Abdullah bin Mas’ud berkata, "Kalian menganggap
tanda-tanda kebesaran Allah SWT sebagai adzab (siksa) sedangkan kami pada masa Rasulullah
menganggapnya sebagai berkah. Sesungguhnya dahulu tatkala kami makan
bersama Nabi Saw, kami mendengar makanan-makanan tersebut
bertasbih. Setelah itu, Nabi Saw diberi bejana yang terdapat sedikit air,
lalu beliau meletakkan tangannya di dalamnya dan dari jari-jemari beliau keluar
air. Lantas Nabi berucap, ‘Mari kita berwudhu dengan air yang diberkahi, yaitu
keberkahan yang datang dari langit.’ Kami semua pun dapat berwudhu."[1]
Batu juga Bertasbih
Abi Dzar r.a.
bercerita, “Aku adalah seorang laki-laki yang gemar mencari tapak tilas (atsar)
Rasulullah sekadar untuk mendengarkan atau mengambil nasehat-nasehat beliau. Pada
suatu hari, aku melihat Rasulullah hendak keluar dari rumah beliau. Aku kemudian
memberanikan diri bertanya kepada pelayannya tentang beliau. Dia memberitahukan
bahwa beliau sedang berada di dalam rumah. Lalu aku mendatangi beliau yang saat
itu sedang duduk dan tak seorang pun menemaninya. Aku melihat beliau seakan-akan
mendapatkan wahyu. Aku mengucap salam dan beliau pun menjawab salamku dan
berkata, ‘Apa yang membuatmu datang ke mari?’ Aku menjawab, ‘Aku datang ke
sini, demi Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian beliau memerintahkanku agar duduk di
sampingnya. Aku tidak bertanya kepada beliau suatu hal, dan beliau pun juga tidak
bertanya kepadaku.
Ketika aku
diam sejenak, muncullah Abu Bakar yang berjalan sangat cepat dan mengucapkan
salam kepada beliau dan Rasulullah menjawabnya. Lalu Rasulullah berkata, ‘Apa
yang membuat engkau datang ke mari?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku datang ke sini,
demi Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian beliau memberi isyarat dengan tangannya agar
Abu Bakar duduk di atas gundukan tanah supaya sejajar berhadapan dengan Rasulullah
–yang ketika itu jarak pemisah antara beliau dan Abu Bakar hanya jalan kecil. Lantas
Nabi memberi isyarat lagi dengan tangannya, agar Abu Bakar duduk di samping
kananku. Dia pun kemudian duduk di samping kananku.
Tak lama
berselang, Umar bin Khattab datang dan melakukan seperti apa yang kami lakukan.
Dan Rasulullah berkata seperti apa yang dikatakannya kepada kami. Umar kemudian
diperintahkan Rasulullah agar duduk di samping kanan Abu Bakar. Utsman bin Affan tiba-tiba juga datang dan
mengucapkan salam dan beliau menjawabnya. Nabi
berkata kepada Utsman, ‘Apa yang
membuat kamu datang kemari?’ Utsman menjawab, ‘Aku datang ke sini, demi
Allah dan Rasul-Nya.’ Kemudian Rasulullah memberi isyarat dengan tangannya dan
Utsman pun duduk di atas gundukan tanah itu, lalu Nabi memberi isyarat lagi supaya
dia duduk di samping Umar.
Setelah
itu, Rasulullah mengucapkan sesuatu yang tidak aku pahami. Beliau berkata, ‘Tinggal
sedikit yang tersisa.’ Lalu beliau menggenggam beberapa batu kecil sekitar
tujuh atau sembilan butir dan aku mendengar ada suara tasbih yang melantun dari
tangan beliau hingga kita semua mendengar lantunan tasbih itu. Kemudian
batu-batu itu sembari digenggam Rasulullah diserahkan kepada Abu Bakar
melewatiku. Batu-batu itu masih saja bertasbih ketika dipegang Abu Bakar,
sekalipun setelah itu oleh Abu Bakar ditaruh di atas tanah. Namun tiba-tiba batu-batu
itu terdiam dan kemudian hanya menjadi batu biasa.
Selanjutnya
Umar mengambil batu-batu itu dan menggenggamnya. Anehnya batu-batu itu kembali bertasbih.
Lalu Umar mencoba meletakkan kembali batu-batu itu di atas tanah, serentak batu-batu
itu terdiam tak ubahnya batu biasa. Setelah itu, Utsman mencoba mengambil batu-batu
itu dari atas tanah dan menggenggamnya, batu-batu itu lalu bertasbih seperti saat
berada di genggaman Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Juga, batu-batu itu terdiam
ketika diletakkan di atas tanah.”[2]
Batu pun Mengucapkan Salam kepada
Rasulullah
Di antara sekian banyak mukjizat Nabi Muhamad Saw, salah satunya adalah sebuah batu yang mengucapkan
salam kepada beliau. Nabi
bersabda, “Sesungguhnya akulah yang paling
mengenal batu-batu di Makkah. Batu-batu itu memberi salam
kepadaku sebelum aku diutus menjadi Rasul. Kini aku ingat peristiwa itu.”[3]
Juga di antara mukjizat Nabi, adalah salamnya bebatuan, pepohonan
dan gunung-gunung kepada beliau. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Suatu ketika,
aku keluar bersama Nabi mengelilingi kota Makkah. Ketika kita melewati
bebatuan, pepohonan, dan pegunungan, mereka semua selalu mengatakan: ‘Assalâmu’alaikum,
wahai Rasulullah’.”[4]
[1]Hadits Shahih, HR Bukhari.
[2]Hadits Hasan, HR Baihaqi (6/64-65), Al-Suyuthi
dalam kitabnya Khashais Al-Kubra (2/74), dan dipertegas oleh Al-Bazar,
Abi Nuaim, dan At-Thabrani dalam kitabnya Al-Ausath.
[3]Hadits Shahih, HR Muslim HR Tirmidzi (6326)
(5/593), HR Al-Darami dan HR Ahmad (5/89).
[4]Hadits Shahih, HR Timidzi no. (3626).
No comments:
Post a Comment