Wednesday, February 12, 2014

Perempuan yang Kehilangan Dua Anaknya


Zainab adalah salah satu wanita yang ahli fikih di zamannya. Saat datang yaumul hurrah,[1] pakar fikih Madinah banyak yang terbunuh, termasuk kedua anak Zainab yang juga anak tiri Rasulullah. Ketika jenazah kedua anaknya didatangkan di hadapannya, Zainab berkata, “Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali. Demi Allah, sesungguhnya musibah yang menimpa kalian berdua amatlah besar. Padahal kehilangan salah satu dari mereka berdua sudah merupakan kejadian besar. Kedua putraku ini, yang hanya duduk di rumah saja, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke rumah dan membunuhnya tanpa belas kasih. Saya berharap agar dia masuk surga. Adapun yang satunya disiksa hingga meninggal, dan saya tidak tahu apa penyebabnya."

Ummu Ma’bad: Wanita yang Paling Mengenal Ciri-ciri Rasulullah
Hubais bin Khalid –sahabat Nabi yang terbunuh di kota Bukhta’ kala penaklukan Makkah dan sekaligus saudara Atikah binti Khalid al-Khuza’i al-Qudaidzi (Ummu Ma’bad)– mengisahkan, “Ketika Rasulullah dikeluarkan dari Makkah dan hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar dan Amir bin Fuhairah (budak Abu Bakar), sementara yang menjadi penunjuk jalan adalah Abdullah bin Uraiqad al-Laitsi. Suatu hari mereka berjalan melewati kedua kemah Ummu Ma’bad dan melihat dia sedang bersandar dan duduk di halaman kemahnya, lalu memberi minum dan makan kepada orang yang lewat. Saat itu, ada orang bertanya ingin membeli daging dan kurma kepada Ummu Ma’bad dan mereka tidak mendapatkan sesuatu apapun darinya. Sedangkan kaumnya sudah kehabisan bekal dan mereka kelaparan. Karena itu, Ummu Ma’bad berkata, 'Demi Allah, andai saja saya mempunyai sesuatu niscaya saya akan bagikan kepada kalian semua'.” Ummu Ma’bad juga dikenal sebagai wanita mulia, kuat dan disegani oleh kaumnya.
Rasulullah melihat kambing kepunyaan Ummu Ma’bad di dekat kemah. Rasulullah pun bertanya kepadanya, “Kenapa dengan kambing ini, wahai Ummu Ma’bad?”
“Kambing itu kecapekan setelah datang dari padang gembala,” jawab Ummu Ma’bad.
“Apakah kambing yang kamu miliki itu bisa mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah lagi.
“Kambing itu adalah kambing yang paling kurus,” jawab Ummu Ma'bad.
“Apakah kamu mengizinkan aku memerah susunya?” Rasulullah kembali bertanya.
“Demi ayahku, engkau dan ibuku, jika engkau melihat kambing itu ada susunya, silakan wahai Rasulullah,” ujar Ummu Ma’bad. Rasulullah lalu menghampiri kambing tersebut dan mengusap putingnya seraya mengucapkan nama Allah, serta memerahnya. Lantas keluarlah air susu kambing itu demikian deras.
              Melihat kejadian itu Ummu Ma’bad terkejut dan segera mengambil bejana buat wadah susu yang mengalir, dan langsung meminumnya. Para sahabat yang lain ikut pula minum beberapa teguk. Rasulullah sendiri yang memberi minum masing-masing dari mereka dan beliau menjadi peminum yang terakhir. Kemudian Rasulullah memerah lagi hingga bejana yang dijadikan wadah tidak mampu menampung susu saking derasnya. Setelah itu, Rasulullah beserta rombongan melanjutkan perjalanan.
              Selang beberapa saat, datanglah Abu Ma’bad. Ketika dia melihat ada susu, dia langsung bertanya kepadanya istrinya, “Dari mana kamu dapatkan susu ini, wahai Ummu Ma’bad? Padahal kambing kita belum pernah kawin, jarang makan dan tidak memiliki susu?”
              Ummu Ma’bad menjawab, “Demi Allah, baru saja lewat seorang laki-laki yang penuh berkah, sikapnya begini dan begitu.”
              Abu Ma’bad bertanya lagi, ”Coba beri tahu saya seperti apa laki-laki itu?”
              Ummu Ma’bad pun menjelaskan ciri-ciri laki-laki tersebut, “Orangnya bersih, raut wajahnya seakan memancarkan cahaya dan berakhlak mulia. Matanya terang seperti orang yang pakai celak. Saat diam dia bersikap rendah hati. Sewaktu berbicara dia mengangkat kepala dan bahasanya tegas serta lugas. Dialah makhluk Tuhan paling sempurna.”
              Tiba-tiba dari kota Makkah, Ummu Ma’bad seakan mendengar lantunan syair-syair yang memuji Rasulullah dan jamuan yang diberikannya kepada Rasul. Perempuan ini merasa amat bahagia lantaran telah diberi kesempatan menjamu utusan Allah SWT.


[1]Kejadian Hurrah terjadi pada tahun 63 H. Peristiwa ini terjadi karena penduduk Madinah melengserkan Yazid bin Muawiah secara paksa dan menggantikan Abdullah bin Muthi’ untuk memimpin kaum Quraisy dan Abdullah bin Handhalah diangkat sebagai peminpin kaum Anshar, serta memecat semua pengikut Yazid. Tidak terima dengan perbuatan itu, Yazid kemudian memerintahkan tentaranya untuk mengepung kota Madinah hingga banyak dari golongan sahabat yang terbunuh.

No comments:

Post a Comment