Sunday, January 12, 2014

"Kerikil" di BPJS Kesehatan


Setelah beroperasi lebih dari seminggu sejak 1 Januari 2014, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menuai banyak protes. Keluhan rakyat pun terdengar di mana-mana. Janji yang dilontarkan pemerintah relatif tak terbukti. BPJS Kesehatan belum beroperasi dengan mulus!

Tak hanya rakyat, para dokter yang memiliki peran sentral dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan lembaga hasil transformasi PT Askes itu juga ikut berteriak. Tak heran bila Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera menggelar rapat untuk merespons keluhan dokter karena mereka merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat.

Kita mencatat setidaknya ada lima masalah yang kini mendera BPJS Kesehatan. Semua masalah itu muncul karena pemerintah tak sepenuh hati membentuk badan yang seharusnya sudah ada sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2009, karena UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan pembentukan BPJS dalam waktu paling lama lima tahun. Nasi memang sudah menjadi bubur dan kini saatnya pemerintah lebih serius menyelesaikan sejumlah persoalan yang membelit lembaga baru tersebut.

Pertama, pendaftaran peserta BPJS Kesehatan masih kacau. Ada keluhan buruknya pelayanan petugas di BPJS Kesehatan di wilayah Pancoran, Jakarta Selatan. Petugas tak melayani dengan baik masyarakat yang ingin menjadi peserta. Bahkan, petugas tak bisa memberi jawaban memuaskan kepada warga yang bertanya tentang mekanisme dan manfaat keberadaan BPJS Kesehatan.

Keluhan serupa juga terjadi di sejumlah daerah. Kita khawatir laporan Menko Kesra Agung Laksono kepada Presiden SBY bahwa BPJS Kesehatan siap beroperasi 1 Januari lalu, sekadar laporan ABS (asal bapak senang). Angka 121,6 juta peserta BPJS mungkin sekadar klaim dan angka di atas kertas, karena sampai saat ini pemerintah tak pernah mengumumkan berapa banyak rakyat Indonesia yang memiliki kartu BPJS Kesehatan dan rakyat kesulitan mendaftarkan diri.

Kedua, pelayanan kesehatan terhadap peserta BPJS. Pemerintah menyatakan pemegang kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) otomatis menjadi peserta BPJS Kesehatan dan mendapat pelayanan seperti biasa. Kenyataannya, pasien di beberapa daerah tak mendapat pelayanan maksimal, bahkan cenderung dipersulit. Petugas rumah sakit pun gagap melayani pemegang kartu Jamkesmas dan Jamkesda.

Ketiga, insentif yang memadai bagi dokter. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengusulkan agar dokter yang memberi pelayanan JKN di puskesmas bisa mendapat tambahan insentif Rp 2 juta sampai Rp 3 juta per bulan.

Secara umum penghasilan dokter memang berada di atas rata-rata profesi lainnya. Namun, kita tak ingin program JKN malah mengurangi pendapatan dokter karena bisa memengaruhi kualitas pelayanannya.

Untuk itu, bila kondisi keuangan pemerintah memadai, insentif bagi dokter bisa ditambah. Jangan sampai kehadiran BPJS Kesehatan justru mendemotivasi generasi muda menjadi dokter karena penghasilannya tak sepadan dengan tenaga, pikiran, waktu, dan biaya yang dikeluarkan selama mengikuti pendidikan kedokteran.

Keempat, komitmen pemerintah mengalokasikan sekitar Rp 20 triliun setahun untuk membayar iuran bagi kaum miskin yang disebut sebagai penerima bantuan iuran (PBI). Berkaca dari program Jamkesmas, banyak rumah sakit mengeluhkan proses penggantian biaya berobat rakyat miskin. Jangan sampai BPJS Kesehatan mengulangi hal serupa karena seretnya dana yang dikucurkan pemerintah bagi PBI.

Kelima, sosialisasi pelayanan kesehatan dari tingkat puskesmas hingga rumah sakit pusat. Sebagian besar masyarakat belum memahami mekanisme berobat dalam program JKN. Petugas BPJS Kesehatan dan aparat Dinas Kesehatan di daerah diharapkan lebih gencar menyosialisasikan mekanisme berobat.

Untuk penyakit yang tak tergolong gawat, peserta seharusnya berobat dulu ke puskesmas dan klinik terdekat, tak harus langsung ke rumah sakit. Bila ada rujukan ke rumah sakit daerah atau pusat, baru pasien berobat ke sana. Mekanisme ini bakal mengurangi penumpukan pasien di rumah sakit.

Ibarat perjalanan, banyak kerikil yang mengadang laju BPJS Kesehatan. Tugas direksi dan pemerintah menyingkirkan kerikil tersebut agar BPJS Kesehatan menjadi lembaga yang menjalankan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. (www.beritasatu.com)

No comments:

Post a Comment