* LIMA
Jika
engkau ingin memotivasi orang maka satukanlah dirimu dengan hati dan pikiran
mereka. Aku memotivasi orang dengan contoh-keteladanan. Dan aku senantiasa
berharap agar selalu mampu melakukan (dengan contoh-contoh keteladanan itu),
dan juga dengan kegembiraan. Pun dengan memberikan ide-ide produktif yang
membuat mereka merasa terlibat di dalamnya.
Keith Rupert Murdoch, Raja Media The
News Corp Group
SUATU pagi pada 30 Mei 2013. Bagai
seorang guru, Bupati Mangindar Simbolon memasuki kelas di sebuah Sekolah Dasar
(SD) Negeri pada salah satu sudut wilayah Kabupaten Samosir. Dia menyapa satu
per satu murid di dalam kelas itu. Bahkan, salah seorang murid diminta maju ke
depan ruang kelas untuk menjawab pertanyaan mata pelajaran Bahasa Inggris di
pagi yang damai tersebut. Sesekali dia berjalan ke belakang ruang kelas lalu
bertanya kepada murid yang menempati bangku belakang ihwal jawaban yang
disampaikan murid yang ada di depan papan tulis.
Sementara sejumlah pejabat jajaran
Pemerintah Kabupaten Samosir menyaksikan aksi belajar-mengajar Bupati Mangindar
dari luar ruang kelas. Pagi itu Mangindar ingin melihat secara langsung
persoalan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah yang ada di wilayah kerjanya. Dia
tidak ingin hanya berada di belakang meja menerima laporan dari anak buah di
lapangan. Dia tak hendak terjebak pada laporan asal bapak senang (ABS) yang
banyak melanda jajaran pemerintahan negeri ini.
Benar, Mangindar bukan tipe pemimpin
yang asal menerima laporan dari segenap jajaran pemerintahannya. Usai dari kunjungan
ke SD tadi misalkan, Mangindar tidak lantas pulang duduk manis di singgasana
bupati di Jalan Raya Rianiate Km 5,5 Pangururan. Dia memilih blusukan ke
wilayah yang lain. Siang hari itu dia melihat dari dekat sebuah jembatan yang
masih terbuat dari papan kayu. Padahal, jembatan itu menjadi urat nadi perhubungan
antar-kecamatan di wilayah Kabupaten Samosir.
Dari jembatan kayu, perjalanan
berlanjut ke saluran air yang berada relatif tidak jauh dari jembatan.
Menyusuri saluran air yang lapisan semennya tampak masih baru. Di ujung
saluran, Bupati Mangindar menjumpai turap yang tengah dalam pengerjaan. Dia pun
sedikit mengarahkan agar pembangunan turap, saluran air dan gorong-gorong
benar-benar terpadu.
Ya, Bupati Mangindar bukanlah tipe
pemimpin yang hanya duduk manis di singgasana. Dia aktif blusukan dari satu
kecamatan ke kecamatan lain, dari satu desa ke desa berikutnya, untuk melihat
langsung perkembangan pembangunan yang divisikan memberikan manfaat dan
meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Kabupaten Samosir.
A.
Keteladanan dan Kepatuhan pada
Aturan
Apa yang dilakukan oleh Bupati
Mangindar Simbolon dengan turun langsung blusukan ke desa-desa di wilayahnya
tak lepas dari upayanya memberikan keteladanan bagaimana memimpin sebuah daerah,
bagaimana mendekatkan diri kepada warga masyarakat yang dipimpin. Dia meyakini
benar bahwa tindakan atau langkah nyata lebih manjur daripada sekadar kata-kata
retorika di atas panggung atau di ritual upacara 17-an setiap bulan di halaman
kantor bupati.
Tentang keteladanan langkah yang
mendekatkannya langsung ke warga masyarakat, Mangindar berujar:
“Saya berusaha memberikan
pemahaman dulu bahwa pemimpin yang baik itu tidak harus dengan kata-kata. Saya
berbuat sesuatu, kalian harus lihat, harus analisis, tindakan bupati seperti
ini apa pertimbangannya. Supaya itu menjadi contoh, walaupun saya tandaskan
bahwa gaya tidak perlu sama. Tiap orang tentu gaya yang berbeda-beda. Namun
prinsip dan tujuan kita harus sama. Saya berusaha memberikan keteladanan
seperti itu. Tidak dengan orasi, mesti begini atau harus begitu. Jarang saya ngomong seperti itu. Saya lebih suka kepada
tindakan kemudian pemahaman. Cobalah maknai, kalau saya melakukan seperti ini,
apa maknanya. Saya tanamkan ke kawan-kawan dan staf, kalau saya sudah berbicara
berarti sesuatu itu penting. Banyak orang menganggap, bos lupa mengatakan
sesuatu. Saya tidak demikian, saya ingat apa yang saya katakan sekecil apapun.
Saya ingat, kalau saya pesankan, ada orang anggap ‘ah biasa itu’. Kalau saya
pesankan tugas ke staf, kalau tidak ditindak-lanjuti, maka saya lihat terus,
saya tagih. Karena, saya tidak mau sembarang memberikan perintah. Ngapain kita terlalu banyak perintah
atau instruksi, padahal tidak bisa berjalan atau dijalankan. Ada kepercayaan
saya, dalam bahasa asing continuous
improvement, perbaikan secara terus-menerus, itu lebih bagus. Daripada
sekali-sekali, patah-patah, pasti banyak yang tersia-sia. Saya ingin perbaikan
itu terus-menerus.”
Sebagai pemimpin daerah, Mangindar
Simbolon berusaha mendekatkan diri dengan bawahan dan warga masyarakat. Dia pun
memberikan inspirasi, sekaligus memotivasi rakyatnya.
Pendek cerita, Mangindar Simbolon
bukanlah pemimpin tipe bos (boss style)
yang asal main perintah pada anak buah dan dirinya cuma ongkang-ongkang kaki di atas singgasana. Leadership is an action, not position. Demikianlah kata penulis
kondang John Aldair. Sebagai pemimpin daerah, Mangindar berusaha memberikan
contoh kepada aparaturnya, pada warga masyarakat, dan pada siapa saja yang
berhubungan langsung dengan dirinya. Sebab itu, Mangindar berusaha bertindak
nyata dengan cara turun langsung (blusukan) ke tengah-tengah masyarakat sampai
nun jauh di pelosok-pelosok Samosir di tengah-tengah Danau Toba yang masih
terpencil dan terkucil.
Sebagai seorang pemimpin daerah,
sekali lagi, Mangindar sangat memasyarakat dan dia dekat dengan warga
masyarakat Samosir. Dia rajin mengunjungi wilayahnya, ikut pesta adat,
menyambangi warganya yang tengah dirundung duka. Bukan maksud Mangindar untuk
sekadar tebar pesona, namun lantaran dia ingin benar-benar berupaya dan ingin
memahami karakteristik wilayah di daerah kewenangannya, serta melihat,
merasakan dan memahami secara langsung nadi kehidupan rakyat yang dipimpinnya.
Dengan begitu, rakyat Samosir melihat
betul karakter dan sosok pemimpin yang mereka pilih. Dan, rakyat Samosir tanpa
rasa takut-takut lagi menyampaikan aspirasi dan partisipasi pembangunan daerah.
Rakyat Samosir pun memberikan partisipasi orisinil (genuine participation), bukan partisipasi semu (pseudo participation). Rakyat tidak
semata-mata pasif mendengarkan apa-apa yang telah direncanakan kemudian
dilakukan pemerintah untuk rakyat. Rakyat diberdayakan pula agar turut serta
dalam proses perencanaan, pembuatan program dan kebijakan, serta pengendalian
atau kontrol pembangunan. Sehingga, mulai dari proses perencanaan, program dan
kebijakan, sampai pelaksanaan pembangunan benar-benar berjalan sesuai dengan
kebutuhan, pola pikir, sistem nilai, perilaku, adat-istiadat dan kebiasaan
mereka. Bupati Mangindar betul-betul menjadikan rakyat Samosir sebagai subyek
(bukan hanya obyek) pembangunan.
Ke dalam, segenap jajarannya, Bupati
Mangindar aktif pula menanamkan pemikiran bahwa setiap diri adalah pemimpin. Tegasnya,
“Saya katakan kepada pimpinan SKPD, mereka pimpinan juga. Sebagai pemimpin,
mereka harus aktif pula melakukan pengawasan melekat. Pemahaman pengawasan
melekat adalah kita harus mengawasi sejak dari awal, dari proses awal. Jangan
seperti polisi lalu-lintas yang jelek, dia hanya menangkap di ujung. Itu tidak
mendidik, tidak menyelesaikan persoalan. Tapi, harus dikawal dari awal, jangan
setelah keluar jalur baru ditangkap. Itulah kelemahan di Indonesia sekarang,
rusak moralnya. Kita biasakan budaya taat aturan. Lama-lama melekat ooo aturan
ini ada gunanya di saya dan orang lain. Memang perlu ada seni memimpin daerah.”
Pemahaman pengawasan melekat yang
komprehensif ini harus dimulai dari diri pemimpin sendiri. Setelah itu, bersama
pemimpin lainnya (dalam pemerintahan) mesti bertindak sebagai arsitek perubahan
(change architect). Berikutnya, sang
pemimpin memang harus melahirkan pemimpin-pemimpin perubahan (change leaders) pada lintas SKPD,
sehingga nilai-nilai budaya pemerintahan unggul baru menjadi roh atau jiwa
setiap aparatur Pemerintah Kabupaten Samosir dan warga masyarakat dalam
bekerja. Dalam masyarakat yang kental kultur patriarkal seperti Samosir, sebuah
pemerintahan memang membutuhkan figur pemimpin yang mampu mendorong perubahan
dengan keteladanan nyata. Intinya, pemimpin harus membuat perubahan diri pribadi,
jangan sampai baru berubah setelah dia diminta orang lain untuk berubah.
Sebagai pemimpin penggerak
perubahan, Mangindar termasuk seorang pemimpin yang berkata kepada anak
buahnya, do as I do, kerjakan apa
yang saya kerjakan; bukan do as I say,
kerjakan apa yang saya katakan. Karena itu pula, saban kali turun ke lapangan,
dia selalu mengajak bawahan, termasuk pimpinan SKPD. Langkah ini tidak lain
sebagai upaya sosialisasi seputar jalan pikirannya tentang visi, misi, tujuan
dan sasaran serta nilai-nilai dan strategi pemerintahan. Dengan cara ini dia
bisa melihat dari dekat kesulitan yang dihadapi aparat dan rakyat yang
selanjutnya dapat dievaluasi agar tidak lagi menimbulkan permasalahan di
kemudian hari. Dia tidak langsung frontal bereaksi keras bilamana ada aparat
dan rakyat yang bertindak kurang sesuai dengan kebijakan yang telah digariskan.
Tentang kepemimpinannya yang terkesan
sedikit kompromistis itu, Mangindar berujar penuh kerendahan hati:
“Saya termasuk tipe
orang yang jarang menentang, karena berusaha berpikir dulu sebelum berbuat
sesuatu. Kamus hidup saya itu jarang menyesal. Berbeda dengan orang lain, berbuat
dulu, bila salah maka nanti diperbaiki. Atau teori manajemen sekarang, kalau
tidak pernah berbuat salah maka tidak akan pernah bagus. Ada bagus dan juga
jeleknya menurut saya. Kalau kita bisa bikin bagus, ngapain sampai salah. Namanya manusia, tetap ada salah dan
kelemahannya. Tapi kita berusaha yang terbaik. Itulah prinsip saya, yang
mungkin bagi orang tidak bisa menangkap.
Saya berusaha seperti
itu. Walaupun ada kelemahan, dulu ada kawan berkomentar ‘wah abang ini
perfeksionis’. Nggak juga. Saya
berusaha berpikir, rancang dulu. Rancangan saya berbeda dengan rancangan orang
lain yang kaku. Saya lebih cocok dengan filosofi air mengalir. Karena itu
pengalaman saya sejak awal, saya buktikan kemudian semakin lama semakin yakin
dengan kebenaran itu. Saya tidak pernah bercita-cita jadi bupati, toh dalam
perjalanan jadi juga. Ada situasi tertentu di luar kesadaran kita yang
mengarahkan ke sana. Saya yakin ada kekuatan Tuhan melalui tangan-tangan lain.
Dan itu saya anggap yang terbaik buat saya, termasuk dalam memimpin Kabupaten
Samosir ini.”
Mangindar berusaha mengemban amanah
sebagai Bupati Samosir dengan memberikan kepala (pikiran), tangan dan kaki
(bekerja keras pantang menyerah), dan juga hati (melayani secara tulus).
Niatnya mantap-lurus, komitmennya tinggi dan konsisten, keyakinannya kuat, dan
dia selalu berdoa agar diberikan petunjuk dan jalan kemudahan oleh Tuhan Yang
Maha Kasih. Sebuah totalitas dalam memimpin. Itu semua dia lakukan agar
pertumbuhan ekonomi wilayah yang dipimpinnya terus berkembang dan meningkat secara
berarti dan berkesinambungan.
B.
Bermanfaat Bagi Banyak Orang
Langkah-langkah keseharian Bupati
Mangindar Simbolon yang langsung menyambangi rakyatnya tidak terlepas dari
filosofi dan nilai-nilai religius yang melekat pada dirinya sejak masa kanak-kanak.
Salah satu nilai yang sangat rekat dalam dirinya bahwa setiap manusia haruslah
senantiasa bermanfaat bagi sesama.
Sebagai sosok yang dibesarkan di
lingkungan gereja, Mangindar meresapi betul nilai ‘mengasihi sesama manusia
seperti mengasihi diri sendiri’. Sebagaimana diamanatkan Tuhan: “Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:37–40).
Nilai mengasihi sesama itu kini dia
wujudkan dengan langkah-langkah blusukan ke tengah-tengah warga masyarakat
Samosir yang mayoritas beragama Kristen. Blusukan adalah pengejawantahan atas
pelayanan sebagai salah satu bentuk dari kasih. Mangindar masih meyakini benar
bahwa pelayanan adalah satu hal yang mampu memperkaya warna kehidupan anak
manusia. Jika kita hidup sebagaimana Tuhan kehendaki, maka kita mesti melayani
sebagaimana Dia berhasrat melayani umat-Nya. Setiap hari, kehidupan kita
diperkaya oleh pengaruh Roh-Nya, kasih kita terhadap sesama kita meningkat dan
jiwa kita diperluas sampai kita merasakan bahwa kita dapat meraih ke dalam
lengan kita semua kehendak Tuhan, dengan suatu hasrat untuk memberkati mereka
dan membawa mereka pada pemahaman mengenai kebenaran dan kesejahteraan.
Sebagai anak manusia yang lekat
dengan kehidupan gereja sejak masa kanak-kanak, Mangindar menerima pemahaman
bahwa melayani dan saling mengasihi sesama manusia hendaknya melampaui garis
batas gereja. Dengan begitu, sikap melayani dan saling mengasihi mampu
menjangkau anak-anak manusia yang lebih banyak lagi.
Dalam kerangka nilai melayani
itulah, Bupati Mangindar kerapkali hadir pada acara-acara adat dan gereja di
wilayah Kabupaten Samosir. Bahkan, tidak jarang dia hadir di tengah-tengah
warga masyarakat yang sedang dirundung duka lantaran kematian salah seorang
anggota keluarganya. Dia tampak penuh takzim dan khidmat mendoakan mendiang
yang telah terbaring di dalam peti mati. Dengan kelemah-lembutan penuh kasih, dalam
kekuatan iman, Mangindar berusaha total melayani warga masyarakat yang
dipimpinnya.
Mangindar berusaha menjalankan kasih
amal dengan menjangkau sebagian besar rakyat Samosir yang membutuhkan bantuan
dan dorongan. Dia menyadari benar bahwa tidaklah mungkin mengukur hasil dari penerapan
nilai kasih dan amal melayani di dunia
ini. Dia hanya berusaha memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan Tuhan pada
umatnya di setiap cabang dan lingkungan serta ladang misi untuk pergi
memancarkan terang dan sukacita, mengembangkan kebahagiaan dan mengangkat
mereka yang putus asa, serta membawa sukacita dan penghiburan bagi mereka yang
dalam kemasygulan.
“Saya tetap mempertahankan gaya
blusukan seperti waktu pencalonan dulu, saya tetap lakukan sampai sekarang. Setiap
ada kesempatan pesta sukacita ataupun dukacita, saya berusaha sempatkan hadir.
Dari itu saya pikir, hal seperti ini sangat didambakan warga masyarakat.
Kehadiran kita di situ, ngomong pendek-pendek saja, tetap saya pertahankan itu.
Walaupun saya sadari, dengan tidak ada wakil bupati saat ini, waktu saya dengan
publik atau lapangan sedikit berkurang. Tapi, kawan-kawan di sana, seperti
pimpinan SKPD dan para kepala dinas, pada saat-saat tertentu turun langsung ke
lapangan. Jalan kaki bersama-sama, paling tidak menyambangi dan mendengarkan
keluh-kesah warga masyarakat. Tidak perlu protokoler,” papar Mangindar sembari
menambahkan Wakil Bupati (2010-2015) Mangadap Sinaga telah meninggal dunia pada
tanggal 24 Juli 2012.
“Bagaimana pun hidup ini mesti
bermanfaat bagi orang lain. Jangan mentang-mentang ada kesempatan lalu mencari-cari
untuk kepentingan diri sendiri,” tegas Mangindar saat bertemu tim Indomedia dalam satu kesempatan usai
acara kepariwisataan yang digelar Kementerian Pariwisata, akhir Juni 2013.
C.
Kesederhanaan dalam Memimpin Samosir
Mangindar dapat dikatakan sosok
pemimpin yang amat sederhana. Ketika kami berjumpa pada satu kesempatan di
Jakarta, dia begitu ramah memperlakukan orang yang baru dikenal dan tidak kaku protokoler.
Dalam balutan pakaian yang hampir sama dengan warga masyarakat kebanyakan, kami
menangkap kesan Mangindar benar-benar sosok yang apa adanya, terbuka dan tidak
menjaga jarak. Dari mana dia belajar dan meresapi nilai kesederhanaan, bahkan
ketika kini berada di kursi puncak kepemimpinan daerah?
Kesederhanaan memang sudah melekat
dalam keseharian Mangindar sejak masih masa kecil. Dia memang berasal dari
keluarga yang amat sederhana. Ayahnya seorang guru agama di sekolah dan
pengurus gereja di lingkungan tempat tinggalnya. Dan, ibunya seorang petani
yang pekerja keras yang sangat hati-hati dalam mengatur ekonomi rumah tangga.
Dalam perjalanan hidupnya, warna
kesederhanaan Mangindar sangat terkait dengan siapa saja di bergaul. Salah
satunya dia cukup mengagumi dan dekat dengan Bupati Tapanuli Utara (1989-1994),
Lundu Panjaitan. Soal Lundu Panjaitan, dia bercerita:
“Beliau mantan bupati,
mantan wakil gubernur, dan mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Saat
beliau bupati, saya kepala cabang dinas kehutanan di Tarutung, Tapanuli Utara.
Tanpa saya sadari, banyak hal positif dari beliau yang melekat ke diri saya
karena kedekatan saya dengan beliau cukup intensif. Bahkan, meski perbedaan
usia kami cukup jauh, saya paling dekat dengan beliau dibandingkan kepala dinas
yang lain di jajaran Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Kedekatan itu muncul
karena saya tidak memiliki kewajiban langsung kepada beliau, karena beliau bukan
atasan langsung, atasan langsung saya adalah kepala dinas propinsi. Jadi saya dekat
sekali dengan beliau.
Salah satu yang beliau
katakan kepada saya waktu itu ‘eh
Simbolon bersyukurlah kita, jadi bupati itu ternyata enak’. Ooo ya Pak, sudah
pasti lah, saya menjawab. Tapi beliau menjabarkan, jangan salah sangka dulu, keenakannya
tuh begini, hampir semua aktivitas kita dibiayai oleh negara, rumah tangga,
perjalanan, makan kita juga dibiayai negara, anak kita pun dibiayai. Jadi
sebenarnya sebagai kepala daerah, tak perlu korupsi, cukup sejahtera itu. Gaji
kita itu murni, utuh. Apa iya? Menurut beliau, kalau ada bupati yang bertingkah
macam-macam, wah berlebihan itu. Tak perlu macam-macam, sudah enak. Itu saya
ingat betul, nggak usah neko-neko
lah. Saya sadar, seperti dikatakan Pak Lundu Panjaitan tadi, sebagai pejabat
negara sudah hidup lumayan. Bahkan lebih dari lumayan sebenarnya.”
Berkat pengalaman yang disampaikan
Lundu Panjaitan itu, Mangindar berusaha menjalankan amanah sebagai Bupati
Samosir sesuai aturan, hukum dan protokoler yang berlaku. Dia tidak ingin
terbelit kasus dan terbebat perkara seperti kebanyakan kepala daerah. Dan, terpaksa
menginap di hotel prodeo setelah usai masa bhakti.
Kendati sederhana, Mangindar tidak
ingin berlebihan dalam memaknai kesederhanaan. Misalkan ada seorang kepala
daerah yang menolak mobil dinas yang telah disediakan melalui anggaran daerah
lalu memilih mobil dari jenis yang relatif lebih murah. Bukan persoalan
mobilnya yang lebih murah, tapi lebih kepada ketaatan para proses pengadaan
yang telah ada. “Saya tidak ingin seperti Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang
sampai menolak mobil dinas dan memilih mengganti dengan Kijang. Menurut saya, itu
berlebihan. Aktivitas di Jakarta ini kan cukup sibuk, wajar dong pakai mobil
yang agak berbeda dan mobil itu sudah ada. Kecuali mobil itu belum ada, kita
harus adakan yang mewah-mewah, saya juga belum tentu setuju. Mobil sudah ada,
berlebihan kalau tidak diakai, toh juga nggak
mungkin dijual, kecuali melalui lelang. Saya sedikit pragmatis,” papar
Mangindar.
Kesederhanaan Mangindar juga tampak
pada langkah-langkahnya yang tidak terlampau protokoler. Bahkan, dalam urusan
mengendarai mobil dinas, dia kerapkali menyetir sendiri. “Ini bukan soal
kepercayaan dan ketidak-percayaan kepada sopir dinas. Di masa lalu, dengan
seragam bupati seperti ini nggak
boleh menyetir mobil sendiri. Seperti gaya Bob Hasan waktu jadi menteri,
sopirnya hanya bertugas memanaskan, memarkir dan mencuci. Saya memang hobi bawa
mobil itu. Kalau orang lain bawa mobil jadi beban, saya justru relaks. Itu kan
soal gaya pribadi. Saya sering keluar-masuk kampung bawa mobil sendiri. Kadang
muncul komentar ‘Ih Pak Bupati bawa mobil sendiri”. Lalu heboh,” ujar Mangindar.
Berkat kesederhanaan itu pula, visi
yang diusung Mangindar (terutama) saat memimpin Samosir di periode 2010-2015
pun simpel: “Samosir Menjadi Daerah Tujuan Wisata Lingkungan yang Inovatif
2015”. Dari visi tersebut lahir 14 prioritas pembangunan yang diimplementasikan
dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah setiap tahun, yaitu: Reformasi birokrasi dan tata kelola;
Pendidikan; Kesehatan; Pariwisata dan budaya; Ketahanan pangan; Penanggulangan kemiskinan;
Pengembangan infrastruktur; Pelestarian lingkungan; Pembangunan perdesaan;
Pemberdayaan masyarakat; Penanggulangan bencana; Penanaman modal; Pengembangan
ekonomi kreatif; dan Pembinaan pemuda dan olah raga.
D.
Tegas Mengeksekusi dan Mengawasi
Sejak Dini
Kesederhanaan gaya memimpin yang
berbuah 14 prioritas pembangunan tidaklah cukup mampu melahirkan pembangunan
yang dapat dirasakan oleh sebagian besar warga Kabupaten Samosir. Perlu adanya
eksekusi yang tegas dan pengawasan sejak dini, mulai dari proses perencanaan sampai
evaluasi atas hasil-hasil pembangunan.
Dalam hal ketegasan eksekusi
kebijakan, Mangindar tak ingin dipengaruhi oleh pihak lain atau semata-mata
didorong oleh opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Tegasnya, “Pada
hal-hal yang prinsip, saya tidak bisa ditawar. Misalkan, Pemerintah Kabupaten
Samosir telah memberikan izin kepada sebuah perusahaan beroperasi pada area
tertentu sesuai dengan prosedur. Terus banyak pihak ribut, termasuk LSM ikut
numpang tenar. Saya katakan, karena ini sesuai aturan maka tidak akan mundur,
jalan terus. Di sini perlu ada ketegasan, kalau nggak, kita diobok-obok. Soal ada yang kurang sempurna di situ, ada
kesempatan menyempurnakan. Tapi bukan berarti izinnya harus dibatalkan. Dalam hal
aplikasi kita perlu luwes. Mungkin menurut orang gaya ini memiliki banyak
kelemahan. Dan saya sadari betul, namun saya nggak perlu marah-marah kepada staf, keluarga, karena bagi saya
marah-marah itu tidak menyelesaikan masalah.”
Mangindar tidak ingin mengumbar
banyak kata dalam memimpin jalannya pemerintahan Kabupaten Samosir. “Saya tidak
terlalu cerewet. Saya berusaha bahwa setiap apa yang saya katakan itu penting,
harus dipahami dan dilakukan. Barangkali itu kelemahan juga, karena ada staf
melihat ‘wah bos kita nggak mau marah
nih’ lalu mereka sesuka-sukanya saja. Namun, ternyata tidak seperti itu juga,
karena efisiensi perkataan saya lebih memberi rasa tanggung jawab. Ada trust kepada mereka. Mereka harus melakukan
itu dengan penuh tanggung jawab. Contoh, kalau kalian berbuat tidak baik,
keluar dari aturan, saya tidak akan bela. Tapi kalau kalian didzalimi atau
bukan kesalahan kalian, saya akan bela sampai tuntas. Saya coba menerapkan prinsip-prinsip
seperti itu. Itulah model ketegasan yang saya terapkan. Saya tidak mau meledak-ledak,”
papar Bupati Mangindar Simbolon.
Dia memang tipe pemimpin yang taat
aturan dan senantiasa terbuka. Dalam perjalanannya sekitar delapan tahun
memimpin Kabupaten Samosir, dia menerapkan benar prinsip akuntabilitas kinerja
pemerintahan daerah. Sebab, dengan prinsip ini, katanya, setiap unsur pimpinan
dalam pemerintahan daerah berkewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan dan
kegagalan dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan masyarakat
dan pelaksanaan pembangunan yang sinkron dengan pencapaian visi dan misi
Pemerintah Kabupaten Samosir.
Pengukuran kinerja dilakukan setahun
sekali yang lazim dituangkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP). Esensi penilaian kinerja didasarkan pada
indikator-indikator, antara lain:
·
Masukan
(input), yakni segala sesuatu yang
dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan, meliputi SDM,
dana, material, waktu, dan teknologi.
·
Keluaran
(output), yaitu segala sesuatu yang
berupa produk/jasa (baik fisik maupun non-fisik) sebagai hasil langsung dari
pelaksanaan suatu kegiatan dan program berdasarkan masukan yang digunakan.
·
Hasil
(outcomes), yakni segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah.
Laporan akuntabilitas ini disusun dengan
maksud:
·
Sebagai
sarana bagi pemerintah Kabupaten Samosir untuk menyampaikan pertanggung-jawaban
kinerja kepada seluruh stakeholders
(Presiden, melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, DPRD dan masyarakat).
·
Sebagai
sarana evaluasi atas pencapaian kinerja pemerintah Kabupaten Samosir dalam
upaya memperbaiki kinerja di masa-masa berikutnya.
Kemudian penyusunan laporan
akuntabilitas tersebut bertujuan bagi tercapainya:
·
Aspek akuntabilitas kinerja bagi keperluan eksternal organisasi
di mana laporan akuntabilitas adalah untuk sarana pertanggung-jawaban
pemerintah Kabupaten Samosir atas capaian kinerja yang berhasil diperoleh
selama masa satu tahun kerja. Esensi capaian kinerja yang dilaporkan merujuk
pada sampai sejauh mana visi, misi, tujuan dan sasaran strategis telah dicapai
selama satu tahun masa kerja.
·
Aspek manajemen kinerja bagi keperluan internal organisasi,
di mana laporan akuntabilitas adalah untuk melihat tercapainya upaya-upaya
perbaikan kinerja di masa yang akan datang dengan mengetahui setiap celah
kinerja yang ditemukan dan manajemen pemerintah Kabupaten Samosir yang belum
tepat akan dapat dirumuskan strategi pemecahan masalahnya. Dengan demikian
capaian kinerja pemerintah Kabupaten Samosir dapat ditingkatkan secara berkelanjutan.
Predikat-predikat pencapaian meliputi: sangat berhasil, berhasil, cukup
berhasil, dan tidak berhasil.
Untuk pencapaian yang
kurang berhasil atau tidak berhasil, Pemerintah Kabupaten Samosir akan selalu melakukan
perbaikan dan meningkatkan kinerjanya demi terwujudnya visi-misi Kabupaten
Samosir. Strategi yang dilakukan untuk mencapai sasaran kinerja dimaksud dalam
melaksanakan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, Pemerintah Kabupaten
Samosir melakukan hal-hal:
1. Dalam penyusunan program dan
kegiatan pembangunan masing-masing satuan kerja di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Samosir senantiasa dilakukan koordinasi dan sinkronisasi dalam aspek
perencanaan, pengendalian dan pengawasan sebagai bahan perumusan kebijakan Pemerintah
Kabupaten Samosir yang berkaitan dengan penyelenggaraan administrasi umum pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat, terutama dalam pencapaian
indikator kinerja sasaran yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 1 Tahun 2006 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Kabupaten Samosir 2006-2010 dan Perda Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Samosir Tahun 2011-2016.
2. Selalu mengupayakan kegiatan-kegiatan
yang mampu meningkatkan pelayanan dasar masyarakat, meningkatkan peran serta
masyarakat dalam pembangunan untuk mengurangi jumlah pengangguran serta
kegiatan yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat.
3. Melakukan perubahan paradigma
aparatur pemerintah kabupaten untuk lebih komit terhadap peningkatan kinerja
pemerintah dalam rangka mewujudkan good
governance dan clean government.
Untuk mempercepat
pembangunan di Kabupaten Samosir diperlukan suatu komitmen yang kuat, kerjasama
yang padu dan partisipasi dari semua pihak
secara sinergis, untuk bersama-sama melakukan perubahan menuju
masyarakat yang makmur dan sejahtera. Pemerintah Kabupaten Samosir akan
senantiasa secara terus-menerus melakukan perbaikan dan pembenahan dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, pelayanan dan pembinaan kemasyarakatan
dalam melaksanakan pembangunan di semua bidang guna mencapai peningkatan
kesejahteraan masyarakat di masa yang akan datang.
Mangindar sangat serius
dalam memimpin dan meletakkan dasar-dasar pembangunan Kabupaten Samosir. Tentang
totalitas dan keseriusannya membangun Samsosir, dia bertutur, “Saya pikir memang
ada kekhususan, kebetulan Samosir ini kabupaten baru, kampung halaman sendiri,
tentu saya berusaha untuk meletakkan dasar-dasar pemerintahan yang baik ke
depan. Itulah makna utama mengapa saya bersedia memimpin Samosir. Siapa pun
nanti yang melanjutkan, kalau konsisten, maka tinggal menyempurnakan saja. Saya
agak berbeda, mungkin, dari kebanyakan kepala daerah. Ada seorang kawan yang
mengatakan bikin dong yang monumental secara fisik, tapi saya tidak tergoda
untuk seperti itu. Karena saat ini waktunya masih meletakkan hal-hal yang
mendasar sebagai kabupaten baru. Berbeda dengan kota/kabupaten yang sudah lama,
ada monumental agar dikenang orang selama-lamanya. Bagi saya tidak begitu, basic-nya kita benahi dulu, sistemnya
kita bangun.”
Langkah Mangindar meletakkan
dasar pembangunan Kabupaten Samosir tidaklah mudah. Ketika dirinya terpilih
menjadi Bupati Samosir 2005-2010, dia menghadapi tantangan yang tidak ringan. Secara
politis, dia menghadapi persoalan hubungan yang kurang harmonis dengan wakil
rakyat di DPRD Kabupaten Samosir. Sebagian besar wakil rakyat semula tidak
mendukung. “Ternyata dengan cara yang sederhana, apa yang kami lakukan
wajar-wajar saja, lama-kelamaan mereka berubah dan berbalik mendukung kami.
Walaupun di awal mereka berharap berlebihan. Saya tegas, kita ini mau membangun
rakyat, kalau wajar-wajar saja saya paham. Lebih dari situ, jangan berharap.
Dan yang memilih saya itu rakyat, bukan Anda sekalian,” kenang Mangindar ihwal
pengalamannya berhadapan dengan wakil rakyat.
Persoalan yang juga cukup
krusial bahwa sedari dulu Kabupaten Samosir itu tertinggal, secara fisik
dikelilingi Danau Toba, kerap terlepas dari prioritas pembangunan, sumberdaya manusia,
sumberdaya alam dan sumber dana terbatas. Akibatnya, infrastruktur yang ada di
wilayah ini amat parah. Mangindar mencontohkan masih banyak jembatan yang terbuat
dari kayu dan papan, hanya dalam hitungan tiga bulan sudah bolong dan harus
ditambal, serta membuka peluang pemuda setempat memungut upah dari kendaraan
yang lewat laiknya jalan tol.
“Kami coba lakukan
koordinasi dan pendekatan dengan
Pemerintah Propinsi. Saya katakan ke propinsi, ayo kita berbagi tugas,
untuk jalan propinsi yang rusak parah tersebut menjadi tanggung jawab
pemerintah propinsi. Sedangkan jembatan ini biarlah tanggung jawab saya karena
lebih dekat. Alhamdulillah sekarang sudah permanen semua. Infrastruktur lain
juga begitu, dana kami terbatas. Aneh juga di Samosir ini, sampai saya dua
periode memimpin ini, rumah bupati dan wakil bupati belum ada. Begitu juga rumah
ketua DPRD. Karena kami memprioritaskan dulu untuk sarana publik. Ada rumah
yang bisa disewa atau aset propinsi yang dapat dimanfaatkan. Wakil rakyat di
DPRD akhirnya pun paham,” jelas Mangindar.
Melalui pendekatan
komprehensif ke atas, ke samping dan ke bawah, Mangindar berharap pemerintahan
Kabupaten Samosir yang dipimpinnya semakin kuat, semakin banyak manfaat yang
dapat dirasakan rakyat dan rakyat termotivasi untuk maju mengejar
ketertinggalan di tengah potensi wisata Danau Toba yang eksotis. ***
No comments:
Post a Comment