Monday, February 10, 2014

Buruknya Pelayanan Pemerintah Paling Banyak Dibicarakan di Twitter

Lembaga eksekutif menjadi lembaga yang paling banyak dibicarakan para pengguna Twitter di Indonesia. Eksekutif banyak dipergunjingkan di jejaring sosial tersebut akibat buruknya pelayanan kepada publik yang diberikan oleh pemerintah pusat hingga perangkat terkecil di bawahnya.

Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang dilakukan Pasca-Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina dengan agensi Awesometrics. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu November-Desember 2013.

Total perbincangan yang diteliti berjumlah lebih dari 500.000 celoteh yang terdiri dari tweet, retweet, reply, dan favorite yang memiliki keyword terkait obyek penelitian. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, lembaga eksekutif paling banyak dibicarakan dengan persentase 44 persen dari total pengguna Twitter di Indonesia.

Sebagai informasi, total pengguna Twitter di Indonesia mencapai 55 juta. Sehingga, total pembicaraan terkait lembaga eksekutif mencapai 221.000 celoteh. Setelah eksekutif, lembaga yudikatif dibicarakan sekitar 145.000 celoteh (29 persen) dan lembaga legislatif dibicarakan 134.000 celoteh (27 persen).

"Celoteh soal eksekutif ini cenderung bernada negatif. Hanya sedikit saja yang nadanya positif," ujar Peneliti Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Koesworo Setiawan, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Koesworo memaparkan isu negatif terkait dengan eksekutif paling banyak soal buruknya prosedur (izin dan pelayanan publik), akurasi data (pemilu, Nomor Induk Kependudukan, dan Daftar Pemilih Tetap), ketiadaan dana untuk perlindungan hak dasar, mahalnya akses terhadap pelayanan publik, persoalan korupsi dan percaloan, dan Perppu MK yang dinilai terlambat.

Sedangkan apresiasi positif terhadap lembaga eksekutif di antaranya terkait respons pemerintah terhadap penyadapan oleh Australia. Respons tersebut dinilai tepat oleh publik. Selain itu, soal layanan imigrasi dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Associate Director dari Pasca-Sarjana Universitas Paramadina Abdul Malik Gismar mengatakan, pihaknya memilih Twitter untuk diteliti karena jejaring sosial ini dipercaya mewakili pemikiran publik secara spontan. Pihaknya juga menyaring sejumlah akun yang dianggap akun palsu atau akun berbayar.


"Twitter ini adalah suara langsung, tidak direka, atau direkayasa yang menurut saya menjadi penting karena mewakili apa yang ada di benak publik," kata Malik. (nasional.kompas.com)

No comments:

Post a Comment