Diriwayatkan dari Siti Aisyah, ”Saya melihat cara berjalannya Fatimah seperti Nabi Muhamad.” Suatu waktu Rasulullah berkata kepada Fatimah, “Selamat datang, wahai putriku.” Kemudian Rasulullah menyuruh Fatimah duduk di sebelah kanan –atau kirinya– lalu beliau membisikkan sesuatu kepada Fatimah secara rahasia, serta merta Fatimah menangis. Lalu Rasulullah menyampaikan bisikan yang kedua dengan sesuatu, tapi kali ini Fatimah terlihat tersenyum.
Melihat kejadian itu Aisyah penasaran dan bertanya
kepada Fatimah, ”Saya tidak pernah melihat kamu seperti sekarang? Apa yang
Rasulullah bisikkan kepadamu?”
“Saya tidak bisa menyebarkan rahasia Rasulullah,” jawab
Fatimah.
Mendengar jawaban Fatimah seperti itu, Aisyah tidak
pernah bertanya lagi mengenai hal itu hingga Rasulullah wafat dan baru bertanya
lagi.
Dalam suatu riwayat dari Siti Aisyah dituturkan, ”Ketika
Rasulullah sakit dan hampir menemui ajal, beliau memanggil Fatimah dan
membisikkan sesuatu kepadanya, seketika itu juga Fatimah langsung menangis.
Kemudian Rasulullah berbisik lagi, tapi kali ini Fatimah tersenyum. Lalu saya
tanyakan tentang hal itu kepadanya, dan dia berkata, ‘Rasulullah membisikiku
bahwa pada saat itu dia akan meninggal maka aku menangis. Kemudian dia membisikiku
lagi dan berkata bahwa akulah orang pertama dari keluarganya yang akan
bersamanya kelak’.”
Riwayat lain dari Ibnu Majah, Siti Aisyah mengungkapkan,
”Suatu hari, ketika Rasulullah sakit, semua istri beliau berkumpul. Kemudian
Fatimah datang, saya melihat cara berjalannya seperti berjalannya Rasulullah.”
Nabi berkata, ”Selamat datang wahai putriku.”
Rasulullah menyuruh Fatimah duduk di kiri Nabi, lalu beliau membisikkan sesuatu
kepadanya, serta merta dia menangis. Dan Rasulullah berbisik lagi seperti
sebelumnya, namun kali ini Fatimah terlihat tersenyum.
Melihat kejadian itu Aisyah penasaran dan bertanya
kepada Fatimah, “Apa yang membuat kamu menangis?”
“Saya tidak bisa menyebarkan rahasia Rasulullah,” jawab
Fatimah.
Aisyah bertanya lagi, “Aku tidak pernah melihat kamu
seperti sekarang ini. Apakah Rasulullah membisikkan kabar khusus bagimu, terus
kamu menangis?”
Fatimah menjawab, “Saya tidak bisa menyebarkan rahasia
Rasulullah.”
Mendengar itu Aisyah tidak pernah bertanya lagi. Setelah
Rasulullah wafat, baru kemudian Fatimah memberi tahu Aisyah dengan perkataan,
“Rasulullah berbisik kepadaku bahwa Malaikat Jibril biasanya menemuninya sekali
dalam setahun untuk membacakan ayat al-Qur’an. Namun kali ini Jibril dua kali
menemuinya dalam setahun. Saya tidak melihat ini kecuali ajalku semakin dekat.
Kamu (Fatimah) adalah orang pertama dari keluargaku yang menemuiku,
sebaik-baiknya orang terdahulu adalah aku dan kamu.”
Atas perkataan Rasulullah tadi Fatimah menangis. Tapi, kisah
Fatimah, Rasulullah membisikinya lagi dengan berkata, ”Apakah kamu bersedia
menjadi sayyidah perempuan
mukminah?” Fatimah pun tersenyum mendengar pertanyaan itu.
Bagaimana Kalian
Tega, Wahai Anas!
Sewaktu sakit Rasulullah semakin parah, beliau bersedih,
karena merasa segera meninggal dunia. Sebab itu, Fatimah berkata, “Engkau
bersedih, wahai ayah.” Beliau berkata, “Setelah hari ini, ayahmu tidak akan
bersedih lagi.”
Ketika beliau wafat, Fatimah berkata, “Wahai ayah, yang
telah memenuhi panggilan Tuhan. Wahai ayah, di mana surga Firdaus tempat engkau
berada kelak. Wahai ayah, kepada Jibril kami mendapatkan kabar. Wahai ayah,
dari Tuhan-mu adalah apa yang kami sanjungkan.”
Saat beliau dikebumikan, Fatimah berkata kepada Anas,
“Wahai Anas, bagaimana mungkin kalian tega meratakan Rasulullah Saw dengan
tanah?”
Riwayat yang lain menarasikan bahwa ketika prosesi
penguburan Rasulullah selesai, Fatimah mengambil segenggam tanah dari pekuburannya,
kemudian diletakkan di matanya sambil menangis dan melatunkan syair:
Apa jadinya orang yang dengan cinta mencium tanah kuburan
Ahmad (Nabi Saw)
Dia akan mencium kemuliaan sepanjang tahun
Meski hampir setiap hari mengalami derita
Tapi hari-hari kami sebenarnya adalah malam-malam indah
di surga Aden
Bela Sungkawa
Malaikat terhadap Istri-istri Nabi
Dituturkan dari Muhamad bin Ali bin Husain bahwa ketika
Rasulullah sakit dan tiga hari sebelum beliau wafat, Jibril a.s. datang menemui
Rasulullah. Kemudian Jibril mengatakan, “Wahai Muhamad, sesungguhnya Allah
mengutus saya mendatangimu, untuk menghormati dan memuliakanmu, terkhusus
kepadamu, saya ingin bertanya, bagaimana perasaanmu?" Beliau menjawab,
"Saya bersedih dan sangat bersedih, wahai Jibril.”
Di hari kedua, Jibril kembali mendatangi Rasulullah dan
menanyakan apa yang sebelumnya telah ditanyakan. Nabi pun menjawab sebagaimana
jawaban sebelumnya.
Di hari ketiga, Jibril kembali menyambangi Rasulullah.
Dia datang ditemani malaikat maut dan keduanya ditemani malaikat udara (al-Hawâ’)
yang dikenal dengan sebutan Ismail. Sedangkan malaikat Ismail diiringi seratus
ribu malaikat (dalam sebagian riwayat, tujuh puluh ribu malaikat), setiap satu
dari mereka membawa seratus ribu malaikat (atau membawa tujuh puluh ribu
malaikat). Jibril memimpin mereka semua. Dia berkata, “Wahai Muhamad, sesungguhnya
Allah telah mengutus saya untuk memuliakanmu dan mengutamakanmu serta terkhusus
padamu, saya ingin bertanya sesuatu, di mana Allah lebih tahu tentang hal ini daripada
kamu, "Bagaimana perasaanmu?" Rasulullah menjawab, "Saya
bersedih dan sangat bersedih, wahai Jibril."
Kemudian malaikat maut meminta izin masuk. Jibril
memperkenalkannya, “Wahai Muhamad, ini adalah malaikat maut meminta izin untuk
menemuimu. Dia tidak pernah meminta izin pada siapapun sebelum kamu dan tidak
akan pernah lagi minta izin kepada anak Adam.”
Nabi Saw pun mengizinkan dia masuk. Malaikat
maut berkata, "Wahai Muhamad, Allah mengutusku untuk mencabut nyawamu.
Jika kamu belum bersedia maka saya akan meninggalkanmu."
Nabi Saw bertanya, "Apakah Allah
memerintahkan hal itu padamu?"
Jawab malaikat maut, "Ya, begitulah
perintah-Nya."
Secara tegas Nabi mengatakan, "Jika itu
perintah-Nya kepadamu maka saya wajib memenuhi perintah Allah."
Nabi kemudian sekilas melihat pada Jibril.
Malaikat Jibril mengucapkan, "Wahai Muhamad, Allah merindukanmu."
Nabi menjawab, "Segera cabut nyawaku!"
Ketika Nabi Saw wafat, tiba-tiba terdengar suara
bela sungkawa dari ujung rumah. Suara itu tanpa ada orangnya. "Assalamu’alaikum
wahai penghuni rumah. Sesungguhnya Allah memerintah ucapan bela sungkawa saat
ada musibah. Maka percayalah kepada-Nya. Dan berharaplah hanya kepada-Nya.
Karena sesungguhwnya musibah adalah saat kalian tidak bisa mendapat pahala.
Wassalam."[1]
Tangisan Penduduk Kota Madinah
Terkisah dari Ummu Salamah, istri Rasulullah. Dia berkisah,
“Kita adalah sekumpulan orang yang menangis – ketika wafatnya Rasulullah– dan
tidak tidur semalaman melihati jasad beliau di atas kasur. Setelah mendengar bunyi kapak di
tengah malam dia berkata, ‘Ketika kami menjerit, orang yang berada di Masjid ikut
menjerit, dan seketika itu penduduk kota Madinah juga ikut menjerit. Kemudian
Sayyidina Bilal adzan Subuh, ketika nama Rasulullah disebut (dalam adzan) dia
menangis dengan sekuat tenaga hingga kesedihan kami bertambah. Apalagi saat
para shahabat memasukkan jasad Rasulullah ke dalam liang lahat dan meratakan
kuburannya dengan tanah, kami merasa tidak ada musibah yang paling berat selain
musibah ini.”
No comments:
Post a Comment