertrans telah membentuk tim pendataan, tim
seleksi dan tim validasi data. Tim itu melibatkan petugas hubungan industrial
tingkat pusat dan daerah yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.
Serta
melibatkan pegawai PT Jamsostek dan pembina sektor Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) yang penunjukkannya melalui SK Dirjen PHI dan Jamsos Kemenakertrans.
Dengan kepesertaan itu, Irianto menyebut para pekerja informal mendapat
santunan berupa uang dan pelayanan ketika mengalami resiko sosial. Seperti
kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.
No comments:
Post a Comment