Monday, February 10, 2014

Sebuah Pelajaran Beharga dari Rasulullah

Dinarasikan dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, “Suatu hari, ibu  (Laila binti Abi Hutsmah bin Hudaifah bin Ghanim bin Amir) memanggilku, dan saat itu Rasulullah sedang bertamu di rumahku. Ibuku berkata kepadaku, ke sini anakku, saya mau memberimu sesuatu."
“Apa yang akan kamu berikan?” tanya Rasulullah.
“Saya akan memberinya kurma.”
            “Jika kamu tidak memberinya sesuatu, maka kamu akan tercatat sebagai pembohong,” Rasulullah menasehati.
Laila binti Abi Hutsmah termasuk di antara perempuan yang masuk Islam di masa dakwah Islam pertama kali diturunkan, dan dia ikut hijrah dua kali bersama Nabi Muhamad.
Laila, ibu Abdullah bin Amir, pernah bercerita tentang sosok Umar bin Khattab yang  mengagumkan, sebelum memeluk agama Islam. Dia bertutur, “Demi Allah, saat kami bersiap-siap berangkat hijrah ke Habsyah –ketika itu suamiku, Amir[1] sedang keluar rumah untuk suatu keperluan–  tiba-tiba datanglah Umar dan dia berdiri tegak di depanku. Saya mengira akan mendapat gangguannya. Lalu, Dia (Umar) bertanya, ‘Wahai ibu Abdullah, benarkah kalian hendak pergi hijrah?’ Saya menjawab, ‘Ya, demi Allah kami akan pergi ke bumi Allah yang aman sebab selama ini kalian sudah mengganggu dan berbuat semena-mena terhadap kami.’ Tak disangka, dia (Umar) menjawab dengan ucapan yang sangat aneh, ‘Semoga Allah melindungi kalian.’ Saya melihat dia bersikap halus dan tampak ada kesedihan di raut wajahnya, seakan saya tak pernah melihat raut wajahnya seperti itu sebelumnya. Setelah itu, Umar pun pergi.”
Lebih jauh Laila bercerita, “Setelah suamiku datang, saya ceritakan kejadian tersebut, ‘Wahai ayah Abdullah, jika kamu tahu sosok Umar sekarang dengan kelembutan hatinya, maka kamu akan heran.’ Amir bertanya, ‘Apakah kamu ingin dia masuk Islam?’ Saya menjawab, ‘Ya, benar.’ Amir menanggapi, ‘Dia tidak akan masuk Islam sebelum keledainya masuk Islam terlebih dulu.’ Amir mengucapkan hal itu, karena dia tahu bahwa Umar adalah pribadi yang sangat keras dan kasar terhadap orang Islam.”

Umar bin Khattab Masuk Islam
Fatimah, adik Umar bin Khattab, bersama suaminya, Said bin Zaid, masuk Islam secara diam-diam tanpa sepengetahuan Umar. Keduanya belajar membaca al-Qur’an kepada Khabbab bin Art.
Suatu hari, Umar keluar dengan pedang terhunus untuk menemui Nabi Muhamad dan rombongannya. Dia mendengar bahwa mereka berada di sebuah rumah di kaki gunung Shafa. Di tengah perjalanan, Umar bertemu dengan Nuaim bin Abdullah al-Naham; seorang laki-laki asli Makkah –keturunan Uday bin Ka’ab– yang menyembunyikan keislamannya karena takut pada kaumnya. Nuaim bertanya kepada Umar, “Mau ke mana, wahai Umar?”
Umar menjawab, “Saya ingin bertemu Muhamad dan saya akan membunuhnya. Karena laki-laki itulah yang mencerai-beraikan bangsa Quraisy, merobek-robek impiannya, mencela agama dan sesembahannya.”
Nuaim mengingatkan dalam tanda tanya, “Demi Allah, kamu sudah terperdaya oleh dirimu sendiri. Apakah kamu tahu siapa saja keturunan Abdul Manaf yang memeluk agama Islam, sedangkan kamu sendiri di sini sibuk ingin membunuh Muhamad? Apakah kamu tidak ingin kembali ke rumahmu dan melakukan hal itu kepada keluargamu terlebih dulu?”
Umar balik bertanya, “Katakan, siapa saja dari keluargaku yang masuk Islam?"
Nuaim menjelaskan, “Saudarimu Fatimah dan adik iparmu Said bin Zaid. Mereka berdua masuk Islam dan mengikuti agama Muhamad, maka uruslah mereka terlebih dulu."
Mendengar kabar itu, Umar langsung cepat-cepat pulang menuju rumah Fatimah. Saat itu, di dalam rumah ada Khabbab bin Art yang sedang mengajarkan al-Qur’an kepada keduanya (Fatimah dan Said). Namun, ketika Khabbab merasakan kedatangan Umar, dia segera bersembunyi di balik rumah. Sedangkan Fatimah menyembunyikan lembaran al-Qur’an.
Sebelum masuk rumah, rupanya Umar mendengar bacaan Khabbab, lalu dia bertanya, “Suara apa yang tadi saya dengar dari kalian?”
“Tidak ada apa-apa kecuali obrolan kami berdua,” jawab mereka.
“Saya dengar kalian sudah murtad dan mengikuti agama Muhamad?” desak Umar.
Tanya Said, “Wahai Umar bagaimana pendapatmu jika kebenaran tidak terdapat di agamamu?”
Mendengar pertanyaan Said, Umar geram dan langsung menamparnya dengan keras hingga jatuh dan berdarah. Fatimah segera menghampiri suaminya untuk melindunginya. Tapi Fatimah juga ikut dipukul dan berdarah-darah. Setelah itu, Fatimah berkata tanpa ada rasa takut sedikit pun, “Ya, kami telah masuk Islam dan beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, sekarang lakukanlah apa yang kamu mau!”
Melihat saudara perempuannya dalam keadaan luka berdarah, timbul rasa penyesalan di hati Umar. Lantas dia meminta, “Berikanlah lembaran yang kalian baca tadi, saya ingin melihat ajaran apa yang telah dibawa Muhamad.”
“Saya takut kamu menyobeknya,” jawab Fatimah.
“Jangan takut, demi Tuhan, saya berjanji akan mengembalikannya setelah saya baca,” janji Umar.
Mendengar ucapan bernada janji itu, Fatimah berharap agar Umar masuk Islam, seraya berkata, “Wahai saudaraku, kamu dalam keadaan najis karena kemusyrikanmu, sedangkan al-Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang telah bersuci.” Kemudian Fatimah menyuruh saudaranya itu untuk bersuci. Setelah Umar bersuci, Fatimah menyerahkan lembaran al-Qur’an tersebut yang berisikan surat “Thaahaa” kepada Umar.
Setelah Umar membacanya, dia berucap, “Betapa indah dan mulianya bahasa ini.” Mendengar ucapan itu, Khabbab langsung menghampiri Umar sembari mengatakan, “Demi Allah, saya berharap bahwa do’a Rasulullah Saw kemarin adalah untukmu. Nabi berdo’a, ‘Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu dari dua orang: Umar bin Khattab atau Abul Hakam bin Hisyam’.”
“Tunjukkan padaku di mana Muhamad, wahai Khabbab,” pinta Umar.
“Beliau dan beberapa shabatnya berada di sebuah rumah dekat kaki gunung Shafa,” terang Khabbab.
Umar langsung bergegas menuju rumah tersebut. Tiba di sana dia mengetuk pintu. Mendengar ketukan itu, orang-orang yang ada di dalam rumah mengintip dari celah-celah pintu. Terlihat Umar dengan muka garang dan pedang terhunus. Rasulullah segera diberitahu, dan mereka pun berkumpul.
“Bukakan pintu untuknya, jika dia datang membawa kebaikan, kita sambut. Tapi bila dia datang membawa keburukan, kita bunuh dia dengan pedangnya sendiri,” usul Hamzah bin Abdul Muthalib.
“Izinkan dia masuk,” tegas Rasulullah.
Mendengar penegasan Rsulullah, salah satu sahabat langsung mempersilakan Umar masuk ke dalam rumah. Melihat Umar masuk, Rasulullah langsung berdiri lalu mengambil baju dan gagang pedangnya, lantas ditariknya dengan keras, seraya berucap, “Kamu mau apa datang ke sini, wahai anak Khattab? Demi Allah, akankah kamu terus begini hingga Allah menurunkan azab-Nya.”
Jawab Umar dalam bingkai ikrar, “Demi Allah, saya datang ke sini untuk menyatakan iman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan apa yang dibawa oleh utusan Allah.”
Ikrar kesaksian Umar disambut dengan gema takbir, hingga seluruh kerabat Rasulullah mendengar tentang proses keislaman Umar bin Khattab.



[1] Amir bin Rabi’ah bin Ka’ab termasuk salah satu shahabat yang pertama kali masuk Islam. Dia dan istrinya ikut hijrah bersama Nabi dua kali.  

No comments:

Post a Comment