"UU MD3 harus segera
direvisi."
Anggota
Komisi III DPR Ahmad Yani mengatakan bahwa UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) harus
diperbaiki. Hal ini terkait dengan dana pensiun bagi anggota DPR yang terlibat
kasus korupsi.
"Undang-Undang
MD3 itu harus diperbaiki, perlu revisi ulang apalagi terkait dana pensiun bagi
anggota DPR yang terbukti turut lakukan tindak pidana korupsi," ujar Ahmad
Yani, Selasa (12/11).
Ahmad Yani
menjelaskan bahwa berdasarkan UU MD3, anggota dewan yang berhenti dari
jabatannya secara terhormat masih memiliki hak untuk mendapatkan uang pensiun.
Permasalahan
yang muncul menurut Ahmad Yani, hampir semua anggota dewan yang terlibat kasus
korupsi melakukan pengunduran diri sebelum pengadilan menjatuhkan putusan final
atau inkra.
"Dalam
Undang-Undang MD3 menyatakan kalau anggota diberhentikan dengan tidak hormat
maka dia tidak akan mendapatkan hak-haknya. Ini kan mereka mengundurkan diri
berarti berhenti dengan terhormat," ujar Ahmad Yani.
Ahmad Yani
mengemukakan bahwa dia setuju bila hak berupa dana pensiun bagi anggota DPR
yang terbukti terlibat kasus korupsi dicabut.
Namun,
politisi dari Partai Persatuan Pembangunan itu kemudian kembali menegaskan
bahwa Undang-Undang MD3 masih memiliki celah yang dapat memberikan anggota DPR
yang terlibat kasus korupsi, untuk mendapatkan dana pensiun.
"Harusnya
pengadilan dan hakim juga bisa menjatuhkan hukuman tambahan yang memberatkan
bagi pejabat yang terbukti korupsi, seperti pencabutan hak untuk mendapatkan
dana pensiun dan remisi," ujar Yani.
Direktur
Advokasi & Investigasi FITRA, Uchok Sky Khadafi, sangat menyayangkan
beberapa oknum anggota dewan yang terbukti terlibat kasus hukum, khususnya
korupsi ternyata masih memiliki hak untuk mendapatkan dana pensiun. Menurutnya,
mereka tak layak membebebani anggaran negara dengan mendapat dana pensiun.
Uchok
mengatakan, seharusnya pada pasal-pasal UU MD3 orang yang melakukan kejahatan
dalam bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak
mendapat apapun yang pernah menjadi haknya termasuk dana pensiun.
“Seharusnya
dicantumkan di pasal-pasal dalam UU MD3 orang yang melakukan kejahatan dalam
bentuk korupsi dipecat dengan tidak terhormat dengan begitu tidak dapat
apa-apa. Kalau perlu tidak usah diberikan dana pensiun,” ujar Uchok.
Dia menilai
anggota dewan yang hanya menjabat 5 tahun, bahkan kurang, mendapatkan dana
pensiunan layaknya pegawai negeri sipil (PNS). Hal ini dinilai tidak pantas
karena membebani uang negara, namun kerja tak maksimal.
“Dana
pensiun ini kan memberatkan negara. Mereka baru kerja 5 tahun saja sudah dapat
untuk seumur hidup. Sedangkan PNS harus bekerja puluhan tahun baru dapat dana
pensiun,” terang Uchok.
Karena
diamanahkan sebagai wakil rakyat di DPR, sudah seharusnya anggota dewan bekerja
sepenuh hati dan hanya menerima gaji selama masa jabatannya saja. Bukannya
menerima dana pensiun seumur hidup padahal hanya menjabat selama 5 tahun.
“Sebetulnya
tidak usah ada dana pensiun, mereka kan politisi. Mereka tidak perlu gaji
karena sudah tugas mereka sebagai wakil rakyat yang melayani masyarakat,”
lanjutnya.
Setidaknya
ada 7 anggota dewan yang terlibat kasus korupsi, namun masih mendapatkan hak
dana pensiun salah satunya yakni Nazaruddin, yang tersangkut pada kasus Wisma
Atlet. “Kalau masih dapat dana pensiun berarti secara kelembagaan DPR masih
menghormati para koruptor,” pungkas Uchok. (www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment