Satu terobosan baru digagas oleh Kepala Dinas Kesehatan
(Kadinkes) Provinsi Papua drg. Aloysius Giyai,M.Kes dengan menggelar
Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Papua yang digelar di
Kota Jayapura mulai 5 hingga 8 Mei 2014 lalu.
Rakerda yang bertujuan meningkat komunikasi dua arah yang lebih intens antara Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan lembaga-lembaga mitra pembangunan kesehatan ini menghasilkan MoU (Memorandum of Understanding) antara Kadinkes Provinsi Papua dengan Kadinkes Kabupaten/Kota serta RSUD se-Provinsi Papua untuk mewujudkan standar kesehatan yang berkualitas di Provinsi Papua. Kadinkes Provinsi Papua drg. Aloysius Giyai,M.Kes mengungkapkan bahwa Rakerkesda Provinsi Papua menghasilkan rangkuman dengan mengacu kepada penggunaan dana 15 persen dana Otonomi Khusus (Otsus) untuk bidang kesehatan serta peningkatan akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang komprehensif, efisien dan bermutu serta interkonektivitas sarana pelayanan kesehatan. ”Selain itu kita mengacuh tentang 15 program prioritas pembangunan kesehatan 2013-2018, upaya-upaya pembangunan kesehatan, arah pembangunan kesehatan Papua dalam RPJMD 2013-2018, kesepakatan pelaksanaan Kartu Papua sehat (KPS) dan BPJS serta hasil sidang 3 komisi,” ungkapnya kepada Cenderawasih Pos di ruang kerjanya akhir pekan kemarin. Pihaknya menjelaskan bahwa hasil yang disepakati oleh peserta Rakerkesda Provinsi Papua tahun 2014 diantaranya melaksanakan Peraturan Gubernur No. 8 tahun 2014 tentang petunjuk teknis penggunaan dana Otsus khusus bidang kesehatan sebesar 15 persen untuk kabupaten/kota se-Provinsi Papua, semua kabupaten/kota setuju pembagian persentase dana tersebut dan melaksanaan kegiatan yang sudah tertera di dalam DPA masing-masing kabupaten yang sebelumnya (60: 40) dan selanjutnya akan merubah setelah ada revisi DPA dengan mengikuti pola (80:20) untuk kabupaten/kota,” bebernya. Menurut drg. Aloysius Giyai untuk alokasi dana 15 persen bagi layanan kesehatan perlu ada pembicaraan tingkat pimpinan di kabupaten/kota sehingga tidak terjadi tumpang tindih dengan pembiayaan KPS bagi pelayanan rujukan yang bersumber dari bantuan keuangan untuk Pemprov Papua. ”Semua kabupaten/kota setuju dengan indikator pencapaian program baik yang tercantum dalam 15 program prioritas Gubernur Papua maupun pencapaian rutin yang disusun oleh Dinkes Provinsi Papua, untuk sejumlah kabupaten yang berada di daerah Pegunungan Tengah meminta kepada Kemenkes untuk melaksanakan pendidikan kesehatan khas Papua seperti SPK, Bidan C dan SMAKES dengan tingkatan pendidikan D1 maupun D2,” paparnya. “Semua Direktur RSUD, RSU Mitra dan Kadinkes kabupaten/kota se-Provinsi Papua sepakat untuk penyempurnaan Pergub No.6 tahun 2014 tentang jaminan pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat Papua, untuk klaim peserta KPS bulan Januari-Maret 2014 terhitung mundur per 1 Januari 2014 dengan menggunakan Juknis Jamkespa No. 6 tahun 2009. Sedangkan terhitung 1 April 2014 klaim dari peserta KPS memakai Juknis KPS No.6 tahun 2014,” sambung drg. Alo. Sementara untuk pasien rujukan dari kabupaten/kota, biaya ditanggung oleh rumah sakit yang merujuk. Bila pasien meninggal dunia maka dana pemulangan diambil dari KPS, Pasien yang ditanggung adalah pasien yang dirujuk resmi dari rumah sakit perujuk bukan atas permintaan sendiri. ”Rujukan atas permintaan sendiri tidak dibiayai oleh KPS serta untuk klaim rujukan nasional yaitu RS PGI Cikini hanya bisa untuk pasien yang dirujuk dari RSUD Jayapura jadi KPS tidak membiayai rujukan kabupaten ke RS PGI Cikini,” lanjutnya. drg. Aloysius Giyai yang juga mantan Direktur RSUD Abepura ini menyatakan, semua pihak yang menghadiri Rakerkesda lalu juga menyepakati pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Provinsi Papua tahun 2014 diantaranya peserta JKN/BPJS yang tidak terdaftar untuk JKN akan didaftarkan sebagai penerima KPS bagi Orang Asli Papua. ”Untuk mendukung pelaksanaan JKN tersebut akan dibentuk tim terpadu Dinkes kabupaten/kota untuk validasi data agar menjadi acuan sebagai data base sehingga tidak melebihi kuota kabupaten/kota dan Dinkes Provinsi maupun kabupaten/kota siap melakukan sosialisasi JKN ke masyarakat di seantero Provinsi Papua,” ucapnya. Satu hal yang tidak kalah penting, lanjutnya, yaitu pelaksanaan verifikasi dan harmonisasi data program pengendalian HIV/AIDS dan untuk melaksanakannya perlu pencatatan dan pelaporan seluruh kegiatan pelayanan HIV/AIDS dan IMS yang telah dikembangkan SIHA (Sistem Informasi HIV/AIDS yang berbasis website). Dari 29 kabupaten/kota di Provinsi Papua hanya 9 kabupaten/kota yang melaporkan data ini menunjukan bahwa sebagian besar fasilitas kesehatan di Papua belum menggunakan SIHA sehingga kita mendorong supaya SIHA harus digunakan secara rutin dan tepat waktu,” tandas drg. Alo. Pihaknya juga mengungkapkan bahwa pelaksanaan hasil Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) siap diimplementasikan di Provinsi Papua sehingga meningkatkan pengetahuan komprehensif di populasi umum dengan strategi komunikasi yang lebih ekfektif melalui media masa dan media sosial. ”Dinas kesehatan kabupaten/kota menyediakan dan melakukan perbaikan infrastruktur secara umum serta mengalokasikan anggaran pengendalian HIV/AIDS dan IMS yang memadai,” ungkapnya. “Setiap Dinkes kabupaten/kota dan RSUD wajib menyiapkan dokumen perencanaan untuk desk rapata konsultasi teknis DAK pada awal Juni 2014 sesuai menu dengan data pendukung (dokumentasi,red), kabupaten/kota yang belum mempunyai Renstra (rencana strategis) diharapkan menyiapkan perencanaan dan penganggaran untuk penyusunan Renstra di kabupaten/kota dalam rencana kerja tahun 2015,”jelasnya. Selain itu menurut drg. Aloysius Giyai salah satu rekomendasi yang tidak kalah pentingnya yaitu pelaksanaan program pemberantasan malaria oleh Dinkes Provinsi Papua.”Semua kabupaten/kota harus berupaya keras untuk mencapai eliminasi malaria sesuai dengan masterplan yang telah ditetapkan oleh provinsi namun dengan adanya akselarasi diharapkan lebih cepat dari yang dijadwalkan,”ucapnya. Untuk 16 kabupaten/kota telah melaporkan penemuan dan pengobatan kasus malaria dengan peningkatan penemuan kasus malaria di puskesmas dengan pemeriksaan mikroskopis dan Pustu menggunakan RDT (Rapid Diagnostik Test, red) dengan indicator ABER (Annual Blood Examination Rate,red) diatas 10 persen serta melakukan akselerasi pengendalian malaria terintegrasi sedangkan untuk 13 kabupaten yang belum melaporkan penemuan dan pengobatan kasus malaria diharapkan perlu membangun kemampuan sumber daya (tenaga medis, surveilens, mikroskopis,red) dalam program pemberantasan malaria serta harus melakukan pemetaan daerah dengan penularan malaria,”tegasnya. drg Aloysius Giyai menghimbau kepada seluruh Kadinkes kabupaten/kota dan Direktur RSUD untuk berkomtimen menjalankan rancangan pembangunan kesehatan tersebut dan akan dilakukan evaluasi per tahun hingga tahun 2014 untuk menilai raport kinerja masing-msing Kadinkes kabupaten/kota maupun Direktur RSUD. ”Kami akan buat penilaian bagi Kadinkes kabupaten/kota maupun Direktur RSUD bila mendapat raport bagus maka akan diberikan reward jika memiliki raport buruk maka akan diberikan sanksi dan akan dikeluarkan di media cetak maupun elektronik agar menjadi pembelajaran bagi peningkatan pelayanan kesehatan di Papua,” himbaunya. (www.cenderwasihpos.com) |
Wednesday, May 14, 2014
Kadinkes Papua Teken MoU dengan Kadinkes dan Direktur RSUD Kab/Kota
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment