Dinarasikan dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, “Suatu
hari, ibu (Laila binti Abi Hutsmah
bin Hudaifah bin Ghanim bin Amir) memanggilku, dan saat itu Rasulullah sedang
bertamu di rumahku. Ibuku berkata kepadaku, ke sini anakku, saya mau memberimu
sesuatu."
“Apa yang akan kamu berikan?” tanya Rasulullah.
“Saya akan memberinya kurma.”
“Jika kamu tidak memberinya sesuatu,
maka kamu akan tercatat sebagai pembohong,” Rasulullah menasehati.
Laila binti Abi Hutsmah termasuk di antara
perempuan yang masuk Islam di masa dakwah Islam pertama kali diturunkan, dan dia
ikut hijrah dua kali bersama Nabi Muhamad.
Laila, ibu Abdullah bin Amir, pernah bercerita tentang sosok
Umar bin Khattab yang mengagumkan,
sebelum memeluk agama Islam. Dia bertutur, “Demi Allah, saat kami bersiap-siap
berangkat hijrah ke Habsyah –ketika itu suamiku, Amir[1]
sedang keluar rumah untuk suatu keperluan– tiba-tiba datanglah Umar dan dia berdiri tegak
di depanku. Saya mengira akan mendapat gangguannya. Lalu, Dia (Umar) bertanya, ‘Wahai
ibu Abdullah, benarkah kalian hendak pergi hijrah?’ Saya menjawab, ‘Ya, demi
Allah kami akan pergi ke bumi Allah yang aman sebab selama ini kalian sudah
mengganggu dan berbuat semena-mena terhadap kami.’ Tak disangka, dia (Umar)
menjawab dengan ucapan yang sangat aneh, ‘Semoga Allah melindungi kalian.’ Saya
melihat dia bersikap halus dan tampak ada kesedihan di raut wajahnya, seakan
saya tak pernah melihat raut wajahnya seperti itu sebelumnya. Setelah itu, Umar
pun pergi.”
Lebih jauh Laila bercerita, “Setelah suamiku datang, saya
ceritakan kejadian tersebut, ‘Wahai ayah Abdullah, jika kamu tahu sosok Umar
sekarang dengan kelembutan hatinya, maka kamu akan heran.’ Amir bertanya, ‘Apakah
kamu ingin dia masuk Islam?’ Saya menjawab, ‘Ya, benar.’ Amir menanggapi, ‘Dia
tidak akan masuk Islam sebelum keledainya masuk Islam terlebih dulu.’ Amir
mengucapkan hal itu, karena dia tahu bahwa Umar adalah pribadi yang sangat
keras dan kasar terhadap orang Islam.”
Umar bin Khattab
Masuk Islam
Fatimah, adik Umar bin Khattab, bersama suaminya, Said
bin Zaid, masuk Islam secara diam-diam tanpa sepengetahuan Umar. Keduanya
belajar membaca al-Qur’an kepada Khabbab bin Art.
Suatu hari, Umar keluar dengan pedang terhunus untuk
menemui Nabi Muhamad dan rombongannya. Dia mendengar bahwa mereka berada di
sebuah rumah di kaki gunung Shafa. Di tengah perjalanan, Umar bertemu dengan
Nuaim bin Abdullah al-Naham;
seorang laki-laki asli Makkah –keturunan Uday bin Ka’ab– yang menyembunyikan
keislamannya karena takut pada kaumnya. Nuaim bertanya kepada Umar, “Mau ke mana,
wahai Umar?”
Umar menjawab, “Saya ingin bertemu Muhamad dan saya akan
membunuhnya. Karena laki-laki itulah yang mencerai-beraikan bangsa Quraisy,
merobek-robek impiannya, mencela agama dan sesembahannya.”
Nuaim mengingatkan dalam tanda tanya, “Demi Allah, kamu
sudah terperdaya oleh dirimu sendiri. Apakah kamu tahu siapa saja keturunan
Abdul Manaf yang memeluk agama Islam, sedangkan kamu sendiri di sini sibuk
ingin membunuh Muhamad? Apakah kamu tidak ingin kembali ke rumahmu dan
melakukan hal itu kepada keluargamu terlebih dulu?”
Umar balik bertanya, “Katakan, siapa saja dari keluargaku
yang masuk Islam?"
Nuaim menjelaskan, “Saudarimu Fatimah dan adik iparmu
Said bin Zaid. Mereka berdua masuk Islam dan mengikuti agama Muhamad, maka uruslah
mereka terlebih dulu."
Mendengar kabar itu, Umar langsung cepat-cepat pulang
menuju rumah Fatimah. Saat itu, di dalam rumah ada Khabbab bin Art yang sedang
mengajarkan al-Qur’an kepada keduanya (Fatimah dan Said). Namun, ketika Khabbab
merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sedangkan Fatimah
menyembunyikan lembaran al-Qur’an.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar mendengar bacaan
Khabbab, lalu dia bertanya, “Suara apa yang tadi saya dengar dari kalian?”
“Tidak ada apa-apa kecuali obrolan kami berdua,” jawab
mereka.
“Saya dengar kalian sudah murtad dan mengikuti agama Muhamad?”
desak Umar.
Tanya Said, “Wahai Umar bagaimana pendapatmu jika kebenaran
tidak terdapat di agamamu?”
Mendengar pertanyaan Said, Umar geram dan langsung
menamparnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera menghampiri
suaminya untuk melindunginya. Tapi Fatimah juga ikut dipukul dan berdarah-darah.
Setelah itu, Fatimah berkata tanpa ada rasa takut sedikit pun, “Ya, kami telah masuk
Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sekarang lakukanlah apa yang kamu
mau!”
Melihat saudara perempuannya dalam keadaan luka berdarah,
timbul rasa penyesalan di hati Umar. Lantas dia meminta, “Berikanlah lembaran
yang kalian baca tadi, saya ingin melihat ajaran apa yang telah dibawa Muhamad.”
“Saya takut kamu menyobeknya,” jawab Fatimah.
“Jangan takut, demi Tuhan, saya berjanji akan
mengembalikannya setelah saya baca,” janji Umar.
Mendengar ucapan bernada janji itu, Fatimah berharap agar
Umar masuk Islam, seraya berkata, “Wahai saudaraku, kamu dalam keadaan najis
karena kemusyrikanmu, sedangkan al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh
orang-orang yang telah bersuci.” Kemudian Fatimah menyuruh saudaranya itu untuk
bersuci. Setelah Umar bersuci, Fatimah menyerahkan lembaran al-Qur’an tersebut yang
berisikan surat “Thaahaa” kepada Umar.
Setelah Umar membacanya, dia berucap, “Betapa indah dan
mulianya bahasa ini.” Mendengar ucapan itu, Khabbab langsung menghampiri Umar
sembari mengatakan, “Demi Allah, saya berharap bahwa do’a Rasulullah Saw kemarin
adalah untukmu. Nabi berdo’a, ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu
dari dua orang: Umar bin Khattab atau Abul Hakam bin Hisyam’.”
“Tunjukkan padaku di mana Muhamad, wahai Khabbab,” pinta
Umar.
“Beliau dan beberapa shabatnya berada di sebuah rumah
dekat kaki gunung Shafa,” terang Khabbab.
Umar langsung bergegas menuju rumah tersebut. Tiba di
sana dia mengetuk pintu. Mendengar ketukan itu, orang-orang yang ada di dalam
rumah mengintip dari celah-celah pintu. Terlihat Umar dengan muka garang dan
pedang terhunus. Rasulullah segera diberitahu, dan mereka pun berkumpul.
“Bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa
kebaikan, kita sambut. Tapi bila dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia
dengan pedangnya sendiri,” usul Hamzah bin Abdul Muthalib.
“Izinkan dia masuk,” tegas Rasulullah.
Mendengar penegasan Rsulullah, salah satu sahabat langsung
mempersilakan Umar masuk ke dalam rumah. Melihat Umar masuk, Rasulullah
langsung berdiri lalu mengambil baju dan gagang pedangnya, lantas ditariknya
dengan keras, seraya berucap, “Kamu mau apa datang ke sini, wahai anak Khattab?
Demi Allah, akankah kamu terus begini hingga Allah menurunkan azab-Nya.”
Jawab Umar dalam bingkai ikrar, “Demi Allah, saya datang
ke sini untuk menyatakan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang dibawa oleh
utusan Allah.”
Ikrar kesaksian Umar disambut dengan gema takbir, hingga
seluruh kerabat Rasulullah mendengar tentang proses keislaman Umar bin Khattab.
[1] Amir bin Rabi’ah bin Ka’ab termasuk
salah satu shahabat yang pertama kali masuk Islam. Dia dan istrinya ikut hijrah
bersama Nabi dua kali.
No comments:
Post a Comment