Tidak selamanya asuransi sosial seperti BPJS 'berlawanan' dengan asuransi komersial yang selama ini dikelola swasta. Menurut staf ahli Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Mahlil Ruby, ada perbedaan antara asuransi sosial dan komersial. Misalnya, asuransi sosial seperti BPJS sifat kepesertaannya wajib untuk seluruh penduduk. Paket jaminan dan iuran ditetapkan dalam Undang-Undang. Dalam asuransi sosial berlaku subsidi silang yang luas: masyarakat golongan mampu membantu yang miskin dan peserta sehat membantu yang sakit.
Sebaliknya dalam
asuransi komersial, kepesertaannya bersifat sukarela. Lalu, paket jaminan
dirancang oleh asuransi yang bersangkutan dan besaran iuran sesuai paket yang
diambil peserta. Walau ada subsidi silang antar peserta, tapi terbatas yaitu
peserta sehat membantu yang sakit. Walau begitu antar dua jenis asuransi itu
dapat saling bersinergi dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan lewat mekanisme
koordinasi manfaat atau coordination of benefit (COB).
Mahlil menjelaskan
lewat COB, peserta menggunakan dua jenis asuransi yaitu sosial dan komersial.
Untuk mencegah duplikasi pembayaran atas klaim peserta maka kedua lembaga
asuransi itu melakukan COB. Misalnya, BPJS Kesehatan sebagai pembayar klaim
utama, sedangkan asuransi komersial sebagai sekunder atau penunjang. Sehingga
ketika ada sebuah klaim dari peserta, BPJS Kesehatan membayar klaim itu dengan
besaran tertentu dan sisanya ditanggung asuransi komersial.
Namun Mahlil
mengingatkan besaran yang ditanggung asuransi komersial harus disesuaikan dengan
kondisi Rumah Sakit (RS) yang bersangkutan. Jika RS yang melayani peserta
adalah swasta maka besaran biaya yang dibayar paling tidak tiga kali dari tarif
INA-CBGs. Sebab, RS swasta biasanya tidak mendapat subsidi dari pemerintah
sehingga harus mencari biaya sendiri untuk memenuhi kebutuhan operasionalnya.
Untuk itu cukup wajar jika ada besaran yang digunakan sebagai patokan untuk
membayar klaim terhadap RS swasta yang melayani peserta BPJS Kesehatan dengan
mekanisme COB.
Dalam COB,
asuransi komersial mengajak RS atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya untuk
bernegosiasi atas besaran biaya klaim tersebut. Misalnya, asuransi komersial
bernegosiasi agar besaran klaim tidak tiga kali tarif INA-CBGs, tapi dua
kalinya. Dengan mekanisme COB itu asuransi komersial dapat menurunkan biaya
yang ditawarkan kepada peserta. Sebab, sebagian klaim ditanggung BPJS
Kesehatan. "Besaran iuran asuransi komersial harus dipotong karena
pelayanan primer ditanggung asuransi sosial," katanya dalam diskusi di
Jakarta, Selasa (28/1).
Peraturan
pelaksana BPJS Kesehatan terkait COB menurut Mahlil tercantum dalam Perpres
No.111 Tahun 2013. Dalam regulasi itu BPJS melakukan COB dengan jaminan sosial
kecelakaan kerja dan lalu lintas. Kemudian, kepada fasilitas kesehatan yang
tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan maka penjaminannya disepakati secara
bersama. Selain itu tata cara COB diatur dalam perjanjian kerjasama antara BPJS
dan lembaga asuransi sosial dan tambahan (komersial) lainnya.
Namun
penyelenggaraan COB dalam pelaksanaan BPJS Kesehatan menurut Mahlil mendapat
tantangan. Misalnya, jika banyak peserta yang menggunakan mekanisme COB apakah
RS pemerintah dan swasta mampu menyediakan ruang perawatan yang dibutuhkan.
Sebab, mekanisme COB yang akan digunakan hanya fokus pada naiknya kelas
perawatan peserta dari kelas I menjadi VIP. Ketika ruang perawatan VIP itu
penuh maka peserta COB tidak bisa memperoleh manfaat tambahan yang diharapkan
dan berpotensi pada pelayanan kesehatan yang diberikan.
Tantangan lainnya,
dikatakan Mahlil, apakah setiap RS mengerti mekanisme pembayaran INA-CBGs.
Selama ini RS swasta biasanya menggunakan mekanisme pembayaran untuk setiap
tindakan atau fee for service. Oleh karenanya butuh acuan yang tepat agar RS
dapat menghitung besaran biaya COB dalam penyelenggaraan BPJS Kesehatan.
InHealth
Koordinator
advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mengatakan sejak awal serikat pekerja
yang tergabung dalam KAJS mendesak agar PT InHealth (anak perusahaan PT Askes)
tidak dijual. Selama ini InHealth berkecimpung dalam bisnis asuransi komersil
sehingga bisa berfungsi untuk mengelola COB dalam penyelenggaraan BPJS
Kesehatan. Sayangnya, Kementerian BUMN menjual anak perusahaan Askes itu dan
BPJS Kesehatan hanya memiliki 20 persen sahamnya. "Harusnya PT InHealth
digunakan untuk mengurusi COB," ujarnya.
Direktur Pemasaran
dan Pelayanan InHealth, Wahyu Handoko, pembelian saham InHealth baru pada tahap
kesepakatan. Sampai saat ini InHealth masih menjadi anak perusahaan Askes yang
sekarang beralih menjadi BPJS Kesehatan. Proses penjualan InHealth itu
ditargetkan selesai pada April 2014. Setelah itu BPJS Kesehatan hanya memiliki
20 persen saham InHealth dan sisanya punya beberapa BUMN seperti Mandiri dan
Jasindo.
Soal COB, Wahyu
menjelaskan saat ini peraturan operasionalnya masih dibahas BPJS Kesehatan
dengan melibatkan para pemangku kepentingan, termasuk InHealth. InHealth dan
BPJS Kesehatan masih membahas perjanjian kerjasama terkait penyelenggaraan COB.
COB ditujukan agar masyarakat yang selama ini mendapat manfaat pelayanan
kesehatan tergolong lebih baik dari BPJS Kesehatan bisa tetap bertahan. Mereka
tidak perlu khawatir ketika menjadi peserta BPJS Kesehatan kualitas pelayanan
menurun. "Bagi perusahaan yang selama ini sudah memberikan manfaat yang
baik di atas BPJS Kesehatan, maka tidak perlu khawatir," urai Wahyu.
Di era BPJS
Kesehatan, jelas Wahyu, ada tiga pilihan bagi perusahaan atau pemberi kerja
dalam mengelola jaminan kesehatan untuk pekerjanya. Pertama, hanya menjadi
peserta BPJS Kesehatan. Kedua, menjadi peserta BPJS Kesehatan dan asuransi
sosial. Ketiga, sebagai peserta BPJS Kesehatan dan membeli program COB asuransi
komersial. Wahyu menyebut InHealth sudah memiliki skema untuk melaksanakan COB.
(www.hukumonline.com)
No comments:
Post a Comment