Jelang
pelaksanaan Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada Januari
tahun depan, pemerintah berencana melaksanakan uji coba pelaksanaannya di
beberapa Provinsi. Provinsi Aceh, Sumatra Barat, DKI Jakarta dan Sulawesi Utara
menjadi salah satu sasaran uji coba tersebut.
Uji coba
tersebut dimaksutkan untuk mengetahui hal apa saja yang masih harus diperbaiki
dan dilengkapi sebelum BPJS Kesehatan dilaksanakan pada 1 Januari mendatang.
Hal tersebut disampaikan secara langsung oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono kemarin (19/9) siang.
Agung yang
ditemui usai melaksanakan Rapat Koordinasi (Rakor) mengenai BPJS dengan Menteri
Kesehatan (Menkes) dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans)
mengatakan, uji coba juga terkait penyiapan infrastruktur kesehatan dan tenaga
kesehatan agar supply side merata di seluruh tipe Rumah Sakit (RS), baik dari
tipe A hingga tipe D juga pratama.
"Regulasinya
juga diuji coba apakah sesuai dengan kebutuhan di lapangan ataukah masih
membutuhkan perbaikan," katanya. Uji coba ini, lanjutnya, juga meliputi
pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas beserta dengan tarif atau besaran iuran.
Besaran
iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sendiri hingga kini masih belum
berubah dari sebelumnya. yakni, sebesar Rp 19.225 untuk tiap kepala. Jumlah
tersebut akan dibayar oleh pemerintah untuk 86,4 juta jiwa warga Indonesia yang
masuk kedalam kriteria berhak menerima PBI.
"Sebenarnya
pemerintah menargetkan sebanyak 96 juta orang miskin bisa dicover. Namun karena
keterbatasan dana maka niatan tersebut harus tertunda terlebih dahulu",
ungkpanya.
Untuk 10-11
juta warga miskin yang belum masuk ke dalam anggaran pemerintah pusat,
jelasnya, untuk sementara akan dimasukkan kedalam pembiayaan daerah melalui
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Sehingga, diharapkan untuk tiap daerah
yang sebelumnya menyelenggarakan Jamkesda pada tahun depan tetap menganggarkan
dana untuk Jamkesda tersebut.
Sementara
itu pembagian pembayaran iuran antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pemerintah
serta pemberi kerja dan buruh atau pekerja masih menggunakan usulan sebelumnya
yaitu 3% dan 2% serta 4% dan 1%. Namun
penerapan 1% untuk buruh akan dilakukan secara bertahap.
"Hingga
Juni 2015 buruh cukup membayar setengah dari 1%. Setelah itu baru mereka
membayar penuh sebesar 1%," paparnya.
Dalam
kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi mengatakan saat
pelaksanaan BPJS, pembelian obat-obatan akan langsung dilakukan dari produsen.
Hal ini dilakukan untuk menghindari tingginya harga. Ketentuan ini juga akan
mengikat seluruh rumah sakit pemerintah sebagai penyedia pelayanan kesehatan.
Program
BPJS Kesehatan Bertolak Belakang Dengan BKKBN
Menyertai
kebijakan-kebijakan terkait BPJS Kesehatan, ada beberapa kebijakan yang justru
dinilai bertentangan dengan program instansi lain. Salah satunya adalah pada
tahun depan, cakupan tanggungan PT Askes pada keluarga PNS.
Mulai tahun
depan, jumlah yang ditanggung PT Askes untuk peserta dari PNS akan bertambah
menjadi 5 orang, termasuk peserta. Dengan kata lain akan ada tambahan satu
orang dari jumlah awal 4 orang. Dengan formasi, Suami, Istri dan 3 orang anak.
Pemberlakuan
tersebut yang kemudian dinilai bertentangan dengan program Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pasalnya, untuk mengurangi laju penduduk
yang berlebihan BKKBN sejak lama telah mensosialisasikan program 2 anak cukup.
Menanggapi
hal tersebut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi tidak dapat memberikan keterangan
jelas terkait bertolak belakangnya dua program pemerintah tersebut. Menkes
hanya bisa menjawab bahwa keputusan tersebut merupakan hasil akhir dan telah
diputuskan.
"Mau
bagaimana lagi, itu sudah ada dalam undang-undang (UU BPJS). Masa mau kita
lawan," ungkapnya.
Senada
dengan Menkes, Menko Kesra juga hanya bisa menjelaskan bahwa program BKKBN
tersebut tetap akan berjalan. Namun hal tersebut justru akan membuat masyarakat
kebingungan. Program mana yang sebenarnya yang harus diikuti. Pasalnya dengan
kata lain, penambahan jumlah tersebut secara tidak langsung seperti sosialisasi
atau memperbolehkan memiliki anak lebih dari dua.
"Ya
program tersebut akan berjalan, namun kan tidak bisa kita sangkal bahwa pada
kenyataannya banyak PNS yang memiliki anak lebih dari dua," jelasnya. (www.jpnn.com)
No comments:
Post a Comment