Wednesday, August 28, 2013

Pemimpin Sederhana Peletak Dasar Pembangunan Samosir



* LIMA


Jika engkau ingin memotivasi orang maka satukanlah dirimu dengan hati dan pikiran mereka. Aku memotivasi orang dengan contoh-keteladanan. Dan aku senantiasa berharap agar selalu mampu melakukan (dengan contoh-contoh keteladanan itu), dan juga dengan kegembiraan. Pun dengan memberikan ide-ide produktif yang membuat mereka merasa terlibat di dalamnya.
Keith Rupert Murdoch, Raja Media The News Corp Group

SUATU pagi pada 30 Mei 2013. Bagai seorang guru, Bupati Mangindar Simbolon memasuki kelas di sebuah Sekolah Dasar (SD) Negeri pada salah satu sudut wilayah Kabupaten Samosir. Dia menyapa satu per satu murid di dalam kelas itu. Bahkan, salah seorang murid diminta maju ke depan ruang kelas untuk menjawab pertanyaan mata pelajaran Bahasa Inggris di pagi yang damai tersebut. Sesekali dia berjalan ke belakang ruang kelas lalu bertanya kepada murid yang menempati bangku belakang ihwal jawaban yang disampaikan murid yang ada di depan papan tulis.
Sementara sejumlah pejabat jajaran Pemerintah Kabupaten Samosir menyaksikan aksi belajar-mengajar Bupati Mangindar dari luar ruang kelas. Pagi itu Mangindar ingin melihat secara langsung persoalan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerjanya. Dia tidak ingin hanya berada di belakang meja menerima laporan dari anak buah di lapangan. Dia tak hendak terjebak pada laporan asal bapak senang (ABS) yang banyak melanda jajaran pemerintahan negeri ini.
Benar, Mangindar bukan tipe pemimpin yang asal menerima laporan dari segenap jajaran pemerintahannya. Usai dari kunjungan ke SD tadi misalkan, Mangindar tidak lantas pulang duduk manis di singgasana bupati di Jalan Raya Rianiate Km 5,5 Pangururan. Dia memilih blusukan ke wilayah yang lain. Siang hari itu dia melihat dari dekat sebuah jembatan yang masih terbuat dari papan kayu. Padahal, jembatan itu menjadi urat nadi perhubungan antar-kecamatan di wilayah Kabupaten Samosir.
Dari jembatan kayu, perjalanan berlanjut ke saluran air yang berada relatif tidak jauh dari jembatan. Menyusuri saluran air yang lapisan semennya tampak masih baru. Di ujung saluran, Bupati Mangindar menjumpai turap yang tengah dalam pengerjaan. Dia pun sedikit mengarahkan agar pembangunan turap, saluran air dan gorong-gorong benar-benar terpadu.
Ya, Bupati Mangindar bukanlah tipe pemimpin yang hanya duduk manis di singgasana. Dia aktif blusukan dari satu kecamatan ke kecamatan lain, dari satu desa ke desa berikutnya, untuk melihat langsung perkembangan pembangunan yang divisikan memberikan manfaat dan meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Kabupaten Samosir.    

A.   Keteladanan dan Kepatuhan pada Aturan   
Apa yang dilakukan oleh Bupati Mangindar Simbolon dengan turun langsung blusukan ke desa-desa di wilayahnya tak lepas dari upayanya memberikan keteladanan bagaimana memimpin sebuah daerah, bagaimana mendekatkan diri kepada warga masyarakat yang dipimpin. Dia meyakini benar bahwa tindakan atau langkah nyata lebih manjur daripada sekadar kata-kata retorika di atas panggung atau di ritual upacara 17-an setiap bulan di halaman kantor bupati.
Tentang keteladanan langkah yang mendekatkannya langsung ke warga masyarakat, Mangindar berujar:
“Saya berusaha memberikan pemahaman dulu bahwa pemimpin yang baik itu tidak harus dengan kata-kata. Saya berbuat sesuatu, kalian harus lihat, harus analisis, tindakan bupati seperti ini apa pertimbangannya. Supaya itu menjadi contoh, walaupun saya tandaskan bahwa gaya tidak perlu sama. Tiap orang tentu gaya yang berbeda-beda. Namun prinsip dan tujuan kita harus sama. Saya berusaha memberikan keteladanan seperti itu. Tidak dengan orasi, mesti begini atau harus begitu. Jarang saya ngomong seperti itu. Saya lebih suka kepada tindakan kemudian pemahaman. Cobalah maknai, kalau saya melakukan seperti ini, apa maknanya. Saya tanamkan ke kawan-kawan dan staf, kalau saya sudah berbicara berarti sesuatu itu penting. Banyak orang menganggap, bos lupa mengatakan sesuatu. Saya tidak demikian, saya ingat apa yang saya katakan sekecil apapun. Saya ingat, kalau saya pesankan, ada orang anggap ‘ah biasa itu’. Kalau saya pesankan tugas ke staf, kalau tidak ditindak-lanjuti, maka saya lihat terus, saya tagih. Karena, saya tidak mau sembarang memberikan perintah. Ngapain kita terlalu banyak perintah atau instruksi, padahal tidak bisa berjalan atau dijalankan. Ada kepercayaan saya, dalam bahasa asing continuous improvement, perbaikan secara terus-menerus, itu lebih bagus. Daripada sekali-sekali, patah-patah, pasti banyak yang tersia-sia. Saya ingin perbaikan itu terus-menerus.”
Sebagai pemimpin daerah, Mangindar Simbolon berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan warga masyarakat. Dia pun memberikan inspirasi, sekaligus memotivasi rakyatnya.
Pendek cerita, Mangindar Simbolon bukanlah pemimpin tipe bos (boss style) yang asal main perintah pada anak buah dan dirinya cuma ongkang-ongkang kaki di atas singgasana. Leadership is an action, not position. Demikianlah kata penulis kondang John Aldair. Sebagai pemimpin daerah, Mangindar berusaha memberikan contoh kepada aparaturnya, pada warga masyarakat, dan pada siapa saja yang berhubungan langsung dengan dirinya. Sebab itu, Mangindar berusaha bertindak nyata dengan cara turun langsung (blusukan) ke tengah-tengah masyarakat sampai nun jauh di pelosok-pelosok Samosir di tengah-tengah Danau Toba yang masih terpencil dan terkucil.     
Sebagai seorang pemimpin daerah, sekali lagi, Mangindar sangat memasyarakat dan dia dekat dengan warga masyarakat Samosir. Dia rajin mengunjungi wilayahnya, ikut pesta adat, menyambangi warganya yang tengah dirundung duka. Bukan maksud Mangindar untuk sekadar tebar pesona, namun lantaran dia ingin benar-benar berupaya dan ingin memahami karakteristik wilayah di daerah kewenangannya, serta melihat, merasakan dan memahami secara langsung nadi kehidupan rakyat yang dipimpinnya.
Dengan begitu, rakyat Samosir melihat betul karakter dan sosok pemimpin yang mereka pilih. Dan, rakyat Samosir tanpa rasa takut-takut lagi menyampaikan aspirasi dan partisipasi pembangunan daerah. Rakyat Samosir pun memberikan partisipasi orisinil (genuine participation), bukan partisipasi semu (pseudo participation). Rakyat tidak semata-mata pasif mendengarkan apa-apa yang telah direncanakan kemudian dilakukan pemerintah untuk rakyat. Rakyat diberdayakan pula agar turut serta dalam proses perencanaan, pembuatan program dan kebijakan, serta pengendalian atau kontrol pembangunan. Sehingga, mulai dari proses perencanaan, program dan kebijakan, sampai pelaksanaan pembangunan benar-benar berjalan sesuai dengan kebutuhan, pola pikir, sistem nilai, perilaku, adat-istiadat dan kebiasaan mereka. Bupati Mangindar betul-betul menjadikan rakyat Samosir sebagai subyek (bukan hanya obyek) pembangunan.
Ke dalam, segenap jajarannya, Bupati Mangindar aktif pula menanamkan pemikiran bahwa setiap diri adalah pemimpin. Tegasnya, “Saya katakan kepada pimpinan SKPD, mereka pimpinan juga. Sebagai pemimpin, mereka harus aktif pula melakukan pengawasan melekat. Pemahaman pengawasan melekat adalah kita harus mengawasi sejak dari awal, dari proses awal. Jangan seperti polisi lalu-lintas yang jelek, dia hanya menangkap di ujung. Itu tidak mendidik, tidak menyelesaikan persoalan. Tapi, harus dikawal dari awal, jangan setelah keluar jalur baru ditangkap. Itulah kelemahan di Indonesia sekarang, rusak moralnya. Kita biasakan budaya taat aturan. Lama-lama melekat ooo aturan ini ada gunanya di saya dan orang lain. Memang perlu ada seni memimpin daerah.”
Pemahaman pengawasan melekat yang komprehensif ini harus dimulai dari diri pemimpin sendiri. Setelah itu, bersama pemimpin lainnya (dalam pemerintahan) mesti bertindak sebagai arsitek perubahan (change architect). Berikutnya, sang pemimpin memang harus melahirkan pemimpin-pemimpin perubahan (change leaders) pada lintas SKPD, sehingga nilai-nilai budaya pemerintahan unggul baru menjadi roh atau jiwa setiap aparatur Pemerintah Kabupaten Samosir dan warga masyarakat dalam bekerja. Dalam masyarakat yang kental kultur patriarkal seperti Samosir, sebuah pemerintahan memang membutuhkan figur pemimpin yang mampu mendorong perubahan dengan keteladanan nyata. Intinya, pemimpin harus membuat perubahan diri pribadi, jangan sampai baru berubah setelah dia diminta orang lain untuk berubah.
Sebagai pemimpin penggerak perubahan, Mangindar termasuk seorang pemimpin yang berkata kepada anak buahnya, do as I do, kerjakan apa yang saya kerjakan; bukan do as I say, kerjakan apa yang saya katakan. Karena itu pula, saban kali turun ke lapangan, dia selalu mengajak bawahan, termasuk pimpinan SKPD. Langkah ini tidak lain sebagai upaya sosialisasi seputar jalan pikirannya tentang visi, misi, tujuan dan sasaran serta nilai-nilai dan strategi pemerintahan. Dengan cara ini dia bisa melihat dari dekat kesulitan yang dihadapi aparat dan rakyat yang selanjutnya dapat dievaluasi agar tidak lagi menimbulkan permasalahan di kemudian hari. Dia tidak langsung frontal bereaksi keras bilamana ada aparat dan rakyat yang bertindak kurang sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan.   
Tentang kepemimpinannya yang terkesan sedikit kompromistis itu, Mangindar berujar penuh kerendahan hati:
“Saya termasuk tipe orang yang jarang menentang, karena berusaha berpikir dulu sebelum berbuat sesuatu. Kamus hidup saya itu jarang menyesal. Berbeda dengan orang lain, berbuat dulu, bila salah maka nanti diperbaiki. Atau teori manajemen sekarang, kalau tidak pernah berbuat salah maka tidak akan pernah bagus. Ada bagus dan juga jeleknya menurut saya. Kalau kita bisa bikin bagus, ngapain sampai salah. Namanya manusia, tetap ada salah dan kelemahannya. Tapi kita berusaha yang terbaik. Itulah prinsip saya, yang mungkin bagi orang tidak bisa menangkap.
Saya berusaha seperti itu. Walaupun ada kelemahan, dulu ada kawan berkomentar ‘wah abang ini perfeksionis’. Nggak juga. Saya berusaha berpikir, rancang dulu. Rancangan saya berbeda dengan rancangan orang lain yang kaku. Saya lebih cocok dengan filosofi air mengalir. Karena itu pengalaman saya sejak awal, saya buktikan kemudian semakin lama semakin yakin dengan kebenaran itu. Saya tidak pernah bercita-cita jadi bupati, toh dalam perjalanan jadi juga. Ada situasi tertentu di luar kesadaran kita yang mengarahkan ke sana. Saya yakin ada kekuatan Tuhan melalui tangan-tangan lain. Dan itu saya anggap yang terbaik buat saya, termasuk dalam memimpin Kabupaten Samosir ini.”
Mangindar berusaha mengemban amanah sebagai Bupati Samosir dengan memberikan kepala (pikiran), tangan dan kaki (bekerja keras pantang menyerah), dan juga hati (melayani secara tulus). Niatnya mantap-lurus, komitmennya tinggi dan konsisten, keyakinannya kuat, dan dia selalu berdoa agar diberikan petunjuk dan jalan kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Kasih. Sebuah totalitas dalam memimpin. Itu semua dia lakukan agar pertumbuhan ekonomi wilayah yang dipimpinnya terus berkembang dan meningkat secara berarti dan berkesinambungan.

B.   Bermanfaat Bagi Banyak Orang
Langkah-langkah keseharian Bupati Mangindar Simbolon yang langsung menyambangi rakyatnya tidak terlepas dari filosofi dan nilai-nilai religius yang melekat pada dirinya sejak masa kanak-kanak. Salah satu nilai yang sangat rekat dalam dirinya bahwa setiap manusia haruslah senantiasa bermanfaat bagi sesama.  
Sebagai sosok yang dibesarkan di lingkungan gereja, Mangindar meresapi betul nilai ‘mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri sendiri’. Sebagaimana diamanatkan Tuhan: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37–40).
Nilai mengasihi sesama itu kini dia wujudkan dengan langkah-langkah blusukan ke tengah-tengah warga masyarakat Samosir yang mayoritas beragama Kristen. Blusukan adalah pengejawantahan atas pelayanan sebagai salah satu bentuk dari kasih. Mangindar masih meyakini benar bahwa pelayanan adalah satu hal yang mampu memperkaya warna kehidupan anak manusia. Jika kita hidup sebagaimana Tuhan kehendaki, maka kita mesti melayani sebagaimana Dia berhasrat melayani umat-Nya. Setiap hari, kehidupan kita diperkaya oleh pengaruh Roh-Nya, kasih kita terhadap sesama kita meningkat dan jiwa kita diperluas sampai kita merasakan bahwa kita dapat meraih ke dalam lengan kita semua kehendak Tuhan, dengan suatu hasrat untuk memberkati mereka dan membawa mereka pada pemahaman mengenai kebenaran dan kesejahteraan.
Sebagai anak manusia yang lekat dengan kehidupan gereja sejak masa kanak-kanak, Mangindar menerima pemahaman bahwa melayani dan saling mengasihi sesama manusia hendaknya melampaui garis batas gereja. Dengan begitu, sikap melayani dan saling mengasihi mampu menjangkau anak-anak manusia yang lebih banyak lagi.
Dalam kerangka nilai melayani itulah, Bupati Mangindar kerapkali hadir pada acara-acara adat dan gereja di wilayah Kabupaten Samosir. Bahkan, tidak jarang dia hadir di tengah-tengah warga masyarakat yang sedang dirundung duka lantaran kematian salah seorang anggota keluarganya. Dia tampak penuh takzim dan khidmat mendoakan mendiang yang telah terbaring di dalam peti mati. Dengan kelemah-lembutan penuh kasih, dalam kekuatan iman, Mangindar berusaha total melayani warga masyarakat yang dipimpinnya.
Mangindar berusaha menjalankan kasih amal dengan menjangkau sebagian besar rakyat Samosir yang membutuhkan bantuan dan dorongan. Dia menyadari benar bahwa tidaklah mungkin mengukur hasil dari penerapan nilai kasih dan  amal melayani di dunia ini. Dia hanya berusaha memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan Tuhan pada umatnya di setiap cabang dan lingkungan serta ladang misi untuk pergi memancarkan terang dan sukacita, mengembangkan kebahagiaan dan mengangkat mereka yang putus asa, serta membawa sukacita dan penghiburan bagi mereka yang dalam kemasygulan.
“Saya tetap mempertahankan gaya blusukan seperti waktu pencalonan dulu, saya tetap lakukan sampai sekarang. Setiap ada kesempatan pesta sukacita ataupun dukacita, saya berusaha sempatkan hadir. Dari itu saya pikir, hal seperti ini sangat didambakan warga masyarakat. Kehadiran kita di situ, ngomong pendek-pendek saja, tetap saya pertahankan itu. Walaupun saya sadari, dengan tidak ada wakil bupati saat ini, waktu saya dengan publik atau lapangan sedikit berkurang. Tapi, kawan-kawan di sana, seperti pimpinan SKPD dan para kepala dinas, pada saat-saat tertentu turun langsung ke lapangan. Jalan kaki bersama-sama, paling tidak menyambangi dan mendengarkan keluh-kesah warga masyarakat. Tidak perlu protokoler,” papar Mangindar sembari menambahkan Wakil Bupati (2010-2015) Mangadap Sinaga telah meninggal dunia pada tanggal 24 Juli 2012.
“Bagaimana pun hidup ini mesti bermanfaat bagi orang lain. Jangan mentang-mentang ada kesempatan lalu mencari-cari untuk kepentingan diri sendiri,” tegas Mangindar saat bertemu tim Indomedia dalam satu kesempatan usai acara kepariwisataan yang digelar Kementerian Pariwisata, akhir Juni 2013.

C.   Kesederhanaan dalam Memimpin Samosir
Mangindar dapat dikatakan sosok pemimpin yang amat sederhana. Ketika kami berjumpa pada satu kesempatan di Jakarta, dia begitu ramah memperlakukan orang yang baru dikenal dan tidak kaku protokoler. Dalam balutan pakaian yang hampir sama dengan warga masyarakat kebanyakan, kami menangkap kesan Mangindar benar-benar sosok yang apa adanya, terbuka dan tidak menjaga jarak. Dari mana dia belajar dan meresapi nilai kesederhanaan, bahkan ketika kini berada di kursi puncak kepemimpinan daerah?
Kesederhanaan memang sudah melekat dalam keseharian Mangindar sejak masih masa kecil. Dia memang berasal dari keluarga yang amat sederhana. Ayahnya seorang guru agama di sekolah dan pengurus gereja di lingkungan tempat tinggalnya. Dan, ibunya seorang petani yang pekerja keras yang sangat hati-hati dalam mengatur ekonomi rumah tangga.
Dalam perjalanan hidupnya, warna kesederhanaan Mangindar sangat terkait dengan siapa saja di bergaul. Salah satunya dia cukup mengagumi dan dekat dengan Bupati Tapanuli Utara (1989-1994), Lundu Panjaitan. Soal Lundu Panjaitan, dia bercerita:
“Beliau mantan bupati, mantan wakil gubernur, dan mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Saat beliau bupati, saya kepala cabang dinas kehutanan di Tarutung, Tapanuli Utara. Tanpa saya sadari, banyak hal positif dari beliau yang melekat ke diri saya karena kedekatan saya dengan beliau cukup intensif. Bahkan, meski perbedaan usia kami cukup jauh, saya paling dekat dengan beliau dibandingkan kepala dinas yang lain di jajaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Kedekatan itu muncul karena saya tidak memiliki kewajiban langsung kepada beliau, karena beliau bukan atasan langsung, atasan langsung saya adalah kepala dinas propinsi. Jadi saya dekat sekali dengan beliau.
Salah satu yang beliau katakan kepada saya waktu itu  ‘eh Simbolon bersyukurlah kita, jadi bupati itu ternyata enak’. Ooo ya Pak, sudah pasti lah, saya menjawab. Tapi beliau menjabarkan, jangan salah sangka dulu, keenakannya tuh begini, hampir semua aktivitas kita dibiayai oleh negara, rumah tangga, perjalanan, makan kita juga dibiayai negara, anak kita pun dibiayai. Jadi sebenarnya sebagai kepala daerah, tak perlu korupsi, cukup sejahtera itu. Gaji kita itu murni, utuh. Apa iya? Menurut beliau, kalau ada bupati yang bertingkah macam-macam, wah berlebihan itu. Tak perlu macam-macam, sudah enak. Itu saya ingat betul, nggak usah neko-neko lah. Saya sadar, seperti dikatakan Pak Lundu Panjaitan tadi, sebagai pejabat negara sudah hidup lumayan. Bahkan lebih dari lumayan sebenarnya.”
Berkat pengalaman yang disampaikan Lundu Panjaitan itu, Mangindar berusaha menjalankan amanah sebagai Bupati Samosir sesuai aturan, hukum dan protokoler yang berlaku. Dia tidak ingin terbelit kasus dan terbebat perkara seperti kebanyakan kepala daerah. Dan, terpaksa menginap di hotel prodeo setelah usai masa bhakti.
Kendati sederhana, Mangindar tidak ingin berlebihan dalam memaknai kesederhanaan. Misalkan ada seorang kepala daerah yang menolak mobil dinas yang telah disediakan melalui anggaran daerah lalu memilih mobil dari jenis yang relatif lebih murah. Bukan persoalan mobilnya yang lebih murah, tapi lebih kepada ketaatan para proses pengadaan yang telah ada. “Saya tidak ingin seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang sampai menolak mobil dinas dan memilih mengganti dengan Kijang. Menurut saya, itu berlebihan. Aktivitas di Jakarta ini kan cukup sibuk, wajar dong pakai mobil yang agak berbeda dan mobil itu sudah ada. Kecuali mobil itu belum ada, kita harus adakan yang mewah-mewah, saya juga belum tentu setuju. Mobil sudah ada, berlebihan kalau tidak diakai, toh juga nggak mungkin dijual, kecuali melalui lelang. Saya sedikit pragmatis,” papar Mangindar.
Kesederhanaan Mangindar juga tampak pada langkah-langkahnya yang tidak terlampau protokoler. Bahkan, dalam urusan mengendarai mobil dinas, dia kerapkali menyetir sendiri. “Ini bukan soal kepercayaan dan ketidak-percayaan kepada sopir dinas. Di masa lalu, dengan seragam bupati seperti ini nggak boleh menyetir mobil sendiri. Seperti gaya Bob Hasan waktu jadi menteri, sopirnya hanya bertugas memanaskan, memarkir dan mencuci. Saya memang hobi bawa mobil itu. Kalau orang lain bawa mobil jadi beban, saya justru relaks. Itu kan soal gaya pribadi. Saya sering keluar-masuk kampung bawa mobil sendiri. Kadang muncul komentar ‘Ih Pak Bupati bawa mobil sendiri”. Lalu heboh,” ujar Mangindar.
Berkat kesederhanaan itu pula, visi yang diusung Mangindar (terutama) saat memimpin Samosir di periode 2010-2015 pun simpel: “Samosir Menjadi Daerah Tujuan Wisata Lingkungan yang Inovatif 2015”. Dari visi tersebut lahir 14 prioritas pembangunan yang diimplementasikan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah setiap tahun, yaitu:  Reformasi birokrasi dan tata kelola; Pendidikan; Kesehatan; Pariwisata dan budaya; Ketahanan pangan; Penanggulangan kemiskinan; Pengembangan infrastruktur; Pelestarian lingkungan; Pembangunan perdesaan; Pemberdayaan masyarakat; Penanggulangan bencana; Penanaman modal; Pengembangan ekonomi kreatif; dan Pembinaan pemuda dan olah raga.

D.   Tegas Mengeksekusi dan Mengawasi Sejak Dini
Kesederhanaan gaya memimpin yang berbuah 14 prioritas pembangunan tidaklah cukup mampu melahirkan pembangunan yang dapat dirasakan oleh sebagian besar warga Kabupaten Samosir. Perlu adanya eksekusi yang tegas dan pengawasan sejak dini, mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi atas hasil-hasil pembangunan.
Dalam hal ketegasan eksekusi kebijakan, Mangindar tak ingin dipengaruhi oleh pihak lain atau semata-mata didorong oleh opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tegasnya, “Pada hal-hal yang prinsip, saya tidak bisa ditawar. Misalkan, Pemerintah Kabupaten Samosir telah memberikan izin kepada sebuah perusahaan beroperasi pada area tertentu sesuai dengan prosedur. Terus banyak pihak ribut, termasuk LSM ikut numpang tenar. Saya katakan, karena ini sesuai aturan maka tidak akan mundur, jalan terus. Di sini perlu ada ketegasan, kalau nggak, kita diobok-obok. Soal ada yang kurang sempurna di situ, ada kesempatan menyempurnakan. Tapi bukan berarti izinnya harus dibatalkan. Dalam hal aplikasi kita perlu luwes. Mungkin menurut orang gaya ini memiliki banyak kelemahan. Dan saya sadari betul, namun saya nggak perlu marah-marah kepada staf, keluarga, karena bagi saya marah-marah itu tidak menyelesaikan masalah.”
Mangindar tidak ingin mengumbar banyak kata dalam memimpin jalannya pemerintahan Kabupaten Samosir. “Saya tidak terlalu cerewet. Saya berusaha bahwa setiap apa yang saya katakan itu penting, harus dipahami dan dilakukan. Barangkali itu kelemahan juga, karena ada staf melihat ‘wah bos kita nggak mau marah nih’ lalu mereka sesuka-sukanya saja. Namun, ternyata tidak seperti itu juga, karena efisiensi perkataan saya lebih memberi rasa tanggung jawab. Ada trust kepada mereka. Mereka harus melakukan itu dengan penuh tanggung jawab. Contoh, kalau kalian berbuat tidak baik, keluar dari aturan, saya tidak akan bela. Tapi kalau kalian didzalimi atau bukan kesalahan kalian, saya akan bela sampai tuntas. Saya coba menerapkan prinsip-prinsip seperti itu. Itulah model ketegasan yang saya terapkan. Saya tidak mau meledak-ledak,” papar Bupati Mangindar Simbolon.
Dia memang tipe pemimpin yang taat aturan dan senantiasa terbuka. Dalam perjalanannya sekitar delapan tahun memimpin Kabupaten Samosir, dia menerapkan benar prinsip akuntabilitas kinerja pemerintahan daerah. Sebab, dengan prinsip ini, katanya, setiap unsur pimpinan dalam pemerintahan daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan yang sinkron dengan pencapaian visi dan misi Pemerintah Kabupaten Samosir.
Pengukuran kinerja dilakukan setahun sekali yang lazim dituangkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Esensi penilaian kinerja didasarkan pada indikator-indikator, antara lain:
·         Masukan (input), yakni segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan, meliputi SDM, dana, material, waktu, dan teknologi.
·         Keluaran (output), yaitu segala sesuatu yang berupa produk/jasa (baik fisik maupun non-fisik) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan.
·         Hasil (outcomes), yakni segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.
Laporan akuntabilitas ini disusun dengan maksud:
·         Sebagai sarana bagi pemerintah Kabupaten Samosir untuk menyampaikan pertanggung-jawaban kinerja kepada seluruh stakeholders (Presiden, melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, DPRD dan masyarakat).
·         Sebagai sarana evaluasi atas pencapaian kinerja pemerintah Kabupaten Samosir dalam upaya memperbaiki kinerja di masa-masa berikutnya.
Kemudian penyusunan laporan akuntabilitas tersebut bertujuan bagi tercapainya:
·         Aspek akuntabilitas kinerja bagi keperluan eksternal organisasi di mana laporan akuntabilitas adalah untuk sarana pertanggung-jawaban pemerintah Kabupaten Samosir atas capaian kinerja yang berhasil diperoleh selama masa satu tahun kerja. Esensi capaian kinerja yang dilaporkan merujuk pada sampai sejauh mana visi, misi, tujuan dan sasaran strategis telah dicapai selama satu tahun masa kerja.
·         Aspek manajemen kinerja bagi keperluan internal organisasi, di mana laporan akuntabilitas adalah untuk melihat tercapainya upaya-upaya perbaikan kinerja di masa yang akan datang dengan mengetahui setiap celah kinerja yang ditemukan dan manajemen pemerintah Kabupaten Samosir yang belum tepat akan dapat dirumuskan strategi pemecahan masalahnya. Dengan demikian capaian kinerja pemerintah Kabupaten Samosir dapat ditingkatkan secara berkelanjutan. Predikat-predikat pencapaian meliputi: sangat berhasil, berhasil, cukup berhasil, dan tidak berhasil.
Untuk pencapaian yang kurang berhasil atau tidak berhasil, Pemerintah Kabupaten Samosir akan selalu melakukan perbaikan dan meningkatkan kinerjanya demi terwujudnya visi-misi Kabupaten Samosir. Strategi yang dilakukan untuk mencapai sasaran kinerja dimaksud dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, Pemerintah Kabupaten Samosir melakukan hal-hal:
1.   Dalam penyusunan program dan kegiatan pembangunan masing-masing satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Samosir senantiasa dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam aspek perencanaan, pengendalian dan pengawasan sebagai bahan perumusan kebijakan Pemerintah Kabupaten Samosir yang berkaitan dengan penyelenggaraan administrasi umum pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam pencapaian indikator kinerja sasaran yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Samosir 2006-2010 dan Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016.
2.   Selalu mengupayakan kegiatan-kegiatan yang mampu meningkatkan pelayanan dasar masyarakat, meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan untuk mengurangi jumlah pengangguran serta kegiatan yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
3.   Melakukan perubahan paradigma aparatur pemerintah kabupaten untuk lebih komit terhadap peningkatan kinerja pemerintah dalam rangka mewujudkan good governance dan clean government.
Untuk mempercepat pembangunan di Kabupaten Samosir diperlukan suatu komitmen yang kuat, kerjasama yang padu dan partisipasi dari semua pihak  secara sinergis, untuk bersama-sama melakukan perubahan menuju masyarakat yang makmur dan sejahtera. Pemerintah Kabupaten Samosir akan senantiasa secara terus-menerus melakukan perbaikan dan pembenahan dalam melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan dalam melaksanakan pembangunan di semua bidang guna mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.
Mangindar sangat serius dalam memimpin dan meletakkan dasar-dasar pembangunan Kabupaten Samosir. Tentang totalitas dan keseriusannya membangun Samsosir, dia bertutur, “Saya pikir memang ada kekhususan, kebetulan Samosir ini kabupaten baru, kampung halaman sendiri, tentu saya berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang baik ke depan. Itulah makna utama mengapa saya bersedia memimpin Samosir. Siapa pun nanti yang melanjutkan, kalau konsisten, maka tinggal menyempurnakan saja. Saya agak berbeda, mungkin, dari kebanyakan kepala daerah. Ada seorang kawan yang mengatakan bikin dong yang monumental secara fisik, tapi saya tidak tergoda untuk seperti itu. Karena saat ini waktunya masih meletakkan hal-hal yang mendasar sebagai kabupaten baru. Berbeda dengan kota/kabupaten yang sudah lama, ada monumental agar dikenang orang selama-lamanya. Bagi saya tidak begitu, basic-nya kita benahi dulu, sistemnya kita bangun.”
Langkah Mangindar meletakkan dasar pembangunan Kabupaten Samosir tidaklah mudah. Ketika dirinya terpilih menjadi Bupati Samosir 2005-2010, dia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Secara politis, dia menghadapi persoalan hubungan yang kurang harmonis dengan wakil rakyat di DPRD Kabupaten Samosir. Sebagian besar wakil rakyat semula tidak mendukung. “Ternyata dengan cara yang sederhana, apa yang kami lakukan wajar-wajar saja, lama-kelamaan mereka berubah dan berbalik mendukung kami. Walaupun di awal mereka berharap berlebihan. Saya tegas, kita ini mau membangun rakyat, kalau wajar-wajar saja saya paham. Lebih dari situ, jangan berharap. Dan yang memilih saya itu rakyat, bukan Anda sekalian,” kenang Mangindar ihwal pengalamannya berhadapan dengan wakil rakyat.
Persoalan yang juga cukup krusial bahwa sedari dulu Kabupaten Samosir itu tertinggal, secara fisik dikelilingi Danau Toba, kerap terlepas dari prioritas pembangunan, sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan sumber dana terbatas. Akibatnya, infrastruktur yang ada di wilayah ini amat parah. Mangindar mencontohkan masih banyak jembatan yang terbuat dari kayu dan papan, hanya dalam hitungan tiga bulan sudah bolong dan harus ditambal, serta membuka peluang pemuda setempat memungut upah dari kendaraan yang lewat laiknya jalan tol.
“Kami coba lakukan koordinasi dan pendekatan dengan  Pemerintah Propinsi. Saya katakan ke propinsi, ayo kita berbagi tugas, untuk jalan propinsi yang rusak parah tersebut menjadi tanggung jawab pemerintah propinsi. Sedangkan jembatan ini biarlah tanggung jawab saya karena lebih dekat. Alhamdulillah sekarang sudah permanen semua. Infrastruktur lain juga begitu, dana kami terbatas. Aneh juga di Samosir ini, sampai saya dua periode memimpin ini, rumah bupati dan wakil bupati belum ada. Begitu juga rumah ketua DPRD. Karena kami memprioritaskan dulu untuk sarana publik. Ada rumah yang bisa disewa atau aset propinsi yang dapat dimanfaatkan. Wakil rakyat di DPRD akhirnya pun paham,” jelas Mangindar.
Melalui pendekatan komprehensif ke atas, ke samping dan ke bawah, Mangindar berharap pemerintahan Kabupaten Samosir yang dipimpinnya semakin kuat, semakin banyak manfaat yang dapat dirasakan rakyat dan rakyat termotivasi untuk maju mengejar ketertinggalan di tengah potensi wisata Danau Toba yang eksotis. ***

No comments:

Post a Comment