Sunday, November 17, 2013

107 Kabupaten-Kota Sepakat Integrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan



Program Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) sudah dipastikan akan menyatu ke dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan per 1 Januari 2014.

Sebanyak 107 kabupaten/kota menandatangani nota kesepakatan untuk mengintegrasikan Jamkesda ke BPJS Kesehatan.

Penandatanganan kesepakatan ini dilakukan di sela-sela acara Rakernas Forum Sekretaris Daerah Seluruh Indonesia (Forsesda), di Bandung, Rabu (13/11) tadi malam, yang disaksikan Sekjen Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraeni, Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, Wakil Meneri PAN dan Direktur Utama PT Askes Fahmi Idris.

Fahmi mengungkapkan, dari 165 kabupaten/kota yang menyelenggarakan Jamkesda selama ini, 107 di antaranya memutuskan untuk bergabung dengan BPJS Kesehatan.

Mereka sepakat skema iurannya sama dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI) yaitu Rp19.225 per orang per bulan, sehingga asas portabilitas dalam BPJS Kesehatan terpenuhi.

Sisanya atau 85 kabupaten/kota lainnya diharapkan segera menyusul. Pemerintah pusat memberikan tenggak waktu tiga tahun kepada Jamkesda untuk menyatu dengan BPJS Kesehatan, sejak badan ini mulai menjalankan fungsinya pada 1 Januari 2014.

“Jamkesda akan unifikasi, disatukan dengan BPJS Kesehatan paling lama tiga tahun, yaitu dari 2014 sampai 2016, dan 2017 Jamkesda sudah harus terintegrasi,” kata Fahmi.

Fahmi menambahkan, dari 45,59 juta penduduk yang dikaver Jamkesda selama ini, 10,3 juta di antaranya adalah penduduk sangat miskin yang tidak masuk dalam PBI yang bejumlah 86,4 juta jiwa.

Mereka yang tidak masuk dalam PBI ini, iurannya akan ditanggung oleh pemda melalui APBD yang lansung disetorkan kepada BPJS Kesehatan.

Dari 45,59 juta jiwa itu, kata Fahmi, sekitar 15 juta diantaranya sebetulnya dikelola oleh Askes dengan dana dari APBD.

Oleh karena itu, diharapkan mereka tidak menjadi asing lagi ketika integrasi itu dilakukan, dan sebaliknya bisa menjadi motor penggerak untuk peserta Jamkesda lain bisa segera bergabung.

Menurut Fahmi, ada beberapa daerah yang mewacanakan untuk memiliki jaminan kesehatan sendiri, misalnya Nanggroe Aceh Darusalam yang sudah memberlakukan pelayanan gratis untuk seluruh penduduk.

Kepada daerah ini, Fahmi menjelaskan, berbeda dengan Jamkesda, keuntungan yang diperoleh dari BPJS Kesehatan jauh lebih besar kendati iurannya kecil.

Menurutnya, BPJS bersifat gotong royong, di mana semakin banyak kepesertaan semakin besar pula subsidi silang.

Biaya pengobatan akan ditanggung secara gotong royong, sehingga orang sakit tidak harus jatuh miskin lantaran biaya mahal. Ia mencontohkan, biaya operasi jantung terbuka bisa mencapai Rp160 juta, maka sebetulnya biaya ini akan ditanggung oleh sekitar 4.000 PNS yang menjadi peserta Askes.

Selain itu, BPJS Kesehatan ini sifatnya nirlaba, artinya dana yang terkumpul dan tidak terpakai tetap disimpan menjadi dana sosial badan. Dengan begitu, dana sosial yang terkumpul semakin besar, dan manfaat yang diperoleh pun terus meningkat.

Anggota BPJS Wacth Timboel Siregar mengatakan, keikutsertaan Jamkesda dalam BPJS Kesehatan seharusnya wajib. Namun, dalam Peraturan Presiden (Perpres) 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan yang sedang direvisi hanya bersifat mendorong.

Perpres tersebut intinya menyebutkan bahwa pemda dapat mengikutsertakan rakyat miskin menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan tanggungjawab APBD.

“Kata dapat ini artinya ya suka-suka pemdanya. Kami minta Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) untuk menyurati Menteri Dalam Negeri agar integrasi itu diwajibkan dalam peraturan. Sebab, kekhawatiran kita kalau tidak wajib, banyak rakyat miskin bakal tercecer dari JKN,” kata Timboel.

BPJS Wacth sendiri berharap, 45,59 juta peserta Jamkesda seluruhnya dimasukan ke dalam BPJS Kesehatan, tidak hanya yang 10,3 juta.

Sebab, kata dia, sebagian besar peserta Jamkesda adalah warga miskin dan hampir miskin atau rentan miskin. Mereka ini bisa terancam jatuh miskin ketika sakit.

Kalau pun ada daerah yang mengkaver seluruh rakyat, hanya sebagian kecil orang kaya yang masuk di dalamnya.

Dari seluruh daerah yang memberlakukan Jamkesda, hanya Aceh yang mengkaver seluruh warganya baik miskin maupun kaya.

Tetapi, orang kaya di Aceh sendiri diperkirakan hanya sekitar 10%. Sedangkan di Jakarta saja, Kartu Jakarta Sehat (KJS) hanya mengkaver 4,5 juta warga miskin dari sekitar 9 juta penduduk keseluruhan. (www.beritasatu.com)

No comments:

Post a Comment