Perempuan
mulia yang menyusui Nabi Muhamad Saw adalah Halimah binti Abu Dzu'aib --atau
yang lebih dikenal dengan sebutan Halimah al-Sa'diyah. Dia merupakan
seorang ibu yang menyusui Nabi dan menyapihnya tatkala Nabi masih balita. Halimah
termasuk di antara orang terdekat Nabi yang melihat tanda-tanda kebesarannya.
Alkisah,
suatu hari, Halimah keluar bersama suami dan anaknya (laki-laki) yang
masih balita mengikuti rombongan perempuan klan Sa'ad bin Bakar mencari bayi yang
mau dititipkan kepada mereka agar disusui. Halimah bertutur, “Pada tahun
itu desa kami paceklik. Kami kehabisan bahan pokok makanan. Kami keluar
mengendarai keledai putih dan seekor unta betina yang sudah lama tidak bisa
diperah susunya. Pada malam hari, kami tidak bisa tidur nyenyak karena
mendengar tangis bayi yang kelaparan. Sementara air susu saya sudah mengering
dan unta betina pun demikian. Kami hanya mengharap pertolongan dan segera
keluar dari situasi sulit ini.”
Ketika Halimah
sampai di kota Makkah, dia melihat tidak ada seorang wanita pun yang bersedia
menerima (bayi) Nabi Saw. Mereka menolak menyusui Nabi lantaran saat itu beliau
seorang bayi yatim. Perempuan-perempuan klan Sa'ad bin Bakar mengatakan,
"Dia anak yatim, apa yang bisa kita harapkan dari ibu atau kakeknya."
Oleh karena itu, mayoritas perempuan klan Sa’ad bin Bakar tidak menyukai anak
yatim.
Semua
wanita yang bersama Halimah sudah mendapatkan bayi yang akan disusuinya kecuali
dirinya. Sejenak sebelum rombongan memutuskan kembali ke desa, Halimah berkata
kepada suami, "Demi Allah, saya tidak akan pulang bersama kalian kecuali
membawa seorang bayi untuk disusui. Dan saya akan mengambil dan menyusui bayi
yatim itu."
Suaminya menjawab, "Ya, tidak apa-apa, semoga Allah
SWT memberkati kita."
Halimah
kemudian menghampiri dan membawa bayi itu bersama rombongannya pulang. Dia
memutuskan membawa bayi yatim karena tidak ada lagi bayi lain. Ketika dia
menggendongnya, tiba-tiba kedua payudaranya seakan terisi dan bayi itu menyusu
dengan lahap sampai kenyang. Begitu pula dengan bayi laki-laki anak Halimah.
Keduanya tidur pulas. Padahal, malam-malam sebelumnya Halimah dan anaknya tidak
pernah bisa tidur sepulas itu.
Lalu Halimah melihat suaminya menuju ke arah unta mereka.
Ternyata unta itu siap diperah. Mereka kemudian memerah dan meminum susunya. Mereka
pun menikmati malam yang indah.
Pagi harinya suami Halimah mengatakan, "Tahukah
engkau wahai Halimah. Engkau telah memutuskan untuk mengambil seorang
bayi yang diberkahi."
Halimah mengucap, "Demi Allah, memang itu yang saya
harapkan." Halimah dan suaminya kemudian membawa bayi yatim dengan mengendarai
keledai putih. Anehnya, keledai yang ditumpangi Halimah berlari sangat cepat
dan tidak terkejar oleh rombongan. Sampai seorang sahabat perempuan Halimah
terheran, "Wahai anak perempuan Abu Dzua'ib.[1]
Tunggu kami, jangan terlalu cepat. Bukankah ini keledaimu yang kemarin
itu?"
“Betul,” ujar Halimah.
Kemudian, sahat perempuan Halimah berucap, "Demi Allah, ini agak
aneh."
Selang
beberapa waktu, sampailah Halimah dan rombongan di desa asal. “Demi Allah, saya
tidak tahu apakah ada desa yang lebih tandus dan kering daripada desa kami ini.
Kambing-kambing peliharaan mendekat pada kami. Anehnya, kambing-kambing itu
dalam keadaan kenyang dan siap diperah susunya. Lalu kami memerah dan
meminumnya, padahal tidak seorang pun di desa kami yang minum susu ketika itu,”
cerita Halimah.
Hal ini mengundang kecemburuan hingga ada warga desa yang
berujar, “Celaka. Mari kita gembalakan ternak kita di tempat ternak anak
perempuan Abu Dzua'ib." Tapi tetap saja, situasi tidak berubah. Kambing-kambing
Halimah dalam keadaan kenyang dan siap diperah sementara hewan ternak warga
desa yang lain tetap saja kelaparan. Begitulah, selama kurun waktu dua tahun
Nabi Saw menyusu, Halimah menyaksikan kebaikan dan keberkahan dari Allah SWT.[2]
Diriwayatkan
dari 'Imarah bin Tsauban bahwa Abu al-Thufail bercerita, "Saya melihat
Nabi Saw membagikan daging di Ji'rânah. Waktu itu, saya masih kecil dan ikut
membawa daging kambing.[3]
Tiba-tiba ada seorang perempuan mendekat pada Nabi Saw kemudian Nabi
menghamparkan sorbannya. Perempuan itu dipersilakan duduk di atas sorban yang
terhampar. Saya bertanya, siapa dia? Para sahabat menjawab, dia adalah ibu Nabi
Saw yang telah menyusuinya."[4]
No comments:
Post a Comment