Dokter atau dokter
gigi di daerah terpencil yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi mempunyai
wewenang meracik dan menyerahkan obat kepada pasien pemegang kartu BPJS
Kesehatan.
"Kewenangan
meracik obat tersebut, dilaksanakan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan Permenkes No 6 Tahun 2013 tentang kriteria fasilitas
pelayanan kesehatan terpencil, sangat terpencil dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang tidak diminati," kata Kepala Departemen Manajemen Pelayanan
Kesehatan, BPJS Kesehatan Divisi Regional (Divre) II, Elfanetti di Pekanbaru,
Senin (3/2/2014).
Elfanetti
mengatakan itu berkaitan dengan diimplementasikannya pelayanan semesta bagi
masyarakat dalam berobat sesuai BPJS Kesehatan yang diberlakukan mulai 1
Januari 2014.
Menurut Elfanetti,
pemberlakuan BPJS Kesehatan itu tentunya ada perubahan dalam kebijakan
pelayanan obat era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Oleh sebab itu,
pelayanan obat tersebut sudah diatur dalam Permenkes no 71 tahun 2013 tentang
Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional serta Peraturan BPJS tentang
penyelenggaraan jaminan kesehatan oleh BPJS Kesehatan.
"Jadi tidak
ada kesulitan untuk menyesuaikannya karena sudah ada ketentuan yang mengaturnya
sehingga hal ini perlu disosialisasikan pada tiap rumah sakit," katanya.
Untuk selanjutnya
katanya lagi, bagian layanan Permenkes no 6 tahun 2013 menyebutkan bahwa
kriteria daerah terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai
sebab seperti keadaan geografi kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa.
Selain itu daerah
terpencil juga dikriteriakan keadaan yang sulit transportasi, dan kajian sosial
serta ekonominya. "Daerah sangat terpencil adalah daerah yang sangat sulit
dijangkau karena berbagai sebab seperti itu," katanya.
Sedangkan untuk
harga obat, katanya, disesuaikan dengan Formularium Nasional (Fornas) yang
ditetapkan Menteri, dan harga obat yang ditetapkan oleh Menteri (E-Catalog).
Ia menyebutkan,
untuk PKM yakni pola E-purchasing yang dilakukan oleh Dinkes Kota/Kab, dan RS
Pemerintah, E-purchasing atau pengadaan lain sesuai mekanisme perundang-undangan
Faskes Primer lainnya/RS Swasta, surat pemesanan obat mengacu E-catalog tanpa
legalisasi oleh BPJS Kesehatan berdasarkan persetujuan Komite Medik dan
Kepala/Direktur Rumah Sakit.
"Biaya sudah
termasuk paket INA CBGs dan tidak ditagihkan terpisah ke BPJS Kesehatan dan
pasien tidak boleh diminta urun biaya," katanya.
Sementara itu
sesuai Surat Edaran Menkes (SE) MENKES 32/I/2014 maka pada masa transisi,
fasilitas kesehatan tingkat lanjutan dapat memberikan tambahan resep obat
penyakit kronis (berdasarkan Formularium Nasional) diluar paket INA CBG's
sesuai indikasi medis sampai kontrol berikutnya apabila penyakit belum stabil.
"Resep
tersebut dapat diambil di depo farmasi/apotek yang bekerjasama dengan BPJS
Kesehatan. Dan berdasarkan PERMENKES no 71 tahun 2013 tentang Pelayanan
Kesehatan pada JKN pasal 25, bahwa BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat
program rujuk balik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas Kesehatan
tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," katanya.
Ia menambahkan
obat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayar BPJS Kesehatan di luar biaya
kapitasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur pelayanan obat program rujuk
balik diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan. (www.republika.co.id)
No comments:
Post a Comment