Zainab adalah salah satu wanita yang ahli fikih di zamannya. Saat datang yaumul hurrah,[1] pakar fikih Madinah banyak yang terbunuh, termasuk kedua anak Zainab yang juga anak tiri Rasulullah. Ketika jenazah kedua anaknya didatangkan di hadapannya, Zainab berkata, “Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan kepada-Nya kita kembali. Demi Allah, sesungguhnya musibah yang menimpa kalian berdua amatlah besar. Padahal kehilangan salah satu dari mereka berdua sudah merupakan kejadian besar. Kedua putraku ini, yang hanya duduk di rumah saja, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke rumah dan membunuhnya tanpa belas kasih. Saya berharap agar dia masuk surga. Adapun yang satunya disiksa hingga meninggal, dan saya tidak tahu apa penyebabnya."
Ummu Ma’bad: Wanita yang Paling Mengenal
Ciri-ciri Rasulullah
Hubais bin Khalid –sahabat Nabi yang terbunuh di kota
Bukhta’ kala penaklukan Makkah dan sekaligus saudara Atikah binti Khalid
al-Khuza’i al-Qudaidzi (Ummu Ma’bad)– mengisahkan, “Ketika Rasulullah
dikeluarkan dari Makkah dan hijrah ke Madinah bersama Abu Bakar dan Amir bin
Fuhairah (budak Abu Bakar), sementara yang menjadi penunjuk jalan adalah
Abdullah bin Uraiqad al-Laitsi. Suatu hari mereka berjalan melewati kedua kemah
Ummu Ma’bad dan melihat dia sedang bersandar dan duduk di halaman kemahnya,
lalu memberi minum dan makan kepada orang yang lewat. Saat itu, ada orang
bertanya ingin membeli daging dan kurma kepada Ummu Ma’bad dan mereka tidak
mendapatkan sesuatu apapun darinya. Sedangkan kaumnya sudah kehabisan bekal dan
mereka kelaparan. Karena itu, Ummu Ma’bad berkata, 'Demi Allah, andai saja saya
mempunyai sesuatu niscaya saya akan bagikan kepada kalian semua'.” Ummu Ma’bad juga
dikenal sebagai wanita mulia, kuat dan disegani oleh kaumnya.
Rasulullah
melihat kambing kepunyaan Ummu Ma’bad di dekat kemah. Rasulullah pun bertanya
kepadanya, “Kenapa dengan kambing ini, wahai Ummu Ma’bad?”
“Kambing itu
kecapekan setelah datang dari padang gembala,” jawab Ummu Ma’bad.
“Apakah kambing
yang kamu miliki itu bisa mengeluarkan susu?” tanya Rasulullah lagi.
“Kambing itu
adalah kambing yang paling kurus,” jawab Ummu Ma'bad.
“Apakah kamu mengizinkan
aku memerah susunya?” Rasulullah kembali bertanya.
“Demi ayahku,
engkau dan ibuku, jika engkau melihat kambing itu ada susunya, silakan wahai
Rasulullah,” ujar Ummu Ma’bad. Rasulullah lalu menghampiri kambing tersebut dan
mengusap putingnya seraya mengucapkan nama Allah, serta memerahnya. Lantas keluarlah
air susu kambing itu demikian deras.
Melihat
kejadian itu Ummu Ma’bad terkejut dan segera mengambil bejana buat wadah susu
yang mengalir, dan langsung meminumnya. Para sahabat yang lain ikut pula minum
beberapa teguk. Rasulullah sendiri yang memberi minum masing-masing dari mereka
dan beliau menjadi peminum yang terakhir. Kemudian Rasulullah memerah lagi
hingga bejana yang dijadikan wadah tidak mampu menampung susu saking derasnya.
Setelah itu, Rasulullah beserta rombongan melanjutkan perjalanan.
Selang
beberapa saat, datanglah Abu Ma’bad. Ketika dia melihat ada susu, dia langsung
bertanya kepadanya istrinya, “Dari mana kamu dapatkan susu ini, wahai Ummu
Ma’bad? Padahal kambing kita belum pernah kawin, jarang makan dan tidak memiliki
susu?”
Ummu
Ma’bad menjawab, “Demi Allah, baru saja lewat seorang laki-laki yang penuh
berkah, sikapnya begini dan begitu.”
Abu
Ma’bad bertanya lagi, ”Coba beri tahu saya seperti apa laki-laki itu?”
Ummu
Ma’bad pun menjelaskan ciri-ciri laki-laki tersebut, “Orangnya bersih, raut
wajahnya seakan memancarkan cahaya dan berakhlak mulia. Matanya terang seperti
orang yang pakai celak. Saat diam dia bersikap rendah hati. Sewaktu berbicara dia
mengangkat kepala dan bahasanya tegas serta lugas. Dialah makhluk Tuhan paling
sempurna.”
Tiba-tiba
dari kota Makkah, Ummu Ma’bad seakan mendengar lantunan syair-syair yang memuji
Rasulullah dan jamuan yang diberikannya kepada Rasul. Perempuan ini merasa amat
bahagia lantaran telah diberi kesempatan menjamu utusan Allah SWT.
[1]Kejadian Hurrah terjadi
pada tahun 63 H. Peristiwa ini terjadi karena penduduk Madinah melengserkan
Yazid bin Muawiah secara paksa dan menggantikan Abdullah bin Muthi’ untuk
memimpin kaum Quraisy dan Abdullah bin Handhalah diangkat sebagai
peminpin kaum Anshar, serta memecat semua pengikut Yazid. Tidak terima dengan
perbuatan itu, Yazid kemudian memerintahkan tentaranya untuk mengepung kota Madinah
hingga banyak dari golongan sahabat yang terbunuh.
No comments:
Post a Comment