Peraturan Presiden (Perpres) No. 32 Tahun 2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) pada FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) milik Pemerintah Daerah berpotensi timbulkan lahan korupsi baru bagi Pemda.
Melihat hal tersebut, BPJS Watch mendesak agar Presiden SBY merevisi kembali Perpres ini dengan lebih memposisikan peggunaan Dana Kapitasi JKN lebih independen dan lebih jelas pengawasannya.
“Kami juga mendesak DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) serta KPK bisa lebih mengawasi penggunaan dana kapitasi JKN ini di daerah-daerah. Tentunya penyimpangan penggunaan dana Kapitasi JKN ini akan berpengaruh besar pada pelayanan peserta BPJS kesehatan di daerah-daerah,” kata Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, Senin (5/5).
Rawannya korupsi pada Perpres 32 tersebut, lanjutnya, bisa dilihat pada Pasal 6 ayat (3). Pasal tersebut mengatakan bahwa Rekening Dana Kapitasi JKN pada setiap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) ditetapkan oleh Kepala Daerah dan ayat (4) nya menegaskan bahwa Rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP merupakan bagian dari rekening Bendahara Umum Daerah (BUD).
“Masih besarnya kewenangan Kepala Daerah pada pelaksanaan JKN dalam hal penggunaan dana kapitasi dari BPJS Kesehatan berpotensi mengganggu pelaksanaan pembiayaan JKN itu sendiri. Seharusnya rekening Dana Kapitasi JKN pada FKTP tidak menjadi bagian dari rekening BUD, tetapi terpisah sehingga jelas penggunaan nantinya yaitu murni untuk pelayanan JKN,” kata Timboel.
Selain itu, lanjutnya, kewenangan besar Kepala Daerah terhadap Dana Kapitasi JKN terlihat juga pada proses pelaporan yang diatur pada Pasal 8 yaitu Bendahara Dana Kapitasi JKN pada FKTP mencatat dan menyampaikan realisasi pendapatan dan belanja kepada Kepala FKTP.
Lalu Kepala FKTP menyampaikan hal tersebut kepada Kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) Dinas Kesehatan dengan melampirkan surat pernyataan tanggungjawab. Hal ini juga terkait dengan sisa dana kapitasi yang belum digunakan pada tahun berjalan.
“Potensi terjadinya “peng-kambing hitam-an” kepada Kepala FKTP atas korupsi dana ini juga besar terjadi karena Kepala FKTP yang membuat pernyataan TtnggungJawab atas penggunaan dana Kapitas JKN tersebut,” tambahnya.
Menurutnya, kondisi ini diperburuk oleh mekanisme PENGAWASAN yang yang diatur pada pasal 11 yaitu bahwa yang melakukan pengawasan adalah Kepala SKPD Dinas Kesehatan dan Kepala FKTP itu sendiri yang notabene juga merupakan bagian dari pejabat yang membuat laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kapitasi JKN.
Selain masalah potensi korupsi, kata Timboel, Perpres ini seharusnya juga bisa mengatur pelayanan kesehatan lebih bagi peserta di tingkat FKTP.
Disebutkan dalam Pasal 12, bahwa Dana Kapitasi JKN pada FKTP dimanfaatkan seluruhnya untuk jasa pelayanan kesehatan dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Dalam ayat (3) nya juga disebutkan bahwa dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan hanya meliputi biaya obat, alat kesehatan, bahan medis habis pakai, dan dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan lainnya.
“Seharusnya pelayanan FKTP juga melingkupi pelayanan laboratorium seperti untuk cek darah dan juga pelayanan spesialistik sehingga FKTP lebih berfungsi optimal, tidak hanya sebagai formalitas untuk merujuk ke Fasilitas Kesehatan lanjutan, Pemerintah Pusat dan Daerah juga harus mengoptimalkan peran FKTP dengan menempatkan dokter spesialis dan fasilitas kesehatan yang lebih baik lagi,” tegasnya. (www.poskotanews.com)
No comments:
Post a Comment