Oleh Kasir Iskandar
Direktur dan Aktuaris PT Kis
Aktuaria
Dalam
rangka mewujudkan terciptanya masyarakat yang sehat, pemerintah beserta seluruh
komponen bangsa telah sepakat mewujudkan adanya jaminan kesehatan bagi seluruh
bangsa Indonesia tanpa kecuali dengan mengimplementasikan Undang-undang (UU)
No. 40 tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU No. 24
tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Diperlukan waktu
persiapan selama 10 tahun untuk mengiplemenentasikan UU No 40 Tentang SJSN.
Pada UU SJSN termuat adanya 5 program kesejahteraan yaitu prrom Jaminan
Kematian, Hari Tua,Pensiun, Jaminan Pemeliharaan kesehatan dan Jaminan
Kecelakaan.
BPJS I atau
BPJS Kesehatan merupakan transformasi PT Askes yang akan mengelola program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan atau Jaminan Kesehatan nasional yang akan mulai
beroperasi pada tanggal 1 Januari 2014 sehingga tinggal 103 hari dari sekarang
(13 September 2013 ). Sedangkan BPJS II atau BPJS Ketenagakerjaan merupakan
transformasi dari Jamsostek akan mengelola Program Kematian , Hari Tua ,
Pensiun dan Kecelakaan. Saat ini Jamsostek telah mengelola program Jaminan Hari
Tua , Kesehatan ,Kematian dan Kecelakaan .
Salah satu
penyebab risiko sakit adalah kecelakaan baik kecelakaan kerja maupun kecelakaan
di jalan raya . BPJS I mengelola program jaminan pemeliharaan kesehataan yang
salah satu manfaatnya adalah memberi santunan jaminan pengobatan akibat
kecelakaan. Pada program jaminan Kecelakaan kerja yang dikelola oleh BPJS II
yang sekarang Jamsostek juga memberikan jaminan pengobatan akibat risiko
kecelakaan ( kecelakaan kerja ) . Pada saat seseorang menjadi peserta BPJS I
maka sekaligus memiliki 3 jaminan sakit akibat kecelakaan, yaitu program yang
dikelola BPJS I dan II serta Program Jaminan Kecelakaan yang dikelola oleh PT
Jasa Raharja. Disnilah letak tumpang tindihnya.
Ketika
seorang pekerja peserta BPJS I mengalami sakit akibat kecelakaan dijalan raya
pada saat berangkat dari rumah menuju tempat kerja sebenarnya bisa mengajukan
klaim kepada ketiga institusi yaitu ke PT Jasa Raharja k dan BPJS I dan juga
BPJS II. Namun kenyataannya hanya dimungkinkan untuk mendapatkan santunan dari
satu institusi . dari institusi mana ? itu yang belum diatur . Sang pekerja dan
juga sang pengendara telah membayar premi secara tidak langsung kepada PT Jasa
Raharja sehingga berhak mendapatkan jaminan kecelakaan dijalan raya.
Sang
pekerja juga berhak mendapatkan santunan dari BPJS II karena kecelakaan terjadi
dalam rangka menuju tempat kerja dan jelas sang pekerja mempunyai hak utama
dari BPJS I karena memang terdaftar sebagai peserta. Sang pekerja telah
membayar premi yang bersumberkan dari penghasilan dirinya sendiri maupun dari
sang majikan , disinilah letak pemborosan yang tidak dirasakan akan terjadi ,
seseorang akan membayar premi atau iuran kepada ketiga institusi sedangkan
klaimnya hanya diperoleh dari satu institusi. Maka dari itu, diperlukan
koordinasi manfaat sekaligus koordinasi pembayaran premi atau iuran
Satu
Program
Koordinasi
Manfaat (Coordinasi Benefit) merupakan metode yang dirancang untuk memastikan
bahwa seseorang yang ditanggung tidak akan menggunakan lebih dari biaya aktual
pelayanan medisnya ketika lebih dari satu jaminan/polis asuransi kesehatan
memberikan jaminan yang serupa.
Bahwa BPJS
I (Kesehatan) terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 akan beroperasi secara
penuh dengan misi memberikan jaminan kesehatan baik terhadap risiko akibat
suatu penyakit maupun suatu kecelakaan untuk seluruh bangsa Indonesia dalam
rangka mewujudkan Jaminan Kesehatan untuk semua (Universal Coverage). Disisi
lain, Bangsa Indonesia juga berkewajiban mengikuti program Jaminan lain seperti
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang diselenggarakan oleh BPJS II
(Ketenagakerjaan) dimana didalamnya juga terkandung manfaat Jaminan Kesehatan
akibat Kecelakaan.
Disamping
itu juga, Bangsa Indonesia berkewajiban untuk menjadi peserta Jaminan Asuransi
Kecelakaan di Jalan Raya baik langsung maupun tidak langsung dimana didalamnya
terdapat manfaat jaminan kesehatan akibat kecelakaan. Bagi Bangsa Indonesia
yang bekerja pada suatu perusahaan atau pekerja formal sebagian juga telah
mengikuti asuransi kumpulan kesehatan yang mempunyai jaminan kesehatan yang
relatif sama.
Dengan
demikian, dapat disimpulkan terjadi kelebihan asuransi sehingga dapat dikatakan
terjadi pemborosan pembayaran premi dan dimungkinkan seseorang yang mengalami
sakit khusunya sakit akibat kecelakaan bisa mendapatkan jaminan lebih dari
biaya sesungguhnya yang dikeluarkan atau dibutuhkan. Hingga saat ini belum ada
aturan tentang pengaturan koordinasi manfaat antar sesama perusahaan asuransi
sosial, sehingga perlu diatur tentang hal tersebut.
Dari sini,
perlu adanya batasan manfaat antara program Jaminan Kecelakaan Kerja yang ada
pada BPJS II dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan pada BPJS I dan juga Jaminan
Kecelakaan pada Asuransi Jasa Raharja.
Disamping
itu, perlu diatur adanya penanggung Pertama, Kedua dan Ketiga. Misalnya, untuk
jaminan kecelakaan dijalan raya penanggung utama adalah Jasa Raharja dan
Jaminan kesehatan akibat kecelakaan kerja pada BPJS II ditiadakan. Selanjutnya
perlu adanya petunjuk pelaksanaan mekanisme pengaturan pembayaran antar sesama
Badan Asuransi Sosial.
Untuk itu,
perlu adanya koordinasi antara BPJS dan Asuransi Swasta. Dimana pada umumnya
penangung pertama dan Uputama adalah BPJS sedangkan jika terjadi kekurangannya
menjadi tanggung jawab asuransi komersial.
Selain itu,
ada Koordinasi antara sesama Asuransi Komersial yang pada prinsipnya seseorang
tidak diperkenankan menerima manfaat jaminan kesehatan melebihi biaya yang
sesungguhnya dibayar ke Provider. Perlu pengaturan adanya koordinasi manfaat
antara sesama asuransi kumpulan komersial.
Misal Tuan
Indon sang suami sebagai pekerja PT XYZ mendapatkan asuransi kesehatan kumpulan
A. Istri Tuan Indon, Ny Indon bekerja pada PT ABC mendapatkan jaminan kesehatan
kumpulan B juga dijamin oleh asuransi kumpulan A, maka dalam hal Tuan Indon
sakit maka penangung pertama adalah BPJS I, penanggung kedua adalah asuransi
kumpulan A. Jika Ny Indon terjadi sakit maka pembayar pertama adalah BPJS I,
penanggung kedua adalah asuransi B dan penanggung ke tiga adalah asuransi A.
Sejalan
dengan tiga pilar jaminan kesehatan yaitu bantuan sosial, asuransi sosial dan
asuransi privat dengan alasan tertentu setiap individu dari suatu bangsa berhak
memiliki asuransi perorangan. Dalam rangka menciptakan efisiensi dan percepatan
cakupan kepesertaan maka dimungkinkan adanya koordinasi dalam hal kepesertaan
antara asuransi perorangan dan Jaminan Kesehatan Nasional dan juga sekaligus
dalam hal koordinasi pemberian manfaat.
Salah satu
solusinya adalah reformasi total pada program yang dikelola PT Jasa
Raharja.Yang baik dan mengungtungkan bangsa yang telah dilaksanakan pada PT
Jasa Raharja (JR) harus dilanjutkan .Salah satu hal hebat pada JR adalah
kepesertaan yang mencakup seluruh bangsa Indonesia tanpa adanya pendaftaran
kepesertaan secara explisit , pembayaran premi otomatis yang dilekatkan pada
pajak kendaraan bermotor juga dilekatkan pada karcis/tiket ketika naik
kendaraan umum sehingga masyarakat tidak merasa membayar premi .
Jika BPJS
ingin sukses dalam hal kepesertaan bisa meniru sistem kepesertaan yang
dilakukan pada PT Jasa Raharja. Misal pembayaran iuran dikaitkan dengan
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Sedang hal hal yang tidak patut perlu
direformasi , salah satunya adalah bentuk badan usaha yang masih berbentuk
Perseroan Terbatas yang berlawanan dengan kaidah asuransi sosial yang bersifat
wajib. Pilihan lain adalah PT JR dilebur ke BPJS guna memaksimalkan program
kesejahteraan bangsa. (www.neraca.co.id)
No comments:
Post a Comment