Sebanyak 32
juta pekerja di sektor informal belum tercakup dalam Jaminan Kesehatan
Nasional. Mereka merupakan pekerja yang tidak mendapat gaji dan tidak memiliki
hubungan formal perusahaan-karyawan. “Seperti tukang bakso, petani,” kata Wakil
Menteri Kesehatan Ali Ghufron Mukti di Yogyakarta, Senin 30 September 2013.
Selama tiga
hari, hingga 2 Oktober 2013 mendatang, sebuah forum tingkat tinggi digelar di
Yogyakarta untuk membahas perluasan cakupan sektor informal dalam jaminan
kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional ini. Ali Ghufron mengatakan saat
ini ada 114 juta pekerja di Indonesia. Mereka merupakan angkatan kerja di atas
usia 15 tahun. 60 persen di antara jumlah itu adalah pekerja di sektor
informal. Meski demikian, tak semua pekerja di sektor ini masuk dalam daftar
penerima jaminan.
Menurut
dia, pemerintah sudah menanggung premi bagi 86,4 juta warga miskin dalam
jaminan itu. Mereka masuk daftar penerima bantuan iuran. Dengan total anggaran
mencapai Rp 19,9 triliun, kemampuan fiskal akan terganggu jika kembali dibebani
tangguan bagi 32 juta pekerja sektor informal. “Yang dijamin pemerintah hanya
miskin dan tidak mampu,” kata dia.
Ia
memberikan perbandingan berapa banyak dana yang harus dikeluarkan pemerintah
jika pekerja sektor informal dalam jaminan. Dengan premi per orangnya mencapai
Rp 19.200 per bulan, maka dalam setahun pemerintah harus menambah anggaran
hingga sekitar Rp 8 triliun. “Karena memang terbatas (kemampuan fiskalnya),”
kata dia.
Pekerja
sektor informal, lanjut dia, tak bisa dikategorikan dalam miskin dan tidak
mampu. Namun, ia tak memungkiri, sejumlah persoalan terus mendera pekerja
sektor ini. Misalnya saja soal ketidakpastian upah yang diterima. Sehingga
dalam forum ini, akan dicari rumusan yang tepat untuk memasukkan pekerja
informal dalam jaminan kesehatan. Di antaranya poinnya adalah bagaimana mereka
harus membayar. Kalau pun mereka membayar, di mana mereka harus membayar.
“Siapa yang mengumpulkan (pembayaran mereka),” katanya.
Anggota
Dewan Jaminan Sosial Nasional Bambang Purwoko mengatakan istilah pekerja sektor
informal hanya ada di Indonesia. Di beberapa negara, Malaysia misalnya, memang
ada pekerja yang bekerja seperti sistem informal di Indonesia. Namun, selain
jumlahnya yang jauh lebih kecil dibanding Indonesia, mereka pun terdaftar di
bagian pajak. Sementara di Indonesia, “Kan tidak tercatat di pajak,” kata dia.
(www.tempo.co)
No comments:
Post a Comment