Sebagian
besar pekerja informal di negara-negara anggota Asia Tenggara (ASEAN) termasuk
Indonesia, belum mendapatkan akses perlindungan jaminan sosial. Akibatnya,
mereka bekerja tanpa perlindungan jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja.
"Agar
mereka terlindungi dalam jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja, maka
dibutuhkan dorongan agar penerapan jaminan sosial dapat lebih baik lagi,"
kata Sekjen Kemeterian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muchtar Luthfi di Jakarta,
Senin (9/12/2013).
Hal itu
juga disampaikan pada Workshop ASEAN-Jepang tentang "Skema Pengaturan
Jaminan Sosial" melalui Dialog Sosial Tripartit, 5-7 Desember 2013 di
Yogyakarta. Workshop itu dihadiri utusan dari Jepang, Indonesia, Vietnam,
Filipina, Malaysia, Kamboja, Laos, Myanmar, Singapura, dan Thailand. Hanya
delegasi Brunei Darusalam yang berhalangan.
Sebaliknya,
ujar Muchtar, akses perlindungan jaminan sosial bagi pekerja formal di
negara-negara Asia Tenggara sudah berjalan dengan cukup baik, meskipun di
beberapa negara cakupan perlindungan tersebut terbatas hanya pada perlindungan
sosial seperti jaminan kesehatan dan hari tua.
Muchtar
mengungkapkan, berdasarkan laporan Organisasi Ketenagakerjaan Internasional
(Interrnational Labour Organization/ILO) mengenai perlindungan sosial, hampir
seluruh negara berkembang mempunyai kesamaan bentuk perlindungan sosial. Di
beberapa negara cakupannya terbatas pada jaminan kesehatan dan hari tua.
“Untuk
pekerja informal, berdasarkan laporan ILO, kondisi dan kesehatan kerja mereka
kadang masih kurang, bahkan kadang tanpa perlindungan sosial mau pun kesehatan.
Padahal, perlindungan dari kecelakaan kerja dan kesehatan sangat dibutuhkan
bagi pekerja sektor informal,“ kata Muchtar.
Di
Indonesia, jaminan bagi para pekerja diharapkan lebih baik di masa mendatang.
Terlebih mulai tahun depan akan dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS). Adanya lembaga ini diyakini akan memberi jaminan perlindungan sosial
lebih luas bagi masyarakat, tidak hanya pekerja formal maupun informal.
Dia menambahkan
skema perlindungan sosial di negara anggota ASEAN, sebagian besar kontribusinya
berasal dari pemerintah, pekerja dan pengusaha. “Untuk itu sangatlah penting
keterlibatan organisasi serikat pekerja dan pengusaha bersama-sama ikut
terlibat dengan pemerintah dalam menyusun kebijakan maupun program terkait
jaring pengaman sosial," kata Muchtar.
Dikatakan,
workshop tersebut bertujuan untuk mengaktifkan keterlibatan mitra sosial,
antara lain serikat pekerja dan asosiasi pengusaha menggali kemungkinan-kemungkinan
perluasan jaring pengaman sosial. Dengan demikian diharapkan pekerja di sektor
informal juga masuk cakupan perlindungan sosial.
Pertemuan
itu menyepakati perlunya hubungan kondusif antara kalangan pemerintah,
pengusaha dan pekerja. Jika relasi terjalin baik, maka akan memperbaiki iklim
usaha dan penerapan jaminan sosial bagi pekerja formal dan nonformal di negara
masing-masing.
"Dari
kegiatan ini Indonesia bisa belajar tentang banyak hal. Contohnya adopsi ilmu
dari Jepang yang dikenal memberikan proteksi lebih baik terhadap para pekerja
di negaranya. Jepang mampu memberikan perlindungan lebih baik karena iuran yang
dibayarkan juga lebih tinggi. Dari sini kita dapat belajar," katanya. (www.pikiran-rakyat.com)
No comments:
Post a Comment