Sunday, March 9, 2014

Pemimpin Berhati Gembala


Bilamana seseorang mengikuti pemimpin yang mencari nama besar, maka sang pemimpin lah yang akan diagungkan. Pemimpin tersebut akan dipuja dan akhirnya menggeser kedudukan Tuhan. Jikalau seseorang mengikuti pemimpin yang berhati seorang pelayan, Tuhan lah yang akan diagungkan. Pemimpin-pemimpin semacam ini akan berbicara tentang anak Tuhan, kuasa Tuhan, pekerjaan Tuhan, nama Tuhan, firman Tuhan, Tuhan ... Semuanya untuk kemuliaan Tuhan.
Charles R. Swindoll, penulis buku "Improving Your Serve"

TATKALA Jopinus Ramli (JR) Saragih yang akrab disapa Pak JR mulai mengemban amanah sebagai Bupati Simalungun pada akhir 2010, ternyata dia harus menghadapi dan menyelesaikan persoalan yang tidak mudah diurai. Dia mesti menghadapi empat persoalan rumit yang melilit warga masyarakat Kabupaten Simalungun. Keempat persoalan itu: orang Simalungun sulit berbagi, mengalami gangguan perasaan, kebersamaan yang minim dan gagap menghadapi era globalisasi.
Persoalan-persoalan yang relatif rumit tersebut tentu tidak datang secara tiba-tiba. Setidaknya ada akar historis yang jauh ke masa lalu. Satu kesaksian menarik datang dari seorang pendeta asli Simalungun, yakni Pdt. Juandaha Raya Purba Dasoeha, STh. Dalam suatu percakapan dengan Pendeta Juandaha, seorang Tokoh asli Simalungun, yang sudah cukup lama berkecimpung di dunia politik, mengaku bahwa Simalungun adalah bangsa yang besar.
Pendeta Juandaha lagsung menukas, “Simalungun bukan besar tetapi kecil. Bahkan karena demikian kecilnya, orang di luar Simalungun, tidak mengenal apa itu Simalungun.”
Si Tokoh langsung gusar dengan mengatakan bahwa pendeta asli Simalungun itu sebagai pendeta tidak peduli pada keadaan Simalungun. Kata si Tokoh, Pendeta Juandaha mestinya membesarkan kebanggaan Simalungun, bukan makin mengecilkan Simalungun. “Ai, na sonaha do nasiam pandita namaposo sonari on, lang dong be huidah parduli nasiam bani Simalungun on?” gerutu si Tokoh.
Pendeta Juandaha tersenyum simpul saja. Dia merasa berat mengatakan kepada si Tokoh bahwa realitas Simalungun yang kecil itu tak dapat dipungkiri lagi. Hal ini, demikian kata dia, terlihat pada kompleksitas permasalahan yang muncul di Tanah Simalungun saat ini. Mulai dari jalan-jalan yang rusak sampai pembangunan yang berorientasi pada kepentingan simbolik yang mengabaikan masalah perut sebagian besar warga Simalungun yang hidup di tengah himpitan kemiskinan dan keterpurukan, khususnya di huta-huta sana.
Dan yang tidak kalah seru, begitu kata Pendeta Juandaha, saat ini ada inisiatif orang-orang pendatang di Simalungun yang hendak membagi-bagi Kabupaten Simalungun menjadi tiga Kabupaten, dengan menyisakan satu Kabupaten Simalungun di enclave etnis Simalungun mulai dari Kecamatan Raya, Purba, Silimakuta, Dolog Silou dan Raya Kahean, sedang yang dua lagi diberi nama Kabupaten Nusantara dan Dano Toba yang rasanya cukup nasionalis dan lintas etnis. Belum lagi, kabar-kabarnya (gan baritani), pejabat-pejabat dari etnis Simalungun banyak yang digusur dari kursi kebesarannya di Kantor Bupati Simalungun dan serta merta digantikan pejabat-pejabat dari etnis lain. Lantaran begitu nasionalisnya Simalungun, sampai-sampai ada pejabat yang didatangkan dari luar Kabupaten Simalungun.
Simalungun seolah kehilangan kebanggaan dirinya. Seakan tidak eksis di tengah kemarakan tuntutan otonomi dan kekhasan kultural lokal di era otonomi daerah dan reformasi. Padahal, di masa silam, Simalungun punya kebanggaan melalui sejumlah tokohnya antara lain Brigjen (Purn) Radjamin Purba, Tuan Madja Purba, Haji Ulakma Sinaga, Pdt. J. Wismar Saragih, Guru Jason Saragih, Brigjen (Purn) T.S. Mardjans Saragih, Brigjen (Purn) Lahiradja Munthe, Pdt. Jenus Purbasiboro, dr. Djasamen Soembajak, Pangoeloe Balei Djaoedin Saragih dan tokoh-tokoh Comite Na Ra Marpodah Simaloengoen (1928) yang tanpa pamrih memperjuangkan Simalungun menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Dalam tesisnya, Prof. Dr. Bintan Regen Saragih –anak dari Pdt. Williamer Saragih yang dibunuh PRRI di Sibuntuon tahun 1960-- menjelaskan bahwa minimal terdapat enam penyebab kelambanan pergerakan kemajuan sosial-politik, religius dan ekonomis orang Simalungun. Pertama, Perang Dunia II, yang mengakibatkan kelambanan perkembangan ilmu pengetahuan/teknologi dan minimnya informasi dan bantuan yang masuk ke wilayah Simalungun.
Kedua, Revolusi Sosial, 3 Maret 1946, yang meluluh-lantakkan kebesaran Simalungun dengan pembunuhan kaum elitis-intelektual dan birokrat dan aristokrat Simalungun pertama. Terbentuknya NST (Negara Sumatera Timur) dengan raja Tanah Jawa Tuan Kaliamsyah Sinaga dan Tuan Djomat Purba sebagai wali negara dan kepala kepolisian NST yang menegaskan realitas historis sifat provinsialisme orang Simalungun yang konon kurang berkenan di hati orang republik, sehingga Simalungun dicap bukan nasionalis sejati dan terkesan separatis.
Ketiga, peristiwa PRRI 1959-1961 yang mengakibatkan pembangunan golongan menengah di Simalungun stagnan. Keempat, peristiwa G 30-S/PKI 1965 yang melumpuhkan kehidupan politik, ekonomi, sosial dan budaya (termasuk keagamaan) di seluruh Indonesia, tak terkecuali Simalungun. Kelima, kelambanan orang Simalungun menyikapi aliran Kharismatik dan aliran-aliran fundamentalisme Kristen yang berkembang subur saat ini yang lebih mengedepankan pertumbuhan iman dan mengabaikan kepedulian pada masalah-masalah krusial di tengah-tengah masyarakat. Semboyan Kristen yes, partai Kristen no, makin menjauhkan orang Kristen dari ruang-ruang politik di negeri ini, sehingga dikhwatirkan ke-Kristen-an akan menjadi penonton di tengah percaturan politik di Indonesia.
Dan, keenam, kelambanan orang Simalungun menghadapi derasnya arus globalisasi dan teknologi informasi. Lihat saja di tanoh hasusuranta Simalungun sekarang ini, semakin banyak anak dan pemuda Simalungun yang lalai pada kewajibannya menuntut ilmu dan menyerap teknologi sebagai bagian amal-ibadahnya. Penyebabnya, antara lain sikap tidak peduli, ekonomi yang seret, dan orang tua yang lebih menganggap niombah sebagai aset tenaga kerja yang murah ketimbang diarahkan pada hal-hal yang bersifat membangun integritas dan masa depan yang lebih baik, bukan saja pada keluarganya tetapi pada segenap orang Simalungun.
Jelas bukanlah hal mudah untuk mencari solusi dari keenam persoalan tersebut. Tapi, bila persoalan-persoalan tersebut dibiarkan begitu saja, boleh jadi Simalungun semakin tenggelam, tertinggal jauh dari wilayah lain. Sebagai Bupati Simalungan 2010-2015, JR Saragih ingin terus-menerus berkubang dalam persoalan. Dia berusaha menjadi gembala bagi rakyat Simalungun keluar dari sejumlah akar permasalahan.   

A.   Yang Berhati Gembala
Ya, JR Saragih bertekad menjadi pemimpin yang berhati gembala selama memimpin rakyat dan wilayah Kabupaten Simalungun.  Sebagai penganut Kristen taat, JR Saragih mengimani benar firman Tuhan: "Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku" (Yohanes 10 : 27).
Sebagai pemimpin berhati gembala, segenap tindakan dan kebijakan Pak JR senantiasa mendasarkan diri kuasa Tuhan, pekerjaan Tuhan, nama Tuhan, firman Tuhan, dan semuanya untuk kemuliaan Tuhan.
Dalam bingkai memuliakan Tuhan, sebagai seorang pemimpin berhati gembala, JR Saragih memegang prinsip-prinsip berikut:
Pertama, berjalan di depan rakyat (dalam bahasa iman: domba) dan menyediakan jalan bahkan membuat jalan tersebut jelas dan aman walaupun mungkin di sana ada kesulitan, tantangan, dan perjuangan.
Kedua, senantiasa lapang meminta tuntunan Tuhan. JR Saragih berusaha membawa pergumulan dalam doa dan memohon tuntunan agar Tuhan memberikan kepadanya petunjuk yang dibutuhkannya.
Ketiga, JR Saragih sedapat mungkin bisa dipakai oleh Tuhan untuk melindungi rakyat (gembala). Bahkan, saat sebagai tampil pemimpin yang melakukan firman Tuhan, dia berupaya membantu rakyat (dan sekaligus umat) yang dipimpinnya untuk membuat pilihan-pilihan yang tepat dan yang penting sampai kemudian mendapat keyakinan bahwa ada Tuhan sebagai Gembala Yang Baik yang berjanji untuk melindungi, memimpin umat ke tempat yang hijau dan air yang tenang dan yang berjanji untuk memulihkan jiwa umat dan tetap memimpin umat sekalipun melalui bayang-bayang maut.
Keempat, JR Saragih berusaha mengenal dan memperhatikan rakyat (dan juga umat) dengan kasih Kristus karena Kristus sudah memberikan hidup-Nya bagi dirinya selaku pemimpin pilihan rakyat Kabupaten Simalungun.
Sekali lagi JR Saragih berupaya menjadi gembala bagi rakyat dan umat di Kabupaten Simalungun. Dalam Perjanjian Lama terdapat istilah ‘domba tak bergembala’ yang kerap digunakan untuk menampilkan wajah kesengsaraan umat Tuhan yang ditinggalkan oleh pemimpinnya. Berulang kali Allah mengingatkan raja-raja yang berkuasa akan keadaan umat yang lemah dan mudah tersesat lantaran tidak diurus secara baik-baik, diterlantarkan, dan diperlakukan secara tidak adil.
Dalam kerangka perutusan gembala-domba dan iman Kristen, setelah diutus berdua-dua, rasul-rasul kembali kepada Yesus dan melaporkan semua yang mereka kerjakan dan ajarkan, barangkali disertai pula rasa puas dan bangga. Lalu, apakah Yesus segera mengagumi dan memuji keberhasilan mereka? Tunggu dulu! Sepertinya masih ada yang ingin ditunjukkan dan diajarkan oleh Yesus. Semula mereka diajak menyingkir ke tempat sunyi untuk beristirahat, namun batal lantaran terlanjur dikejar banyak orang dari seluruh kota hingga  mereka pun tak sempat makan.
Para pemimpin kadang dikecam gara-gara kerap menjual janji palsu, mengaku mau menjadi abdi Allah dan sesama, ternyata mengabdi pada diri sendiri dengan meninggalkan Allah dan sesamanya.
Yesus mengajarkan sebaliknya: kalau mau jadi pemimpin, milikilah hati seorang gembala yang berani menanggalkan kepentingan diri sendiri demi mendahulukan kebutuhan banyak orang (umat). Leave no man behind! Apakah kehausan dan kelaparan banyak orang membuat hati pemimpin tergerak oleh belas kasihan? Sosok JR Saragih berusaha memahami dan memperkaya kepekaan batin dengan sentuhan belas kasih.
Selain itu, JR Saragih berupaya pula membumikan makna filosofis gembala selama memimpin rakyat dan wilayah Kabupaten Simalungun. Salah satu makna filosofis yang cukup penting bahwa gembala akan sangat mengenal satu per satu makhluk yang  menjadi kepunyaannya atau yang digembalakannya. Gembala akan hafal yang mana makhluk (ternak) kepunyaannya dan yang bukan kepunyaannya. Apabila salah satu ternaknya hilang, dia akan mencari ternaknya sampai ditemukan. Tidak ada satupun ternak yang luput dari perhatiannya. Inilah peran yang acapkali tidak bisa dilakukan oleh mereka yang selama ini memperoleh amanat memimpin –terutama memimpin organisasi pemerintahan atau perusahaan (sekuler). Sebab itulah, mereka lebih sering disebut pemimpin atau manajer, bukan gembala.
Seorang pemimpin tidak harus mengenal secara mendalam anak buah atau karyawannya satu per satu. Kendati begitu, seorang pemimpin harus memberikan contoh yang baik bagi semua. Pemimpin harus tahu peran dan tanggung-jawab pekerjaan bawahannya. Pemimpin juga harus memberikan penghargaan (rewards) kepada karyawan yang berprestasi dan memberikan sanksi (punishment) kepada karyawan yang bersalah. Parameter keberhasilan seorang pemimpin dapat diukur dari bagaimana atau sejauh mana tujuan organisasi dapat tercapai secara baik. Perusahaan dan atau rezim pemerintahan daerah mempunyai visi dan misi, kemudian disederhanakan secara jangka pendek dalam bentuk sasaran (goal), lalu diformulasikan ke dalam perencanaan strategis, akhirnya disosialisasikan kepada karyawan atau pegawai masing-masing divisi atau unit kerja. Selain pencapaian terukur, pada sebuah perusahaan juga mengatur hal-hal yang tidak terukur yakni nilai-nilai perusahaan (values). Institusi akan menjaga aset-aset yang dimiliki dari perilaku moral hazard, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, kode etik dan perilaku (code of conduct), di mana semua itu ada di dalam nilai-nilai (values) perusahaan/institusi.
Tatkala sepenuhnya seorang pemimpin secara tegas berpegang teguh pada prinsip-prinsip tersebut, bagaimana seorang pemimpin menempatkan hati nurani yang lazimnya sara nilai kebenaran dan ruhaniah? Apakah pemimpin masih punya hati nurani? Padahal ada beberapa hal yang harus diputuskan dengan hati nurani.
Seorang pemimpin adalah manusia biasa yang mempunyai fungsi utama menjalankan roda perusahaan atau pemerintahan. Peran pemimpin tidak bisa disamakan dengan peran gembala, karena gembala menjalankan peran yang lebih mulia.
Contoh sederhana, suatu waktu JR Saragih merogoh koceknya sebesar Rp100 juta untuk membantu pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah Jawa. Sementara, pembangunan gereja itu diperkirakan menelan biaya tidak kurang dari Rp4 miliar. Bukannya dia tidak punya hati nurani bilamana hanya membantu sebagian kecil dari keseluruhan ongkos pembangunan sebuah bangunan tempat beribadah. Justru di situlah, nuraninya berbicara.
JR Saragih menggunakan hati nuraninya saat memberikan bantuan pembangunan seperlunya, dengan harapan si penanggung-jawab pembangunan punya solusi buat memobilisasi dana umat. Bilamana si penanggung-jawab terus merengek kepada sang pemimpin, maka secara tegas Pak JR menolaknya. Jikalau dinilai, siapa yang tidak berhati nurani? Apakah sang pemimpin atau si penanggung-jawab pembangunan rumah ibadah? Warga masyarakat berhak menilai sepenuhnya bagaimana seorang JR Saragih menggunakan hati nuraninya.  
Hati nurani mewarnai kebijakan dan tindak strategis seorang pemimpin bukan untuk tujuan pembenaran secara terus-menerus, disalah-gunakan dengan pemberian excuse, dan yang terpenting tetap memegang teguh prinsip-prinsip integritas.  Sebagaimana kata-kata suci Mazmur 78:72: “Ia menggembalakan mereka dengan ketulusan hatinya, dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya.”
Dari sini kita memperoleh pembelajaran yang bermanfaat, siapa tahu kelak pembaca sekalian bisa menjadi pemimpin berhati gembala dan gembala berhati pemimpin.

B.   Kesetiaan dan Ketulusan Hati
Sebagai sosok pemimpin berhatigembala, Pak JR berusaha memegang empat prinsip kepemimpinan gembala yang telah banyak diadopsi oleh tren teori kepemimpinan secara umum. Keempat prinsip tersebut meliputi:
Pertama, kebaikan. Memimpin dengan kebaikan harus berpola kepada kebaikan hati Allah. Dalam teologi, kata kebaikan (goodness atau chrēstotēs dalam bahasa Yunani) diidentikkan dengan kemurahan Allah (di bawah pembahasan Allah Mahakasih). Teolog Albert Barnes memberikan makna kata ini sebagai kindness yaitu kebaikan hati, keramahan, perbuatan baik, dan kasih sayang. Allah Mahabaik, di mana Dia penuh dengan belas kasih, baik hati, anugerah, dan mementingkan kepentingan orang lain (altruisme). Sehingga Allah yang penuh dengan kebaikan berarti Allah yang mengasihi umat-Nya, Allah yang lemah lembut, baik hati dan selalu memberikan anugerah baik dalam Perjanjian Lama sampai dengan Perjanjian Baru. Kasih setia Allah dicurahkan kepada umat-Nya, Israel, meskipun mereka terus berbuat dosa. Ketika Allah harus menghukum Israel gara-gara kebebalan hati mereka yang terus menyembah berhala, maka Dia tetap mengasihi mereka, dan setelah mereka bertobat, Allah tetap mengasihi dan memulihkan keadaan mereka, yang walaupun kebaikan Allah tidak pernah boleh dipisahkan dengan keadilan Allah.
Pemahaman teologi ini sangat menolong Pak JR dalam mengaplikasikan kebaikan dalam kepemimpinannya di Kabupaten Simalungun. Sifat moral Allah yang mahabaik menantang dirinya agar senantiasa memiliki kebaikan moral dan semangat alturisme dalam karakternya.
Prinsip yang kedua adalah ketulusan hati. Bahwa ketulusan hati berbicara tentang integritas seorang pemimpin. Raja Daud dikatakan bahwa “Ia menggembalakan umat Israel dengan ketulusan hatinya, dan menuntun (memimpin) mereka dengan kecakapan tangannya” (Mazmur 78:72). Itu sebabnya memiliki kompetensi dalam kepemimpinan saja tidaklah cukup, dibutuhkan pula ketulusan hati.
Ketulusan hati tercermin dalam integritas kehidupan seorang pemimpin. Rendahnya integritas telah menjadi masalah kepemimpinan pada umumnya. Dalam sebuah survai terhadap sekitar 1300 pimpinan perusahaan dan pejabat di pemerintahan di Amerika, John Maxwell menanyakan kualitas apakah yang paling penting dimiliki supaya sukses menjadi pemimpin. Jawabannya menarik, secara mayoritas (71%) mereka memilih jawaban sebagai yang terpenting: integritas.
Arti kata integritas adalah keadaan yang sempurna, di mana perkataan dan perbuatan menyatu dalam diri seseorang. Seseorang yang memiliki integritas tidak berpura-pura, tidak ada yang disembunyikan, dan tidak ada yang perlu ditakuti. Kehidupan seorang pemimpin adalah seperti surat Kristus yang terbuka (II Kor 3:2).
Integritas sebagai karakter bukan dilahirkan, tetapi dikembangkan secara satu lepas satu di dalam kehidupan kita melalui kehidupan yang mau belajar, keberanian untuk dibentuk Roh Kudus. Itu sebabnya Pak JR berkeyakinan bahwa karakter yang baik akan jauh lebih berharga dan dipuji manusia daripada bakat atau karunia yang terhebat sekalipun. Kegagalan sebagai pemimpin bukan terletak kepada strategi dan kemampuannya dalam memimpin, tetapi kepada ketiadaan integritas pada diri pemimpin.
Ketiga, kecakapan. Memimpin dengan kecakapan berarti memiliki kompetensi, kemampuan serta keahlian. Menurut Dr. Yakob Tomatala, kompetensi meliputi banyak hal yaitu meliputi kompetensi karakter, pengetahuan, dan keahlian. Dua hal dari kompetensi keahlian yang menolong menguatkan kepemimpinan gembala kita adalah kecakapan hubungan antar manusia (relationship) dan kecakapan keahlian teknis.
Kecakapan yang berkenaan dengan “hubungan antar manusia” disebut juga “keterampilan atau kecakapan sosial”. Seorang pemimpin yang baik tidak hanya menyadari bahwa ia membutuhkan orang lain, namun ia juga penuh tanggung jawab berupaya membina hubungan baik dengan orang lain yang menjamin kerjasama yang baik dan keberhasilan kerja. Hubungan baik dengan orang lain harus dimulai oleh pemimpin. Ia harus memiliki tekad untuk menyukainya, menghidupinya dengan melaksanakannya penuh tanggung jawab. Prinsip kepemimpinan Tuhan Yesus tetap berlaku di sini, yaitu: “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian pula kepada mereka” (Matius 7:12). Tekanan utama yang diberikan di sini adalah bahwa apa saja yang dilakukan oleh seorang pemimpin, mencerminkan apa saja yang akan, nanti dan telah diperbuat orang kepadanya. Apabila pemimpin menghendaki dan membina hubungan baik dengan siapa saja, ia akan pula menerima kebaikan dari tindakannya.
Lalu, kecakapan yang berkaitan dengan “hubungan pelaksanaan tugas” di mana seseorang yang disebut ahli itu tahu dan dapat melakukan tugasnya secara baik dan benar. Keterampilan atau keahlian atau kecakapan tugas berkaitan erat dengan hal-hal praktis yang bersifat teknis, sehingga dapat juga disebut keahlian teknis/praktis. Keahlian ini berkaitan erat dengan “bagaimana melaksanakan tugas”, yang harus dilaksanakan secara baik. Pemimpin harus memiliki keahlian khas, khususnya yang berkenaan dengan kecakapan memimpin.
Pak JR senantiasa berusaha menambah relasi dengan sesama dan tim kerja serta mengasah kemampuan teknis dalam pelaksanaan tugas sebagai orang nomor satu Kabupaten Simalungun. Dia tidak pernah berhenti belajar baik dalam bentuk formal ataupun informal. Pembelajaran yang terus-menerus akan menghasilkan kecakapan yang lebih banyak lagi. Pembelajaran tidak berfokus kepada gelar, namun kepada pemenuhan salah satu kunci sukses pemimpin-gembala yaitu cakap, yang meliputi cakap mengajar, cakap berelasi, dan cakap memimpin.
Dan keempat, kesetiaan dalam kebenaran. Kata kesetiaan adalah penting dalam kosakata teologi Kristen dan juga pemimpin-gembala. Setidaknya dalam Perjajian Lama dan Perjanjian Baru, pemimpin dituntut Tuhan untuk mencintai kesetiaan (love mercy) selain adil dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allah (Mikha 6: 8). Kesetiaan harus ditunjukkan di samping kasih sayang kepada masing-masing sebab Tuhan akan menjadi Allah mereka dalam kesetiaan dan kebenaran (Zakaria 7:9 dan 8:8).
Minimal terdapat tiga sebab mengapa kesetiaan itu penting. Pertama, kesetiaan adalah yang terpenting dalam hukum Taurat (Matius 23:23); kedua, kesetiaan salah satu buah Roh Kudus yang harus ada dalam kehidupan kita (Galatia 5:22); ketiga, kesetiaan merupakan salah satu yang harus dikejar di samping keadilan, kasih dan damai (II Timotius 2:22).
Pak JR Saragih sangat memahami betapa pentingnya kesetiaan, dan kesetiaan tidak boleh dihilangkan dalam kamus pemimpin-gembala. Sebab, tanpa kesetiaan, seorang pemimpim tidak berhak menuntut loyalitas yang sama kepada pengikutnya. Inilah yang menjadi kunci keberhasilan pemimpin-gembala.

C.   Menerapkan Etos Kerja Keras dan Disiplin Sepenuh Hati
Sekali lagi ihwal bantuan atau sumbangan Rp100 juta buat memantik uluran tangan dermawan pembangunan Gereja Katolik Kristus Raja di Kecamatan Tanah Jawa. Pak JR sengaja tidak membantu total biaya pembangunan supaya banyak pihak yang terpantik untuk berpartisipasi aktif bagi pembangunan sebuah rumah ibadah. Kalau berkehendak, bisa saja Pak JR membantu keseluruhan pembiayaan dengan menggabungkan bantuan pribadi dan kedinasan. Tapi, kehendak itu tidak dia realisasikan. Intinya, dia tidak ingin memanjakan rakyatnya menjadi sangat tergantung kepada pemerintah atau siapa saja yang suka  berderma.
JR Saragih bukan tipe pemimpin yang menuruti saja apa yang menjadi suara atau aspirasi rakyatnya sampai mereka terlena dan diam tanpa mau bekerja. Dia ingin menancapkan satu nilai bahwa setiap manusia harus punya spirit berusaha, berusaha dan berusaha penuh etos kerja keras guna mencapai hasil maksimal. Dalam perjalanan hidupnya, JR Saragih dikenal sebagai sosok pekerja keras tanpa pamrih. Berkat kerja kerasnya, sebelum memangku jabatan Bupati Simalungun (2010-2015), dia telah memetik hasil jerih-payahnya berupa antara lain tiga rumah sakit beraset Rp400 miliar dengan sekitar 300 orang karyawan.
Dia bertekad warga masyarakat yang dipimpinnya juga menjunjung tinggi spirit dan etos kerja keras membangun Simalungun guna mengejar ketertinggalannya dibandingkan daerah-daerah lain di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Sudah barang tentu tidak cuma berkisah heroik bahwa dirinya telah bekerja keras dan menorehkan hasil-hasil material yang lebih dari cukup untuk menjalani kehidupan. Dia memberikan pula contoh nyata bekerja keras dalam memimpin rakyat-masyarakat Simalungun.
Nilai kerja keras sarat keteladanan sepenuh hati. Demikian lah filosofi kepemimpinan yang ingin ditancapkan oleh seorang JR Saragih. Ya, keteladanan! Sebuah kata yang begitu mudah diucap namun sulit dilakukan. Padahal, dari keteladanan inilah seorang pemimpin dinilai integritasnya. Pemimpin sejati selalu memberi contoh nyata dalam memimpin.
Cendekiawan, guru dan Bapak Bangsa Ki Hadjar Dewantara mengajarkan ilmu kepemimpinan dalam pernyataan bahasa Jawa: “Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani”. Nasihat yang sederhana, tapi demikian kuat. Terdapat tiga tugas pokok seorang pemimpin, yaitu: memberi teladan (exampling), memberi inspirasi (inspiring), dan memotivasi (motivating).          
Kita perlu menggaris-bawahi betapa pentingnya keteladan yang baik sebagai faktor yang menentukan apabila kita ingin mengubah keadaan masyarakat Indonesia, tak terkecuali masyarakat Simalungun, yang dewasa ini masih berada dalam krisis multi-dimensi. Memang, keteladanan telah menjadi barang langka dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bangsa kita tengah dilanda sakit parah. Kondisi ini harus cepat diperbaiki jika kita menginginkan bangsa dan negeri ini tetap eksis dan berkembang maju.
Contoh sederhana di tingkat lokal Simalungun adalah bagaimana upaya JR Saragih meramaikan atau menghidupkan nadi Raya sebagai ibukota Kabupaten Simalungun. Ketika hampir semua aparaturnya enggan berkantor di Raya, dia memberikan teladan langsung melalui inisiatif tinggal menetap di Raya. Dia ingin membangun Raya sebagai kota baru yang menjadi pusat aktivitas pemerintahan, ekonomi dan pendidikan bagi warga Kabupaten Simalungun. Dengan menetap di Raya, dia berharap dapat memanfaatkan secara maksimal waktu kerja. Bahkan, dia menyediakan 24 jam waktu yang dimilikinya untuk kepentingan warga masyarakat.
Tatkala dirinya meluangkan sepanjang 24 jam waktunya untuk mengabdi, lalu apakah aparaturnya juga langsung mengikutinya. Pak JR tidak banyak berharap agar aparatur di bawah kepemimpinnya mengikuti apa yang dilakukan sepanjang waktu memimpin Kabupaten Simalungun. Dia berusaha mencari solusi agar segenap aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun pun bersedia bekerja sepanjang 24 jam. Tentu tidak lantas semua aparaturnya dipaksa bekerja selama 24 jam setiap hari. Jelas akan menyalahi tata aturan kerja aparatur pemerintahan yang selama ini sudah dipatok delapan jam per hari.
Berangkat dari pengalamannya bergaul dengan kalangan pelaku usaha sektor industri selama dia bertugas sebagai prajurit TNI di wilayah Purwakarta, Jawa Barat, JR Saragih terinspirasi menghidupkan ritme kerja aparaturnya sepanjang 24 jam. Inspirasinya dari irama kerja karyawan perusahaan-perusahaan industri di Purwakarta dan perawat Puskesmas-Puskesmas yang ada di wilayah ini yang biasa bekerja terbagi ke dalam tiga shift. Produktivitas mereka terus dipacu untuk memenuhi keinginan pasar dan warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan selama 24 jam.
Tapi, apakah pemerintahan semacam Pemerintah Kabupaten Simalungun sudah saatnya bekerja penuh sepanjang 24 jam? Manusiawikah memacu mereka agar bekerja keras dengan irama dan ritme seperti itu? Bupati JR Saragih tak ingin memaksakan kebijakan supaya aparaturnya bekerja seperti dirinya.
Berselang tak seberapa lama setelah dilantik sebagai Bupati Simalungun pada bulan Oktober 2010, Pak JR langsung tanggap melihat dari dekat bagaimana sebenarnya potensi kualitas dan kuantitas aparatur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun. Dia mendapati fakta bahwa jumlah aparatur yang ada di lingkungan pemerintahan kabupaten ini relatif terlalu banyak. Misalkan aparatur eselon II mencapai 120 orang sementara kursi jabatan yang layak diisi oleh mereka cuma 40 unit. 
Di benak Pak JR, banyak di antara aparatur yang berstatus PNS tersebut datang ke kantor tanpa tahu apa pekerjaan yang harus dilakukan. “Ya, ngapain kalau datang ke kantor hanya buat ngerumpi? Agar optimal dan efektif memanfaatkan waktu kerja, mereka saya tata dan terapkan sistem kerja shift,” terang Pak JR sekali waktu.
Terkhusus pada unit-unit kerja yang berhubungan secara langsung dengan pelayanan masyarakat (baik kesehatan maupun non-kesehatan), Pak JR mengatur jam kerja dalam tiga shift. Dengan model seperti ini, para aparatur pemerintah kabupaten ini dapat memperoleh libur dua hari –Sabtu dan Minggu—dalam sepekan dan warga masyarakat memperoleh pelayanan yang optimal. “Saya berharap waktu libur dua hari itu bisa dimanfaatkan buat kegiatan produktif, kalau mereka suka beternak maka dalam waktu dua hari dapat serius merawat ternak sehingga dapat memperoleh penghasilan tambahan. Selain itu, bila mereka kepala keluarga maka mereka juga dapat mencurahkan kasih sayang ke isteri dan anak-anaknya. Selama ini mereka kan kerepotan membagi waktu karena harus berangkat pagi pulang sudah sore hari,” tutur Pak JR yang menghabiskan masa kecilnya di Raya ini.
Melalui pembagian waktu kerja ke dalam tiga shift tadi, demikian terang Pak JR, pemerintah kabupaten bisa menginstruksikan para camat untuk membuka pelayanan kepada warga masyarakat sampai pukul 22.00 WIB. Lalu, mengapa kantor kecamatan mesti buka sampai mendekati tengah malam tersebut? Alasannya sederhana saja, wilayah kecamatan di Kabupaten Simalungun relatif luas sehingga warga yang ingin pergi atau ada urusan ke kecamatan memakan waktu relatif lama. “Bisa jadi warga masyarakat sampai di kantor kecamatan sudah sore hari atau bahkan menjelang malam. Kasihan mereka sudah jauh-jauh datang sementara aparatur yang berwenang dan bertugas di kantor kecamatan sudah tidak ada di tempat. Di saat kantor kecamatan bisa buka sampai malam hari, warga masyarakat punya kesempatan lebih baik untuk mengurus surat-surat atau dokumen sipil di kantor kecamatan. Dengan begitu warga masyarakat bisa pulang penuh senyum karena segala urusannya bisa selesai pada hari itu pula,” papar Pak JR.
Lalu, pada sisi pelayanan kesehatan yang optimal, terang JR Saragih lebih lanjut, warga masyarakat dapat memperoleh pelayanan sesuai kebutuhan dan kondisi yang dihadapinya. Warga masyarakat pun merasakan adanya peningkatan derajat kesehatan. Hal ini terlihat dalam penurunan, antara lain, angka kematian bayi, kasus malaria klinis, berat bayi lahir rendah, balita gizi buruk, dan pneumonia balita. Juga peningkatan jumlah balita berat badan naik. Memang, masih terdapat kasus-kasus kesehatan yang agak memprihatinkan, di antaranya kenaikan angka penderita TB+, penderita HIV/AIDS, dan penderita penyakit kusta.
Bupati JR Saragih merasa dirinya harus mengambil hati warga masyarakat dengan memberikan pelayanan secara optimal. Sebab, selama ini, warga sudah apatis terhadap kinerja aparatur pemerintah kabupaten beserta segenap jajarannya. Pendek kata, dia berusaha menanamkan nilai perja keras dan disiplin agar citra kinerja aparatur terus membaik.
Pak JR meyakini bahwa tidak ada sukses yang dapat diraih tanpa disiplin diri dan semangat kerja yang tinggi. Tuhan sudah menyediakan berkat-berkat-Nya untuk kita semua, tinggal kita yang "menggali berkat" tersebut dengan semangat dan disiplin kerja yang tinggi. “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mazmur 90:12). “Dan pergunakanlah waktu yang ada, karena hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:16)

D.   Pemimpin Baru, Asa Baru
Dengan mengusung nilai-nilai pemimpin berhati gembala melalui kerja keras dan disiplin, Pak JR ingin menebar asa baru bagi rakyat Simalungun yang lebih berpengharapan dan menyatu dalam kekuatan kebersamaan. Kekuatan kebersamaan yang bersumber dari segenap jajaran aparatur Pemerintah Kabupaten Simalungun penuh disiplin yang terus digugah dan diberdayakan. Dia paham bahwa dirinya bukanlah “pemain biola tunggal”. Ibarat permainan musik, dia sebagai seorang “konduktor” yang harus mampu menyamakan nada dasar agar para musisi yang tergabung dalam orkestra mampu merancakkan irama dan meneduhkan kalbu. Dan, “sang konduktor” sangat menentukan arah dan keterpaduan irama orkestra, pengorganisasian peran, harmonisasi dan kualitas orkestra. Lalu, para musisi menentukan kesuksesan pagelaran orkestra.
Bagai penampilan sebuah orkestra, dalam hal meretas asa baru kemajuan rakyat-masyarakat Simalungun, sangat ditentukan oleh “sang pemimpin” yang visioner dengan strategi dan program-program implementatif, yang didukung oleh team work yang solid. Ditopang oleh manajemen yang sistemik sebagai operatornya, nilai-nilai utama dan kultur pemerintahan yang baik sebagai jiwanya, serta kaidah-kaidah pengelolaan pemerintahan yang baik (good governance) sebagai kerangka dan landasannya.
Dan sebagaimana telah kita saksikan akhir-akhir ini, Kabupaten Simalungun telah mengalami banyak kemajuan dan membawa asa yang berpengharapan. Secara ekonomi misalkan, petani mulai merasakan kemudahan dalam memasarkan hasil-hasil produksinya, pelajar tidak mengalami kesulitan untuk melanjutkan pendidikan ke  jenjang yang lebih tinggi, dan investor mulai melirik daerah Simalungun yang amat potensial sumber daya alam. Banyak orang paham, kemajuan penuh harapan ini tidak lepas dari model kepemimpinan dengan hati gembala yang diterapkan oleh Pak JR. Kendati begitu, dia tidak lantas memonopoli keberhasilan itu semata-mata datang dari dirinya.
Dia justru berusaha menunjukkan karakter dan jati diri seorang pemimpin yang bijak dan rendah hati. Dia selalu menegaskan bahwa tanpa kontribusi dan kerja sama tim segenap aparatur dan raktay-masyarakat Kabupaten Simalungun asa baru tersebut tidak akan pernah muncul. Dia tetap berupaya menjaga kebersihan hati, kerendahan hati dan senantiasa mengatakan bahwa dirinya cuma seorang gembala yang selalu melayani domba-dombanya.
Kondisi Kabupaten Simalungun yang relatif bagus penuh harapan sekarang ini sangat berkait dengan kerja keras segenap aparatur dan dukungan penuh warga masyarakat. Segenap aparatur telah mencurahkan seluruh daya upaya melalui spirit dan kebersamaan yang solid. Arti kata, demikian penuturan Pak JR Saragih, membaiknya kondisi masyarakat Simalungun juga lantaran banyaknya hati, tangan dan pikiran yang turut berperan-serta. Pun berkat kehadiran pemimpin berhati gembala  pada skala yang lebih kecil, bahkan pemimpin berhati gembala di tingkat kelurahan atau desa.
Tentu bukan hal aneh bilamana JR Saragih menunjukkan karakter pemimpin berhati gembala yang lebih melayani domba-dombanya. Maklum, jauh sebelum dipercaya rakyat Simalungun mengemban kursi Bupati Simalungun periode 2010-2015, dia sudah berselimutkan sukses dalam karir dan bisnis. Juga di masa kecil, hatinya sudah sangat terasah oleh keadaan kehidupan yang serba tidak mudah. Sebab itu, tatkala dia berada di kursi Bupati, Pak JR tidak banyak berpikir soal kalkulasi bagaimana mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk ‘membeli’ suara rakyat. Yang dia pikirkan adalah bagaimana melayani dan mendharma-baktikan segenap pikiran dan tenaganya buat rakyat-masyarakat Kabupaten Simalungun.
Begitulah sosok kepemimpinan Bupati JR Saragih. Dia bukan sekadar pemimpin yang visioner sarat keteladanan, namun juga tampil sebagai sosok gembala yang tulus hati melayani domba-dombanya. Tidak hanya menjadi gembala bagi orang-orang yang dipimpinnya, tapi sekaligus pula sebagai motivator, inspirator dan integrator. Ada inspirasi dan kenyamanan di dalam perasaan atas kedekatan hubungan dengan orang-orang yang dipimpinnya. Pantaslah bila segenap aparatur pemerintahan dan rakyat Kabupaten Simalungun memberi rasa hormat yang tinggi atas kompetensi, reputasi dan prestasi kepemimpinan Pak JR.
Ada satu kebiasaan yang diterapkan dalam interaksi dan komunikasi dengan bawahan, bahkan dengan rakyat yang dipimpinnya, yang sedikit unik. Dia menganggap bawahan ataupun warga masyarakat sebagai keluarga besar dirinya. Dengan begitu nyaris tak ada sekat antara Pak JR, bawahan dan rakyat yang digembalakannya. Kepada bawahan dia bisa bertegur sapa secara egaliter melalui sapaan-sapaan yang teramat cair dan karib-akrab.
Pak JR benar-benar bukan pemimpin hanya mencari nama besar. Kalau cuma mencari nama besar, dia merasa khawatir apratur dan rakyat akan mengagung-agungkannya. Dia khawatir pula dirinya menggeser kedudukan Tuhan. Sebab itulah, dia terus membumikan sosok pemimpin yang berhati gembala (seorang pelayan) dengan harapan Tuhan lah yang akan diagungkan. Dengan demikian dia akan secara mudah berbicara tentang iman, kuasa Tuhan, pekerjaan Tuhan, nama Tuhan, firman Tuhan, Tuhan ... Semuanya untuk kemuliaan Tuhan. ***

No comments:

Post a Comment