Pegawai
bergolongan kecil di Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) NTT mengeluhkan
kebijakan pimpinannya memotong tunjangan kesejahteraan rakyat (kesra) sebesar
Rp 1 juta setiap pegawai.
Tidak
diketahui pasti untuk apa pemotongan hak para pegawai ini.
Informasi
yang mereka peroleh, pemotongan itu atas perintah atasannya untuk membeli meja
dan kursi kerja di biro itu menyusul musibah kebakaran kantor gubernur, Jumat,
9 Agustus 2013 lalu.
Salah
satu staf Biro Hukum Setda NTT yang meminta namanya tidak dikorankan mengaku
dia bersama 50 pegawai di biro itu telah menandatangani daftar kebijakan dari
kepala bironya untuk pemotongan uang kesra jika sudah dicairkan.
"Kami
diwajibkan setor Rp 1 juta per orang yang dipotong dari uang kesra. Kami sudah
tanda tangan daftar kebijakan dari kepala biro hukum, tapi uang kesranya belum
keluar. Katanya untuk beli meja dan kursi," ungkap pegawai itu.
Dalam
keadaan sedikit gugup, pegawai tersebut mengaku jumlah yang dipotong sangat
besar untuk golongan pegawai seperti dia. Namun, lanjutnya, dia terpaksa
menandatangani kesepakatan pemotongan uang kesra itu karena pimpinannya
mengatakan bahwa itu atas perintah dari gubernur.
"Katanya
ini perintah dari Pak Gubernur. Kami ada 52 orang, termasuk kepala biro.
Pemotongan dimulai Juli 2013. Katanya satu orang Rp 1 juta dipotong selama lima
bulan, setiap bulan dipotong Rp 200 ribu," ujarnya.
Menurut
dia, uang kesra itu merupakan hak yang harus diterima oleh setiap PNS. Uang itu
bagi dirinya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, namun terpaksa disumbangkan
sebagai bentuk tanggung jawab kepada daerah.
Besar
uang kesra sesuai golongan. Untuk golongan I dan II sebesar Rp 1,1 juta per
bulan. Golongan III dan IV sekitar Rp 2.250.000 per bulan.
"Kami
ini pegawai golongan kecil, bukan tidak mau menyumbang tetapi harus sesuai
dengan kemampuan kami. Karena sumbangan itu sukarela bukan diwajibkan. Meskipun
uang kesra itu diberikan untuk peningkatan kinerja bukan untuk beli meja dan
kursi, tapi kami relakan, dengan catatan tidak boleh ditetapkan besarnya,
secara suka rela saja," katanya.
Beberapa
staf di Biro Ekonomi, Biro Pemberdayaan Perempuan dan Biro Administrasi
Pembangunan yang dikonfirmasi terpisah mengaku tidak ada kewajiban untuk
menyumbang dengan cara memotong uang kesra.
Mereka
mengaku mendapat penyampaian itu dari pimpinan dan mendengar langsung dari
gubernur saat apel tanggal 12 Agustus 2013 lalu bahwa ada imbauan untuk berbuat
sesuatu setelah kantor gubernur terbakar dan melalap habis empat biro serta
ruang tata usaha gubernur dan wakil gubernur.
Kepala
Biro Hukum, Jhon Hawula, yang dikonfirmasi membantah hal itu. Ia mengaku
dirinya hanya meneruskan imbauan gubernur agar para pegawai menyumbang tanpa
harus ada paksaan dan mewajibkan dalam jumlah tertentu, apalagi harus memotong
uang kesra pegawai.
"Tidak
ada. Tidak ada seperti itu. Yang ada, sayakan teruskan imbauan pak gubernur
saja," katanya. (www.tribunnews.com)
No comments:
Post a Comment