Monday, February 3, 2014

Keamanan Kaum Wanita dan Tetangganya


Alkisah dari Ummu Hani binti Abu Thalib, dia bercerita mengenai penaklukan kota Makkah. "Saat itu, saya hendak menemui Rasulullah. Saya melihat beliau sedang mandi, dan Fatimah, putrinya, menutupinya. Saya mengucapkan salam,” ujar Ummu Hani.
Kemudian Nabi bertanya, “Siapa?’
Ummu Hani menjawab, “Saya Ummu Hani binti Abu Thalib.”
Nabi Saw mengucap, "Selamat datang, wahai Ummu Hani."
Setelah selesai mandi Nabi kemudian shalat delapan rakaat dengan memakai satu baju. Setelah beliau selesai shalat, Ummu Hani bertanya, "Wahai Rasulullah, saudaraku Ali membunuh seorang laki-laki dan saya harus menebusnya pada Ja'dah bin Hubairah.”
Nabi menukas, "Sudah, kamu tak usah bingung wahai Ummu Hani, saya akan menebusnya.”[1]

Hari Kegembiraan
Diriwayatkan dari Aisyah bahwa pada suatu hari, ada seorang budak perempuan berkulit hitam yang dimerdekakan oleh tuannya. Saat itu budak perempuan ini masih muda belia. Dia keluar memakai selendang buatan kota Sayyur. Selendang itu terjatuh dan Aisyah yang menemukannya. Dia berusaha mencarinya ke mana-mana.
Budak perempuan itu kemudian disiksa oleh tuannya hingga hampir mati lantaran telah menghilangkan barang berharga milik tuannya. Saat Aisyah lewat perkampungan itu, budak perempuan ini menunjuk ke arah Aisyah yang kebetulan membawa selendang itu, "Itu, selendangku yang hilang kemarin." Aisyah kemudian mengembalikan selendang tersebut kepadanya.
Selang beberapa tahun, budak perempuan itu menghadap Rasulullah dan menyatakan diri masuk Islam. Dia sempat menginap di sebuah kemah dekat masjid Madinah. Kemudian dia mengunjungi Aisyah untuk mengobrol sambil melantunkan syair:

Hari bencana membawa keajaiban dari Tuhan
Keajaiban yang datang dari dunia lain yang telah menyelamatkanku    
Aisyah lalu bertanya kepadanya, "Kenapa kamu setiap bertemu saya selalu melantunkan syair itu?" Dia lantas bertutur tentang kejadian di atas.[2]

Istri Abdullah bin Rawahah
Pada suatu waktu Abdullah bin Rawahah tidur di samping istrinya. Selepas si istri tertidur, dia bergegas ke kamar budak yang dimiliknya, kemudian menyetubuhinya.[3] Si istri terbangun dan mendapati Abdullah sudah tidak berada di tempat tidur. Akhirnya dia berinisiatif keluar kamar. Dia sangat terkejut, karena mendapati suaminya satu tempat tidur dengan budak perempuannya. Seketika si istri cepat-cepat keluar, mengambil sebilah pisau. Kemudian Abdullah bangun dan menemuinya, sementara istrinya sudah siap dengan pisau yang berada dalam genggamannya. Abdullah bertanya kepadanya, “Apa yang hendak kamu lakukan?”
Si istri menjawab, “Demi Allah, kalau saya mendapatimu dalam keadaan seperti tadi, saya akan menusukmu dengan sebilah pisau ini.”
Abdullah kembali bertanya, “Keadaan seperti apa?”
“Menyetubuhi budak”, jawabnya.
Abdullah tidak mau mengakui ihwal perbuatan yang telah dilakukannya. Karena itu, si istri memintanya untuk membacakan al-Qur’an. “Bacalah al-Qur’an, karena Rasulullah melarang salah satu dari kami membaca Al-Qur’an dalam keadaan junub (belum mandi setelah bersenggama). Bacalah jika engkau tidak junub.”
Lalu Abdullah melantunkan Syair:[4]

Rasulullah mendatangi kita untuk membacakan kitabnya.
Seperti sinar fajar yang terang dan terpancar.
Rasulullah datang membawa petunjuk, setelah kita buta.
Dengan petunjuk itu, hati kita,
Meyakini bahwa setiap apa yang Rasulullah katakan, pasti terjadi.
Di malam hari, beliau tidak bisa nyenyak tidur,
Disebabkan memikirkan orang-orang musyrik. 
Si istri mengira bahwa Abdullah telah membacakannya Al-Qur’an. Sebab itu, dia mengucap, “Saya beriman kepada Allah dan mendustakan penglihatan saya.”
Ibnu Rawahah pun melanjutkan ceritanya, “Di pagi harinya, saya langsung mendatangi Rasulullah dan menceritakan perselisihan saya dengan istri. Mendengar hal itu, Rasulullah tertawa hingga bagian dari gusi beliau terlihat dengan jelas.” [5]


[1]Diriwayatkan Bukhari-Muslim, Abu Dawud dan al-Darami.
[2]Bukhari (439/3835), Fath al-Bari (1/636-637).
[3]Status budak dalam Islam sama dengan "barang": bisa diperjual-belikan, termasuk diperlakukan layaknya istri. Tradisi ini berusaha dihapus sedikit demi sedikit dengan cara mengiming-imingi pahala bagi siapa saja yang memerdekakan budaknya. Graduasi syariat semacam ini dianggap efektif oleh Islam karena tidak mengagetkan tatanan sosial yang sudah mapan [penj].
[4]Dalam kitab “Itsbat Sifatul ‘Ulwi li Allah al-Wahid al-Qahhar” karangan Ibnu Qudamah disebutkan bahwa Abdullah bin Rawahah membacakan bait-bait di bawah ini kepada istrinya:
Saya bersaksi bahwa janji Allah itu benar, neraka adalah tempat tinggal orang-orang kafir, Arsy berputar di atas air dan di atas Arsy terdapat Tuhan semesta alam”.
Dalam kitab ini juga terdapat riwayat lain dari yang telah disebutkan. Dan saya tidak akan menyebutkannya  sekarang. Allah Maha Tahu.
[5]Al-Adzkiyâ’,  Ibnu Jauzi (4-14). Bait-bait Syair di atas terdapat dalam Shahih Bukhari (1155,6151), Musnad Ahmad (3/515). Ibnu Hajar juga menyebutkannya dalam kitab Fath al-Bâri (3/50-51).

No comments:

Post a Comment