Lembaga eksekutif
menjadi lembaga yang paling banyak dibicarakan para pengguna Twitter di
Indonesia. Eksekutif banyak dipergunjingkan di jejaring sosial tersebut akibat
buruknya pelayanan kepada publik yang diberikan oleh pemerintah pusat hingga
perangkat terkecil di bawahnya.
Hal tersebut
terungkap dalam penelitian yang dilakukan Pasca-Sarjana Ilmu Komunikasi
Universitas Paramadina dengan agensi Awesometrics. Penelitian dilakukan dalam
kurun waktu November-Desember 2013.
Total perbincangan
yang diteliti berjumlah lebih dari 500.000 celoteh yang terdiri dari tweet,
retweet, reply, dan favorite yang memiliki keyword terkait obyek penelitian.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan, lembaga eksekutif paling banyak
dibicarakan dengan persentase 44 persen dari total pengguna Twitter di
Indonesia.
Sebagai informasi,
total pengguna Twitter di Indonesia mencapai 55 juta. Sehingga, total
pembicaraan terkait lembaga eksekutif mencapai 221.000 celoteh. Setelah
eksekutif, lembaga yudikatif dibicarakan sekitar 145.000 celoteh (29 persen)
dan lembaga legislatif dibicarakan 134.000 celoteh (27 persen).
"Celoteh soal
eksekutif ini cenderung bernada negatif. Hanya sedikit saja yang nadanya
positif," ujar Peneliti Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina,
Koesworo Setiawan, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (6/2/2014).
Koesworo
memaparkan isu negatif terkait dengan eksekutif paling banyak soal buruknya
prosedur (izin dan pelayanan publik), akurasi data (pemilu, Nomor Induk
Kependudukan, dan Daftar Pemilih Tetap), ketiadaan dana untuk perlindungan hak
dasar, mahalnya akses terhadap pelayanan publik, persoalan korupsi dan
percaloan, dan Perppu MK yang dinilai terlambat.
Sedangkan
apresiasi positif terhadap lembaga eksekutif di antaranya terkait respons
pemerintah terhadap penyadapan oleh Australia. Respons tersebut dinilai tepat
oleh publik. Selain itu, soal layanan imigrasi dan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS).
Associate Director
dari Pasca-Sarjana Universitas Paramadina Abdul Malik Gismar mengatakan,
pihaknya memilih Twitter untuk diteliti karena jejaring sosial ini dipercaya
mewakili pemikiran publik secara spontan. Pihaknya juga menyaring sejumlah akun
yang dianggap akun palsu atau akun berbayar.
"Twitter ini
adalah suara langsung, tidak direka, atau direkayasa yang menurut saya menjadi
penting karena mewakili apa yang ada di benak publik," kata Malik.
(nasional.kompas.com)
No comments:
Post a Comment