Tuesday, December 10, 2013

Minim, Akses Jaminan Sosial Pekerja Informal di ASEAN



Sebagian besar pekerja informal di negara-negara anggota Asia Tenggara (ASEAN) termasuk Indonesia, belum mendapatkan akses perlindungan jaminan sosial. Akibatnya, mereka bekerja tanpa perlindungan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja.

"Agar mereka terlindungi dalam jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, maka dibutuhkan dorongan agar penerapan jaminan sosial dapat lebih baik lagi," kata Sekjen Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muchtar Luthfi di Jakarta, Senin (9/12/2013).

Hal itu juga disampaikan pada Workshop ASEAN-Jepang tentang "Skema Pengaturan Jaminan Sosial" melalui Dialog Sosial Tripartit, 5-7 Desember 2013 di Yogyakarta. Workshop itu dihadiri utusan dari Jepang, Indonesia, Vietnam, Filipina, Malaysia, Kamboja, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand. Hanya delegasi Brunei Darusalam yang berhalangan.

Sebaliknya, ujar Muchtar, akses perlindungan jaminan sosial bagi pekerja formal di negara-negara Asia Tenggara sudah berjalan dengan cukup baik, meskipun di beberapa negara cakupan perlindungan tersebut terbatas hanya pada perlindungan sosial seperti jaminan kesehatan dan hari tua.

Muchtar mengungkapkan, berdasarkan laporan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (Interrnational Labour Organization/ILO) mengenai perlindungan sosial, hampir seluruh negara berkembang mempunyai kesamaan bentuk perlindungan sosial. Di beberapa negara cakupannya terbatas pada jaminan kesehatan dan hari tua.

“Untuk pekerja informal, berdasarkan laporan ILO, kondisi dan kesehatan kerja mereka kadang masih kurang, bahkan kadang tanpa perlindungan sosial mau pun kesehatan. Padahal, perlindungan dari kecelakaan kerja dan kesehatan sangat dibutuhkan bagi pekerja sektor informal,“ kata Muchtar.

Di Indonesia, jaminan bagi para pekerja diharapkan lebih baik di masa mendatang. Terlebih mulai tahun depan akan dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Adanya lembaga ini diyakini akan memberi jaminan perlindungan sosial lebih luas bagi masyarakat, tidak hanya pekerja formal maupun informal.

Dia menambahkan skema perlindungan sosial di negara anggota ASEAN, sebagian besar kontribusinya berasal dari pemerintah, pekerja dan pengusaha. “Untuk itu sangatlah penting keterlibatan organisasi serikat pekerja dan pengusaha bersama-sama ikut terlibat dengan pemerintah dalam menyusun kebijakan maupun program terkait jaring pengaman sosial," kata Muchtar.

Dikatakan, workshop tersebut bertujuan untuk mengaktifkan keterlibatan mitra sosial, antara lain serikat pekerja dan asosiasi pengusaha menggali kemungkinan-kemungkinan perluasan jaring pengaman sosial. Dengan demikian diharapkan pekerja di sektor informal juga masuk cakupan perlindungan sosial.

Pertemuan itu menyepakati perlunya hubungan kondusif antara kalangan pemerintah, pengusaha dan pekerja. Jika relasi terjalin baik, maka akan memperbaiki iklim usaha dan penerapan jaminan sosial bagi pekerja formal dan nonformal di negara masing-masing.

"Dari kegiatan ini Indonesia bisa belajar tentang banyak hal. Contohnya adopsi ilmu dari Jepang yang dikenal memberikan proteksi lebih baik terhadap para pekerja di negaranya. Jepang mampu memberikan perlindungan lebih baik karena iuran yang dibayarkan juga lebih tinggi. Dari sini kita dapat belajar," katanya. (www.pikiran-rakyat.com)

No comments:

Post a Comment