Bang kabir,
begitu dia biasa dipanggil. Suatu hari dia bercerita di kamarku disela – sela
obrolan ringan seputar kehidupan dan bagaimana agar kita saling mengingatkan
dalam hal shalat berjama’ah dan ibadah lainnya. Tiba – tiba beliau berkata :
“ kamu tau
wan, ada sebuah cerita yang dulu pernah disampaikan oleh guru saya ketika saya
mengikuti pengajiannya di salah satu mesjid di desa saya. “
“ gimana
bang “ tanyaku heran
“ kita itu
hidup di dunia ini bagaikan seorang pemuda yang sedang di kejar singa buas di
tengah – tengah hutan belantara. Kemanapun kita lari si singa ini terus
mengejar kita, tidak pernah mengenal lelah. Untuk mula – mula boleh lah si
pemuda masih kencang larinya, tapi setelah lima jam kemudian apa yang dia
rasakan? Tentu kelelahan kan.
Di tengah –
tengah kelelahan itu dia sampai ke pinggiran hutan dan si singa masih saja
mengejar dia seakan tidak pernah lelah. sekitar tiga puluh kilo meter lagi si
singa di belakan dia, tiba – tiba si pemuda menemukan sebuah sumur tua di bawah
pohon beringin rindang dengan akar yang menjalar ke mana – mana termasuk ke
dalam sumur tersebut.
Tanpa
berfikir panjang si pemuda yang sedang ketakutan ini turun ke dalam sumur
setelah melihat ada tangga tua yang menjulur ke dasar. Setengah tergopoh dia
mencoba turun ke bawah karena takut terkejar oleh sang singa. Tepat di
pertangahan tangga yang sudah sangat rapuh itu dia baru dapat menghela nafas
agak lega.
Di atas terlihat
wajah kepala seekor singa sedang menunggunya keluar. Tanpa disadari tangga yang
dia pijak sebenarnya sudah sangat rapuh. Sedikit sja badanya condong ke tengah
tangga akan segera roboh. Di bawah sumur tua itu, lagi – lagi tanpa ia sadari
terdapat banyak hewan berbisa seperti ular, kalajengking, bahkan mungkin buaya
juga ada.
Sehari, dia
masih bisa tetap bertahan tanpa makan dan tanpa banyak bergerak. Setelah
beberapa hari dia mulai kelaparan dan berusaha mencari apa saja yang bisa
dimakan. Tepat di tengah sumur yang nampak ada beberapa tetesan yang jatuh air
dari atas pohon yang penuh akar itu. Dia mencoba meraih tetesan demi tetesan
yang jatuh ke bawh itu. Pertama dia julurkan tangan kanannya ke tengah demi
meraih tetesan air itu, tapi sangat disayangkan dia hanya mendapatkan satu
tetesan saja. Untuk mendapatkan lebih banyak dia harus menjulurkan tangannya
sedikit lebih panjang ke tengah. Setelah dia minum tetesan itu, alangkah
terkejutnya ia karena ternyata itu adalah tetesan dari sarang lebah yang berada
tepat di atas lubang sumur tua itu. Ya, tetesan itu adalah air madu yang sangat
lezat. Dia mulai kegirangan dan berusaha sebisanya untuk mendapatkan tetesan
madu itu lebih banyak lagi.
Dia mencoba
menggunakan dedaunan di sampingnya, semakin banyak dia dapatkan semakin
brtambah pula ia ingin mendapatkan madu agar lebih banyak lagi. Akhirnya dia
mencoba untuk meraup tetesan itu tidak hanya dari satu, dua tetesan saja
melainkan beberapa tetesan lain yang sekiranya dapat memuaskan nafsunya.
Dengan sedikit
mencondngkan badannya ke tengah ia lupa kalau tangga tempat ia berpijak sudah
sangat rapuh. Semakin ia mencondongkan badannya sembari menjulurkan tangn kana
untuk mendapatkan hasil lebih banyak, tiba – tiba tangga yang ia pijak patah
hingga tak terelakkan. Diapun terjatuh ke dasar sumur yang penuh dengan
berbagai macam hewan berbisa itu. Dalam kepengapan sumur tua itu terdengarlah
sorak – sorai beberapa suara binatang yang entah apa itu, seakan mereka sedang
merayakan makanan idul fithri yang sangat dinanti – nantikan. Ya, ia kini
menjadi santapan hewan – hewan kelaparan di dasar sumur.”
Mari kita
sama – sama renungkan kisah diatas dengan segala kesadaran dan hati terbuka.
Siapa sebenarnya singa yang siap menerkam kita setiap saat, apa perumpamaaan
sebuah tangga dan air madu yang turun dari atas pohon itu, apa pula hewan –
hewan berbisa yang sedang menunggu sang pemuda malang di dasar sumur itu..?
sekarang mari kita cermati.
Singa buas
yang siap memangsa kita tidak lain adalah Izrail, sang malaikat pencabut nyawa.
Dia yang senantiasa mengikuti kita ke manapun kita berada, di manapun. Tidak
melihat jabatan, kekuasaan, harta, dan kesiapan kita. Begitu dapat perintah
dari sang kuasa dia hanya menjalankan tugas untuk menarik nyawa kita ke alam ke
dua yang lebih langgeng dari alam pertama yang fana ini.
Si pemuda
yang sedang dikejar singa tidak lain dan sudah kita maklum bersama adalah diri
kita masing – masing. Kita harus sadar dengna intaian dia. Jangan sampai lalai
dan lupa, karena kalau tidak dia akan segera menerkam kita tanpa ampun. Di
manapun kita berada jangan sampai kita melupakan intaian berebahaya ini.
Ingatlah ia selalu agar kita lebih bersemangat dalam mengumpulkan bekal untuk
pulang nanti.
Sumur dan
tangga yang menjadi tempat pijakkan kita adalah umur kita yang tidak kita
ketahui kapan akan kembali ke pangkuannya. Umur yang yang sangat rapuh ini akan
berkurang dari hari ke harinya, maka dari itu jangan sampai kita lalai dalam
mengumpulkan bekal dan beramal saleh. Di atas umur yang sangat rentan ini kita
dituntut agar bisa memanfaatkannya sebaik – baiknya.
Tetesan air
madu yang melenakan itu, tidak ayal lagi adalah sifat dari dunia yang memang
sangat indah dan melenakan kita. Nafsu hanya akan terbawa oleh keindahannya
jika tidak diatur oleh kontrol iman yang benar. Karena sifat dunia itu sendiri.
Semakin dalam kita teguk airnya semakin haus kita dibuatnya. Seakan dunia ini
tidak ada akhirnya sampai kita lupa akan intaian singa dan kerapuhan umur kita.
Janganlah
kita sampai terlena dengna keindahan dunia beserta pernak – perniknya. Ingatlah
sabda Nabi :” dunia ini sangat manis dan sangat indah sekali, dan Allah telah
menitipkannya kepada kalian. Maka dia akan melihat apa yang akan lengkau
kerjakan “
Dalam al –
Quran banyak firman Allah yang mengingatkan akan kenikmatan dunia dan bahwa ia
tidak lain hanya permainan saja. Diantaranya :
“ dan
apalah kehidupan dunia ini kecuali permainan yang melenakan “
“
sesungguhnya hidup ini tidak lain adalah perhiasan dunia saja “
Masih
banyak ayat – ayat lain yang mengingatkan kita akan kefanaan dan
kefatamorganaan kehidupan dunia ini.
Semoga
dengan kisah singkat ini kita bisa mengambil ‘ibrah dan pelajaran untuk
dijadikan sebagai acuan dalam mengerjakan amal saleh dan mengumpulkan bekal
untuk persiapan di kehidupan kedua yang lebih kekal dan lebih indah dari
kehidupan yang sedang kita jalani ini. Semoga bermanfaat. (www.eramuslim.com)
No comments:
Post a Comment