Sedikitnya
70 persen dari sekitar 170.000 buruh industri rotan Kabupaten Cirebon belum
memiliki jaminan kesehatan maupun jaminan ketenagakerjaan. Padahal, kondisi
pabrik dan peralatan yang mereka gunakan sehari-hari berisiko tinggi terhadap
gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja.
Ketua
Masyarakat Perajin dan Pekerja Rotan Indonesia (MPPRI) Badrudin Hambali
mengatakan, saat ini hanya 30 persen industri rotan di Kabupaten Cirebon yang
merupakan eksportir besar. Sisanya hanya sebagai sub-eksportir yang menerima
pekerjaan dari eksportir besar.
“Di
perusahaan besar saja tidak semua buruhnya diikutkan program jaminan kesehatan
dan ketenagakerjaan. Di sub-eksportir, semuanya tidak melindungi buruh dengan
jaminan serupa,” katanya seusai dengar pendapat dengan beberapa anggota Komisi
IX DPR RI yang mengunjungi
salah satu
industri rotan di Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Senin (28/10/13).
Menurut
Badrudin, pihaknya tidak bisa menekan ke perusahaan sub-eksportir untuk
melindungi para buruh mereka. Soalnya, kondisi perusahaan-perusahaan tersebut
juga masih lemah. Mereka saat ini tengah berupaya bangkit setelah terpuruk
akibat kebijakan ekspor bahan baku rotan yang baru ditutup pada 2011 lalu.
Badrudin
menegaskan, pemerintah merupakan satu-satunya pihak yang bisa menjadi tempat
mengadu para buruh rotan Kabupaten Cirebon. Pemerintah pusat dengan program
Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) nya, diharapkan bisa menjawab kebutuhan para buruh rotan
tersebut.
Di sisi
lain, Badrudin berharap pemerintah juga tidak hanya sekadar menjamin kesehatan
para buruh. Namun juga melindungi mereka dari kecelakaan kerja, jaminan hari
tua dan jaminan kematian. “Masalahnya, resiko kerja buruh rotan sangat tinggi
dengan peralatan yang ada di
pabrik.
Alat penembak paku saja bisa menyebabkan luka parah jika kena tangan atau
bagian tubuh lain,” ujarnya.
Mengomentari
masalah ini, salah seorang anggota Komisi IX DPR RI Sunaryo mengatakan, program
JKN dan BPJS Kesehatan yang dicanangkan pemerintah pusat mulai 1 Januari 2014
nanti bisa menjawab masalah pembiayaan kesehatan seluruh masyarakat, termasuk
buruh. Dengan
prinsip
gorong-royong, program tersebut tidak akan memberatkan masyarat sebagai peserta
jaminan, tetapi dapat melindungi mereka dari resiko sakit yang parah sekalipun.
Menurut
Sunaryo, pada prinsipnya seluruh masyarakat baik kaya ataupun miskin, sehat
ataupun sakit, akan menjadi anggota BPJS kesehatan. Mereka hanya akan memiliki
kewajiban membayar iuran sekitar RP 27.000 per bulan. “Untuk yang misin,
pemerintah menanggung iuran tersebut,”
katanya.
Meskipun
demikian, Sunaryo mengakui, jaminan ketenagakerjaan belum bisa melindungi
seluruh pekerja pada 2014. Namun ia berharap penerapan BPJS ketenagakerjaan
secara universal, termasuk untuk pekerja sektof informal dan pekerja mandiri,
bisa diterapkan mulai 2015 mendatang. (www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment