Aisyah
r.a bercerita, “Suatu ketika, Rasulullah Saw berjalan bersama sekelompok kaum Muhajirin
dan Anshar, tiba tiba datang seekor unta yang langsung bersujud kepadanya. Sebab
itu para sahabat bertanya, ‘Wahai Rasulullah, hewan-hewan dan pepohonan
bersujud kepadamu, maka sesungguhnya kami lebih berhak untuk bersujud kepadamu.’
Nabi kemudian bersabda, ‘Sembahlah Tuhanmu dan muliakan saudara-saudaramu. Kalau
aku diperbolehkan menyuruh seseorang untuk bersujud kepada seseorang yang lain,
niscaya aku akan menyuruh seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya. Apabila
dia menyuruh istrinya untuk memindahkan gunung kuning ke gunung hitam dan kemudian
ke gunung putih, maka hal ini adalah sebuah kewajiban bagi si istri untuk
melaksanakannya’.”[1]
Biarkanlah
Unta itu Menentukan Jalannya Sendiri!
Saat Nabi
tiba di Madinah, hari itu bertepatan hari Jum’at. Lalu Nabi melaksanakan shalat
Jum’at di Desa Bani Salim bin Auf. Ini adalah pengalaman kali pertama (bagi
sebagian kaum Muslim) dalam melaksanakan shalat Jum’at di masjid yang terletak
di tengah-tengah lembah.
Ketika
baru sampai di desa ini, penduduk setempat berbondong-bondong memegang tali
unta Nabi, seraya berkata, “Mampirlah ke mari (rumahku), wahai Rasulullah. Aku akan
mengasih hidangan, peralatan keamanan, dan perlindungan.”
Lalu Nabi berkata, ”Biarkanlah
unta ini menentukan jalannya karena dia sudah tahu apa yang akan dilakukannya.”
Unta Nabi tidak berhenti dan terus berjalan melewati satu rumah ke rumah yang
lain, hingga sampailah di sebuah masjid. Sesampainya di masjid, Nabi tidak
turun dari untanya sebelum unta itu berhenti sendiri dari jalannya yang semakin
perlahan. Tiba-tiba unta itu menoleh dan kembali ke tempat semula yang
dilaluinya, dan akhirnya unta itu berhenti di rumah saudara laki-laki Nabi dari
Bani Najar.
Peristiwa
ini menimbulkan perbincangan ramai di kalangan penduduk Madinah. Dengan segera,
Abu Ayyub mempersilakan beliau agar segera masuk ke rumahnya, dan menyediakan
tempat beristirahat buat beliau. Mengenai hal ini, Rasulullah berkata, “Seseorang
akan selalu bersama tunggangannya.”[2]
Anjuran Nabi Menjadikan Tajam Ingatan Abu Hurairah r.a.
Al-A’raj mendengar Abu
Hurairah pernah berucap, “Sesungguhnya kalian mengira bahwa aku (Abu Hurairah)
sangat banyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah. Demi Allah, Allah Maha Memenuhi
Janji. Kalian juga mengatakan bahwa, ‘Tidak ada seorang pun dari golongan
Muhajirin ataupun Anshar yang meriwayatkan hadits dari Nabi Saw?’
Ketahuilah, bahwa para
sahabatku dari Muhajirin disibukkan dengan urusan perniagaan di pasar-pasar. Dan,
para sahabatku dari Anshar disibukkan oleh pertanian di perkebunan mereka.
Sementara aku dahulu adalah hanya orang miskin. Dengan begitu aku lebih banyak mengikuti
majlis Rasulullah Saw. Aku selalu hadir ketika yang lain tidak hadir. Aku selalu
menghafal apa yang disampaikan Rasulullah, ketika kebanyakan mereka lupa.
Suatu hari, Rasulullah
bersabda, ‘Barang siapa yang membentangkan selendangnya ketika aku membacakan
hadits-haditsku hingga selesai, lalu ditangkupkan selendang itu, maka dia tidak
akan lupa sedikitpun atas apa yang dia dengar dariku selamanya.’ Maka aku pun
membentangkan selendangku sampai beliau selesai membacakan hadits-hadits kemudian
aku tangkupkan pada diriku. Demi Allah, sejak saat itu aku tidak pernah lupa
sedikitpun atas apa yang aku dengar dari Rasulullah.
Demi Allah, kalau bukan karena Janji Allah di dalam al-Qur’an, niscaya aku
tidak akan meriwayatkan sesuatu pun kepada kalian selamanya.” Kemudian Abu
Hurairah membacakan sebuah ayat:[3]
“Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk.” (QS Al-Baqarah
[2]: 159).
No comments:
Post a Comment